Ernest Mandel

Pengenalan Kepada Teori Ekonomi Marxis

 


Versi Online:   Marxists Internet Archive, 2006.
Alih bahasa:  
Nestor Paz Zamora, 2006

 

 

I. Teori Nilai dan Nilai Lebih

Dalam analisa terakhir, setiap langkah maju dalam sejarah peradaban telah terjadi karena peningkatan produktivitas kerja. Selama sekelompok manusia tertentu dengan susah payah memproduksi dengan cukup untuk mempertahankan hidup mereka sendiri, selama tidak ada surplus diatas produk kebutuhan tersebut, adalah tidak mungkin terjadi pembagian kerja dan kemunculan pekerja tangah ahli, artis atau kaum terpelajar. Dibawah kondisi tersebut, prasyarat untuk spesialisasi semacam itu tidak didapatkan.

 

I.1 Produk Surplus Sosial

Selama produktivitas kerja tetap pada tingkat dimana satu orang hanya dapat menghasilkan cukup untuk kebutuhan hidupnya sendiri, pembagian sosial tidak terjadi dan diferensiasi sosial apapun didalam masyarakat adalah tidak mungkin. Dibawah kondisi tersebut, semua orang adalah produsen dan mereka semua ada pada tingkat ekonomi yang sama.

Setiap peningkatan dalam produktivitas kerja melewati titik rendah tersebut membuat surplus kecil menjadi mungkin, dan seketika terdapat surplus produk, seketika dua tangan manusia dapat memproduksi lebih dari yang dia butuhkan untuk kebutuhan hidupnya sendiri, kemudian kondisi telah dibentuk untuk sebuah perjuangan bagaimana surplus tersebut akan dibagikan.

Sejak saat ini, pengeluarkan total kelompok sosial tidak lagi terdiri hanya dari kerja kebutuhan untuk keberlangsungan hidup produsennya. Beberapa dari hasil kerja tersebut sekarang dapat digunakan untuk melepaskan sebuah seksi masyarakat dari kewajiban untuk berkerja demi keberlangsungan hidupnya sendiri.

Kapan saja situasi tersebut muncul, sebuah seksi masyarakat dapat menjadi klas berkuasa, yang karakteristik luar biasanya adalah emansipasinya dari kebutuhan untuk bekerja demi keberlangsungan hidupnya sendiri.

Sejak saat itu, kerja produsen dapat dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian dari kerja tersebut terus digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup si produsen itu sendiri dan kita menyebut bagian ini sebagai kerja kebutuhan, bagian yang lainnya digunakan untuk menjaga klas berkuasa dan kita memberikannya nama surplus kerja.

Mari kita mengilustrasikan hal tersebut dengan contoh yang sangat jelas dalam perbudakan perkebunan, seperti yang terjadi di daerah-daerah tertentu dan periode Kekaisaran Romawi, atau seperti yang kita temukan di Barat India dan pulau Afrika Portugis dimulai pada abad keenembelas, dalam perkebunan sangat luas yang didirikan disana. Di area tropis tersebut, bahkan makanan budak secara umum tidak disediakan oleh tuannya, para budak harus menghasilkannya sendiri dengan bekerja pada sebidang kecil tanah pada hari minggu dan produk dari kerja tersebut membangun simpanan makanan dia. Selama enam hari dalam seminggu para budak bekerja di perkebunan dan tidak menerima apapun dari produk kerja dia. Hal tersebut adalah kerja yang menciptakan produk surplus sosial, diserahkan oleh para budak seketika dihasilkan dan menjadi milik tunggal pemilik budak

Kerja seminggu, yang dalam kasus ini adalah tujuh hari, dapat dibagi menjadi dua bagian: kerja satu hari, Minggu, yang menyusun kerja kebutuhan, kerja tersebut yang menyediakan produk untuk kebutuhan hidup para budak dan keluarganya; kerja enam hari yang lain adalah kerja surplus dan semua produknya menjadi kepunyaan pemilik budak, digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya dan juga memperkaya dirinya sendiri.

Wilayah besar dari awal Abad Pertengahan memberikan kita gambaran yang lainnya. Tanah di wilayah tersebut dibagi menjadi tiga bagian: tanah komunal terdiri dari hutan, padang rumput, rawa-rawa, dsb; tanah yang dikerjakan oleh petani hamba untuk kebutuhan hidupnya sendiri dan keluarganya; dan terakhir, tanah yang dikerjakan oleh petani hamba dalam rangka untuk menopang tuan feodal. Kerja seminggu selama periode tersebut biasanya enam hari, bukan tujuh. Kerja seminggu tersebut dibagi menjadi dua bagian yang sama: petani hamba bekerja tiga hari di tanah dimana hasilnya menjadi milik dia; tiga hari yang lainnya dia bekerja di tanah tuan feodal, tanpa bayaran, memberikan kerja gratis bagi klas berkuasa.

Produk dari setiap tipe kerja yang sangat berbeda dapat didefinisikan dalam dua ungkapan yang berbeda. Ketika produsen melakukan kerja kebutuhan, dia menghasilkan produk kebutuhan. Ketika dia melakukan kerja surplus, dia menghasilkan produk surplus sosial.

Demikian, produk surplus sosial adalah bagian dari produksi sosial yang dihasilkan oleh klas yang bekerja tetapi diambil oleh klas berkuasa, terlepas dari bentuk yang diambil oleh produk surplus sosial, entah hal tersebut produk alami, atau komoditi untuk dijual, atau uang.

Nilai lebih sederhananya adalah bentuk moneter dari produk surplus sosial. Ketika klas berkuasa mengambil bagian produksi masyarakat yang sebelumnya disebut sebagai “produk surplus” secara eksklusif dalam bentuk moneter, kemudian kita menggunakan istilan “nilai lebih” ketimbang “produk surplus”

Seperti yang akan kita lihat nanti, bagaimanapun, hal tersebut diatas hanya menyusun pendekatan awal bagi definisi nilai lebih.

Bagaimana produk surplus sosial menjadi ada? Hal tersebut muncul sebagai konsekwensi dari sebuah pengambilalihan gratis, hal tersebut adalah, sebuah pengambil alihan tanpa kompensasi, oleh klas berkuasa dari bagian produksi klas yang berproduksi. Ketika para budak bekerja enam hari seminggu di perkebunan dan produk total kerjanya diambil oleh pemilik budak tanpa kompensasi apapun bagi para budak, asal usul produk surplus sosial disini adalah kerja gratis, kerja tanpa bayaran, yang disediakan oleh para budak bagi pemilik budak. Ketika petani hamba bekerja tiga hari seminggu di tanah milik tuan tanah, asal usul dari pemasukan tersebut, dari produk surplus sosial, juga dapat ditemukan dalam kerja tanpa bayaran, kerja gratis, dihasilkan oleh petani hamba.

Kita akan melihat lebih jauh dalam asal usul nilai lebih kapitalis, itu untuk mengatakan, pendapatan klas borjuasi dalam masyarakat kapitalis, adalah hal yang sama: hal tersebut adalah kerja tanpa bayaran, kerja gratis, dimana proletar, pekerja upahan, memberi para kapitalis tanpa menerima nilai apapun sebagai pertukaran.

 

I.2 Komoditi, Nilai Guna dan Nilai Tukar

Kita sekarang telah mengembangkan beberapa definisi dasar yang akan digunakan sepanjang penjelasan selanjutnya. Beberapa yang lainnya harus ditambahkan pada poin tersebut.

Setiap produk dari kerja manusia normalnya memiliki kegunaan, dia harus bisa memuaskan kebutuhan manusia. Kita oleh karena itu dapat mengatakan bahwa setiap produk kerja manusia memiliki nilai guna. Istilah “nilai guna” akan, bagaimanapun juga, digunakan dalam dua makna yang berbeda. Kita akan berbicara nilai guna sebuah komoditas; kita juga akan berbicara tentang nilai guna, saat kita merujuk, sebagai contoh, pada sebuah masyarakat dimana hanya nilai guna yang dihasilkan, itu untuk mengatakan, dimana produk diciptakan untuk konsumsi langsung baik oleh produsen itu sendiri atau oleh klas berkuasa yang mengambil alihnya.

Bersama dengan nilai guna tersebut, sebuah produk kerja manusia dapat juga memiliki nilai yang lain, sebuah nilai tukar. Hal tersebut dapat dihasilkan untuk pertukaran di pasar, dengan tujuan untuk dijual, ketimbang konsumsi langsung oleh produsen atau klas yang kaya. Sebuah produk massal yang telah diciptakan untuk tujuan dijual tidak dapat lagi dianggap sebagai produksi dari nilai guna yang sederhana; hal tersebut sekarang adalah sebuah produksi komoditas.

Komoditas, oleh karena itu, adalah produk yang diciptakan untuk dipertukarkan di pasar, bertentangan dengan produk yang dibuat untuk konsumsi langsung. Setiap komoditas harus memiliki baik nilai guna dan nilai tukar.

Komoditas harus memiliki nilai guna atau tidak ada orang yang akan membelinya, karena pembeli pada akhirnya memikirkan konsumsi, dengan memuaskan beberapa kekurangannya dengan pembelian tersebut. Sebuah komoditas tanpa nilai guna bagi siapapun akan berakibat tidak dapat dijual, akan menyusun sebuah produksi tak berguna, tidak akan memiliki nilai tukar karena dia tidak memiliki nilai guna.

Disisi yang lain, setiap produk yang memiliki nilai guna tidak serta merta memiliki nilai tukar. Dia memiliki nilai tukar hanya pada tingkatan bahwa masyarakat itu sendiri, dimana komoditas dihasilkan, didasarkan pada pertukaran, adalah sebuah masyarakat dimana pertukaran merupakan praktek yang umum.

Adakah masyarakat dimana produk tidak memiliki nilai tukar? Dasar bagi nilai tukar, dan benteng bagi perdagangan dan pasar, disusun oleh tingkatan perkembangan pembagian kerja tertentu. Dalam rangka agar produk tidak secara langsung dikonsumsi oleh produsennya, adalah esensiil bahwa setiap orang tidak terlibat dalam menghasilkan sesuatu yang sama. Jika komonitas tertentu tidak memiliki pembagian kerja, atau hanya bentuk dasarnya saja, kemudian adalah jelas bahwa tidak ada alasan bagi keberadaan pertukaran. Normalnya, petani gandum tidak memiliki sesuatu untuk dipertukarkan dengan petani gandum lainnya. Tetapi seiring pembagian kerja terjadi, seiring ada kontak antara kelompok-kelompok sosial yang memproduksi nilai guna berbeda, kemudian pertukaran datang, awalnya atas dasar kadang kala, kemudian atas dasar yang permanen. Dengan jalan tersebut, sedikit demi sedikit, produk yang dibuat untuk dipertukarkan, komoditas, membuat kemunculan mereka disamping produk tersebut yang hanya dibuat untuk konsumsi langsung produsen mereka.

Dalam masyarakat kapitalis, produksi komoditas, produksi nilai tukar, telah mencapai perkembangan terbesarnya. Hal tersebut adalah masyarakat pertama dalam sejarah manusia dimana bagian besar produksi terdiri dari komoditas. Adalah tidak benar, bagaimanapun juga, bahwa semua produksi dibawah kapitalisme adalah produksi komoditas. Dua kelas dari produk tetapi masih nilai guna.

Kelompok pertama terdiri dari semua hal yang diproduksi oleh petani untuk konsumsinya sendiri, semuanya dikonsumsi secara langsung di lahan pertanian dimana produk tersebut dihasilkan. Produksi untuk konsumsi-sendiri semacam itu oleh petani terdapat bahwa di negeri-negeri kapitalis maju seperti Amerika Serikat, meskipun hal tersebut hanya menyusun bagian kecil dari keseluruhan produksi pertanian. Secara umum, semakin terbelakang pertanian sebuah negeri, semakin besar bagian produksi pertanian yang menuju konsumsi-sendiri. Faktor tersebut membuatnya sangat sulit untuk menghitung dengan tepat pendapatan nasional negeri semacam itu.

Kelompok kedua produk dalam masyarakat kapitalis bukanlah komoditas tetapi tetap hanya nilai guna yang terdiri dari semua hal yang dihasilkan dirumah. Meskipun fakta bahwa cukup banyak kerja manusia terlibat dalam tipe produksi rumah tangga seperti itu, hal tersebut masih tetap merupakan sebuah produksi nilai guna dan bukan komoditas. Setiap saat ketika semangkuk sup dibuat atau sebuah kancing dijahit oleh seorang penjahit, hal tersebut menyusun produksi, tetapi bukanlah produksi untuk pasar.

Kemunculan produksi komoditi dan kemudian regularisasi dan jeneralisasinya telah secara radikal merubah cara kerja manusia dan bagaimana mereka mengorganisir masyarakat.

 

I.3 Teori Alienasi Marxis

Tidak dapat diragukan anda telah mendengar teori alienasi Marxis. Kemunculan regularisasi dan jeneralisasi produksi komoditas berhubungan secara langsung dengan karakter yang meluas dari fenomena alienasi tersebut

Kita tidak dapat bergulat dengan aspek pertanyaan tersebut tetapi adalah sangat penting untuk memberikan perhatian untuknya, karena sejarah perdagangan meliputi lebih dari era kapitalis. Hal tersebut juga termasuk produksi komoditas skala kecil, yang akan kita diskusikan nanti. Juga terdapat sebuah masyarakat paska kapitalis yang berdasarkan atas komoditas, masyarakat transisional antara kapitalisme dan sosialisme, seperti masyarakat Soviet hari ini, karena Soviet masih bergantung dalam tingkatan yang besar pada pondasi produksi nilai tukar. Saat kita sudah memahami karakteristik pokok tertentu dari masyarkat berdasarkan komoditas, kita dapat dengan siap melihat kenapa tidak mungkin untuk menaklukan fenomena tertentu dari alienasi dalam periode transisi antara kapitalisme dan sosialisme, seperti dalam masyarakat Soviet, sebagai contoh

Jelas sekali fenomena alienasi tersebut tidak terjadi – setidaknya dalam bentuk yang sama – dalam sebuah masyarkat dimana produksi komoditi tidak diketahui dan dimana hidup individu dan aktivitas sosialnya disatuakn dalam bentuk yang masih dasar. Manusia bekerja, tetapi secara umum tidak sendirian, seringkali dia menjadi bagian dari kelompok kolektif yang memiliki struktur yang sedikit banyak organik. Kerja dia adalah transformasi langsung terhadap benda material. Semua ini bermakna bahwa aktivitas kerja, tindakan produksi, tindakan konsumsi, dan hubungan antara individu dan masyarakatnya diatur oleh kondisi keseimbangan yang memiliki stabilitas dan tingkat permanen yang relatif.

Kita seharusnya tidak, tentu saja, menggambarkan dengan indah masyarakat primitif, yang tunduk pada tekanan dan bencana periodik karena kemiskinan ekstrimnya. Keseimbangannya terus menerus dirongrong oleh kekurangan, kelaparan, bencana alam, dsb. Tetapi periode antara bencana, terutama sekali setelah pertanian telah mencapai perkembangan tertentu dan ketika kondisi iklim menguntungan, masyarkat semacam itu memberikan seuam aktivitas manusia tingkat yang besar dalam kesatuan, harmoni dan stabilitas.

Konsekwensi malapetaka dari pembagian kerja seperti penghilangan semua aktivitas estetis, inspirasi artistik dan aktivitas kreatif dari tindakan produksi dan penggantiannya dengan tugas yang murni mekanis dan berulang-ulang tidak terdapat dalam masyrakat primitif. Bertentangan dengannya, sebagian besar seni, musik, pahatan, lukisan, tarian, mulanya berhubungan dengan produksi, dengan kerja. Hasrat untuk memberikan bentuk menarik untuk produk yang akan digunakan entah oleh individu, keluarganya, atau kelompok sedarah yang lebih besar, menemukan ekspresi normal, harmonis dan organik didalam kerangka kerja sehari-hari.

Kerja tidak dilihat sebagai kewajiban yang dibebankan dari luar, pertama kali karena kerja jauh lebih tidak keras, jauh lebih tidak melelahkan dibanding di bawah kapitalisme hari ini. Hal tersebut menyesuaikan diri lebih dekat pada irama organisme manusia seperti halnya kepada irama alam. Banyaknya hari kerja setiap tahun jarang melewati 150 sampai 200, sedangkan di bawah kapitalisme jumlahnya secara berbahaya mendekati 300 dan kadang kala bahkan lebih besar lagi. Lebih dari itu, ada sebuah kesatuan antara produsen, produknya dan konsumsinya, karena secara umum dia memproduksi untuk penggunaan dirinya sendiri atau untuk mereka yang dekat dengannya, sehingga pekerjaannya memiliki aspek fungsional secara langsung. Alienasi modern pada dasarnya berasal dari perpecahan antara produsen dan produknya, menghasilkan kedua-duanya dari pembagian kerja dan produksi komoditas. Dengan kata lain, adalah konsekwensi dari bekerja untuk pasar, untuk konsumen yang tak dikenal, sebagai ganti konsumsi oleh produsen itu sendiri.

Sisi lain dari gambaran tersebut adalah bahwa masyarakat yang hanya menghasilkan nilai guna, yang itu adalah, barang-barang yang akan dikonsumsi secara langsung oleh produsennya, selalu di masa lampai merupakan masyarakat miskin. tidak hanya karena dia tunduk kepada resiko alam tetapi dia juga harus membentuk batasan yang sangat sempit bagi keinginan manusia, karena hal tersebut harus menyesuaikan dengan tepat pada derajat kemiskinan dan variasi terbatas dari produk. Tidak semua keinginan manusia adalah bawaan alami bagi manusia. Ada interaksi tetap antara produksi dan keinginan, antara perkembangan tenaga produktif dan kenaikan keinginan yang baru. Hanya dalam masyarakat di mana produktivitas kerja akan dikembangkan ke titik yang paling tingginya, di mana suatu variasi tanpa batas dari produk akan tersedia, maka akan menjadi mungkin bagi manusia untuk mengalami ekspansi terus menerus dari keinginannya, sebuah perkembangan potensi tidak terbatas dirinya sendiri. Sebuah perkembangan terintegrasi dari umat manusia.

 

I.4 Hukum Nilai

Salah satu konsekwensi dari kemunculan dan jeneralisasi progresif dari produksi komoditas adalah bahwa kerja itu sendiri mulai untuk mengambil karakteristik reguler dan dapat diukur; dengan kata lain, kerja berhenti menjadi sebuah aktivitas yang terikat pada irama alam dan sesuai dengan irama fisiologis manusia itu sendiri.

Hingga abad kesembilanbelas dan mungkin bahkan ke dalam abad keduapuluh, petani di berbagai daerah Eropa Barat tidak bekerja dengan reguler, yaitu, mereka tidak bekerja dengan intensitas yang sama tiap bulan dalam setahun. Ada periode dalam tahun bekerja ketika mereka bekerja keras dan ada periode lain, terutama sepanjang musim dingin, ketika semua aktivitas sama sekali berhenti. Hal tersebut terdapat pada area pertanian paling terbelakang dari kebanyakan negeri-negeri kapitalis yang masyarakat kapitalis, selama pengembangannya, menemukan sebuah sumber yang paling menarik dari cadangan tenaga manusia, di sini suatu tenaga kerja tersedia untuk empat hingga enam bulan setahun pada gaji yang jauh lebih rendah, mengingat fakta bahwa bagian dari penghidupannya disediakan oleh aktivitas pertaniannya.

Ketika kita melihat pertanian yang lebih perkembang dan makmur, yang membatasi kota-kota besar, sebagai contoh, dan yang pada dasarnya berada di jalan menjadi terindustrialisasi, kita melihat pekerjaan tersebut jauh lebih reguler dan jumlah kerja yang dijalankan jauh lebih besar, didistribusikan dengan cara reguler sepanjang tahun, dengan musim tidak menanam semakin dihapuskan. Hal ini benar tidak hanya untuk jaman kita tetapi bahkan sangat awal seperi pada Abad Pertengahan, setidaknya sejak abad keduabelas kedepan. Semakin dekat kita pada kota, yaitu, pada pasar, semakin kerja petani menjadi kerja untuk pasar, yaitu, produksi komoditi, dan semakin diatur dan sedikit banyak kerja dia menjadi stabil, sama seperti jika dia bekerja didalam perusahaan industri.

Diekspresikan dengan cara yang lain, semakin produksi komoditi menjadi dijeneralisi, semakin besar regulasi kerja dan semakin masyarakat menjadi terorganisir pada dasar sebuah sistem perhitungan yang didirikan atas kerja.

Ketika kita meneliti pembagian kerja yang cukup maju didalam sebuah komune pada permulaan perkembangan perdagangan dan kerajinan tangan pada Abad Pertengahan, atau kolektif dalam peradaban seperti Byzantium, Arab, Hindu, Cina dan Jepang, faktor umum tertentu muncul. Kita terkejut oleh fakta bahwa integrasi sangat maju dari pertanian dan berbagai macam teknik kerajinan tangan terjadi dan regularitas kerja terjadi di pedesaan seperti halnya kota, sehingga suatu sistem penghitungan dalam makna kerja, dalam jam-kerja, telah menjadi kekuatan yang mengatur semua aktivitas dan bahkan struktur kolektif. Dalam bab mengenai hukum nilai dalam Teori Ekonomi Marxis saya , saya memberi serangkaian contoh sistem perhitangan tersebut dalam jam-kerja. Terdapat desa India dimana kasta tertentu memegang monopoli kerajinan tangan pandai besi tetapi terus bekerja pada waktu yang sama dalam rangka memberi makan dirinya sendiri. Aturan yang dibentuk adalah sebagai berikut: ketika pandai besi bekerja untuk membuat alat atau senjata untuk pertanian, klien menyediakan bahan baku dan juga bekerja di tanah si pandai besi selama seluruh periode dimana si pandai besih bekerja membuat alat atau senjata tersebut. Ini adalah sebuah jalan yang sangat jelas untuk menyatakan bahwa pertukaran diatur oleh keseimbangan dalam jam-kerja.

Di pedesaan Jepang pada Abad Pertengahan, sebuah sistem perhitungan dalam jam-kerja, dalam makna harafiah dari istilah tersebut, terjadi didalam masyarakat desa. Akuntan desa menyimpan semacam buku besar dimana dia memasukan jumlah jam kerja yang dilakukan masing-masing penduduk desa pada lahan penduduk yang lainnya, karena pertanian sebagian besar masih didasarkan pada kerja bersama, dengan pemanenan, konstruksi pertanian dan peternakan dilaksanakan bersama-sama. Jumlah jam-kerja yang dikerjakan oleh anggota satu rumah tangga untuk anggota rumah tangga yang lainnya dihitung sangat hati-hati. Pada akhir tahun, pertukaran harus seimbang, itu adalah, anggota rumah tangga B diharuskan untuk memberikan rumah tangga A jumlah jam-kerja yang sama yang telah diberikan oleh rumah tangga A untuk rumah tangga B selama sepanjang tahun. Orang Jepang bahkan melihat hingga titik - hampir seribu tahun yang lalu! - di mana mereka memperhitungkan bahwa anak-anak memberikan kuantitas kerja yang lebih kecil dibanding orang dewasa, sehingga satu jam kerja anak-anak "berharga" hanya setengah jam kerja orang dewasa. Keseluruhan sistem perhitungan didirikan sepanjang garis tersebut.

Ada contoh lainnya yang memberikan ktia pengertian yang mendalam untuk sistem perhituangan berdasarkan waktu-kerja tersebut: perubahan sewa feodal dari satu bentuk ke bentuk yang lainnya. Dalam masyarakat feodal, produksi surplus pertanian dapat mengambil tiga bentuk yang berbeda: sewa dalam bentuk kerja (corvée), sewa yang setimpal, dan uang sewa.

Ketika perubahan dibuat dari sewa dalam bentuk kerja menjadi sewa yang setimpal, jelas sekali bahwa sebuah proses perubahan terjadi. Ketimbang memberikan tuan tanah tiga hari kerja setiap minggu, petani sekarang memberikan dia kuantitas gandum, ternak, dsb tertentu, atas dasar musiman. Sebuah perubahan kedua terjadi dalam perubahan dari sewa yang setimpal menjadi uang sewa.

Dua perubahan tersebut harus didasarkan oleh perhitungan cukup tepat dalam jam-kerja jika satu diantara dua kelompok tersebut tidak peduli untuk mengalami kerugian dalam proses tersebut. Sebagai contoh, jika pada waktu perubahan pertama berlangsung, petani memberikan tuan tanah jumlah gandum yang hanya membutuhkan 75 hari kerja, sementara sebelumnya dia memberikan pada tuan tanah 150 hari kerja dalam tahun yang sama, kemudian perubahan sewa dalam bentuk kerja menjadi sewa yang setimpal akan menghasilkan pemiskinan tiba-tiba bagi tuan tanah dan pengayaan cepat bagi para petani hamba.

Tuan tanah – kau dapat mengandalkan mereka! – berhati-hati dalam memastikan terjadinya perubahan sehingga bentuk sewa yang berbeda mendekati keseimbangan. Tentu saja perubahan pada akhirnya dapat menjadi buruk bagi satu klas-klas yang berpartisipasi, sebagai contoh, terhadap tuan tanah, jika kenaikan tajam dalam harga pertanian terjadi setelah sewa dirubah dari sewa yang setimpal menjadi uang sewa, tetapi hasil semacam itu menjadi historis dalam karakter dan bukan merupakan akibat secara langsung dari pertukaran secara intrinsik.

Asal usul ekonomi berdasarkan perhitungan waktu-kerja tersebut juga jelas muncul dalam pembagian kerja didalam pedesaan seperti yang terjadi antara perganian dan kerajinan tangan. Untuk jangka waktu yang lama pembagian cukup belum sempurna. Sebuah seksi petani terus menghasilkan sebagian sandangnya sendiri untuk periode sejarah yang panjang, dimana di Eropa Barat berlangsung hampir selama seribu tahun;, itu adalah, sejak permulaan kota-kota Abad Pertengahan hingga abad kesembilanbelas. Teknik pembuatan pakaian tentu saja bukan merupakan misteri bagi para penanam.

Sejak saat sistem pertukaran reguler antara petani dan pengerajin tekstil didirikan, keseimbangan standar juga didirikan – sebagai contoh, satu ell pakaian (sebuah ukuran yang berkisar antara 27 hingga 48 inci) akan ditukarkan dengan 10 pon mentega, tidak untuk 100 pon. Tentu saja petani mengetahui, dari dasar pengalaman mereka sendiri, waktu-kerja kebutuhan untuk menghasilkan kuantitas pakaian tertentu. Jika tidak ada keseimbangan yang sedikit banyak tepat antara waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan pakaian dan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan mentega yang kemudian dipertukarkan, akan terjadi kenaikan cepat dalam pembagian kerja. Jika produksi pakaian lebih menguntungakan ketimbang produksi mentega, produsen mentega akan mengganti produksinya menjadi pakatian. Karena masyarakat diatas hanya pada permulaan pembagian kerja yang ekstrim, yaitu, masyarakat masih pada titik dimana batasan antara teknik-teknik berbeda belum ditandai dengan jelas, jalan dari satu aktivitas ekonomi menuju yang lainnya masih dimungkinkan, terutama sekali ketika capaian material yang cukup dimungkinkan oleh cara perubahan semacam itu.

Dalam kota-kota Abad Pertengahan juga, terdapat keseimbangan perhitungan yang cukup cermat atara berbagai macam kerajinan tangan dan ditulis dalam piagam yang menspesifikasikan hampir hingga menit jumlah waktu-kerja kebutuhan untuk produksi berbagai macam barang. Tidak dapat dipahami bahwa dibawah kondisi semacam itu seorang pembuat sepatu atau pandai besi mendapatkan jumlah uang yang sama untuk produk yang menghabiskan setengah waktu-kerja yang mana seorang penenun atau pekerja tangan ahli butuhkan dalam rangka untuk mendapatkan jumlah uang yang sama untuk produk mereka.

Disini kembali kita melihat dengan jelas mekanisme sistem perhitungan dalam jam-kerja, sebuah masyarakat yang berfungsi pada dasar ekonomi waktu-kerja, yang secara umum menjadi karakteristik seluruh tahapan yang kita sebut dengan produksi komoditas skala-kecil. Hal tersebut adalah tahapan yang terjadi antara ekonomi yang sepenuhnya alami, dimana hanya nilai guna dihasilkan, dan masyarakat kapitalis, dimana produksi komoditi meluas tanpa batasan.

 

I.5 Penentuan Nilai Tukar Komoditas

Setelah kita telah menentukan bahwa produksi dan pertukaran komoditas menjadi reguler dan dijeneralisir dalam masyarakat yang berdasarkan waktu-kerja, pada sebuah sistem perhitungan jam-kerja, kita telah siap untuk memahami kenapa pertukaran komoditi, dalam asal usul dan sifat inherennya, bersandar pada dasar pokok sistem perhitungan dalam jam-kerja dan sebagai konsekuensi mengikuti hukum umum ini: nilai tukar sebuah komoditi ditentukan oleh kuantitas kerja kebutuhan untuk menghasilkannya. Kuantitas kerja dihitung oleh lama waktu yang diambil untuk menghasilkan komoditi tersebut.

Definisi umum dari teori nilai kerja adalah dasar bagi baik ekonomi politik borjuis klasik sejak abad ketujuhbelas hingga awal abad kesembilanbelas, sejak William Petty hingga Ricardo; dan teori ekonomi Marxis, yang mengambil teori nilai kerja dan menyempunakannya. Bagaimanapun, definisi umum harus dikualifikasikan dalam beberapa hal.

Pada pokoknya, tidak semua manusia diberikan kapasitas kerja yang sama, dengan kekuatan yang sama atau tingkat keahlian yang sama. Jika pertukaran nilai komoditi bergantung hanya pada kuantitas kerja yang dilakukan secara individualis, itu adalah, pada kuantitas kerja yang dilakukan oleh setiap individu dalam produksi komoditi, kita akan tiba pada keabsurdan berikut ini: produsen yang lebih malas atau tidak ahli, dan semakin besar jumlah jam yang dia lakukan untuk membuat sepasang sepat, semakin besar nilai sepatu tersebut!

Itu tentu saja tidak mungkin karena nilai tukar bukanlah penghargaan moral untuk kemauan suka rela untuk bekerja belaka tetapi sebuah ikatan objektif yang dibentuk antara produsen yang independen dalam rangka untuk menyeimbangkan berbagai macam kerajinan tangan dalam masyarakat berdasarkan baik atas pembagian kerja dan sebuah ekonomi waktu-kerja. Dalam masyarakat seperti itu menyia-nyiakan kerja tidak mendapatkan kompensasi, bertentangan dengannya, hal tersebut secara otomatis dihukum. Siapapun yang memberikan waktu lebih banyak dalam memproduksi sepasang sepatu dari pada jam rata-rata yang dibutuhkan-sebuah rata-rata yang ditentukan oleh rata-rata produktivitas kerja dan direkam dalam Piagam Guild, sebagai contoh! – orang semacam itu telah menyia-nyiakan kerja manusia, bekerja tanpa hasil untuk jumlah jam. Ia tidak akan menerima apapun sebagai ganti jam yang disia-siakan tersebut.

Diekspresikan dengan jalan yang lain, nilai tukar komoditi tidak ditentukan oleh kuantitas kerja yang dihabiskan oleh tiap individu produsen yang terlibat dalam produksi komoditi tersebut tetapi oleh kuantitas kerja yang secara sosial dibutuhkan untuk memproduksinya. Ekspresi “secara sosial dibutuhkan” bermakna: kuantitas kerja kebutuhan dibawah kondisi rata-rata produktivitas kerja yang ada dalam negeri dan waktu tertentu.

Kualifikasi diatas memiliki penerapan yang sangat penting ketika kita meneliti berfungsinya masyarakat kapitalis lebih dekat.

Pernyataan penjelasan yang lain harus ditambahkan disini. Apa yang kita maksud dengan “kuantitas kerja”? Pekerja berbeda dalam kualifikasi mereka. Apakah ada keseimbangan total antara kerja satu jam seseorang dengan kerja orang lain, tanpa mempertimbangkan perbedaan semacam itu dalam keahllian? Sekali lagi pertanyaan bukanlah mengenai moral tetapi berkaitan dengan logika internal dari sebuah masyarakat yang berdasarkan keseimbangan antara keahlian, sebuah keseimbangan dalam pasar, dan dimana gangguan apapun dari keseimbangan tersebut akan segera menghancurkan keseimbangan sosial.

Apa yang akan terjadi, sebagai contoh, jika kerja satu jam oleh pekerja yang tidak ahli berharga sebanyak kerja satu jam pengerajin tangan yang ahli, yang telah melakukan empat hingga enam tahun sebagai pekerja magang untuk mendapatkan keahliannya? Tentu saja, tidak ada yang mau menjadi tenaga ahli. Jam kerja yang dilakukan dalam mempelajari kerajinan tangan akan menjadi jam yang terbuang sia-sia karena pengerajin tangan tidak akan mendapatkan kompensasi untuk hal tersebut setelah memiliki ijasah keahlian.

Dalam sebuah ekonomi yang didirikan atas dasar sistem penghitungan jam-kerja, orang yang lebih muda akan berkeinginan untuk menjadi ahli hanya jika waktu yang hilang selama periode pelatihannya kemudian diberikan bayaran. Definisi kita tentang nilai tukar komoditi oleh karena itu harus dilengkapi sebagai berikut: “Satu jam kerja oleh pekerja hali harus dianggap sebagai kerja kompleks, sebagai kerja melipatgandakan, sebagai perkalian dari satu jam kerja tidak ahli; koefisien dari perkalian tentu saja tidak bisa serampangan tetapi harus didasarkan atas biaya mendapatkan keahlian tersebut.“ Harus ditegaskan, untuk melewatinya, bahwa selalu ada kekaburan dalam penjelasan umum tentang kerja melipatgandakan dalam Uni Soviet dibawah Stalin yang telah berlangsung hingga hari ini. Dinyatakan bahwa kompensasi untuk kerja seharunya berdasarkan atas kuatitas dan kualitas kerja, tetapi konsep kualitas tidak lagi dipahami dalam pengertian ungkapan Marxis, yaitu, sebagai kualitas yang dapat diukur secara kuantitatif dengan cara koefisien khusus dari pelipatgandaan. Bertentangan dengannya, ide kualitas digunakan dalam makna ideologi borjuis, menurut yang mana kualitas kerja dianggap ditentukan oleh kegunaan sosialnya, dan hal tersebut digunakan untuk membenarkan pendapatan para pemimpin, penari balet dan para manajer industri, yang sepuluh kali lebih tinggi dari pendapatan pekerja tidak ahli. Teori semacam itu berasal dari wilayah pembenaran (apologetics) meskipun perluasannya digunakan untuk membenarkan perbedaan besar dalam pemasukan yang terjadi dibawah Stalin dan terus terjadi di Uni Soviet hari ini, meskipun dalam tingkatan yang lebih kurang.

Nilai pertukaran komoditi, kemudian, ditentukan oleh kuatitas kerja yang secara sosial dibutuhkan untuk produksinya, dengan kerja ahli dilihat sebagai perkalian kerja sederhana dan koefisien penggandaan menjadi kuantitas yang dapat diukur secara masuk akal.

Ini adalah inti dari teori nilai Marxis dan dasar semua teori ekonomi Marxis secara umum. Serupa, teori produk surplus sosial dan kerja surplus, yang kita diskusikan pada bagian awal tulisan ini , menyusun dasar semua sosiologi Marxis dan hal tersebut adalah jembatan yang menghubungkan analisis sosiologi dan sejarah Marxis, teori klas-klasnya dan perkembangan masyarakat secara umum, untuk teori ekonomi Marxis, dan lebih tepat, untuk analisis Marxis terhadap karakter semua masyarakat produksi-komoditi pra kapitalis, kapitalis dan paska kapitalis.

 

I.6 Apakah Kerja Kebutuhan Secara Sosial?

Beberapa saat yang lalu saya menyatakan bahwa definisi khusus dari kuatitas kerja yang dibutuhkan secara sosial untuk menghasilkan komoditi memiliki aplikasi yang sangat khusus dan penting dalam analisa masyarakat kapitalis. Menurut saya akan lebih berguna untuk berurusan dengan hal tersebut saat ini meskipun secara logika hal tersebut menjadi milik seksi berikutnya dari presentasi ini.

Keseluruhan komoditi yang diproduksi dalam sebuah negeri pada waktu tertentu telah dihasilkan untuk memuaskan keinginan seluruh anggota masyarakat tersebut. Barang apapun yang tidak memuaskan kebutuhan seseorang, yang tidak memiliki nilai guna untuk siapapun, akan tidak terjual, akan tidak memiliki nilai tukar, tidak akan menjadi sebuah komoditi tetapi hanya sebuah produk tindakan sia-sia dan lelucon beberapa produsen. Dari sudut yang lain, jumlah total daya beli yang terdapat dalam masyarakat dan waktu tertentu dan yang tidak untuk ditimbun tetapi untuk dibelanjakan dipasar, harus digunakan untuk membeli jumlah total komoditi yang dihasilkan, jika ingin terjadi keseimbangan ekonomi. Keseimbangan tersebut oleh karenanya menyaratkan jumlah total produksi sosial, tenaga produktif yang tersedia dalam masyarakat tersebut, jam-kerja yang tersedia, didistribusikan diantara berbagai macam sektor industri dalam proporsi yang sama seperti konsumen mendistribusikan daya beli mereka dalam memuaskan berbagai macam keinginan mereka. Ketika distribusi tenaga produktif tidak lagi berhubungan dengan pembagian keinginan tersebut, keseimbangan ekonomi hancur dan baik overproduksi dan kekurangan produksi muncul berdampingan.

Mari kita memberikan contoh yang umum: menuju akhir abad kesembilanbelas dan awal abad keduapuluh, kota seperti Paris industri perakitan kereta yang bersama dengan perdagangan menggunakannya memperkerjakan ribuan bahkan puluhan ribu pekerja.

Dalam periode yang sama industri otomotif muncul dan meskipun cukup kecil, industri tersebut telah memiliki beberapa pabrik yang memperkerjakan beberapa ribu pekerja.

Sekarang apa proses yang terjadi selama periode tersebut? Disatu sisi, jumlah kereta mulai menurun dan disisi yang lainnya, jumlah mobil mulai meningkat. Produksi kereta dan peralatan kereta oleh karena itu menunjukan kecenderungan menuju melebihi kebutuhan sosial, seperti yang ditunjukan dalam sikap dimana penduduk Paris membagi daya beli mereka; disisi yang lainnya, produksi mobil dibawah kebutuhan sosial, sejak saat industri dibuka hingga kemunculan produksi massal, sebuah iklim kekurangan terjadi dalam industri tersebut. Penawaran mobil dipasar tidak seimbang dengan permintaannya.

Bagaimana kita menjelaskan fenomena tersebut dalam pengertia teori nilai kerja? Kita dapat mengatakan bahwa dalam industri kereta lebih banyak kerja dilakukan ketimbang yang dibutuhkan secara sosial, bahwa sebagian kerja yang dilakukan oleh jumlah total perusahaan dalam industri kereta adalah kerja yang secara sosial sia-sia, yang itdak lagi menemukan keseimbangan dalam pasar dan akibatnya menghasilkan barang-barang yang tidak dapat dijual. Dalam masyarakat kapitalis, ketika barang-barang tidak terjual itu berarti bahwa investasi kerja manusia telah dibuat dalam cabang industri khusus yang ternyata menjadi kerja yang secara sosial tidak dibutuhkan, yaitu, hal tersebut adalah kerja yang tidak menemukan keseimbangan dalam daya beli dipasar. Kerja yang secara sosial tidak dibutuhkan adalah kerja sis-sia; hal tersebut adalah kerja yang tidak menghasilkan nilai. Kita dapat melihat dari hal tersebut bahwa konsep kerja kebutuhan secara sosial mencakup keseluruhan rangakaian fenomena.

Bagi produk dari industri kereta, penawaran melebihi permintaan, harga jatuh dan barang-barang menjadi tidak terjual. Kebalikannya adalah benar dalam industri otomotif dimana permintaan melebihi penawaran, mengakibatkan harga naik dan kekurangan produksi terjadi. Untuk puas hanya pada hal biasa mengenai penawaran dan permintaan. Bagaimanapun, berarti berhenti pada aspek psikologi dan individu dari persoalannya. Disisi yang lain, jika kita meneliti lebih dalam pada sisi sosial dan kolektif dari persoalan, kita mulai untuk memahami apa yang terdapat dibawah permukaan dalam sebuah masyarakat yang diorganisir atas dasar ekonomi waktu-kerja.

Makna penawaran melebihi permintaan adalah bahwa produksi kapitalis, yang bersifat anarkis, tidak terencana dan tidak terorganisir, telah secara anarkis menginvestasikan atau mengeluarkan lebih banyak jam kerja dalam sebuah cabang industri ketimbang yang dibutuhkan secara sosial, sehingga seluruh segmen jam-kerja menjadi sepenuhnya hilang, banyak kerja manusia yang dibuang sia-sia yang tetap tidak dibalas oleh masyarakat. Sebaliknya, sebuah sektor industri dimana permintaan tetap terus lebih besar dibanding penawaran dapat dianggap sebagai sebuah sektor kurang berkembang dalam pengertian kebutuhan sosial, oleh karena itu sebuah sektor yang mengeluarkan lebih sedikit jam kerja ketimbang yang dibutuhkan secara sosial dan sektor tersebut menerima bonus dari masyarakat dalam rangka untuk menstimulus peningkatan dalam produksi dan mendapatkan keseimbangan dengan kebutuhan sosial.

Ini adalah satu aspek dari persoalan kerja kebutuhan secara sosial dalam masyarakat kapitalis. Aspek yang lain lebih berhubungan secara langsung dengan perubahan dalam produktivitas kerja. Hal tersebut adalah sama tetapi membuat sebuah abstraksi dari kebutuhan sosial, aspek “nilai guna” dari produksi.

Dalam masyarakat kapitalis produktivitas kerja berubah terus menerus. Berbicara secara umum, selalu terdapat tiga tipe perusahaan (atau sektor industri): yang secara teknologi tepat pada rata-rata sosial; yang terbelakang, usang, di tingkat dasar, dibawah rata-rata sosial; dan yang secara teknologi maju dan diatas rata-rata dalam produktivitas.

Apa maksud kita ketika kita berbicara sebuah sektor atau sebuah perusahaan secara teknologi terbelakang dan memiliki produktivitas kerja dibawah rata-rata? Cabang atau perusahaan semacam itu dapat disamakan dengan pembuat sepatu yang malas yang telah kita ungkapkan sebelumnya, itu adalah, perusahaan tersebut termasuk dalam mereka yang menghabiskan lima jam untuk menghasilkan kuantitas tertentu barang-barang dalam sebuah periode ketika produktivitas sosial rata-rata menuntut hal tersebut dilakukan dalam tiga jam. Dua jam lebihnya dari kerja yang dikeluarkan adalah sepenuhnya hilang, kerja sosial yang sia-sia. Bagian jumlah total kerja yang tersedia bagi masyarakat telah disia-siakan oleh perusahaan, perusahaan tersebut tidak akan menerima apapun dari masyarakat untuk menggantinya. Secara kongkret hal tersebut bermakna bahwa harga penjualan dalam industri atau perusahaan tersebut, yang beroperasi dibawah produktivitas rata-rata, mendekati biaya produksinya atau bahkan jatuh dibawahnya, yaitu, perusahaan tersebut beroperasi pada angka keuntungan yang sangat rendah atau bahkan merugi.

Disisi yang lain, sebuah perusahaan atau sektor industri dengan sebuah tingkat produktivitas diatas rata-rata (seperti pembuat sepatu yang dapat menghasilkan dua pasang sepatu dalam tiga jam ketika rata-rata sosial adalah satu pasang tiap tiga jam) ekonomis dalam pengeluaran kerja sosial dan oleh karena itu membuat keuntungan surplus, yaitu, perbedaan antara biaya dan harga jualnya lebih besar dari keuntungan rata-rata.

Pengejaran keuntungan surplus tersebut, tentu saja merupakan tenaga penggerak dibelakang keseluruhan ekonomi kapitalis. Setiap perusahaan kapitalis dipaksa oleh persaingan agar mencoba mendapatkan keuntungan lebih besar, karena hal tersebut adalah satu-satunya jalan perusahaan tersebut dapat terus menerus memperbaiki produktivitas kerja dan teknologi. Akibatnya semua perusahaan dipaksa untuk mengambil arah yang sama tersebut, dan jalan tersebut mengakibatkan bahwa apa yang sebelumnya adalah sebuah produktivitas diatas rata-rata lenyap menjadi produktivitas rata-rata, dimana keuntungan surplus menghilang. Semua strategi industri kapitalis berasal dari keinginan dari setiap perusahaan untuk mencapai angka produktivitas lebih besar dari rata-rata nasional dan oleh karena itu menghasilkan keuntungan surplus, dan hal tersebut kemudian memancing gerakan yang menyebabkan keuntungan surplus untuk menghilang, berdasarkan atas kecenderungan angka produktivitas kerja rata-rata untuk naik terus menerus. Ini adalah mekanisme dalam tendensi bagi angka keuntungan untuk diseimbangkan

 

I.7 Asal Usul dan Sifat Nilai Lebih

Dan sekarang, apakah nilai lebih? Ketika kita mempertimbangkan hal tersebut dari sudut pandang teori nilai Marxis, jawabannya telah ditemukan. Nilai lebih adalah bentuk moneter dari produk surplus sosial¸yaitu, hal tersebut adalah bentuk moneter dari bagian produksi pekerja yang dia serahkan pada pemilik alat produksi tanpa menerima apapun sebagai gantinya.

Bagaimana penyerahan tersebut dapat dilaksanakan dalam praktek pada masyarakat kapitalis? Kejadian tersebut mengambil tempat melalui proses pertukaran, seperti semua operasi penting dalam masyarakat kapitalis, yang selalu merupakan hubungan pertukaran. Kapitalis membeli tenaga kerja dari pekerja, dan sebagai tukar dari upah tersebut, kapitalis mengambil alih seluruh produksi dari pekerja tersebut, semua nilai yang baru dihasilkan yang telah dimasukan kedalam nilai produksi tersebut.

Kita oleh karena itu dapat mengatakan sejak saat ini bahwa nilai lebih adalah perbedaan antara nilai yang dihasilkan oleh pekerja dan nilai tenaga kerjanya sendiri. Apakah nilai tenaga kerja? Dalam masyarakat kapitalis, tenaga kerja adalah sebuah komoditi, dan seperti nilai komoditas yang lainnya, nilainya tergantung dari kuantitas kerja kebutuhan secara sosial untuk memproduksi dan mereproduksi tenaga kerja, yaitu, biaya hidup pekerja dalam makna luas. Konsep upah minimum atau sebuah upah rata-rata tidaklah secara fisiologi rigid tetapi memasukan keinginan yang berubah seiring kemajuan dalam produktivitas kerjar. Keinginan tersebut cenderung meningkat paralel dengan kemajuan dalam teknik dan hal tersebut karenanya tidak dapat dibandingkan dengan tingkatan keakuratan apapun, dalam periode yang berbeda. Upah minimum tahun 1830 tidak dapat dibandingkan secara kuantitatif dengan pada tahun 1960, seperti teoritikus partai Komunis Perancis telah memahaminya pada penderitaannya. Tidak ada cara valid untuk membandingkan harga sepeda motor pada tahun 1960 dengan harga sejumlah kilogram daging di tahun 1830 dalam rangka untuk mendapatkan kesimpulan bahwa motor “berharga” kurang dibanding daging.

Setelah memahami hal tersebut, kita sekarang dapat mengulangi bahwa biaya hidup tenaga kerja menyusun nilainya dan bahwa nilai lebih adalah perbedaan antara biaya hidup tersebut dan nilai yang diciptakan oleh tenaga kerja tersebut.

Nilai yang dihasilkan oleh tenaga kerja dapat dihitung dengan cara sederhana melalui lamanya waktu yang digunakan. Jika pekerja bekerja sepuluh jam, dia menghasilkan nilai sepuluh jam kerja. Jika biaya hidup pekerja, yaitu, sama dengan upahnya, juga sepuluh jam kerja, maka tidak ada nilai lebih yang dihasilkan. Hal ini adalah hanya kasus khusus dari aturan yang lebih umum: ketika jumlah total dari produk kerja sama dengan produk yang dibutuhkan untuk memberi makan dan menjaga produsen, tidak ada produk surplus sosial.

Tetapi dalam masyarakat kapitalis, tingkat produktivitas kerja membuat biaya hidup pekerja selalu kurang dari kuantitas nilai baru yang diciptakan. Hal ini berarti bahwa seorang pekerja yang bekerja selama sepuluh jam tidak membutuhkan sama dengan sepuluh jam untuk menopang dirinya sendiri agar sesuai dengan rata-rata kebutuhan dari waktu tersebut. Upah seimbang dia selalu hanya sebuah pecahan dari kerja harian dia; semua hal melewati pecahan tersebut adalah nilai lebih, kerja gratis yang diberikan oleh pekerja dan diambil alih oleh kapitalis tanpa sebuah ganti rugi yang seimbang. Jika perbedaan tersebut tidak ada, tentu saja, kemudian tidak ada majikan yang akan menyewa pekerja manapun, karena pembelian tenaga kerja semacam itu tidak akan membawa keuntungan bagi pembelinya.

 

I.8 Validitas Teori Nilai Kerja

Untuk menyimpulkan, kita menghadirkan tiga bukti tradisional dari teori nilai kerja.

Yang pertama adalah bukti analitis, yang memulai dengan memerinci harga sebuah komoditi kedalam elemen-elemen penyusunnya dan menunjukan bahwa jika proses dilihat cukup jauh, hanya kerja yang akan ditemukan.

Harga setiap komoditi dapat direduksi menjadi sejumlah komponen: penyisihan uang untuk mesin dan bangunan, yang kita sebut dengan pembaharuan dari kapital tetap; harga bahan baku dan produk tambahan; upah; dan akhirnya, semua hal yang merupakan nilai lebih, seperti keuntungan, sewa, pajak, dsb.

Selama dua komponen terakhir diperhatikan, upah dan nilai lebih, telah ditunjukan bahwa kedua hal tersebut adalah sederhana dan murni kerja. Mengenai bahan baku, kebanyakan dari harga bahan baku tersebut sebagian besar dapat direduksi pada kerja; sebagai contoh, lebih dari 60 persen biaya penambangan batu bara merupakan upah. Jika kita mulai dengan memerinci biaya manufaktur rata-rata komoditi menjadi 40% untuk upah, 20% nilai lebih, 30% untuk bahan baku dan 10% dalam kapital tetap; dan jika kita berasumsi bahwa 60% biaya bahan baku dapat direduksi menjadi kerja, maka kita telah memiliki 78% total biaya direduksi menjadi kerja. Sisa biaya bahan baku diperinci menjadi biaya bahan baku lainnya – dapat direduksi karena 60% kerja – ditambah biaya penyisihan untuk mesin.

Harga mesin dalam bagian besarnya terdiri dari kerja (sebagai contoh, 40%) dan bahan baku (sebagai contoh, 40% juga). Bagian kerja dalam biaya rata-rata semua komoditas berturut-turut melewati hingga 83%, 87%, 89,5%, dsb. Jelas bahwa semakin jauh pemerincian tersebut dijalankan, semakin keseluruhan biaya cenderung dapat direduksi menjadi kerja, dan hanya kerja.

Bukti kedua adalah bukti logika, dan ini merupakan yang ditulis dalam permulaan Kapital-nya Marx. Buku tersebut telah membingungkan cukup banyak pembaca, karena buku tersebut tentu saja bukanlah pendekatan pedagogis paling sederhana pada pertanyaan tersebut.

Marx mengajukan pertanyaan tersebut dengan cara demikian. Jumlah komoditi adalah sangat besar. Hal tersebut dapat dipertukarkan, yang berarti bahwa komoditi tersebut harus memiliki kualitas yang sama, karena semua hal yang dapat dipertukarkan dapat diperbandingkan dan semua hal yang dapat diperbandingkan harus memiliki setidaknya satu kesamaan kualitas. Benda-benda yang tidak memiliki kesamaan kualitas adalah, dengan definisi, tidak dapat saling dibandingkan.

Mari kita menyelidiki setiap komoditi tersebut. Kualitas apa yang mereka miliki? Pertama sekali, mereka memiliki kumpulan tak terhingga dari kualitas alami: berat, panjangnya, kepadatan, warna, ukuran, sifat molekular; singkatnya, semua kualitas fisik, kimia dan kualitas alami mereka yang lainnya. Apakah ada salah satu dari kualitas fisik yang dapat menjadi dasar untuk membandingkan mereka sebagai komoditi, berfungsi sebagai ukuran umum dari nilai tukar mereka? Mungkinkah itu berat? Tentu saja tidak, karena satu pon mentega tidak memiliki nilai yang sama dengan satu pon emas. Apakah itu volume atau panjangnya? Contoh-contoh akan segera menunjukan bahwa semua kualitas fisik tersebut tidak dapat menjadi ukuran umum dari nilai tukar. Singkatnya, semua hal tersebut yang menyusun kualitas alami komoditi, semua hal yang merupakan kualitas fisik atau kimia dari komoditi tersebut, tentu saja menentukan nilai gunanya, kegunaan relatifnya, tetapi bukan nilai tukarnya. Nilai tukar harus sebagai akibatnya diringkas dari semua hal yang menyusun kualitas fisik alami dalam komoditas tersebut.

Kualitas umum harus ditemukan dalam semua komoditi tersebut yang bukan fisik. Kesimpulan Marx adalah bahwa satu-satunya kualitas umum dalam komoditi tersebut yang bukan fisik adalah kualitas komoditi tersebut karena merupakan produksi dari kerja manusia, dari kerja abstrak manusia.

Kerja manusia dapat dilihat dalam dua jalan yang berbeda. Kerja manusia dapat dianggap sebagai kerja kongkret khusus, seperti kerja pembuat roti, pemotong daging, pembuat sepatu, penenun, pandai besi, dsb. Tetapi selama hal tersebut dilihat sebagai kerja kongkret khusus, hal tersebut dilihat dalam aspek kerja yang menghasilkan hanya nilai guna.

Dibawah kondisi tersebut kita memperhatikan hanya kualitas fisik dari komoditi dan hal tersebut merupakan kualitas yang tidak dapat dibandingkan. Satu-satunya hal yang komoditi miliki dalam kesamaan dari titik pandang untuk menukarkan mereka adalah bahwa semua hal tersebut dihasilkan oleh kerja abstrak manusia, yaitu, oleh produsen yang berhubungan satu sama lainnya atas dasar keseimbangan sebagai hasil dari fakta bahwa mereka semua menghasilkan barang-barang untuk pertukaran. Kualitas umum komoditi, sebagai akibatnya, berdampingan dalam fakta bahwa semua komoditas tersebut merupakan produk kerja abstrak manusia dan adalah hal tersebut yang menyediakan ukuran bagi nilai tukar mereka, dari kemampuan tukar mereka. Itu adalah, sebagai akibat, kualitas kerja kebutuhan secara sosial dalam produksi komoditi yang menentukan nilai tukar mereka.

Mari kita segera menambahkan bahwa rasionalisasi Marx disini adalah baik abstrak dan sulit dan setidaknya masih dapat dipertanyakan, sebuah titik yang banyak diambil oleh lawan Marxisme dan digunakan untuk menyerang, bagaimanapun tanpa sukses.

Apakah fakta bahwa semua komoditas dihasilkan oleh kerja abstrak manusia benar-benar satu-satunya kualitas yang mereka miliki secara umum, terlepas dari kualitas alami mereka? Tidak sediki penulis yang berpikir mereka telah menemukan yang lainnya. Secara umum, bagaimanapun juga, hal tersebut selalu direduksi entah pada kualitas fisik atau pada fakta bahwa mereka adalah produk kerja abstrak.

Bukti ketiga dan terakhir dari ketepatan teori nilai kerja adalah bukti oleh reduksi pada ke-absurd-an. Hal tersebut, lebih lagi, merupakan bukti yang paling bagus dan paling “modern”.

Bayangkan sesaat sebuah masyarakat dimana kerja hidup manusia sepenuhnya hilang, yaitu, sebuah masyarakat dimana semua produksi telah 100 persen otomatis. Tentu saja, selama kita tetap dalam tahap transisi saat ini, dimana beberapa kerja telah sepenuhnya otomatis, yaitu, sebuah tahapan dimana pabrik-pabrik tidak menggunakan pekerja berdiri seiring pabrik lainnya dimana kerja manusia masih dimanfaatkan, tidak ada persoalah teoritis khusus, karena hal tersebut hanya merupakan pertanyaan mengenai transfer nilai lebih dari satu perusahaan ke perusahaan yang lainnya. Hal tersebut adalah sebuah ilustrasi hukum penyeimbangan angka keuntungan, yang akan kita teliti nanti.

Tetapi mari kita bayangkan bahwa perkembangan tersebut telah didorong pada tingkat ekstrimnya dan kerja manusia telah sepenuhnya dihilangkan dari semua bentuk produksi dan layanan jasa. Dapatkan nilai terus ada dibawah kondisi tersebut? Dapatkah ada sebuah masyarkat dimana tidak ada yang memiliki pemasukan tetapi komoditi terus memiliki nilai dan dijual? Tentu saja situasi semacam itu adalah absurd. Produksi massal besar akan diproduksi tanpa produksi tersebut menciptakan pemasukan apapun, karena tidak ada manusia yang terlibat dalam produksi tersebut. Tetapi seseorang ingin “menjual” produk tersebut dimana tidak ada lagi pembeli!

Adalah jelas bahwa distribusi produk dalam masyarakat semacam itu tidak akan efektif lagi dalam bentuk penjualan komoditas dan sesungguhnya menjual akan menjadi semakin absurd karena kelimpahan produksi oleh otomatisasi umum.

Diekspresikan dengan cara yang lain, sebuah masyarakat dimana kerja manusia akan secara total dihilangkan dari produksi, dalam makna ungkapan yang paling umum, termasuk juga layanan, akan menjadi sebuah masyarakat dimana nilai tukar juga akan dihilangkan. Hal ini membuktikan validitas teori tersebut, sementara kerja manusia hilang dari produksi, nilai juga hilang mengikutinya.

 

 

II. Kapital dan Kapitalisme

 

II.1 Kapital dalam Masyarakat Pra Kapitalis

Antara masyarakat primitif yang didirikan atas ekonomi alami dimana produksi terbatas pada nilai guna yang digunakan untuk konsumsi sendiri oleh para produsennya, dan masyarakat kapitalis, disitu terbentang periode panjang dalam sejarah manusia, melingkupi secara esensiil semua peradaban manusia, yang berhenti sebelum mencapai garis depan kapitalisme. Marxisme mendefinisikan mereka sebagai masyarakat dimana produksi komoditi skala-kecil berlaku umum. Sebuah masyarakat jenis tersebut telah akrab dengan produksi komoditi, barang-barang yang dibuat untuk pertukaran dipasar dan bukan untuk konsumsi langsung oleh produsennya, tetapi produksi komoditi semacam itu belum dijeneralisir, seperti dalam masyarakat kapitalis.

Dalam sebuah masyarakat yang didirikan atas produksi komoditi skala kecil, dua jenis operasi ekonomi berjalan. Petani dan pekerja tangan ahli yang membawa produk mereka ke pasar ingin menjual barang-barang yang nilai gunanya tidak dapat mereka gunakan dalam rangka untuk mendapatkan uang, alat tukar, untuk mendapatkan barang-barang yang lain, yang nilai gunanya dibutuhkan oleh mereka atau dianggap memiliki nilai guna yang lebih penting dari barang-barang yang mereka miliki.

Petani membawa gandum ke pasar yang dia jual untuk mendapatkan uang, dengan uang tersebut dia membeli, kita sebut saja, pakaian. Pekerja tangan ahli membawa pakaian mereka ke pasar, dimana dia jual untuk uang, dengan uang tersebut dia membeli, kita sebut saja, gandum.

Apa yang kita dapatkan disini, kemudian adalah operasi: menjual untuk membeli. Komoditi – Uang – Komoditi (Commodity – Money – Commodity), C – M – C yang memiliki karakter esensiil sebagai berikut: nilai kedua perbedaan yang besar dalam formula tersebut adalah, dengan definisi, tepat sama.

Tetapi didalam produksi komoditi skala-kecil muncul, disamping pekerja tangan ahli dan petani kecil, orang yang lain, yang melangsungkan jenis operasi ekonomi yang berbeda. Ketimbang menjual untuk membeli, dia membeli untuk menjual. Jenis orang tersebut pergi ke pasar tanpa komoditi apapun; dia adalah pemilik uang. Uang tidak dapat dijual; tetapi uang dapat digunakan untuk membeli, dan itu adalah yang dia lakukan: membeli untuk menjual, untuk menjual ulang: M – C – M’.

Ada perbedaan pokok antara dua jensi operasi tersebut. Operasi yang kedua tidak masuk akal jika pada akhirnya kita berhadapan dengan nilai yang tepat sama seperti yang kita miliki pada mulanya. Tidak ada orang yang membeli komoditi untuk dijual agar mendapatkan nilai yang sama dengan yang telah dia bayarkan. Operasi “membeli untuk menjual” masuk akal hanya jika penjual tersebut membawa nilai tambah, sebuah nilai lebih. Itulah mengapa kita menyatakan disini, dengan definisi. M’ lebih besar dari M dan tersusun dari M+m; m merupakan nilai lebih, jumlah peningkatan dalam nilai M.

Kita sekarang mendefinisikan kapital sebagai nilai yang ditingkatkan oleh nilai lebih, entah hal tersebut terjadi dalam proses sirkulasi komoditas, seperti dalam contoh yang telah diberikan, atau dalam produksi, seperti dalam sistem kapitalis. Kapital oleh karena itu adalah setiap nilai yang diperbesar oleh nilai lebih, hal tersebut oleh karena itu terdapat tidak hanya dalam masyarakat kapitalis tetapi juga dalam semua masyarakat yang didirikan atas produksi komoditi kecil. Untuk alasan tersebut dibutuhkan untuk membedakan dengan jelas antara hidup kapital dan hidup corak produksi kapitalis, masyarakat kapitalis. Kapital jauh lebih tua dibanding corak produksi kapitalis. Kapital kemungkinan telah ada 3.000 tahun yang lalu, sedangkan corak produksi kapitalis hanya berumur 200 tahun.

Bentuk apa yang diambil oleh kapital dalam masyarakat pra kapitalis? Pada dasarnya adalah kapital riba dan kapital perdagangan atau komersial. Jalan dari masyakakat pra kapitalis menuju masyarakat kapitalis dikarakterkan oleh penetrasi kapital kedalam bidang produksi. Corak produksi kapitalis adalah corak produksi pertama, bentuk organisasi sosial pertama, dimana kapital tidak terbatas pada peran tunggal sebagai perantara dan pengeksploitasi terhadap bentuk produksi non-kapitalis, terhadap produksi komoditas skala kecil. Dalam corak produksi kapitalis, kapital mengambil alat produksi dan mempenetrasi secara langsung kedalam produksi itu sendiri.

 

II.2 Asal Usul Corak Produksi Kapitalis

Apa asal usul corak produksi kapitalis? Apa asal usul masyarakat kapitalis seperti yang telah berkembang selama 200 tahun terakhir?

Pertama kali terdapat pada pemisahan produsen dari alat produksi tersebut. Kemudian, adalah pendirian alat produksi tersebut sebagai monopoli didalam tangan satu klas sosial, borjuasi. Dan akhirnya, adalah kemunculan klas sosial lainnya yang telah dipisahkan dari alat produksinya dan oleh karena itu tidak memiliki sumber lainnya untuk bertahan hidup selain menjual tenaga kerjanya pada klas yang telah memonopoli alat produksi.

Mari kita melihat tiap asal usul corak produksi kapitalis tersebut, yang pada saat yang sama karakteristik pokok dari sistem kapitalis juga.

Karakteristik pertama: pemisahan produsen dari alat produksinya. Hal tersebut adalah kondisi pokok dari keberadaan sistem kapitalis tetapi hal tersebut juga merupakan yang secara umum paling lemah dipahami. Mari kita menggunakan sebuah contoh yang terlihat bersifat paradoks karena diambil dari awal Abad Pertengahan, yang dikarakterkan oleh perhambaan.

Kita mengetahui bahwa massa produsen-petani merupakan hamba yang terikat pada tanah. Tetapi ketika kita mengatakan bahwa hamba tersebut terikat pada tanah, kita menyatakan secara tidak langsung bahwa tanah juga “terikat” pada hamba, itu adalah, tanah merupakan milik klas sosial yang selalu memiliki dasar untuk menyediakan kebutuhannya, tanah yang cukup untuk bekerja sehingga individu hamba dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga bahkan ketika dia bekerja dengan alat yang paling primitif. Kita tidak melihat rakyat ditakdirkan untuk mati karena kelaparan jika mereka tidak menjual tenaga kerja mereka. Dalam masyarakat semacam itu, tidak ada pemaksaan ekonomi untuk menyewa seseorang, untuk menjual tenaga kerja seseorang pada kapitalis.

Hal tersebut dengan kata lain dapat kita katakan dengan menyatakan bahwa sistem kapitalis tidak dapat berkembang dalam masyarakat semacam itu. Kebenaran umum tersebut juga memiliki penerapan modern dalam jalan kolonialis mengenalkan kapitalisme pada negeri-negeri Afrika selama abad kesembilanbelas dan awal abad duapuluh.

Mari kita melihat kondisi kehidupan penghuni di semua negeri-negeri Afrika. Mereka adalah peternak dan penanam tanah, atas dasar yang sedikit banyak primitif, tergantung pada karakter daerah tersebut, tetapi selalu dibawah kondisi kelimpahan tanah relatif. Tidak hanya bahwa tidak ada kekurangan tanah di Afrika, tetapi dalam istilah rasio populasi dengan jumlah tanah yang tersedia, dapat dikatakan bahwa cadangan tanah sebenarnya tidak terbatas. Adalah benar, tentu saja, bahwa hasil panen dari tanah tersebut sedang-sedang saja karena alat pertanian masih kasar dan standar kehidupan sangat rendah, dsb, tetapi tidak ada kekuatan material yang mendorong populasi tersebut untuk bekerja di pertambangan, pada pertanian atau di pabrik milik kolonialis kulit putih. Tanpa transformasi dalam administrasi tanah di Afrika Daerah Katulistiwa, di Afrika Hitam, tidak ada kemungkinan untuk mengenalkan corak produksi kaptialis. Untuk itu, tekanan karakter non-ekonomi harus digunakan, pemisahan sempurna dan brutal dari massa kulit hitam dari kebutuhan hidup normal mereka harus dilaksanakan. Sebagaian besar tanah harus dirubah secepatnya menjadi daerah nasional, dimiliki oleh negeri kolonial, atau menjadi milik pribadi dari perusahaan kapitalis. Populasi kulit hitam harus mencari daerah menetap baru, atau di penampungan, seperti sebutan mereka secara sinis, di area tanah yang tidak cukup untuk mempertanahkan semua penghuninya. Sebagai tambahan, pajak kepala, yaitu, pajak uang untuk tiap penghuni, dibebankan sebagai pengangkat yang lain, karena pertanian primitif tidak memanen pendapatan uang.

Oleh berbagai macam tekanan ekstra-ekonomi tersebut, kolonialis menciptakan kebutuhan bagi rakyat Afrika agar bekerja untuk mendapatkan upah selama mungkin dua atau tiga bulan setahun, dalam rangka agar mendapatkan uang untuk membayar pajaknya dan membeli tambahan kecil makanan yang dibutuhkan untuk keberlangsungan hidupnya, karena tanah yang dapat dia gunakan tidak lagi cukup untuk mata pencahariannya.

Di negeri seperti Afrika Utara, Rhode, dan bagian bekas Kongo Belgia, dimana corak produksi kapitalis diperkenalkan dalam skala besar, metode tersebut diterapkan dalam skala yang sama, dan sebagaian besar populasi kulit hitam dicabut, diusir, dan dipaksa keluar dari keberadaan dan model bekerja tradisionalnya.

Mari kita sebutkan, sepintas, kemunafikan ideologis yang menemani gerakan tersebut, keluhan perusahaan kapitalis bahwa kulit hitam malas karena mereka tidak mau bekerja bahkan ketika mereka memiliki kesempatan untuk membuat sepuluh kali lebih banyak di tambang dan pabrik ketimbang dari kerja tradisional mereka di tanah. Keluhan yang sama telah dibuat bagi pekerja India, Cina dan Arab 50 hingga 70 tahun lebih awal. Mereka juga membuat – merupakan bukti yang cukup baik dari keadilan dasar dari semua ras yang menyusun umat manusia – keluhan tersebut terhadap pekerja Eropa, Perancis, Belgia, Inggris, Jerman, pada abad ketujuhbelas atau delapanbelas. Hal tersebut adalah fungsi dari fakta terus menerus, sebagai berikut: secara normal, karena susunan fisik dan sarafnya, tidak ada manusia yang mau terkurung selama 8, 9, 10, atau 12 jam sehari di pabrik, pemintalan atau tambang; sangat dibutuhkan kekuatan atau tekanan yang sangat tidak normal dan tidak biasa untuk membuat manusia menjalankan kerja hukuman semacam itu ketika dia belum terbiasa dengannya.

Asal usul dan karakteristik kedua dari corak produksi kapitalis adalah konsentrasi alat produksi dalam bentuk monopoli dan berada ditangan satu klas sosial, borjuasi. Konsentrasi tersebut sebenarnya tidak mungkin kecuali revolusi terus menerus terjadi pada alat produksi, dimana alat produksi menjadi semakin kompleks dan semakin mahal, setidaknya berkaitan dengan alat produksi minimum yang dibutuhkan untuk membuka bisnis besar (awal pengeluaran kapital).

Di Gilda dan perdagangan Abad Pertengahan, terdapat stabilitas besar dalam alat produksi; alat tenun diturunkan dari ayah ke anak, dari generasi ke generasi. Nilai alat tenun tersebut relatif kecil, yaitu, setiap pengerajin dapat mengharapkan mendapatkan kembali hasil nilai dari alat tersebut setelah sejumlah kerja tertentu. Kemungkinan untuk membangun monopoli muncul saat revolusi industri, yang melepaskan pembangunan tidak teriterupsi dalam mekanisme yang semakin kompleks dan beriringan, dan kebutuhan untuk jumlhan kapital yang lebih besar untuk memulai sebuah perusahaan baru.

Sejak saat ini dapat dikatakan bahwa akses kepada kepemilikan alat produksi menjadi tidak mungkin bagi mayoritas besar pekerja upahan, dan kepemilikan semacam itu menjadi monopoli ditangan satu klas sosial, klas yang memiliki kapital dan cadangan kapital dan mampu mendapatkan kapital tambahan berdasarkan atas fakta tunggal bahwa dia telah memiliki sebelumnya. Dan berdasarkan atas fakta yang sama, klas tanpa kapital ditakdirkan untuk tetap seterusnya dalam kondisi tidak memiliki hak dan akibatnya dibawah tekanan terus menerus agar bekerja untuk orang lain.

Asal usul dan karakter kapitalisme yang ketiga: kemunculan klas sosial yang tidak memiliki apapun ditangannya dan tidak memiliki cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya selain menjual tenaga kerjanya, tetapi pada waktu yang sama, bebas untuk menjual tenaga kerja tersebut dan demikian juga bagi kapitalis pemilik alat produksi. Ini merupakan kemunculan proletariat modern.

Kita memiliki tiga elemen yang saling mengkombinasikan. Proletariat adalah pekerja bebas; dia menyusun sebuah langkah maju maupun langkah mundur, dibandingkan dengan petani hamba Abad Pertengahan: sebuah langkah maju karena petani hamba tersebut tidaklah bebas (petani hamba itu sendiri merupakan sebuah langkah maju dibandingkan budak) dan tidak dapat bergerak dengan bebas; sebuah langkah mundur karena, bertentangan dengan petani hamba, proletariat telah “dibebaskan” dari, yaitu, dicabut dari, semua akses kepada alat produksi.

 

II. 3 Asal Usul dan Definisi Proletariat Modern

Diantara nenek moyang langsung proletariat modern kita harus memasukan populasi dari Abad Pertengahan yang tidak lagi terikat dengan kepemilikan tanah atau terlibat dalam perdagangan, perusahaan dan gilda-gilda di kota-kota bebas, dan akibatnya menjadi populasi yang mengembara, tidak memiliki kepemilikan, yang telah mulai menjual kerjanya harian atau bahkan perjam. Sangat sedikit kota pada masa Abad Pertengahan, sebut saja Florence, Venice dan Bruges, merupakan sebuah “pasar buruh” yang muncul sejak abad ketigabelas, empatbelas, atau limabelas. Kota-kota tersebut memiliki tempat dimana orang miskin yang tidak terlibat dalam gilda, bukanlah pengerajin dalam gilda dan tidak memiliki alat bertahan hidup, berkumpul dan menunggu untuk disewa oleh para pedagang atau pengusaha selama satu jam, setengah hari, satu hari penuh, dsb.

Asal usul lain dari proletariat modern, lebih dekat secara waktu dengan kita, terdapat dalam apa yang disebut dengan sisa-sisa tatanan feodal yang runtuh. Oleh karena itu berkaitan dengan penurunan panjang dan pelan dalam kebangsawanan feodal, yang terjadi pada abad ketigabelas dan empatbelas dan dituntaskan dengan revolusi borjuis di Prancis pada akhir abad kedelapanbelas. Pada Abad Pertengahan, terdapat kadang lima puluh, enam puluh hingga lebih dari seratus rumah tangga hidup langsung dari tuan feodal. Jumlah individu yang ada didalamnya mulai berkurang, terutama sekali selama abad keenambelas, yang ditandai oleh kenaikan harga-harga dengan tajam, dan sebagai konsekwensinya, terjadi pemiskinan besar terhadap semua klas-klas sosial yang memiliki pendapatan uang tetap. Tuan-tuan feodal Eropa Barat juga terkena pukulan hebat karena kebanyakan dari mereka telah merubah sewa yang setimpal menjadi sewa dengan uang. Salah satu hasil dari proses pemiskinan tersebut adalah pemecatan masif terhadap seksi penting dari rombongan feodal. Dengan jalan tersebut ribuan mantan pelayan pria, hamba, dan juru tulis para bangsawan menjadi pengembara, pengemis, dsb.

Asal usul ketiga proletariat modern berasal dari penyingkiran sebagian dari petani dari tanahnya yan diakibatkan oleh perubahan tanah pertanian tersebut menjadi padang rumput. Sosialis Utopis Inggris yang terkenal Thomas More menunjukan rumus hebat tersebut sejak abad keenambelas. “Domba telah memakan manusia”, dengan kata lain, perubahan tanah pertanian menjadi padang rumput untuk menggembalakan domba, sebagai akibat dari perkembangan industri wool, menyingkirkan beribu-ribu petani Inggris dari tanah mereka dan menakdirkan mereka untuk menjadi kelaparan.

Masih terdapat asal usul keempat proletariat modern, yang memainkan peran lebih kecil di Eropa Barat tetapi memainkan peran yang besar di Eropa Tengah dan Timur, Asia, Amerika Latin dan Afrika Utara: asal usul tersebut adalah hancurnya bekas-bekas pekerja tangan yang ahli karena perjuangan persaingan antara pengerajin tangan dan industri modern yang masuk kedalam negeri-negeri kurang berkembang tersebut dari luar.

Singkatnya, corak produksi kapitalis adalah sebuah rejim dimana alat produksi telah menjadi monopoli ditangan klas sosial dan dimana produsen, terpisah dari alat produksi tersebut, mereka dalam kondisi bebas tetapi tercabut dari semua cara untuk memenuhi kebutuhan hidup dan akibatnya harus menjual tenaga kerja mereka pada pemilik alat produksi tersebut untuk bertahan hidup.

Apa yang menjadi karakter dari proletariat oleh karena itu bukanlah tingkat upahnya, entah itu tinggi ataupun rendah, tetapi terutama sekali fakta bahwa dia telah dipotong dari alat produksinya, atau bahwa pendapatan mereka tidak cukup untuk dia bekerja sendiri.

Dalam rangka untuk menganalisa apakah kondisi proletar berada dalam jalan untuk menghilang atau apakah, berkebalikan dengannya, berada dalam jalan ekspansi, tidaklah sesederhana kita meneliti rata-rata upah pekerja atau rata-rata gaji pelayan, tetapi upah atau gaji tersebut dibandingkan dengan konsumsi rata-ratanya; dengan kata lain, kita harus melihat pada kemungkinannya untuk menabung dan membandingkan hal tersebut dengan pengeluaran untuk mendirikan sebuah perusahaan sendiri. Jika kita menentukan bahwa setiap pekerja, setiap pelayan, dapat, setelah sepuluh tahun kerja, menyisihkan tabungan yang memungkinkannya untuk membeli sebuah toko atau bengkel kerja kecil, kemudian kita dapat mengatakan bahwa proletar semakin berkurang dan bahwa kita hidup dalam masyarakat dimana kepemilikan dalam alat produksi semakin menyebar dan menjadi umum.

Jika kita menemukan, bagaimanapun, bahwa mayoritas besar buruh, manual, kerah putih dan pemerintahan, tetap merupakan orang miskin yang sama dengan sebelumnya, setelah bekerja seumur hidup, dengan kata lain tanpa memiliki tabungan atau tidak memiliki cukup kapital untuk membeli alat produksi, kita dapa tmenyimpulkan bahwa kondisi proletar telah menjadi umum ketimbang semakin kecil, dan hal tersebut jauh lebih jelas saat ini ketimbang lima puluh tahun yang lalu. Ketika kita meneliti statistik pada struktur sosial Amerika Serikat, sebagai contoh, kita dapat melihat bahwa selama enam puluh tahun terakhir, terdapat penurunan tidak terhambat setiap lima tahun dalam persentase populasi aktif Amerka yang bekerja dengan usahanya sendiri dan diklasifikasikan sebagai pengusaha atau bekerja dalam bisnis keluarga, sementara persentase dari populasi yang sama tersebut yang didorong untuk menjual tenaga kerjanya telah meningkat secara terus menerus.

Lebih lagi, jika kita meneliti distribusi kekayaan pribadi, kita menemukan bahwa mayoritas besar pekerja, kita dapat mengatakan 95 persen, dan mayoritas besar pekerja kerah putih (80 atau 85 persen) bahkan tidak mampu untuk mengumpulkan sejumlah kecil kapital; dengan kata lain, kelompok tersebut menghabiskan seluruh pendapatan mereka. Kekayaan dalam kenyataannya terbatas pada bagian yang sangat kecil dari populasi. Dalam kebanyakan negeri kapitalis, 1 persen, 2 persen , 2,5 persen, 3,5 persen atau 5 persen dari populasi memiliki 40 persen, 50 persen, 60 persen dari kekayaan negeri tersebut, jumlah yang sama berada ditangan 20 persen atau 25 persen dari populasi yang sama. Kategori pertama dari kaum pemilik adalah borjuasi besar; kategori kedua adalah borjuasi menengah dan kecil. Dan semua yang diluar kedua kategori tersebut tidak memiliki apapun kecuali barang-barang konsumsi (terkadang termasuk rumah mereka).

Jika secara jujur disusun, statistik mengenai pajak kepemilikan dan pajak warisan sangat mengungkapkan hal tersebut.

Penelitian khusus yang dilakukan oleh Brookings Institute (sebuah sumber yang bebas dari semua kecurigaan sebagai sumber Marxisme) terhadap Bursa Efek New York mengungkapkan bahwa hanya satu atau dua persen pekerja memiliki saham dan lebih jauh lagi bahwa “kepemilikan” tersebut rata-rata bernilai $ 1.000.

Sebetulnya semua kapital oleh karena itu berada ditangan borjuasi dan hal ini mengungkapkan karakter reproduktif sendiri (self-reproductive) sistem kapitalis: mereka yang memiliki kapital terus mengakumulasikan semakin banyak; mereka yang tidak memilikinya jarang sekali dapat mendapatkannya. Dengan jalan ini pembagian masyarakat diabadikan dalam keadaan adanya klas bermilik dan klas yang dipaksa untuk menjual tenaga kerjanya. Harga untuk tenaga kerja tersebut, upah, sebenarnya habis dikonsumsi terus menerus, sementara klas bermilik memilik kapital yang secara terus menerus meningkat dari nilai lebih. Penyejahteraan masyarakat dalam kapital oleh karena itu terjadi, boleh dikatakan, bagi keuntungan eksklusif satu klas sosial, yaitu, klas kapitalis.

 

II.4 Mekanisme Pokok Ekonomi Kapitalis

Dan sekarang apakah dasar berfungsinya masyarakat kapitalis tersebut?

Jika kau akan pergi ke Printed Cottons Exchange dihari tertentu, kau tidak akan mengetahui apakah terdapat jumlah pakaian yang tepat, atau terlalu sedikit atau terlalu banyak, dihitung dari jumlah kebutuhan yang ada di Perancis saat itu. Kau hanya dapat menemukan kemucian setelah jangka waktu tertentu: yaitu, jika terjadi overproduksi dan sebagian produksi tidak dapat dijual, kau akan melihat harga jatuh. Jika terdapat, sebaliknya, kekurangan, kau akan melihat harga naik. Gerakan harga adalah sebuah alat ukur yang mengatakan kepada kita apakah terdapat kekurangan atau kelebihan. Dan karena hanya setelah kejadian hal tersebut dapat dilihat apakah kuantitas kerja yang digunakan di cabang industri telah dikeluarkan dalam jalan yang secara sosial sesuai kebutuhan atau apakah bagian darinya telah dibuang sia-sia, hanya setelah kejadian tersebut kita mampu untuk menentukan nilai dengan tepat sebuah komoditi tertentu. Nilai tersebut, oleh karenanya, adalah, jika kau ingin menyebutnya, sebuah abstraksi; tetapi nilai tersebut adalah benar-benar konstan dimana fluktuasi harga mengikutinya.

Apa yang menyebabkan gerakan dalam harga-harga tersebut dan akibatnya, dalam jangka panjang, gerakan dalam nilai-nilai tersebut, dalam produktivitas kerja tersebut, dalam produksi tersebut dan dalam keseluruhan kehidupan ekonomi?

Apa yang membuat Amerika berjalan? Apa yang membuat masyarakat kapitalis bergerak? Persaingan. Tanpa persaingan tidak ada masyarakat kapitalis. Sebuah masyarakat dimana persaingan secara radikal atau sepenuhnya dihilangkan tidak akan lagi menjadi kapitalis pada tingkatan bahwa tidak akan ada lagi motivasi ekonomi utama untuk mengakumulasikan kapital dan akibatnya tidak ada lagi motivasi ekoomi untuk menjalankan sembilan persepuluh operasi ekonomi yang dijalankan para kapitalis.

Dan apakah dasar persaingan ? Dua ide adalah dasar baginya tetapi keduanya tidak saling melengkapi. Pertama ide mengenai sebuah pasar yang tidak terbatas, pasar tanpa halangan, tanpa batasan tepat. Kemucian ide mengenai keserba ragaman pusat pembuat keputusan, terutama dalam hal investasi dan produksi.

Jika semua produksi dalam sektor industri tertentu terkonsentrasikan ditangan satu fima kapitalis, persaingan belum dihilangkan, karena sebuah pasar tidak terbatas masih ada dan akan masih ada perjuangan persaingan antara sektor industri tersebut dan sektor yang lainnya untuk mendapatkan sebanyak mungkin pasar tersebut. Lebih jauh lagi, akan selalu ada kemungkinan bahwa pesaing asing masuk dalam keadaan tersebut dan menghasilkan persaingan baru tepat di sektor yang sama.

Kebalikannya juga benar. Jika kita dapat menyusun sebuah pasar yang sepenuhnya terbatas, tetapi yang dimana sejumlah besar perusahaan berusaha untuk mendapatkan bagian dari pasar yang terbatas tersebut, maka persaingan tentu saja masih ada.

Oleh karena itu hanya jika kedua fenomena tersebut mampu untuk terus menerus ditekan, yaitu, jika hanya terdapat satu produsen untuk semua komoditi dan pasar menjadi sepenuhnya stabil, beku dan tanpa kapasitas apapun untuk ekspansi, maka persaingan menjadi hilang sepenuhnya.

Kemunculan pasar yang tidak terbatas menunjukan semua hal pentingnya jika dibandingkan dengan periode produksi komoditas skala kecil. Sebuah gilda di Abad Pertengahan umumnya bekerja untuk sebuah pasar yang terbatas di kota dan daerah pinggiran kotanya, dan sesuai dengan teknik kerja tetap dan khusus.

Perjalanan sejarah pasar terbatas menjadi tidak terbatas diilustrasikan oleh contoh “pembuat pakaian baru” di daerah luar kota yang menggantikan pembuat pakaian yang lama di kota pada abad kelimabelas. Sekarang terdapat manufaktur pakaian tanpa regulasi gilda, tanpa batasan produksi, oleh karen itu tanpa batasan pasar, yang mencoba untuk melakukan infiltrasi dimana-mana, mencari pelanggan dimana-mana, dan tidak hanya melebihi daerah dekat pusat produksi mereka, tetapi bahkan mencoba untuk mengorganisir perdagangan ekspor ke negeri-negeri yang jauh. Disisi yang lainnya, revolusi komersial yang besar pada abad keenambelas menstimulasi pengurangan relatif dalam harga-harga keseluruhan produk yang sebelumnya dianggap kemewahan besar pada Abad Pertengahan dan hanya didalam jangkauan daya beli sebagian kecil populasi. Produk tersebut tiba-tiba menjadi jauh lebih murah, dan bahkan menjadi berada didalam jangkauan bagian besar dari populasi. Contoh yang paling jelas kecenderungan tersebut adalah gula, yang telah menjadi sebuah produk umum hari ini dan tidak dapat diragukan lagi dapat ditemukan disetiap rumah tangga klas pekerja di Perancis atau di Eropa; pada abad kelimabelas, bagaimanapun, gula masih merupakan barang yang sangat mewah.

Para apologis bagi kapitalisme selalu menunjukan pada pengurangan harga-harga dan meluasnya pasar bagi keseluruhan produk sebagai keuntungan yang dibawa oleh sistem tersebut. Argumentasi ini adalah benar. Hal tersebut adalah salah satu aspek dari apa yang disebut Marx sebagai “misi membawa peradaban dari Kapital.” Untuk menjadi yakin bahwa kita peduli dengan dialektika tetapi fenomena nyata adalah dimana nilai tenaga kerja memiliki tendensi untuk jatuh berdasarkan pada fakta bahwa industri kapitalis menghasilkan komoditi yang senilai dengan upah dengan kecepatan yang terus meningkat sementara dia secara serempak memiliki kecenderungan untuk meningkat berdasarkan pada fakta bahwa nilai tenaga kerja tersebut semakin mengambil nilai keseluruhan komoditas yang telah menjadi barang-barang konsumsi massal, sementara sebelumnya komoditas disediakan untuk bagian kecil populasi

Pada dasarnya, keseluruhan sejarah perdagangan antara abad keenambelas dan duapuluh adalah sejarah perubahan progresif dari perdagangan dalam barang-barang mewah menjadi perdagangan dalam barang-barang konsumsi massal; menjadi perdagangan dimana barang-barang ditujukan untuk bagian populasi yang terus meningkat. Adalah hanya dengan pembangunan jalur kereta, alat untuk navigasi yang cepat, telegraf, dsb, bahwa menjadi mungkin bagi seluruh dunia untuk disusun kedalam pasar potensial nyata untuk setiap produsen kapitalis yang besar.

Ide pasar yang tidak terbatas, oleh karena itu, tidak hanya menyatakan ekspansi geograri, tetapi ekspansi ekonomi, tersedianya daya beli,. Mengambil contoh baru-baru ini: kenaikan luar biasa dalam produksi barang-barang konsumen tahan lama dalam produksi kapitalis dunia selama limabelas tahun terakhir tidak sepenuhnya karena ekspansi geografi pasar kapitalis; bertentangan dengannya, hal tersebut diiriingi oleh penurunan geografik pasar kapital, sejak serangkaian negeri kehilangannya selama periode tersebut. Terdapat sedikit, jika ada, mobil dari pabrik milik Perancis, Itali, Jerman, Inggris, Jepang atau Amerika yang diekspor ke Uni Soviet, Cina, Vietnam Utara, Kuba, Korea Utara, atau negeri-negeri Eropa Timur. Meskipun begitu, ekspansi tersebut memang terjadi, diakibatkan fakta bahwa pecahan lebih besar dari daya beli yang tersebut, yang telah meningkat juga sepenuhnya, digunakan untuk membeli barang-barang konsumsi tahan lama tersebut.

Bukanlah sebuah kebetulan bahwa ekspansi tersebut diiringi oleh krisis pertanian yang sedikit banyak permanen dalam negeri-negeri industri maju, dimana konsumsi keseluruhan kelompok produk pertanian tidak hanya berhenti meningkat pada dasar relatif tetapi bahkan mulai menunjukan penurunan absolut: sebagai contoh, konsumsi roti, kentang, dan buah-buahan yang umum seperti apel, pir, dsb.

Produksi untuk pasar yang tidak terbatas, dibawah kondisi persaingan, menghasilkan peningkatan produksi, untuk sebuah peningkatan dalam produksi memungkinkan pengurangan dalam biaya dan mendapatkan cara untuk memukul pesaing dengan menjual lebih murah dari dia.

Jika kita melihat perubahan jangka panjang dalam nilai semua komoditas yang dihasilkan dalam skala besar di dunia kapitalis, tidak dapat diragukan lagi bahwa nilai komoditas tersebut sangat menurun. Pakaian, pisau, sepasang sepatu, atau buku tulis murid sekolah hari ini memiliki nilai jam-an atau menit-an kerja yang jauh lebih rendah dari pada nilainya limapuluh atau seratus tahun yang lalu.

Jelas sekali nilai produksi harus dibandingkan dan bukan harga jual, yang termasuk distribusi besar maupun pengeluaran penjualan atau keuntungan super monopolis yang membesar. Sebagai contoh bahan bakarm terutama sekali bensin yang didistribusikan di Eropa dan berasal dari Timur Tengah, kita menemukan bahwa biaya produksinya sangat rendah, tidak mencapai 10 persen harga penjualannya.

Dalam semua kejadian, tidak dapat diragukan mengenai fakta bahwa kejatuhan dalam nilai telah sepenuhnya terjadi. Pertumbuhan dalam, produktivitas kerja berarti pengurangan nilai barang-barang, karena barang-barang tersebut diproduksi dengan kuantitas waktu kerja yang terus berkurang. Disanalah terdapat alat praktis yang dimiliki kapitalisme untuk memperbesar pasarnya dan mengalahkan pesaingnya

Metode praktis apa yang dimiliki kapitalis untuk memotong dengan tajam biaya produksinya dan secara serempak meningkatkan produksinya? Adalah perkembangan mekanisasi, perkembangan alat produksi, mekanisasi instrumen kerja yang semakin kompleks, awalnya bertenaga uap, kemudian bensin atau solar, dan akhirnya bertenaga listrik.

 

II. 5 Pertumbuhan Komposisi Organik Kapital

Semua produksi kapitalis dapat diwakili dalam nilai dengan rumus: C+V+S. Nilai setiap komoditas terdiri atas dua bagian: satu bagian mewakili nilai yang terkandung didalamnya dan yang lainya nilai yang baru diciptakan. Tenaga kerja memiliki fungsi ganda, sebuah nilai guna ganda: fungsi untuk menjaga semua nilai yang ada dalam alat kerja, mesin-mesin, bangunan-bangunan, sementara memasukan sebagian nilai tersebut kedalam produksi saat itu; dan fungsi menciptakan nilai baru, yang mengandung nilai lebih, keuntungan, sebagai salah satu komponennya. Bagian lain nilai baru tersebut menjadi milik pekerja, dan mewakili nilai pengganti upah pekerja itu. Porsi nilai lebih diambil oleh kapitalis tanpa nilai pengganti apapun.

Kita menyebut kapital yang digunakan untuk membayar upah sebagai kapital variabel dan ditandai dengan huruf V. Kenapa hal tersebut merupakan kapital? Karena, sebetulnya, kapitalis menyodorkan dahulu nilai tersebut; nilai tersebut tersusun, oleh karena itu, dari bagian kapital para kapitalis, yang dikeluarkan sebelum ada nilai komoditi yang dihasilkan oleh pekerja.

Kita menyebut bagian kapital yang dirubah menjadi mesin-mesin, bangunan, bahan baku, dsb, yang nilainya tidak ditingkatkan oleh produksi tetapi hanya dijaga olehnya, sebagai kapital konstan dan ditandai dengan huruf C. Bagian kapital yang disebut kapital variabel, V, bagian yang digunakan oleh kapitalis untuk membeli tenaga kerja, disebut seperti itu karena bagian tersebut adalah satu-satunya bagian kapital yang memungkinkan kapitalis meningkatkan kapitalnya dengan memakai nilai lebih.

Karena hal diatas adalah pokok persoalannya, apakah logika ekonomi dari persaingan, dari rangsangan untuk meningkatkan produktivitas, untuk meningkatkan alat-alat mesin, kerja mesin? Logika rangsangan tersebut, yaitu, kecenderungan pokok dari sistem kapitalis, adalah untuk meningkatkan penekanan di C, penekanan pada kapital konstan, berkaitan dengan kapital variabel. Dalam bagian C/V, C cenderung meningkat, yaitu, bagian kapital total yang tersusun atas mesin-mesin dan bahan baku, tetapi bukan pada upah, cenderung meningkat seiring kemajuan mekanisasi dan dimanapun persaingan mendorong kapitalisme untuk meningkatkan produktivitas kerja.

Kita menyebut bagian C/V sebagai komposisi organik kapital: hal tersebut oleh karenanya merupakan rasio antara kapital konstan dan kapital variabel, dan kita mengatakan bahwa dalam sistem kapitalis komposisi organik tersebut memiliki kecenderungan yang meningkat.

Bagaimana para kapitalis mendapatkan mesin-mesin baru? Apakah arti pernyataan bahwa kapital konstan terus meningkat?

Operasi pokok dari ekonomi kapitalis adalah produksi nilai lebih. Tetapi selama nilai lebih hanya diproduksi belaka, nilai lebih tetap tersimpan dalam komoditi dan para kapitalis tidak dapat menggunakannyas; sepatu yang tidak terjual tidak dapat dirubah menjadi mesin-mesin baru, menjadi produktivitas yang lebih besar. Dalam rangka untuk membeli mesin-mesin baru, para industrialis yang menghasilkan sepatu harus menjual sepatu-sepatu tersebut, dan sebagian pendapatan dari penjualan tersebut dapat digunakan untuk membeli mesin-mesin baru, sebagai tambahan kapital konstan.

Dinyatakan dengan kata lain: merealisasi nilai lebih adalah kondisi yang dibutuhkan untuk akumulasi kapital, dan akumulasi kapital merupakan kapitalisasi nilai lebih.

Untuk mendapatkan nilai tidak hanya berarti penjualan barang-barang, tetapi juga penjualan barang-barang dibawah kondisi dimana nilai lebih yang didapatkan dapat benar-benar direalisasi didalam pasar. Semua usaha yang berjalan pada produktivitas rata-rata dalam masyarakat – yang produksi totalnya berhubungan dengan kerja kebutuhan secara sosial – seharusnya bertujuan untuk mendapatkan nilai total dan nilai lebih yang dihasilkan di pabrik mereka, banyak atau sedikit, ketika barang-barang mereka terjual. Kita sebelumnya telah melihat bahwa perusahaan-perusahaan tersebut yang berada diatas rata-rata dalam produktivitas mereka akan mendapatkan bagian nilai lebih yang dihasilkan di perusahaan lain, sementara perusahaan-perusahaan yang beroperasi lebih rendah daripada produktivitas rata-rata tidak akan mendapatkan bagian nilai lebih yang dihasilkan di pabrik mereka tetapi harus menyerahkannya kepada pabrik yang lain yang secara teknologi berada didepan mereka. Akibatnya, upaya untuk mendapatkan nilai lebih berarti penjualan barang-barang dibawah kondisi dimana semua nilai lebih yang dihasilkan oleh pekerja di pabrik manufaktur komoditi sebenarnya dibayar oleh para pembelinya.

Seiring stok barang-barang dihasilkan dalam periode tertentu telah terjual, para kapitalis mendapatkan ganti pengeluarannya atas sejumlah uang yang menyusun nilai pengganti kapital konstan yang dikeluarkan untuk mendapatkan produksi tersebut, yaitu, bahan baku yang digunakan bersama dengan bagian nilai mesin-mesin dan barang-barang yang dilunasi oleh produksi tersebut. Dia juga telah mendapatkan ganti pengeluarannya atas nilai pengganti upah yang dia ajukan diawal dalam rangka untuk mengadakan produksi tersebut. Sebagai tambahan, para kapitalis mendapatkan kepemilikan nilai lebih yang dihasilkan oleh para pekerjanya.

Apa yang terjadi dengan nilai lebih tersebut? Sebagian darinya dikonsumsi secara tidak produktif oleh para kapitalis, karena dia harus hidup, harus juga membuat keluarganya hidup bersama dengan rombongannya; dan semua yang dia keluarkan untuk tujuan tersebut sepenuhnya diambil dari proses produksi.

Bagian kedua dari nilai lebih diakumulasikan dan digunakan dengan dirubah menjadi kapital. Nilai lebih yang diakumulasikan adalah, akibatnya, keseluruhan bagian nilai lebih yang tidak dikonsumsi secara tidak produktif untuk memenuhi kebutuhan pribadi klas berkuasa, dan yang dirubah menjadi kapital, entah itu kedalam tambahan kapital konstan, yaitu, tambahan kuantitas (lebih tepat lagi: sebuah nilai) bahan baku, mesin-mesin, bangunan; atau menjadi tambahan kapital variabel, yaitu, alat untuk menyewa lebih banyak pekerja.

Kita sekarang memahami kenapa akumulasi kapital adalah kapitalisasi nilai lebih, yaitu, perubahan sebagian besar nilai lebih menjadi kapital tambahan. Dan kita juga memahami bagaimana proses pertumbuhan dalam komposisi organik kapital mewakili sebuah rangkaian tidak terinterupsi dari proses kapitalisasi, yaitu, produksi nilai lebih oleh pekerja dan perubahannya oleh kapitalis menjadi tambahan bangunan-bangunan, mesin-mesin, bahan baku dan pekerja.

Sebagai akibatnya adalah tidak tepat untuk mengatakan bahwa kapitalis yang menciptakan pekerjaan, karena adalah para pekerja yang menciptakan nilai lebih, yang dikapitalisasi oleh para kapitalis, dan digunakan, diantara untuk yang lainnya, untuk menyewa lebih banyak pekerja. Dalam kenyataan, keseluruhan jumlah kekayaan tetap yang kita lihat didunia, keseluruhan pabrik-pabrik, mesin-mesin, jalan-jalan, jalan kereta, pelabuhan, bandara udara, dsb, dsb, semua kekayaan besar tersebut tidak lain adalah materialisasi nilai lebih besar yang diciptakan oleh para pekerja, oleh kerja yang tidak mendapatkan ganti yang telah dirubah menjadi kepemilikan pribadi, menjadi kapital untuk para kapitalis. Yaitu, sebuah bukti kolosal eksploitasi yang terus berlanjut yang dijalankan oleh klas pekerja sejak asal mula masyarakat kapitals.

Apakah semua kapitalis semakin lama semakin menambah mesin-mesin, meningkatkan kapital konstan mereka dan komposisi organik kapital mereka? Tidak, peningkatan dalam komposisi organik kapital terjadi secara antagonistik, dengan jalan perjuangan kompetitif yang diatur oleh sebuah hukum yang digambarkan oleh pelukis ternama Flemish, Peter Breughel dalam sebuah pahatan: ikan besar memakan ikan kcil.

Perjuangan kompetitif oleh karena itu diiringi oleh konsentrasi terus menerus kapital oleh penyingkiran sejumlah besar pengusahaan skala kecil, dan oleh perubahan sejumlah tertentu pengusaha mandiri menjadi teknisi, manajer, mandor, dan bahkan personil pegawai yang subordinat dan pekerja.

 

II. 6 Persaingan Menuju pada Konsentrasi dan Monopoli

Konsentrasi kapital adalah hukum permanen lainnya dari masyarakat kapitalis dan diiringi oleh proletarisasi sebagian klas borjuis, penyingkiran sejumlah tertentu borjuis oleh sejumlah kecil borjuis. Itulah mengapa Manifesto Komunis Karl Marx dan Engels menekankan fakta bahwa kapitalisme, yang menyatakan mempertahankan kepemilikan pribadi, dalam kenyataan adalah penghancur dari kepemilikan pribadi tersebut, dan menjalankan pengambilalihan konstan, permanen terhadap sejumlah besar pemilik oleh relatif sejumlah kecil pemilik lainnya. Terdapat beberapa cabang industri dimana konsentrasi sangatlah jelas: perusahaan pertambangan batu bara memiliki ratusan perusahaan selama abad kesembilanbelas di negeri seperti Perancis (terdapat hampir dua ratus di Belgia); industri mobil memiliki seratus lebih perusahaan diawal abad ini di negeri-negeri seperti Amerika Serikat dan Inggris, semetara hari ini jumlah mereka telah berkurang menjadi empat, lima atau enam perusahaan paling banyak.

Tentu saja, terdapat industri-industri dimana konsentrasi tersebut tidak dijalankan terlalu jauh, seperti industri tekstil, industri makanan, dsb. Secara umum, semakin besar komposisi organik kapital dalam sebuah cabang industri, semakin besar konsentrasi kapital, dan sebaliknya, semakin kecil komposisi organik kapital, semakin kecil konsentrasi kapital. Kenapa? Karena semakin kecil komposisi organik kapital, semakin sedikit kapital yang dibutuhkan pada awal dalam rangka untuk memasuki cabang industri tersebut dan mendirikan sebuah kongsi baru. Adalah jauh lebih mudah mengumpulkan satu juta atau dua juta dollar yang dibutuhkan untuk membangun sebuah pabrik tekstil baru ketimbang untuk mengumpulkan ratusan juga dollar yang dibutuhkan untuk mendirikan bahkan pabrik besi yang relatif kecil

Kapitalisme dilahirkan dari persaingan bebas dan tidak dapat dipahami tanpa persaingan. Tetapi persaingan bebas menghasilkan konsentrasi dan konsentrasi mengahsilkan lawan persaingan bebas, disebut dengan, monopoli. Dimana terdapat sedikit produsen, mereka dapat mencapai kesepakatan bersama, yang dibebankan pada konsumen, dalam pembagian pasar dan mencegah penurunan harga.

Jadi dalam jangka satu abad, seluruh dinamika kapitalis muncul dengan telah merubah sifatnya. Pertama kita mendapatkan gerakan yang berjalan dalam arah kejatuhan terus menerus harga-harga karena kenaikan terus menerus dalam produksi dan perkalian terus menerus jumlah perusahaan. Pada titik tertentu, semakin tajamnya kompetisi membawa dengannya sebuah konsentrasi perusahaan dan pengurangan jumlah perusahaan. Perusahaan sisanya sekarang mampu mencapai kesepakatan bersama untuk menghindari pengurangan harga yang lebih jauh dan kesepakatan semacam itu hanya dapat didapatkan, tentu saja, dengan membatasi produksi. Era kapitalisme monopoli kemudian menggantikan era kapitalisme perdagangan bebas pada permulaan dari akhir seperempat abad kesembilanbelas.

Tentu saja, ketika kita berbicara mengenai kapitalisme monopoli, kita harus tidak mengasumsikan sebuah kapitalisme yang telah sepenuhnya menghilangkan kompetisi. Tidak mungkin ada hal semacam itu. Maksud kita adalah sebuah kapitalisme yang tingkah laku dasarnya telah dirubah, yaitu, kapitalisme yang tidak lagi berjuang untuk penurunan terus menerus harga dengan memakai peningaktan terus menerus dalam produksi; kapitalisme yang menggunakan teknik pembagian pasar, mendirikan kuota pasar. Tetapi proses tersebut berakhir dalam paradoks. Kenapa kapitalis yang mulai sebagai kompetitor sekarang beralih kepada aksi yang disetujui bersama dalam rangka untuk membatasi persaingan tersebut dan juga untuk membatasi produksi? Jawabannya adalah hal tersebut adalah sebuah metode untuk meningkatkan keuntungannya. Mereka melakukan hal tersebut hanya jika hal tersebut membawa keuntungan yang lebih banyak. Membatasi produksi memungkinkan kenaikan harga-harga, membawa keuntungan yang lebih besar dan akibatnya meningkatkan akumulasi kapital.

Kapital yang baru tidak dapat lagi diinvestasikan dicabang yang sama, karena hal ini akan berarti sebuah peningkatan dalam kapasitas produksi, menghasilkan peningkatan produksi, dan menuju pada penurunan harga. Kapitalisme telah terjebak dalam kontradiksi tersebut yang dimulai pada akhir seperempat abad kesembilanbelas. Kapitalisme tiba-tiba mendapatkan sebuah kualitas yang diprediksi hanya oleh Marx dan yang tidak dipahami oleh ekonom seperti Ricardo atau Adam Smith; tiba-tiba, corak produksi kapitalis mengambil peran misionaris. Corak produksi kapitalisme mulai menyebar diseluruh dunia dengan memakai eksport kapital, yang memungkinkan perusahaan kapitalis agar didirikan di negeri-negeri atau sektor-sektor dimana monopoli belum memasukinya.

Konsekwensi monopoli dalam cabang-cabang tertentu dan penyebaran kapitalisme monopoli di negeri-negeri tertentu adalah bahwa corak produksi kapitalis telah direproduksi dalam cabang-cabang yang masih bebas dari kontrol monopoli dan di negeri-negeri yang belum menjadi kapitalis. Ini adalah bagaimana kolonialisme dalam semua variasinya mampu, menuju permulaan abad keduapuluh menyebar seperti debu hanya dalam beberapa dekade, dimulai dari bagian kecil dunia dimana corak produksi kapitalis terbatas, dan akhirnya mencakup seluruh dunia. Setiap negeri di dalam peta kemudian dirubah menjadi sebuah lingkungan pengaruh dan lahan investasi untuk kapital.

 

II. 7 Tendensi Nilai Rata-rata Keuntungan untuk Menurun

Kita telah melihat bahwa nilai lebih yang dihasilkan oleh para pekerja disetiap pabrik tetap “terkunci” dalam produksi, dan bahwa pertanyaan apakah nilai lebih tersebut akan direalisasi oleh pemilik pabrik kapitalis diputuskan oleh kondisi pasar, yaitu, oleh kemungkinan bagi pabrik tersebut untuk menjual produknya pada harga yang memungkinkan semua nilai lebih tersebut direalisasi. Dengan menerapkan hukum nilai yang telah dikembangkan dibagian awal tulisan ini, kita dapat menentukan peraturan-peraturan sebagai berikut: semua perusahaan yang berproduksi pada tingkat produktivitas rata-rata akan, dalam garis besarnya, merealisasi nilai lebih yang dihasilkan oleh para pekerjanya, yaitu, mereka akan menjual produknya pada harga yang sama dengan nilai produk tersebut.

Tetapi hal tersebut diatas tidak akan berkaitan dengan dua kategori perusahaan: perusahaan yang beroperasi dibawah dan perusahaan yang beroperasi diatas tingkat rata-rata produktivitas.

Apakah kategori perusahaan yang beroperasi dibawah tingkat rata-rata produktivitas? Hal ini hanyalah generalisasi pembuat sepatu yang malas yang telah kita sebutkan sebelum ini. Hal ini, sebagai contoh, sebuah pabrik besi yang menghasilkan 500.000 ton besi dalam 2,2 atau 2,5 atau 3 juta jam kerja manusia, ketika rata-rata nasional untuk produksi tersebut adalah 2 juta jam kerja manusia. Hal tersebut oleh karenanya menyia-nyiakan waktu kerja sosial. Nilai lebih yang dihasilkan oleh para pekerja dalam pabrik tersebut tidak akan direalisasikan secara keseluruhan oleh pemilik pabrik tersebut; pabrik tersebut akan bekerja pada keuntungan dibawah angka rata-rata keuntungan untuk semua perusahaan di negeri tersebut.

Tetapi jumlah total nilai lebih yang dihasilkan dalam masyarakat adalah jumlah tetap, tergantung dalam analisa terakhir pada jumlah total jam kerja yang dilakukan oleh semua pekerja yang terlibat dalam produksi. Hal ini berarti bahwa jika terdapat jumlah tertentu perusahaan yang tidak merealisasi semua nilai lebih yang dihasilkan oleh para pekerja mereka karena perusahaan tersebut beroperasi dibawah tingkat rata-rata produktivitas dan oleh karena itu menyia-nyiakan waktu kerja sosial maka kemudian tersedia sebuah keseimbangan nilai lebih yang tidak dibelanjakan yang diambil oleh pabrik yang beroperasi diatas tingkat rata-rata produktivitas. Karena lebih ekonomis dalam waktu kerja sosial, pabrik yang beroperasi diatas tingkat rata-rata produktivitas diberikan imbalan oleh masyarakat.

Penjelasan teoritis ini adalah demonstrasi umum dari mekanisme yang menentukan gerakan harga-harga dalam masyarakat kapitali. Bagaimana mekanisme tersebut bergerak dalam praktek?

Mari kita nyatakan bahwa rata-rata harga penjualan sebuah lokomotif adalah satu juta dolar. Apa kemudian yang akan menjadi perbedaan antara sebuah pabrik yang beroperasi dibawah rata-rata produktivitas kerja dan pabrik yang beroperasi diatasnya? Pabrik yang beropersi dibawah rata-rata produktivitas kerja akan membelanjakan, kita sebut saja, $900.000 untuk memproduksi sebuah lokomotif, dan keuntungannya adalah $100.000. Disisi yang lain, pabrik yang menghasilkan diatas tingkat rata-rata produktivitas kerja, akan membelanjakan, kita sebut saja, $750.000 dan akan mendapatkan keuntungan $250.000, itu adalah 33 persen dari produksi saat itu, sementara angka rata-rata keuntungan adalah 18 persen dan perusahaan yang bekerja pada produktivitas kerja sosial rata-rata tersebut akan menghasilkan lokomotif dengan biaya $850.000, merealisasikan keuntungan sebesar $150.000, yaitu, 18 persen

Dengan kata lain, kompetisi kapitalis menyokong perusahaan-perusahaan yang maju secara teknologi; perusahaan-perusahaan tersebut merealisasi keuntungan super dibandingkan dengan rata-rata keuntungan. Rata-rata keuntungan pada dasarnya adalah sebuah ide yang abstrak, persis sekali seperti nilai. Dia adalah rata-rata yang disekelilingnya angka keuntungan nyata dari berbagai cabang dan perusahaan berfluktuasi. Kapital mengalir menuju cabang dimana terdapat keuntungan super dan mengalir keluar dari cabang-cabang dimana keuntungan dibawah rata-rata. Berdasarkan atas barkurang dan aliran masuk kapital dari satu cabang ke cabang yang lainnya, angka keuntungan cenderung untuk tepat pada tingkat rata-rata, tanpa pernah sepenuhnya mencapai tingkat rata-rata dalam jalan yang absolut dan mekanis.

Ini adalah jalan yang kemudian mempengaruhi penyeimbangan angka keuntungan. Terdapat cara sangat sederhana untuk menentukan angka keuntungan rata-rata yang abstrak tersebut: kita mengambil jumlah total nilai lebih yang dihasilkan oleh semua pekerja pada tahun tertentu dan di negeri tertentu, dan mengambil rasionya berbanding dengan jumlah total investasi kapital dalam negeri tersebut.

Apakah rumus untuk angka keuntungan? Rumus tersebut adalah rasio antara nilai lebih dan kapital total. Oleh karenanya rumus tersebut adalah S/(C+V). Juga masih terdapat rumus lainnya yang harus dipertimbangkan: ini adalah angka nilai lebih, lebih baik lagi, angka eksploitasi klas pekerja. Hal tersebut menspesifikasi jalan dimanan nilai yang baru dihasilkan dibagi antara pekerja dan kapitalis. Jika, misalnya, S/V sama dengan 100 persen ini berarti bahwa nilai yang baru dihasilkan dibagi kedalam dua bagian yang sama, satu bagian bagi para pekerja dalam bentuk upah, bagian yang lainnya bagi klas borjuis dalam bentuk keuntungan, saham, dividen, dsb.

Ketika angka eksploitasi klas pekerja adalah 100 persen, maka 8 jam kerja yang dilakukan pekerja terdiri dari dua bagian yang sama: 4 jam kerja dimana pekerja menghasilkan nilai pengganti upah mereka, dan 4 jam dimana mereka memberikan kerja tak beralasan, kerja yang tidak dibayarkan oleh para kapitalis dan produknya diambil alih oleh para kapitalis.

Sekilas, terlihat bahwa jika komposisi organik kapital C/V meningkat, angka keuntungan S/(C+V) akan menurun, karena C menjadi semakin besar berhubungan dengan V, dan S adalah produk dari V dan bukan C. Tetapi terdapat sebuah faktor yang dapat menetralisir efek peningkatan dalam komposisi organik kapital: adalah tepat sekali sebuah peningkatan dalam angka nilai lebih.

Jika S lebih besar dari V, angka nilai lebih meningkat, ini berarti bahwa dalam bagian S/(C+V), baik angka pembilang maupun pembagi meningkat, dan dalam kasus ini nilai bagian dapat tetap sama, dibawah kondisi dimana kedua peningkatan terjadi dalam bagian yang sama.

Dengan kata lain, sebuah peningkatan dalam angka nilai lebih dapat menetralisir efek sebuah peningkatan dalam komposisi organik kapital. Mari kita mengasumsikan bahwa nilai produksi C+V+S meningkat dari 100C+100V+100S hingga 200C+100V+100S. Komposisi organik kapital oleh karena itu akan meningkat dari 100 ke 200 persen, angka keuntungan akan jatuh dari 50 ke 33 persen. Tetapi jika pada saat yang sama nilai lebih meningkat dari 100 ke 150, yaitu, angka nilai lebih meningkat dari 100 hingga 150 persen, maka angka keuntungan 150/300 tetap pada 50 persen: peningkatan dalam angka nilai lebih menetralisir efek peningkatan dalam komposisi organik kapital.

Dapatkah kedua gerakan terjadi tepat dalam bagian yang dibutuhkan oleh kedua gerakan tersebut untuk saling menetralisir? Disini kita menyentuh kelemahan dasar, Achilles heel (titik lemah) dari sistem kapitalis. Kedua gerakan tersebut tidak dapat berkembang sebanding dalam jangka panjang. Tidak terdapat batasan dalam peningkatan komposisi organik kapital. Untuk V terdapat batasan teoritis yaitu nol, dengan menganggap adanya otomatisasi total. Tetapi dapatkah S/V juga meningkat dengan tidak terbatas, tanpa batasan apapun? Tidak, untuk menghasilkan nilai lebih dibutuhkan adanya pekerja yang bekerja, dan ini adalah persoalannya, bagian hari kerja dimana pekerja menghasilkan upahnya sendiri tidak dapat jatuh hingga nol. Bagian tersebut dapat dikurangi dari 8 jam menjadi 7 jam, dari 7 jam menjadi 6 jam, dari 6 jam menjadi 5 jam, dari 5 jam menjadi 4 jam, dari 4 jam menjadi 3 jam, dari 3 jam menjadi 2 jam, dari 2 jam menjadi 1 jam, dari 1 jam menjadi 50 menit. Hal tersebut akan menjadi sebuah produktivitas yang fantastis yang akan memungkinkan para pekerja untuk menghasilkan nilai ganti seluruh upahnya dalam 50 menit. Tetapi para pekerja tidak akan pernah menghasilkan nilai ganti upahnya dalam nol menit dan nol detik. Terdapat sisa dimana eksploitasi kapitalis tidak akan pernah dapat menekannya.

Hal ini berarti bahwa dalam jangka panjang kejatuhan dalam angka rata-rata keuntungan tidak dapat dihindari, dan saya pribadi percaya, bertentangan dengan ide banyak Marxis, bahwa kejatuhan tersebut juga ditunjukan dalam statistik, yaitu bahwa angka keuntungan rata-rata keuntungan hari ini didalam negeri kapitalis besar adalah jauh lebih rendah dibanding 50, 100 atau 150 tahun yang lalu.

Tentu saja, jika kita meneliti periode yang lebih singkat, terdapat fluktuasi naik dan turun; terdapat sangat banyak faktor yang mempengaruhi (kita akan mendiskusikannya nanti, ketika berbicara mengenai neokapitalisme). Tetapi dalam jangka panjang, gerakan tersebut sangat jelas, untuk suku bunga maupun angka keuntungan. Kita harus menunjukan, selain itu, bahwa diantara semua kecenderungan pembangunan dari kapitalisme, hal tersebut diatas adalah yang paling jelas dirasa oleh para teoritikus kapitalisme sendiri. Ricardo membicarakannya; John Stuart Mill menekankannya; Keynes sangat sadar akan hal tersebut. Terdapat sebuah pepatah di Inggris pada akhir abad kesembilanbelas yang sebenarnya sangat populer, pepatah tersebut menyatakan: kapitalisme dapat menahan apapun kecuali kejatuhan dalam rata-rata suku bunga hingga 2 persen, karena hal tersebut akan membunuh insentif investasi.

Pepatah tersebut jelas sekali mengandung kesalahan tertentu dalam rasionalisasinya. Perhitungan persentase, angka keuntungan, memiliki nilai nyata, tetapi meskipun begitu, masih berhubungan dengan kapitalis. Apa yang menarik para kapitalis bukan semata-mata persentase yang dia hasilkan dari kapitalnya, tetapi juga jumlah total yang dia hasilkan. Dan jika 2 persen bukan berarti mendapatkan $100.000 tetapi mendapatkan $100 juta, hal tersebut masih mewakili $2 juta, dan para kapitalis akan memikirkan banyak hal sebelum dia akan mengatakan bahwa dia lebih menghendaki membiarkan kapitalnya menganggur ketimbang untuk menerima keuntungan menjijikan yang hanya $2 juta pertahun.

Pada prakteknya, kita melihat oleh karena itu bahwa tidak ada penghentian total dalam aktivitas investasi akibat kejatuhan dalam angkat keuntungan dan suku bunga tetapi lebih merupakan melambatnya sebanding dengan kejatuhan dalam angka keuntungan dalam sebuah cabang industri. Disisi yang lainnya, ketika terdapat sebuah ekspansi yang lebih cepat dan meningkatnya kecenderungan angka keuntungan di cabang industri tertentu atau dalam periode tertentu, kemudian aktivitas investasi melanjutkan, mempercepat, gerakan terlihat seperti menelan dirinya sendiri, dan ekspansi tersebut nampak tidak memiliki batasan hingga saat ketika kecenderungan tersebut sekali lagi dibalik.

 

II. 8 Kontradiksi Pokok dalam Sistem Kapitalis dan Krisis Periodik Overproduksi

Kapitalisme memiliki tendensi untuk memperluas produksi tanpa batasan, untuk memperluas arena aktivitasnya keseluruh dunia, untuk melihat semua umat manusia sebagai konsumen potensial. (sambil lalu, terdapat sebuah kontradiksi yang berharga untuk diungkapkan, yang pernah dinyatakan oleh Marx: setiap kapitalis selalu menyukai melihat kapitalis yang lainnya meningkatkan upah para pekerja mereka, karena upah para pekerja tersebut adalah daya beli untuk barang-barang kapitalis yang lainnya. Tetapi dia tidak dapat mengijinkan upah para pekerjanya sendiri untuk naik, karena itu tentu saja akan mengurangi keuntungannya sendiri).

Akibatnya dunia distrukturkan dalam cara yang luar biasa, telah menjadi sebuah unit ekonomi dengan saling ketergantungan antara bagian-bagian berbeda yang sangat sensitif. Anda mengetahui semua kata klise yang telah digunakan untuk menggambarkan hal tersebut: jika seseorang bersin di Pasar Saham New York, 10.000 petani hancur di Malaysia.

Kapitalisme menghasilkan sebuah ketergantungan luar biasa dalam pendapatan dan sebuah unifikasi dalam rasa untuk semua umat manusia. Manusia tiba-tiba menjadi sadar atas kemungkinan kekayaan manusia, sementara dalam masyarakat pra kapitalis, dia tertutup dalam kemungkinan alam yang kecil dalam sebuah daerah tunggal. Pada Abad Pertengahan, nanas tidak dimakan di Eropa, hanya buah yang tumbuh secara lokal, tetapi hari ini kita memakan nanas yang mungkin telah dihasilkan dari berbagai penjuru dunia dan bahkan mulai memakan buah dari Cina dan India yang sebelum perang dunia kedua kita tidak terbiasa memakannya.

Sebagai akibatnya terdapat hubungan mutual yang didirikan diantara produk dan diantara manusia. Diekspresikan dalam ungkapan yang lain, terjadi sosialisasi progresif dari semua kehidupan ekonomi, yang menjadi kumpulan tunggal, susunan tunggal. Tetapi keseluruhan gerakan saling ketergantungan tersebut hanya berpusat pada sebuah jalan gila disekitar kepemilikan pribadi, pengambil alihan pribadi, oleh sejumlah kecil kapitalis yang kepentingan pribadinya, tambah lagi, semakin bertabrakan dengan kepentingan miliaran umat manusia yang termasuk dalam kumpulan tunggal tersebut.

Adalah dalam krisis ekonomi kontradiksi antara sosialisasi progresif produksi dan pengambil alihan pribadi yang berfungsi sebagai tenaga penggeraknya dan pendukungnya, meletus pada cara yang sangat luar biasa. Bagi para kapitalis krisis ekonomi adalah fenomena luar biasa seperti sebuah hal yang belum pernah terjadi. Krisis ekonomi tersebut bukanlah krisis kekurangan, seperti semua krisis pra kapitalis; krisis tersebut adalah krisis overproduksi. Pengangguran mati kelaparan bukan karena terlalu sedikit makanan tetapi karena terdapat suplai bahan makanan yang relatif terlalu besar.

Pada pandangan pertama hal diatas terlihat tidak dapat dipahami. Bagaimana seseorang mati karena terdapat surplus makanan, karena terdapat surplus barang-barang? Tetapi mekanisme sistem kapitalis membuat hal tersebut yang terlihat paradoks menjadi dapat dipahami. Barang-barang yang tidak dapat menemukan pembeli tidak hanya tidak merealisasikan nilai lebih mereka tetapi mereka bahkan tidak mendapatkan kembali kapital mereka yang telah diinvestasikan. Kemerosotan dalam penjualan oleh karena itu memaksa pengusaha untuk menunda operasi mereka. Mereka oleh karena itu dipaksa untuk memberhentikan pekerja mereka dan karena pekerja yang diberhentikan tidak memiliki cadangan untuk bertahan hidup, karena mereka dapat bertahan hidup hanya ketika mereka menjual tenaga kerjanya, pengangguran tentu saja menakdirkan mereka pada kemiskinan paling melarat dan hal tersebut terjadi tepat sekali karena kelimpahan relatif barang-barang yang dihasilkan dari kemerosotan penjualan.

Faktor krisis ekonomi periodik adalah inheren dalam sistem kapitalis dan tetap tidak dapat diatasi. Kita akan melihat lebih jauh dalam hal bahwa faktor krisis ekonomi periodik tetap benar dalam rejim neokapitalis dimana kita hidup sekarang, bahkan jika krisis tersebut sekarang disebut “resesi”. Krisis adalah manifestasi terjelas dari kontradiksi pokok dalam sistem dan sebuah pengingat periodik bahwa sistem tersebut ditakdirkan untuk mati cepat atau lambat. Tetapi sistem tersebut tidak akan pernah mati secara otomatis. Akan selalu dibutuhkan untuk memberinya sedikit dorongan sadar untuk mempengaruhi kematiannya, dan adalah tugas kita, tugas dari gerakan klas pekerja, untuk melakukan dorongan tersebut.

 

III. Neo Kapitalisme

 

III. 1 Asal Usul Neo Kapitalisme

Krisis ekonomi besar pada tahun 1929 pertama merubah sikap borjuasi dan para ideolog-nya terhadap negara, kemudian hal tersebut merubah sikap borjuasi yang sama terhadap masa depan sistemnya sendiri.

Beberapa tahun yang lalu pengadilan yang terkenal terjadi di Amerika Serikat, pengadilan terhadap Alger Hiss, yang sebelumnya menjabat sebagai asisten di Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat saat terjadi perang. Dalam pengadilan Hiss, salah satu teman baiknya, seorang jurnalis di publikasi Luce bernama Whittaker Chambers, merupakan saksi kunci dalam tuntutan atas kesaksian palsu, sebenarnya karena sebagai seorang Komunis yang menurut dugaan mencuri dokumen dari Departemen Dalam Negeri dan memberikannya kepada Uni Soviet. Si Chambers, yang agak neurotic (menderita gangguan emosi), telah menjadi seorang Komunis saat sepuluh tahun pertama kehidupan dewasanya dan berakhir menjadi editor religius pada majalah mingguan Time. Dia menulis pengakuan panjang dengan judul Witness. Dalam buku tersebut terdapat kalimat yang menyatakan kira-kira sebagai berikut mengenai periode 1929-1939: “Di Eropa para pekerja adalah sosialis dan borjuasi adalah konservatif; di Amerika, klas menengah adalah konservatif, pekerja adalah demokrat, dan borjuasi adalah komunis”.

Tentu saja adalah absurd untuk menyatakan periode tersebut dengan cara yang kasar seperti itu. Tetapi tidak dapat diragukan bahwa tahun 1929 dan periode yang mengikuti krisis besar 1929-1939 merupakan pengalaman traumatis bagi borjuasi Amerika yang merupakan satu-satunya klas kapitalis diseluruh dunia yang diilhami oleh keyakinan penuh dan buta pada masa depan sistem “perdagangan bebas”. Sistem tersebut menderita guncangan mengerikan selama krisis 1929-1939, sebuah periode yang secara umum sama bagi masyarakat Amerika, berkaitan dengan menjadi sadar akan pertanyaan sosial dan dipertanyakannya sistem kapitalis, dengan periode yang dialami Eropa pada saat kelahiran gerakan pekerja sosialis, periode dari 1865 hingga 1890 di abad yang lalu.

Bagi borjuasi, krisis tersebut mempertanyakan berbagai bentuk sistem dalam skala dunia. Borjuasi mengambil bentuk usaha untuk mengkonsolidasikan kapitalisme melalui fasisme dan percobaan otoritarian lainnya di negeri-negeri tertentu di Eropa Barat, Tengah dan Selatan. Borjuasi mengambil bentuk yang sedikit kurang kasar di Amerika Serikat, dan adalah masyarakat Amerika tersebut pada tahun 1932-1940 yang membayangkan apa yang disebut hari ini dengan neokapitalisme.

Kenapa bukan perluasan dan penjeneralisiran pengalaman fasis yang memberikan neokapitalisme ciri khas pokok, tetapi melainkan pengalaman sebuah “idyllic detente” (“pengurangan hubungan tegang idilis”) dalam ketegangan sosial? Sistem fasis adalah sebuah rejim krisis ekstrim dalam sosial, ekonomi dan politik, rejim ketegangan ekstrim dalam hubungan klas, yang dalam analisa terakhir, ditentukan oleh periode panjang stagnasi ekonomi, dimana kesempatan untuk diskusi dan negosiasi antara klas pekerja dan borjuasi sebenarnya dikurangi hingga nol. Sistem kapitalis telah menjadi tidak sesuai dengan sisa apapun dari gerakan klas pekerja yang sedikit banyak independen.

Dalam sejarah kapitalisme kita dapat membedakan antara krisis periodiknya yang terjadi setiap 5, 7, atau 10 tahun dan siklus jangka panjangnya, yang pertama kali didiskusikan oleh ekonom Rusia Kondratief dan yang dapat disebut dengan siklus jangka panjang setiap 25 atau 30 tahun. Siklus jangka panjang dicirikan oleh angka pertumbuhan yang tinggi sering diikuti oleh siklus jangka panjang yang dicirikan oleh angka pertumbuhan yang semakin rendah. Terlihat jelas bagi saya bahwa periode 1913 hingga 1940 merupakan salah satu dari siklus stagnasi jangka panjang dalam produksi kapitalis, yang didalamnya termasuk semua siklus berturut-turut dari krisis 1913 hingga 1920, dari krisis 1920 hingga 1929, yang ditandai depresi yang sangat parah karena fakta bahwa trend jangka panjang merupakan stagnasi.

Siklus jangka panjang yang dimulai dengan perang dunia kedua, dan dimana kita masih tetap – mari kita menyebutnya siklus 1940-1965 atau siklus 1940-1970 – mengalami, bertentangan dengannya, dicirikan oleh ekspansi, dan karena ekspansi tersebut, kesempatan untuk negosiasi dan diskusi antara borjuasi dan klas pekerja telah diperbesar. Kesempatan kemudian diciptakan untuk penguatan sistem pada dasar penjaminan konsesi untuk para pekerja, sebuah kebijakan yang dijalankan dengan skala internasional di Eropa Barat dan Amerika Utara dan mungkin bahkan diperluas kepada beberapa negeri di Eropa Selatan pada masa yang akan datang. Kebijakan neokapitalis tersebut lebih berdasarkan pada kolaborasi dekat antara borjuasi ekspansif dan kekuatan konservatif gerakan pekerja dan secara pokok ditopang oleh kecenderungan meningkat dalam standar hidup para pekerja.

Meskipun begitu, di latar belakang seluruh perkembangan tersebut terdapat tanda tanya terhadap sistem, keraguan terhadap masa depan sistem kapitalis, dan keraguan tersebut tidak perlu lagi diragukan. Dalam semua lapisan penting dari borjuasi, keyakinan terdalam yang merajalela bahwa otomatisme ekonomi dari dan oleh dirinya sendiri, “mekanisme pasar” tidak dapat menjamin keberlangsungan hidup sistem, bahwa tidak mungkin lagi untuk mengandalkan fungsi internal otomatis dari ekonomi kapitalis, dan bahwa sebuah intervensi sadar dan meluas, semakin lama semakin teratur dan sistematis dalam karakter, dibutuhkan dalam rangka menyelamatkan sistem tersebut.

Pada tingkat bahwa borjuasi sendiri tidak lagi yakin bahwa mekanisme otomatis dari ekonomi kapitalis akan menopang tatanannya, kekuatan lain harus mengintervensi untuk penyelamatan jangka panjang sistem, dan kekuatan tersebut adalah negara. Neokapitalisme adalah kapitalisme yang ciri khas unggulnya adalah perkembangan intervensi oleh negara kedalam kehidupan ekonomi. Juga dari titik pandang tersebut, pengalaman neokapitalis saat ini di Eropa Barat hanyalah perluasan dari pengalaman Roosevelt di Amerika Serikat.

Untuk memahami asal usul neokapitalisme hari ini, bagaimanapun, kita juga harus memperhitungkan faktor kedua untuk menjelaskan perkembangan intervensi oleh negara dalam kehidupan ekonomi, dan faktor kedua itu adalah perang dingin. Secara umum hal ini dapat dilihat sebagai tantangan dimana keseluruhan kekuatan anti kapitalis menghadapinya dalam dunia kapitalisme. Iklim tantangan tersebut membuat perspektif krisis ekonomi serius lainnya seperti tipe krisis 1929-1933 sepenuhnya tidak dapat ditoleransi oleh kapitalisme. Bayangkan apa yang akan terjadi di Jerman jika terdapat lima juta pengangguran di Jerman Barat sementara kekurangan pekerja terjadi di Jerman Timur. Adalah mudah untuk melihat bagaimana tidak dapat ditoleransinya hal tersebut dari cara pandang politik, dan itulah mengapa intervensi negara kedalam kehidupan ekonomi negeri-negeri kapitalis adalah diatas semuanya antisiklus, atau, jika kau suka, antikrisis dalam karakter.

 

III.2 Revolusi Teknologi Permanen

Mari kita berkutat sesaat pada fenomena ekspansi jangka panjang tersebut. Tanpa hal ini neokapitalisme khusus yang telah kita saksikan di Eropa Barat selama 15 tahun tidak dapat dimengerti.

Siklus jangka panjang dimulai di Amerika Serikat bersamaan dengan perang dunia kedua. Dalam rangka memahami penyebab fenomena tersebut kita harus mengingat bahwa dalam kebanyakan siklus meluas yang lainnya dalam sejarah kapitalisme kita menemukan elemen umum sama yang berulang: revolusi teknologi. Adalah bukan sebuah kebetulan bahwa ekspansi yang bersifat siklus dari jenis yang sama mendahului periode stagnasi dan krisis 1913-1940. Akhir abad kesembilanbelas merupakan sebuah periode yang sangat damai dalam sejarah kapitalisme, dan saat itu tidak terdapat perang, atau hampir tidak ada, kecuali perang kolonial, dan saat itu rangkaian penelitian teknologi dan penemuan dari tahapan sebelumnya mulai menemukan aplikasinya. Dalam periode ekspansi sekarang, kita menyaksikan sebuah percepatan kemajuan teknis, sebuah revolusi teknologi asli, yang untuknya ekspresi “revolusi industri kedua” atau “revolusi industri ketiga” hampir tidak memadai. Kita menemukan diri kita sendiri, pada fakta, sebuah perubahan teknik produksi yang tidak terinterupsi. Fenomena tersebut sebetulnya merupakan hasil sampingan dari perlombaan senjata permanen, dari perang dingin dimana kita telah terlibat sejak akhir perang dunia kedua.

Sesungguhnya, jika kau meneliti asal usul 99 persen perubahan teknologi yang diterapkan pada produksi, kau akan melihat bahwa perubahan tersebut adalah militer, kau akan melihat bahwa perubahan tersebut merupakan hasil sampingan dari teknologi baru yang pertama menemukan penerapan mereka dalam bidang militer. Hanyalah kemudian, setelah jangka waktu yang lebih lama ataupun singkat, perubahan teknologi dalam bidang militer masuk kedalam daerah publik pada tingkat tertentu dan diterapkan dalam bidang produksi sipil.

Begitu benar fakta tersebut sehingga pendukung kekuatan penyerang Perancis (kekuatan nuklir) menggunakan fakta tersebut sebagai argumentasi utama hari ini. Mereka menjelaskan bahwa jika kekuatan penyerang tersebut tidak dikembangkan, teknik yang akan menentukan bagian penting dari proses produktif industri dalam 15 atau 20 tahun tidak akan dikenal di Perancis, karena semua itu merupakan hasil sampingan dari teknik nuklir dan teknik yang berkaitan pada tingkat industri.

Disini saya tidak ingin memperdebatkan tesis tersebut yang saya anggap tidak dapat diterima dalam hal-hal yang lainnya; saya hanya akan menggaris bawahi bahwa hal tersebut menegaskan, bahkan dalam gaya “ekstrimis”, bahwa kebanyakan revolusi teknologi yang terjadi dalam bidang industri dan dalam teknik produktif umumnya merupakan hasil sampingan dari revolusi teknik dalam bidang militer.

Pada tingkatan bahwa kita terlibat dalam perang dingin permanen, yang dicirikan oleh penelitian permanen untuk perubahan teknik dalam bidang alat perang, kita memiliki faktor baru disini, boleh dikatakan, sumber tambahan diluar ekonomi, yang menghidupi perubahan terus menerus ke dalam teknik produktif. Di masa lampau, ketika otonomi dalam penelitian teknologi tidak ada, ketika otonomi tersebut secara esensiil merupakan produk perusahaan industrial, terdapat faktor utama yang menentukan siklus kemajuan penelitian tersebut. Para industrialis akan mengatakan: kita harus memperlambat inovasi sekarang, karena kita memiliki instalasi yang sangat mahal yang pertama harus diangsur biayanya. Instalasi tersebut harus menguntungkan, biaya instalasi harus ditutup, sebelum kita dapat memulai tahapan lain dari perubahan teknologi.

Hal ini adalah benar bahkan ekonom seperti Schumpeter, sebagai contoh, telah menggunakan irama siklus dalam revolusi teknik tersebut sebagai penjelasan dasar untuk siklus ekspansi jangka panjang berturut-turut, atau untuk siklus stagnasi jangka panjang.

Hari ini motif ekonomi tersebut tidak bergerak dijalan yang sama. Pada tingkatan militer, tidak ada alasan yang valid untuk menghentikan penelitian untuk senjata baru. Bertentangan dengannya, keberadaan bahaya yang ada dimana-mana bahwa musuh akan menjadi yang pertama menemukan senjata baru. Akibatnya terdapat rangsangan nyata untuk penelitian permanen, tidak terinterupsi dan hampir-hampir tanpa pertimbangan ekonomi apapun (setidaknya untuk Amerika Serikat), jadi gerakan tersebut mengalir sebenarnya tanpa halangan. Hal ini berarti bahwa kita melewati sebuah era perubahan teknologi yang hampir tidak terinterupsi dalam bidang produksi. Kau hanya perlu mengingat apa yang telah dihasilkan selama 10-15 tahun terakhir, dimulai dengan digunakannya tenaga nuklir dan dilanjutkan dengan otomatisasi, perkembangan komputer elektronik, miniaturisasi, laser dan serangkaian fenomena dalam rangka untuk mendapatkan perubahan tersebut, revolusi teknologi tak terinterupsi tersebut.

Istilah “revolusi teknologi terus menerus” sekarang hanyalah cara lain untuk mengatakan bahwa periode pembaruan kapital tetap telah dipersingkat. Hal ini menjelaskan ekspansi kapitalisme ke seluruh dunia. Seperti setiap ekspansi jangka panjang dalam sistem kapitalis, batasan ekspansi saat ini ditentukan oleh jumlah investasi tetap.

Pembaruan cepat kapital tetap juga menjelaskan pengurangan dalam jarak dari siklus ekonomi dasar. Siklus tersebut normalnya ditentukan oleh usia kapital tetap.

Hingga tingkatan bahwa kapital tetap tersebut sekarang diperbarui dalam kecepatan yang lebih cepat, jarak siklus tersebut juga dipersempit. Kita tidak lagi memiliki krisis setiap tujuh atau 10 tahun melainkan resesi setiap empat hingga lima tahun. Kita telah memasuki rangkaian jauh lebih cepat dari siklus dengan durasi yang jauh lebih singkat dibanding yang terjadi sebelum perang dunia kedua.

Akhirnya, untuk menyimpulkan penelitian dari kondisi dimana neokapitalisme sekarang berkembang, terdapat perubahan yang cukup penting terjadi dalam skala dunia dalam kondisi dimana kapitalisme berada dan berkembang.

Disisi yang lainnya, terdapat pembesaran dari apa yang disebut dengan kamp sosialis, dan disisi yang lainnya lagi, revolusi kolonial. Dan sementara keseimbangan, sepanjang berkaitan dengan meluasnya “kamp sosialis”, secara efektif mewakili sebuah kekalahan dari cara pandang kapitalisme dunia – kalah dalam bahan baku, kesempatan investasi untuk kapital, pasar, dan pada tingkat yang lainnya – keseimbangan tersebut, sepanjang berkaitan dengan revolusi kolonial, dapat terlihat bersifat paradoks, hingga kini belum menghasilkan sebuah kekalahan penting dalam dunia kapitalis. Bertentangan dengannya, salah satu faktor yang cocok menjelaskan skala ekspansi ekonomi dari negeri-negeri imperialis yang terjadi di dalam tahapan ini, adalah fakta bahwa, sepanjang revolusi kolonial tetap dalam kerangka pasar dunia kapitalis (kecuali dia menghasilkan kembali apa yang disebut dengan negara sosialis), revolusi kolonial berfungsi sebagai stimulus bagi produksi dan ekspor peralatan industrial, produk industri berat di negeri-negeri imperialis.

Hal ini berarti bahwa industrialisasi negeri-negeri kurang berkembang, neokolonialisme, perkembangan borjuasi baru di negeri-negeri kolonial, semua menyusun dukungan lebih jauh, bersama dengan revolusi teknologi, untuk trend ekspansi jangka panjang di dalam negeri-negeri kapitalis maju. Karena hal tersebut secara pokok memiliki efek yang sama, hal tersebut juga menuju pada pertumbuhan dalam produksi untuk industri berat dan untuk industri-industri yang bergerak dalam konstruksi mekanis dalam pembuatan mesin. Sebagian mesin tersebut berfungsi untuk mempercepat pembaruan kapital tetap dalam negeri-negeri kapitalis maju, bagian yang lainnya berfungsi untuk industrialisasi, mekanisasi dari negeri-negeri kolonial yang baru merdeka.

Dalam mendekati subjek dengan jalan ini, kita mampu untuk memahami makna yang lebih dalam dari tahapan neokapitalisme yang sekarang kita saksikan, yang merupakan ekspansi kapitalisme jangka panjang, sebuah periode yang saya percaya terbatas dalam waktu, seperti periode serupa dimasa lalu. Saya tidak sedikitpun percaya bahwa periode ekspansi tersebut akan berlangsung selamanya dan bahwa kapitalisme telah menemukan batu penjurunya yang memungkinkan kapitalisme untuk menghindari tidak hanya krisis bersifat siklusnya tetapi juga siklus ekspansi yang relatif berturut-turut dan stagnasi. Tetapi adalah tahapan ekspansi ini yang sekarang dihadapi oleh gerakan klas pekerja Eropa Barat dengan persoalan khususnya.

Mari kita sekarang berbicara mengenai ciri khas pokok dari intervensi pemerintah kedalam ekonomi kapitalis.

 

III.3 Pentingnya Pengeluaran Belanja Militer

Fenomena objektif pertama yang merupakan faktor hebat dalam memfasilitasi pertumbuhan intervensi pemerintah dalam bidang ekonomi negeri-negeri kapitalis adalah tepat sekali keabadian perang dingin dan keabadaian dalam perlombangan senjata. Untuk mengatakan keabadian perang dingin, keabadian perlombaan senjata, keabadian sebuah anggaraan militer yang sangat tinggi, juga berarti mengatakan kontrol negara terhadap bagian penting dari pendapatan nasional. Jika kita membandingkan ekonomi semua negeri-negeri kapitalis yang maju hari ini dengan negeri-negeri kapitalis sebelum perang dunia pertama, kita dapat dengan segera melihat perubahan struktural yang sangat penting tersebut yang telah terjadi dan yang independen dari setiap pertimbangan dan penelitan teoritis. Hal tersebut merupakan konsekwensi dari kenaikan dalam anggaran militer. Sementara sebelum tahun 1914 total anggaran militer negara sebesar 5 persen, 6 persen, 4 persen, 7 persen dari pendapatan nasional, anggaran negara kapitalis hari ini mewakili 15 persen, 20 persen, 25 persen atau bahkan dalam beberapa kasus 30 persen dari pendapatan nasional.

Jika untuk sementara kita tidak menganggap semua pertimbangan intervensionisme, fakta peningkatan dalam pengeluaran belanja alat perang permanen menunjukan bahwa negara telah mengkontrol bagian penting dari pendapatan nasional.

Saya telah menyatakan bahwa perang dingin ini akan tetap permanen dalam periode panjang. Itu adalah pendirian pribadi saya. Perang dingin adalah permanen karena kontradiksi klas antara kedua kamp yang saling berhadapan dalam skala dunia adalah permanen. Karena tidak ada alasan logis untuk mengasumsikan, dalam jangka panjang ataupun pendek, bahwa borjuasi internasional akan secara suka rela melucuti senjata dihadapan musuh global atau dihadapan Uni Soviet dan Amerika Serikat akan mencapai perjanjian yang akan memungkinkan pengurangan cepat dalam pengeluaran belanja alat perang sebesar setengah atau dua pertiga atau tiga perempatnya.

Kita oleh karena itu mulai dari titik bahwa pengeluaran belanja militer permanen cenderung meningkat dalam jumlah dan pentingnya berkaitan dengan pendapatan nasional, atau menjadi distabilkan, yaitu, peningkatan pada tingkatan bahwa pendapatan nasional akan meningkat selama tahap ini. Dan adalah fakta dari ekspansi dalam pengeluaran militer menciptakan peran penting yang dimainkan oleh pemerintah dalam kehidupan ekonomi.

Anda mungkin mengetahui artikel ditulis oleh Pierre Naville yang diterbitkan dalam Nouvelle Revue Marxiste beberapa tahun yang lalu. Dalam artikel tersebut dia menulis ulang serangkaian jumlah yang diberikan oleh direktur anggara (Perancis) pada tahun 1956, menunjukan hal penting praktis dari pengeluaran militer untuk serangkaian cabang-cabang industri. Terdapat banyak cabang-cabang industri, yang menempati ranking sangat tinggi dalam hal pentingnya dan termasuk diantara pemimpin dalam perkembangan teknologi, yang bekerja terutama atas kontrak dengan negara dan yang akan ditakdirkan mengalami kebangkrutan awal jika kontrak-kontrak negara tersebut hilang: aeronotika, elektronik, konstruksi kapal, telekomunikasi dan bahkan pekerjaan teknik mesin dan tentu saja, industri nuklir.

Di Amerika Serikat situasinya serupa, tetapi pada tingkatan bahwa cabang-cabang industri yang memimpin tersebut jauh lebih berkembang dan bahwa ekonomi Amerika dalam skala yang lebih besar, cabang-cabang tersebut menyusun poros ekonomi untuk seluruh daerah geografik. Dapat dikatakan bahwa California, negara bagian yang menjalani ekspansi terbesar, sebagian besar hidup dari anggaran militer Amerika. Jika negara bagian California harus melucuti senjata dan tetap kapitalis, hal tersebut akan menjadi bencana baginya, dimana industri peluru kendali, industri penerbangan militer dan industri elektronik semua terkonsentrasi disitu. Adalah tidak perlu untuk memberi bayangan untuk mengilustrasikan efek politik dari situasi khusus tersebut pada sikap politisi borjuis California: kau akan sangat sulit menemukan mereka di garis depan perjuangan untuk pelucutan senjata!

Fenomena kedua dari tahapan meluas tersebut yang pada awalnya muncul untuk berkontradiksi dengan yang pertama adalah peningkatan dalam apa yang dapat disebut dengan pengeluaran belanja sosial, itu adalah, semua yang berkaitan sedikit banyak dekat dengan jaminan sosial. Pengeluaran tersebut terus menerus meningkat dalam anggaran pemerintah secara umum, dan menyusun bagian penting dari pendapatan nasional selama 25-30 tahun terakhir.

 

III.4 Bagaimana Krisis “Diselesaikan” oleh Resesi

Pertumbuhan dalam belanja kesejahteraan sosial adalah hasil dari beberapa fenomena yang bersamaan.

Yang pertama, tekanan gerakan klas pekerja, yang selalu bertujuan untuk memperbaiki salah satu ciri khas yang paling jelas dari kondisi proletar: ketidakamanan (insecurity). Karena nilai tenaga kerja hanya kira-kira menutupi kebutuhan pemeliharaan hidup hari ini dari klas pekerja, setiap gangguan dalam penjualan tenaga kerja tersebut – yaitu, setiap kecelakaan yang mengganggu pekerjaan normal para pekerja: pengangguran, sakit, kecelakaan kerja, usia tua – melemparkan proletar kedalam jurang kemiskinan. Saat permulaan sistem kapitalis, hanya terdapat “sumbangan”, pribadi atau publik, yang mana pekerja yang menganggur dapat gunakan saat keadaan sukar, dengan hasil material yang tidak signifikan dan dengan harga pukulan mengerikan bagi martabat kemanusiannya. Sedikit demi sedikit, gerakan klas pekerja telah menetapkan prinsip jaminan sosial, pertama suka rela, kemudian wajib, terhadap serangan nasib: asuransi kesehatan, kompensasi pengangguran, asuransi usia tua. Dan perjuangan akhirnya berpuncak pada prinsip jaminan sosial, yang secara teoritis akan melindungi para pekerja upahan dari semua kehilangan pendapatan saat ini.

Kemudian terdapat kepentingan tertentu dari negara. Institusi yang menerima dana dalam jumlah besar yang digunakan untuk mendanai program jaminan sosial tersebut sering memiliki jumlah dana cair yang besar. Mereka dapat menginvestasikan dana tersebut dalam obligasi pemerintah, membuat pinjaman bagi negara (obligasi jangka pendek, sebagai syarat). Rejim Nazi menggunakan teknik ini dan kemudian menyebar ke kebanyakan negeri-negeri kapitalis.

Ukuran dana jaminan sosial yang semakin membesar telah, selain itu, membawa situasi khusus, mengajukan persoalan teoritis dan praktis bagi gerakan klas pekerja. Gerakan klas pekerja secara tepat menganggap bahwa semua dana yang dibayarkan kedalam dana jaminan sosial – entah oleh para pengusaha, atau oleh negara, atau dengan pemotongan pajak dari upah para pekerja itu sendiri – hanyalah menyusun bagian upah, sebuah “upah tidak langsung”, atau “upah yang ditunda”. Ini adalah titik pandang masuk akal, dan yang sejalan, selain itu, dengan teori nilai Marxis, karena semua yang diterima oleh pekerja sebagai ganti tenaga kerja mereka harus dianggap sebagai ganti harga tenaga kerjanya, tanpa menghiraukan apakah hal tersebut dibayarkan segera kepada para pekerja (upah langsung), atau dibayarkan kemudian (upah yang ditunda). Oleh karena alasan ini, “manajemen keseimbangan” (serikat pengusaha, atau serikat negara) dari dana jaminan sosial harus dilihat sebagai pelanggaran dari hak para pekerja. Karena dana-dana tersebut merupakan milik para pekerja, campur tangan tidak beralasan apapun dalam manajemen mereka oleh kelompok sosial diluar serikat buruh harus ditolak. Pekerja seharusnya tidak lagi mengijinkan “manajeman keseimbangan” dari upah mereka seperti para kapitalis tidak akan mengijinkan “manajemen keseimbangan” dari rekening bank mereka.

Tetapi ukuran pembayaran yang semakin besar kedalam jaminan sosial telah mampu menciptakan “ketegangan” tertentu antara upah langsung dan upah yang ditunda, karena upah yang ditunda kadang kala mencapai 40 persen dari total upah. Banyak pusat serikat buruh menentang peningkatan lebih jauh dalam “upah yang ditunda” dan ingin mengkonsentrasikan untuk memiliki setiap capaian dalam bentuk capaian segera dengan pembayaran langsung bagi para pekerja. Hal tersebut harus dimengerti, bagaimanapun juga, bahwa dibawah fakta “upah yang ditunda” dan jaminan sosial terdapat prinsip solidaritas klas. Sesungguhnya, dana untuk kesehatan, kecelakaan, dsb, tidaklah didasarkan pada prinsip “keuntungan individual”, (setiap pekerja pada akhirnya menerima semua yang dia atau pengusaha atau negara telah bayarkan untuk tanggungannya), tetapi didasarkan pada prinsip asuransi. Mereka yang tidak mengalami kecelakaan membayar sehingga mereka yang mengalaminya dapat sepenuhnya ditanggung biayanya. Prinsip pokok dalam praktek tersebut adalah solidaritas klas, yaitu, kepentingan pekerja untuk menghindari penciptaan sub proletariat, yang tidak hanya akan merusak militansi dari massa pekerja (setiap individu takut terdorong kedalam sub proletariat cepat atau lambat) tetapi juga mewakili bahaya kompetisi untuk pekerjaan dan ancamannya terhadap upah. Dibawah kondisi tersebut, daripada mengeluh tentang “skala berlebihan dalam upah yang ditunda”, kita seharusnya menunjukan ketidakcukupan yang menyedihkan, karena hal tersebut membawa sebuah penurunan mengerikan dalam standar hidup dari kebanyakan pekerja tua, bahkan di kebanyakan negeri-negeri kapitalis makmur.

Jawaban efektif untuk persoalan “ketegangan” antara upah langsung dan upah yang ditunda adalah tuntutan untuk menggantikan prinsip solidaritas yang terbatas hanya pada klas pekerja oleh prinsip solidaritas yang diperluas untuk memasukan semua penduduk, perubahan jaminan sosial menjadi layanan nasional (kesehatan, lapangan kerja penuh, usia tua) didanai oleh pajak progresif untuk pendapatan. Hanya dengan jalan ini “upah yang ditunda” berakhir sebagai sebuah peningkatan penting sejati dalam upah dan sebuah redistribusi sejati dari pendapatan nasional yang menguntungkan pekerja upahan.

Hal tersebut harus dipahami sepenuhnya bahwa hingga saat ini hal tersebut belum dicapai dalam skala besar dibawah sistem kapitalis, dan bahkan perlu untuk mengajukan pertanyaan apakah hal tersebut dapat direalisasi tanpa memprovokasi reaksi kapitalis dengan karakter yang segera kita temukan dalam periode krisis revolusioner. Sebetulnya, pengalaman yang paling menarik dengan jaminan sosial, seperti yang diberlakukan di Perancis setelah tahun 1944 dan lebih khusus lagi, Layanan Kesehatan Nasional di Inggris setelah tahun 1945, didanai dengan besar oleh memberikan pajak kepada para pekerja itu sendiri (terutama sekali dengan meningkatkan pajak tidak langsung dan oleh peningkatan pajak bahkan terhadap upah yang sedang, seperti di Belgia sebagai contoh) ketimbang menarik pajak dari borjuasi. Itulah mengapa kita tidak pernah melihat redistribusi sejati dan radikal dari pendapatan nasional dengan pajak dalam sistem kapitalis; hal tersebut tetap merupakan salah satu “mitos” besar dari reformisme.

Terdapat aspek yang lain dalam pertumbuhan penting dari “upah yang ditunda”, dari asuransi sosial, dalam pendapatan nasional negeri-negeri kapitalis industri: adalah ciri khas antisiklus mereka. Disini kita menemukan alasan lain kenapa negara borjuis, neokapitalisme, mempunyai kepentingan dalam meningkatkan volume “upah yang ditunda” tersebut. Adalah karena upah yang ditunda tersebut memainkan peran sebagai bantalan peredam getaran untuk mencegah kejatuhan tiba-tiba dan keras dalam pendapatan nasional saat terjadi krisis.

Sebelumnya ketika pekerja kehilangan pekerjaannya, pendapatannya jatuh menjadi nol. Ketika seperempat angkatan kerja di sebuah negara menganggur, pendapatan pekerja upahan secara otomatis menurun seperempat. Konsekwensi buruk dari kejatuhan dalam pendapatan, kejatuhan dalam “permintaan total”, bagi ekonomi kapitalis secara umum telah sering digambarkan. Hal tersebut memberikan krisis kapitalis kemunculan reaksi berantai, yang terus terjadi dengan logika dan keadaan tidak dapat dihindari yang mengerikan.

Mari kita mengasumsikan bahwa krisis terjadi di sektor yang menghasilkan mesin-mesin dan bahwa sektor ini terpaksa untuk menutup pabriknya dan memberhentikan para pekerjanya. Kehilangan pendapatan yang dialami oleh para pekerja secara radikal mengurangi kemampuan mereka untuk membeli barang-barang konsumsi. Karena hal tersebut, dengan cepat terjadi overproduksi didalam sektor yang membuat barang-barang konsumsi, yang kemudian, dipaksa untuk menutup pabriknya dan memberhentikan para pekerjanya. Kembali, oleh karena itu, terjadi kejatuhan lebih jauh dalam penjualan barang-barang konsumsi, dan sebuah peningkatan dalam inventarisir. Pada waktu yang sama, pabrik yang menghasilkan barang-barang konsumsi, akan mengalami pukulan keras, akan mengurangi atau membatalkan pesanan mereka untuk mesin-mesin, yang akan membawa penutupan tiba-tiba semakin banyak perusahaan yang bekerja dalam industri berat, akibatnya, pemberhentian kelompok pekerja yang lainnya, diikuti oleh kejatuhan baru dalam daya beli untuk barang-barang konsumsi, dengan konsekwensi penajaman dalam krisis di sektor industri ringan, yang kemudian akan menciptakan pemecatan baru, dsb.

Tetapi seketika sistem asuransi pengangguran yang efektif telah didirikan, efek kumulatif dari krisis diperkecil: semakin besar kompensasi pengangguran, semakin kuat efek memperlemahnya terhadap krisis.

Mari kita kembali kepada penggambaran terhadap awal mula krisis. Sektor yang membuat mesin-mesin mengalami overproduksi dan dipaksa untuk memberhentikan beberapa pekerjanya. Tetapi ketika jumlah kompensasi pengangguran kita sebutkan saja sebesar 60 persen dari upahnya, pemecatan tersebut tidak lagi berarti kehilangan total pendapatan bagi para pengangguran, tetapi hanya merupakan pengurangan sebesar 40 persen dari pendapatannya. Sepuluh persen pengangguran dalam sebuah negeri tidak lagi berarti kejatuhan keseluruhan dalam permintaan sebesar 10 persen tetapi hanya empat persen; 25 persen pengangguran sekarang berarti tidak lebih dari 10 persen kejatuhan dalam pendapatan. Dan efek kumulatif dari pengurangan tersebut (yang angka-angkanya dihitung dalam ilmu ekonomi akademik dengan menerapkan perkalian pada pengurangan tersebut dalam permintaan) akan juga dikurangi berkaitan dengannya; krisis tidak akan memukul sektor barang-barang konsumsi dengan keras, sektor barang-barang konsumsi oleh karena itu akan memberhentikan jauh lebih sedikit pekerja, sektor tersebut akan mampu untuk melanjutkan beberapa pesanannya untuk mesin-mesin, dsb. Secara singkat, krisis tidak meluas dalam bentuk spiral; krisis tersebut “dihentikan” di pertengahan jalan. Kemudian krisis tersebut mulai dipecahkan.

Apa yang sekarang kita sebut dengan “resesi” hanyalah sebuah krisis kapitalis klasik yang telah diredakan, terutama dengan memakai asuransi sosial.

Dalam buku saya berjudul Teori Ekonomi Marxis, saya menyebutkan data mengenai resesi Amerika terakhir yang secara empiris menegaskan analisa teoritis tersebut. Faktanya, menurut angka-angka tersebut, menunjukan bahwa resesi tahun 1953 dan 1957 mulai dengan ketajaman ekstrim dan memiliki luas yang sebanding dalam setiap hal dengan krisis paling parah dari kapitalisme dimasa lalu (1929 dan 1938). Tetapi bertentangan dengan krisis pra perang dunia kedua tersebut, resesi pada tahun 1953 dan 1957 berhenti meluas setelah beberapa bulan tertentu, sebagai akibat dihentikan dipertengahan jalan, kemudian mulai surut. Kita sekarang telah memahami salah satu penyebab pokok dalam perubahan dari krisis menjadi resesi.

Dari titik pandang distribusi pendapatan nasional antara kapital dan kerja, ukuran anggaran militer yang semakin membesar memiliki efek berlawanan terhadap kenaikan serupa dalam “upah yang ditunda”, karena dalam setiap kasus sebagian dari “upah yang ditunda” selalu berasal dari pembayaran tambahan oleh para borjuasi. Tetapi dari titik pandang efek antisiklusnya, ukuran anggaran militer yang semakin membesar (dari pengeluaran publik secara umum) dan ukuran asuransi sosial yang semakin membesar memainkan peran yang identik dalam “meredam” kerasnya krisis, dan memberikan neokapitalisme salah satu aspek khususnya.

Permintaan agregat dapat dibagi menjadi dua kategori: permintaan untuk barang-barang konsumsi dan permintaan untuk barang-barang produksi (mesin-mesin dan peralatan). Ekspansi dalam dana jaminan sosial membuat kemungkinan untuk menghindari kejatuhan ekstrim dalam belanja (dalam permintaan) untuk barang-barang konsumsi setelah pecahnya krisis. Ekspansi dalam belanja publik (terutama sekali dalam belanja militer), membuat kemungkinan untuk menghindari kejatuhan ekstrim dalam belanja (dalam permintaan) untuk barang-barang produksi. Demikian, ciri khusus neokapitalisme beroperasi dalam kedua sektor, tidak dalam menekan kontradiksi kapitalisme – krisis terjadi seperti yang sebelumnya pernah terjadi, kapitalisme belum menemukan cara untuk memastikan sebuah pertumbuhan yang sedikit banyak harmonis dan tidak terinterupsi – tetapi dalam mengurangi luas dan keseriusan kontradiksi tersebut, setidaknya sementara.

Kerangka kerja untuk proses ini harus merupakan periode jangka panjang dari pertumbuhan yang dipercepat tetapi dengan biaya inflasi permanen.

 

III.5 Kecenderungan Mengalami Inflasi Permanen

Salah satu akibat dari semua fenomena yang telah kita diskusikan, yang kesemuanya antisiklus dalam efeknya, adalah yang dapat disebut dengan kecenderungan mengalami inflasi permanen. Kecenderungan tersebut telah menjadi manifestasi jelas dalam dunia kapitalis sejak tahun 1940, sejak permulaan perang dunia kedua.

Penyebab pokok dari inflasi permanen tersebut adalah kepentingan dari sektor militer, dari sektor persenjataan, dalam ekonomi dari kebanyakan negeri-negeri kapitalis. Produksi persenjataan memiliki ciri khas sebagai berikut: produksi persenjataan menciptakan daya beli dalam jalan yang sama dilakukan oleh produksi barang-barang konsumsi atau produksi barang-barang produksi – upah dibayar di pabrik yang membuat tank atau roket, seperti yang juga dibayarkan di pabrik yang membuat mesin-mesin atau tekstil, dan pemilik kapitalis dari pabrik-pabrik tersebut mendapatkan keuntungan seperti juga kapitalis pemilik pabrik besi atau pabrik tekstil – tetapi sebagai ganti untuk daya beli tambahan tersebut, tidak terdapat barang dagangan tambahan yang berkaitan yang di jual dipasar. Serupa dengan penciptaan daya beli dalam dua sektor pokok dalam ekonomi klasik, sektor barang-barang konsumsi dan sektor barang-barang produksi, adalah kemunculan sejumlah barang dagangan di pasar, yang mampu untuk menyerap daya beli tersebut. Bertentangan dengannya, penciptaan daya beli dalam sektor persenjataan tidak memiliki peningkatan sebagai pengganti dalam sejumlah barang dagangan, entah itu barang-barang konsumsi atau barang-barang produksi, yang penjualannya dapat diserap oleh daya beli yang telah diciptakan.

Kondisi satu-satunya dimana pengeluaran militer tidak akan bersifat inflasi adalah bila pengeluaran tersebut sepenuhnya dibayar dengan pajak, dan dalam perbandingan yang akan memungkinkan berjalannya rasio yang tepat sama antara daya beli pekerja dan kapitalis disatu sisi dan antara nilai barang-barang konsumsi dan barang-barang produksi disisi yang lainnya. Situasi tersebut tidak terjadi dimanapun, bahkan di negeri-negeri dimana bagian pajak termasuk yang terbesar. Di Amerika Serikat, khususnya, total belanja militer tidak seluruhnya ditutup oleh pajak, oleh pengurangan dalam daya beli tambahan, supaya terdapat kecenderungan yang berkaitan menuju inflasi permanen.

Terdapat juga fenomena sifat struktural dalam ekonomi kapitalis dalam periode monopoli yang memiliki efek yang sama, yaitu, kekakuan (rigidity) harga sepanjang berkaitan dengan penurunan manapun.

Fakta bahwa trust monopolistik besar sebenarnya atau sepenuhnya mengkontrol serangkaian pasar, terutama sekali pasar barang-barang produksi dan barang-barang konsumsi, menunjukan sebuah ketiadaan kompetisi harga dalam makna klasik dari istilah tersebut. Kapanpun penawaran lebih rendah dari permintaan, harga meningkat, sementara ketika penawaran melebihi permintaan, harga tidak jatuh tetapi tetap stabil atau jatuh sangat sedikit. Ini merupakan fenomena yang telah dicatat dalam industri besar dan dalam pasar barang-barang konsumsi tahan lama (durable) selama hampir 25 tahun. Hal tersebut lebih lagi merupakan sebuah fenomena yang berkencederungan berkaitan dengan siklus jangka panjang yang sebelumnya telah kita bicarakan, untuk hal tersebut harus terus terang diakui bahwa kita tidak dapat memperkirakan perubahan dalam harga barang-barang konsumsi tahan lama setelah akhir dari periode ekspansi jangka panjang tersebut.

Hal tersebut tidak dapat ditiadakan bahwa ketika industri mobil akan meningkatkan kelebihan kapasitas produktifnya, hal tersebut akan bermuara pada perjuangan kompetitif baru atas harga dan dengan penurunan hebat. Adalah mungkin untuk mempertahankan tesis bahwa krisis otomobil yang terkenal diperkirakan selama paruh kedua dekade ini (1965, 1966, 1967), dapat diserap relatif mudah di Eropa Barat, jika harga penjualan kendaraan kecil diturunkan separuh. Jika saatnya tiba ketika sebuah Citroen 4CV atau 2CV akan terjual senilai 200.000 atau 250.000 franc, maka kemudian akan terjadi peningkatan dalam permintaan sehingga kelebihan kapasitas tersebut akan hilang dengan jalan yang normal. Hal ini tidak terlihat mungkin didalam kerangka kerja perjanjian saat ini, tetapi jika kita melihat persoalan dalam makna sebuah periode panjang selama lima atau enam tahun kompetisi yang saling mematikan, sesuatu yang sepenuhnya mungkin di industri otomobil Eropa, maka pada kondisi akhirnya tidak dapat ditiadakan,

Mari kita segera menambahkan bahwa terdapat kemungkinan keadaan kondisi akhir, satu yang dimana kelebihan kapasitas produktif ditekan dengan menutup dan penghilangan serangkaian firma-firma, yang dalam kasus itu penghilangan kelebihan kapasitas tersebut akan mencegah kejatuhan penting apapun dalam harga-harga. Itu adalah reaksi normal terhadap situasi semacam itu dalam sistem kapitalisme monopoli. Reaksi yang lain harus tidak sepenuhnya diabaikan, tetapi hingga saat ini kita belum menyaksikan itu dalam bidang apapun. Dalam industri minyak, sebagai contoh, fenomena potensi overproduksi telah terjadi selama enam tahun, tetapi penurunan harga diijinkan oleh trust-trust besar, yang beroperasi pada angka keuntungan sebesar 100 persen atau 150 persen, adalah setitik air dalam lautan: pengurangan harga sejumlah 5 atau 6 persen, sementara trust tersebut dapat menurunkan harga bensin sebesar 50 persen jika mereka mau.

 

III.6 “Perencanaan Ekonomi”

Sisi lain dari neokapitalis berkaitan dengan tubuh fenomena yang telah diistilahkan dalam ungkapan “ekonomi terencana”, “pemrograman ekonomi”, atau lebih jauh lagi “perencanaan indikatif”. Hal tersebut adalah bentuk lain dari intervensi sadar dalam ekonomi, bertentangan dengan semangat klasik kapitalisme, tetapi hal tersebut merupakan intervensi yang dicirikan oleh fakta bahwa hal tersebut bukan lagi terutama sebuah tindakan pemerintah tetapi lebih merupakan sebuah tindakan kolaborasi, integrasi, antara pemerintah disatu sisi dan kelompok-kelompok kapitalis disisi yang lainnya.

Bagaimana kita menjelaskan kecenderungan umum tersebut pada “perencanaan indikatif, pada “pemrograman ekonomi”, atau pada “ekonomi terencana”?

Kita harus mulai dari kebutuhan nyata dari kapital besar, sebuah kebutuhan yang berasal tepat sekali dari fenomena yang telah kita gambarkan dalam bagian pertama diskusi kita. Kita berbicara dibagian tersebut tentang sebuah percepatan dalam ritme pembaruan instalasi mekanik, atau sebuah revolusi teknologi yang sedikit banyak permanen. Tetapi ketika kita berbicara mengenai sebuah percepatan dalam ritme pembaruan kapital tetap, kita hanya dapat merujuk pada kebutuhan penggantian pengeluaran investasi yang terus meluas dalam periode waktu dimana terus menjadi lebih singkat. Tentu saja penggantian tersebut harus direncanakan dan diperhitungkan dengan cara yang sebisa mungkin akurat, agar menjaga ekonomi dari fluktuasi jangka pendek, yang mengandung bahaya menciptakan kekacauan luar biasa dalam perusahaan yang beroperasi menggunakan jutaan dolar. Fakta pokok tersebut adalah penyebab pemrograman ekonomi kapitalis untuk menuju sebuah ekonomi terencana.

Kapitalisme hari ini dari monopoli-monopoli besar mengumpulkan puluhan juta dolar dalam investasi yang harus diganti dengan cepat. Dia tidak dapat lagi menanggung resiko fluktuasi periodik penting. Dia akibatnya membutuhkan jaminan bahwa biaya penggantiannya akan tertutup dan asuransi bahwa penghasilannya akan terus berlanjut, setidaknya selama periode waktu rata-rata berkaitan sedikit banyak dengan periode penggantian kapital tetapnya, periode yang sekarang semakin panjang antara empat dan lima tahun.

Lebih lagi, fenomena telah muncul secara langsung dari dalam perusahaan kapitalis itu sendiri, dimana kompleksitas yang selalu meningkat dari proses produktif berakibat meningkatnya usaha perencanaan yang tepat dalam rangka agar perusahaan-perusahaan kapitalis tersebut berfungsi secara keseluruhan. Pemrograman kapitalis adalah, dalam analisa terakhir, tidak lebih dari perluasan, atau lebih tepatnya, koordinasi pada tingkat nasional mengenai apa yang telah terjadi pada tingkat perusahaan-perusahaan kapitalis besar atau kelompok-kelompok kapitalis seperti trust atau kartel yang mencakup sebuah kelompok perusahaan.

Apakah ciri khas pokok dari perencanaan indikatif tersebut? Perencanaan tersebut secara esensiil berbeda dalam sifat dari perencanaan sosialis. Perencanaan tersebut tidak terutama berkaitan dengan menyusun serangkaian tujuan dalam gambaran produksi dan memastikan pencapaian dari tujuan-tujuan tersebut. Kepentingan utamanya adalah dengan mengkoordinasikan rencana investasi yang telah dibuat oleh firma-firma swasta dan dengan mempengaruhi kebutuhan koordinasi tersebut dengan mengajukan, paling-paling, tujuan-tujuan tertentu yang dianggap memiliki prioritas pada tingkat pemerintahan. Hal tersebut, tentu saja, tujuan-tujuan yang berkaitan dengan kepentingan umum klas borjuis. Didalam negeri seperti Belgia atau Inggris, operasi tersebut telah dipengaruhi dalam jalan yang cukup kasar, di Perancis, dimana semua hal terjadi dalam tingkat intelektual yang lebih dihaluskan, dan sejumlah besar kamuflase digunakan, sifat klas dari mekanisme tersebut kurang jelas. Meskipun begitu identik dengan pemrograman ekonomi dari negeri-negeri kapitalis lainnya. Dalam esensi, aktivitas “komisi perencanaan, “biro perencanaan”, “biro program”, terdiri dari perwakilan konsultasi berbagai kelompok pengusaha, meneliti proyek investasi mereka dan ramalan pasar, dan “mengharmoniskan” antara ramalan berbagai sektor, dan berusaha keras untuk menghindari kemacetan dan duplikasi.

Gilbert Mathieu menerbitkan tiga artikel bagus mengenai persoalan tersebut dalam Le Monde (2, 3 dan 6 Maret 1962), dimana dia menunjukan bahwa berlawanan dengan 280 anggota serikat buruh yang berpartisipasi dalam kerja berbagai komisi dan sub komisi perencanaan, terdapat 1.280 kepala perusaan atau perwakilan asosiasi pengusaha. “Dalam praktek, Tuan Francois percaya, rencana Perancis sering didirikan dan dioperasikan dibawah pengaruh yang lebih besar dari perusahaan-perusahaan besar dan institusi keuangan”. Dan Leb Brun, meskipun termasuk salah satu pemimpin serikat buruh yang paling moderat, menyatakan bahwa perencanaan Perancis “adalah secara esensial diatur antara agen lebih tinggi dari kapital dan pejabat sipil berpangkat tinggi, agen tersebut normalnya memiliki kekuasaan lebih besar dari pada pejabat”.

Konfrontasi dan koordinasi dari keputusan-keputusan firma-firma tersebut, lebih lagi, sangat berguna bagi pengusaha kapitalis; hal tersebut menyusun semacam pendapat mengenai pasar dalam skala nasional dan dalam jangka panjang, sesuatu yang sangat sulit dicapai dengan teknik hari ini. Tetapi dasar untuk semua penelitian tersebut, semua perhitungan tersebut, masih tetap gambaran yang diajukan sebagai ramalan oleh para pengusaha.

Akibatnya terdapat dua aspek ciri pokok dari jenis pemrograman atau “perencanaan indikatif” ini.

Disatu sisi, hal tersebut secara sempit terpusat pada kepentingan para pengusaha yang merupakan elemen awal dalam perhitungan. Dan ketika kita mengatakan pengusaha, kita tidak bermaksud semua pengusaha, tetapi lebih merupakan lapisan dominan dari klas borjuis, yaitu, para monopolis dan pemilik trust-trust. Pada tingkatan bahwa konflik kepentingan antara monopolis-monopolis kuat kadang kala dapat terjadi (ingat konflik tahun 1962 di Amerika antara trust produsen besi dan trust konsumen besi berkaitan dengan harga besi), pemerintah memainkan peran tertentu sebagai wasit antara kelompok-kelompok kapitalis. Hal tersebut, dalam beberapa hal, sebuah dewan administratif dari klas borjuis yang bertindak atas nama seluruh pemegang saham, seluruh anggota klas borjuis, tetapi dalam kepentingan kelompok yang dominan ketimbang kepentingan demokrasi dan jumlah yang mayoritas.

Disisi yang lainnya, ada ketidakpastian yang terdapat pada dasar dari semua perhitungan tersebut, sebuah ketidakpastian yang muncul dari fakta bahwa pemrograman tersebut berdasarkan murni pada ramalan dan dari fakta tambahan bahwa pemerintah tidak memiliki cara untuk menjalankan pemrograman semacam itu. Sesungguhnya, demikian juga dengan kepentingan swasta tidak memiliki jalan apapun untuk memastikan pemenuhan ramalah mereka.

Pada tahun 1956-60, “programer-programer” the Communauté Européenne du Charbon et de l’Acier (Komunitas Batu Bara dan Besi Eropa) demikian juga mereka dari Kementerian Ekonomi Belgia, dua kali mengalami kesalahan dalam ramalan mereka terhadap konsumsi batu bara untuk Eropa Barat dan terutama sekali untuk Belgia. Pertama kali, sebelum dan selama krisis dalam penawaran yang disebabkan oleh kejadian Suez, mereka meramalkan peningkatan penting dalam konsumsi pada tahun 1960 dan sebagai akibat peningkatan dalam produksi batu bara, dengan produksi Belgia tumbuh dari 30 juta ton batu bara pertahun menjadi 40 juta ton. Dalam kenyataan, penawaran tersebut jatuh dari 30 menjadi 20 juta ton selama tahun 1960; para “programer” sebagai akibatnya telah melakukan sebuah kesalahan gabungan dari bagian yang cukup penting. Tetapi sebelum kesalahan tersebut sempat dicatat mereka telah membuat kesalahan yang lain dalam arah yang berlawanan. Sementara kejatuhan dalam konsumsi batu bara terjadi, mereka memperkirakan bahwa kecenderungan akan terus berlanjut dan menyatakan bahwa masih dibutuhkan untuk meneruskan penutupan tambang batu bara. Bagaimanapun, kejadian yang berlawanan terjadi antara tahun 1960 dan 1963: konsumsi batu bara Belgia naik dari 20 menjadi 25 juta ton pertahun, dengan hasil yang didapatkan setelah menghentikan kapasitas produktif Belgia dalam batu bara sebesar sepertiga, terjadi kekurangan parah dalam batu bara, terutama sekali selama musim dingin pada tahun 1962-1963, sehingga dibutuhkan untuk mengimpor batu bara dengan cepat, bahkan dari Vietnam !

Hal tersebut memberikan kita sebuah gambaran hidup dari teknik yang diambil oleh para “pemrogram” hingga sembilan puluh persen waktu ketika membuat perhitungan mereka terhadap sektor industri. Hal tersebut hanyalah sebuah proyeksi ke masa depan dari kecenderungan saat ini, yang dapat dikoreksi paling-paling oleh sebuah faktor yang menyatakaan elastisitas dalam permintaan, yang kemudian berdasarkan atas ramalan angka umum dari ekspansi.

 

III.7 Jaminan Keuntungan oleh Negara

Aspek yang lain dari “ekonomi terencana” tersebut, yang memberikannya sebuah karakter yang terutama sekali berbahaya berkaitan dengan gerakan klas pekerja. Adalah ide bahwa “program sosial” atau “kebijakan pendapatan” selengkapnya ada dalam “pemrograman ekonomi”. Dimungkinkan untuk menjamin stabilitas trust-trust dalam pengeluaran dan pendapatan mereka selama periode lima tahun, waktu yang dibutuhkan untuk mengganti peralatan baru mereka, tanpa secara bersamaan menjamin stabilitas pengeluaran upah mereka. Adalah tidak mungkin untuk “merencanakan biaya” jika “biaya kerja” tidak dapat “direncanaikan” pada saat yang sama, yaitu, jika peningkatan upah tidak dapat diantisipasi dan ditahan.

Pengusaha dan pemerintah telah mencoba untuk menetapkan kecenderungan semacam itu pada serikat buruh di seluruh negeri-negeri Eropa Barat. Usaha tersebut direfleksikan dalam perpanjangan masa kontrak; undang-undang yang membuat mogok kerja lebih sulit atau membubarkan pemogokan yang tidk sah; dan dalam keseluruhan propaganda kegemparan yang mendukung “kebijakan pendapatan” yang terlihat sebagai “jaminan satu-satunyua” terhadap “ancaman inflasi”.

Ide tersebut yang harus kita orientasikan dalam memandang “kebijakan pendapatan”, adalah angka peningkatan upah tidak dapat dihitung dengan tepat, dan bahwa kita harus dalam jalan itu menghindari biaya tak terduga akibat pemogokan “yang tidak menghasilkan apapu bagi siapapun, entah itu pekerja ataupun bangsa”; ide tersebut juga telah meluas di Perancis. Selengkapnya dalam hal itu adalah ide integrasi mendalam serikat buruh kedalam sistem kapitalis. Dari sudut ini, serikat buruhisme pada dasarnya berhenti menjadi senjata perjuangan para buruh untuk merubah distribusi pendapatan nasional. Serikat buruh menjadi penjamin ”kedamaian sosial”, penjamin pada para pengusaha akan stabilitas selama proses terus menerus dan tidak terinterupsi dari kerja dan reproduksi kapital, penjamin bagi penggantian kapital tetap selama keseluruhan proses pembaruannya.

Tentu saja hal itu merupakan jebakan bagi pekerja dan gerakan pekerja. Terdapat banyak alasan kenapa seperti itu dan saya tidak dapat berkutat padanya. Tetapi satu alasan dasar datang dari sifat ekonomi kapitalis itu sendiri, ekonomi pasar secara umum, dan Tuan Masse, direktur perencanaan Perancis saat ini, mengakui hal tersebut dalam pidato baru-baru ini di Brussels.

Dibawah sistem kapitalis, upah adalah harga tenaga kerja. Harga ini bervariasi mengikuti nilai tenaga kerja tersebut berkesesuaian dengan hukum permintaan dan penawaran. Apa kemudian, yang merupakan perkembangan normal dalam hubungan kekuatan, dalam berjalannya permintaan dan penawaran bagi kerja, selama siklus ekonomi dalam ekonomi kapitalis? Selama periode resesi dan pemulihan, terdapat pengangguran, yang secara merugikan mempengaruhi upah, dan pekerja sebagai akibatnya menjalani perjuangan untuk peningkatan upah yang substansial sebagai sebuah perjuangan yang sangat sulit.

Dan apakah tahapan dalam siklus yang paling menguntungkan bagi perjuangan untuk peningkatan upah? Buktinya adalah tahapan dimana terdapat pekerjaan penuh (full employment) dan bahkan sebuah kekurangan dalam pekerja, yaitu, tahapan boom terakhir, puncak konjuktural atau “titik didih”.

Itu adalah tahapan dimana pemogokan untuk kenaikan upah paling mudah dilaksanakan dan dimana pengusaha memiliki kecederungan terbesar untuk mengabulkan kenaikan upah bahkan tanpa pemogokan, dibawah tekanan kekurangan pekerja. Tetapi setiap teknisi konjungtur kapitalis akan mengatakan kepadamu bahwa tepat pada saat tahapan ini, dari titik pandang “stabilitas”, tetap berada didalam batasan yang dibutuhkan oleh angka keuntungan kapitalis (karena pernyataan tersebut selalu merupakan dasar dari alasan semacamnya!), bahwa adalah sangat “berbahaya” untuk menyerukan pemogokan dan mendapatkan kenaikan upah. Karena jika kau meningkatkan permintaan total ketika tingkat pekerjaan penuh terjadi di seluruh “faktor dalam produksi”, kemudian permintaan tambahan secara otomatis menjadi bersifat inflasi.

Dengan kata lain, keseluruhan logika ekonomi terencana tepat sekali adalah untuk menghindari pemogokan dan usaha perbaikan selama satu-satunya tahap dari siklus dimana hubungan kekuasaan klas menguntungkan klas pekerja. Ini merupakan tahapan satu-satunya dari siklus, tahapan tersebut dimana permintaan untuk pekerja melebihi dengan besar penawaran, dimana upah dapat melompat keatas dan membalikan kecenderungan merugikan dalam distribusi pendapatan nasional antara upah dan keuntungan atas biaya upah.

Hal ini berarti bahwa “manajemen” ditujukan untuk mencegah apa yang disebut dengan peningkatan bersifat inflasi dalam upah selama tahapan khusus dari siklus tersebut dan hanya menyelesaikannya dengan mengurangi angka keseluruhan dari peningkatan upah untuk keseluruhan siklus. Sebuah siklus kemudian diamankan dimana bagian relatif upah dalam pendapatan nasional akan memiliki kecenderungan permanen untuk jatuh. Dia telah memiliki kecenderungan untuk jatuh selama periode kebangkitan ekonomi, karena periode tersebut merupakan periode peningkatan angka keuntungan menurut definisi (jika tidak, tidak akan ada kebangkitan!); dan jika pekerja dicegah dari membenarkan kecenderungan tersebut selama periode puncak, berarti bahwa kecenderungan menuju pemburukan dalam distribusi pendapatan nasional akan kekal.

Terdapat, tambah lagi, demonstrasi praktis dari akibat sebuah kebijakan yang sepenuhnya kaku pada pendapatan dibawah kontrol negara dengan kolaborasi serikat buruh; hal tersebut telah dipraktekan di Belanda sejak tahun 1945 dan hasilnya telah direkam. Terdapat penandaan sebuah penurunan dalam rasio upah banding pendapatan nasional, yang tidak ditemukan dimanapun di Eropa, bahkan tidak ditemukan di Jerman Barat.

Tambah lagi, terdapat dua argumentasi menentukan pada tingkat yang murni “teknik” melawan penganjur-penganjur “kebijakan pendapatan”.

Jika kau meminta pada dasar “konjungtural” bahwa peningkatan upah tidak melebihi peningkatan dalam produktivitas selama periode pekerjaan penuh, kenapa kau tidak meminta peningkatan upah yang jauh lebih besar dalam periode adanya pengangguran. Pada basis konjungtural, peningkatan semacam itu akan dibenarkan pada waktu itu karena pengingkatan tersebut akan menstimulasi ekonomi dengan meningkatkan permintaan total ...

Bagaimana sebuah “kebijakan pendapatan” dapat dipraktekan dengan keefektifan yang bahkan kecil jika pendapatan dari upah merupakan satu-satunya pendapatan yang diketahui? Tidakkah setiap “kebijakan pendapatan” meminta sebagai prasyarat kontrol pekerja atas produksi, membuka buku perusahaan, dan penghilangan rahasia perbankan, untuk mengetahui pendapatan yang tepat dari kapitalis, dan peningkatan tepat dalam produktivitas?

Selain itu, hal ini sama sekali tidak berarti bahwa kita harus menerima persetujuan teknis dari ekonom borjuis. Adalah sepenuhnya salah untuk mengatakan bahwa peningkatan upah melebihi peningkatan dalam produktivitas secara otomatis bersifat inflasi dalam periode pekerjaan penuh. Hal ini benar hanya pada tingkatan bahwa angka keuntungan dianggap stabil dan utuh. Jika kita mengurangi angka keuntungan karena intervensi bersifat tirani terhadap kepemilikan pribadi, seperti dikatakan dalam Manifesto Komunis, maka tidak akan terdapat inflasi apapun; kita akan mengambil daya beli dari kapitalis dan memberikannya pada para pekerja. Keberatan satu-satunya yang dapat diungkapkan adalah bahwa hal tersebut memicu resiko menurunkan investasi. Tetapi kita dapat menggunakan teknik kapitalis melawan penciptanya sendiri dengan mengatakan kepada mereka bahwa bukanlah suatu hal yang buruk untuk mengurangi investasi ketika terdapat periode pekerjaan penuh dan sebuah boom pada “titik didihnya; bahwa bertentangan dengannya, pengurangan tersebut dalam investasi telah berjalan saat ini, dan bahwa dari titik pandang kebijakan antisiklus, adalah lebih cerdas untuk mengurangi keuntungan dan menaikan upah. Hal ini akan memungkinkan permintaan dari upah pekerja, dari konsumen, untuk menolong investasi dengan kepentingan untuk menjaga konjungtur tetap pada tingkat yang tinggi, sebuah konjungtur yang mana terancam oleh kecenderungan tidak dapat dihindari dari investasi produktif untuk jatuh pada tahapan tertentu.

Kita dapat menggambarkan dari semua ini kesimpulan sebagai berikut: intervensi negara dalam kehidupan ekonomi, ekonomi terencana, pemrograman ekonomi, perencanaan indikatif, sedikitpun tidak netral dari titik pandang sosial. Hal tersebut merupakan alat intervensi kedalam ekonomi yang berada ditangan klas borjuis atau kelompok berkuasa dalam klas borjuis, dan dalam makna apapun bukanlah wasit antara borjuasi dan proletariat. Keadilan nyata yang dijalankan oleh pemerintahan kapitalis adalah sebuah keadilan antara kelompok-kelompok kapitalis yang berbeda didalam klas kapitalis.

Sifat alami dari neokapitalisme, dari pertumbuhan intervensi pemerintah dalam kehidupan ekonomi, dapat disingkat dalam rumus berikut ini: semakin lama semakin, sistem kapitalis menyerahkan otomatisme ekonominya sendiri menjalankan resiko melenyap dengan cepat, dan semakin meningkat negara jadinya sebagai penjamin keuntungan kapitalis, penjamin keuntungan bagi lapisan monopolistik berkuasa dari borjuasi. Negara menjamin hal tersebut dalam langkah-langkah bahwa negara mengurangi luas siklus fluktuasi. Negara menjamin hal tersebut dengan tata tertib negara, militer atau paramiliter, menjadi semakin penting. Negara menjamin hal tersebut juga dengan teknik ad hoc yang membuat kemunculan mereka tepat sekali didalam kerangka kerja ekonomi terencana. “Kontrak – pura-pura” di Perancis mengilustrasikan hal tersebut. Mereka merupakan jaminan tegas dari keuntungan untuk membenarkan disekuilibrium tertentu dalam pembangunan, entah regional dalam karakter atau antara cabang-cabang industri. Negara mengatakan kepada para kapitalis: “Jika kau menginvestasikan kapitalmu dalam daerah ini atau itu, atau di cabang ini atau itu, kita akan menjaminmu enam persen atau tujuh persen dari kapitalmu terlepas dari pembangunan, bahkan jika sampahmu terbukti tidak terjual, bahkan jika kau gagal”. Ini adalah bentuk tertinggi dan terjelas dari jaminan negara terhadap keuntungan monopoli tetapi ini bukanlah penemuan teknisi perencanaan Perancis, karena Messrs. Schacht, Funk dan Goering sebelumnya telah menerapkan itu didalam kerangka kerja ekonomi persenjataan Nazi dan rencana persenjataan empat tahunnya.

Dalam analisa terakhir, jaminan keuntungan oleh negara tersebut, seperti semua teknik antisiklus yang sejati efektif dalam sistem kapitalis, mewakili sebuah redistribusi dari pendapatan nasional yang menguntungkan kelompok-kelompok monopolistik ternama melalui agensi dari negara. Hal tersebut dipengaruhi oleh distribusi subsidi, oleh pengurangan pajak dan oleh penjaminan kredit dengan suku bunga yang dikurangi. Semua teknik tersebut berpuncak dalam kenaikan di angka keuntungan, dan, dengan kerangka kerja ekonomi kapitalis yang berfungsi secara normal, terutama sekali dalam tahapan ekspansi jangka panjangnya, kenaikan dalam angka keuntungan tersebut jelas sekali menstimulus investasi dan bekerja menurut harapan perancang proyek-proyek tersebut.

Entah seseorang berdiri secara jujur didalam kerangka kerja sistem kapitalis dengan dasar yang sepenuhnya logis dan konsisten, dan akibatnya menerima fakta bahwa satu-satunya jalan untuk menjamin kenaikan terus menerus dalam investasi dan kebangkitan industri berdasarkan peningkatan semacam itu dalam investasi adalah melalui peningkatan angka keuntungan.

Atau seseorang yang menolak, mengambil posisi sosialis, menolak jalan peningkatan angka keuntungan, dan menganjurkan satu-satunya jalan alternatif, yang merupakan perkembangan sektor publik yang kuat dalam industri, berdampingan dengan sektor swasta. Ini merupakan jalan keluar dari kerangka kapitalis dan logikanya, dan melewati arena apa yang kita sebut dengan reformasi struktural anti kapitalis.

Dalam sejarah gerakan klas pekerja Belgia beberapa tahun terakhir, kita telah mengalami konflik tersebut dalam orientasi yang menunggu Perancis dalam tahun-tahun kedepan, sesaat setelah dia mengalami kenaikan pertama dalam pengangguran.

Beberapa pemimpin sosialis yang kejujuran personalnya tidak ingin saya pertanyakan telah sebenarnya mengatakan, dan dalam cara yang sebrutal dan sinis yang telah saya katakan sesaat yang lalu: “Jika kau ingin menyerap pengangguran dalam periode singkat didalam sistem yang ada, tidak ada jalan lain untuk melakukannya selain dengan meningkatkan angka keuntungan”. Mereka tidak menambahkan, meskipun tidak perlu dikatakan lagi, bahwa hal tersebut termasuk sebuah redistribusi pendapatan nasional dengan biaya dari pekerja upahan. Dalam kata lain, jika kau tidak menipu rakyat, kau tidak mungkin mengharapkan ekspansi ekonomi yang lebih cepat, yang dibawah kapitalisme termasuk sebuah peningkatan dalam investasi swasta, dan secara serempak menuntut redistribusi dari pendapatan nasional yang menguntungkan pekerja upahan. Dalam kerangka kerja sistem kapitalis, kedua tujuan tersebut sepenuhnya bertentangan, setidaknya dalam periode berjangka pendek dan menengah.

Gerakan klas pekerja oleh karena itu berhadapan dengan pilihan pokok antara sebuah kebijakan reformasi dalam struktur neokapitalis, yang termasuk sebuah integrasi serikat buruh dalam sistem kapitalis sehingga mereka dirubah menjadi gendarmes (polisi) bagi penjagaan kedamaian sosial selama tahapan penggantian kapital tetap, dan sebuah kebijakan yang pada dasarnya anti kapitalis, dengan sebuah program reformasi struktural anti kapitalis jangka pendek.

Tujuan pokok dari reformasi tersebut adalah untuk mengambil tingkat kepemimpinan dalam ekonomi dari kelompok-kelompok finansial, trust-trust dan monopoli dan menempatkan mereka di tangan bangsa, untuk menciptakan sebuah sektor publik tekanan menentukan dalam kredit, industri dan transportasi, dan untuk mendasarkan semuanya dalam kontrol pekerja. Hal ini akan menandai kemunculan kekuasaan ganda pada tingkat perusahaan dan dalam seluruh ekonomi dan akan secara cepat berpuncak pada kekuasaan politik ganda antara klas pekerja dan pemimpin-pemimpin kapitalis.

Tahapan ini kemudian dapat dipakai dalam penaklukan kekuasaan oleh pekerja dan pendirian pemerintahan klas pekerja yang dapat melanjutkan pembangunan demokrasi sosialis bebas dari eksploitasi dan semua setan-setannya.

* * *