Kerja Upahan dan Kapital

Karl Marx (1847)


BAB I

Dari berbagai pihak kami telah ditegur bahwa kami tidak menjadikan hubungan-hubungan ekonomi yang merupakan dasar material dari perjuangan-perjuangan klas dan perjuangan nasional dewasa ini. Kami sengaja menyinggung hubungan-hubungan ini hanya di mana hubungan-hubungan itu langsung menonjolkan diri ke depan dalam bentrokan politik.

Soalnya ialah, pertama-tama, mengusut perjuangan kelas dalam sejarah yang sedang berjalan, dan membuktikan berdasarkan pengalaman dengan bahan-bahan sejarah yang sudah ada dan yang baru diciptakan setiap harinya, bahwa bersamaan dengan penaklukan atas klas buruh yang telah ditempa oleh Pebruari dan Maret[1] lawan-lawannya juga dikalahkan–kaum republiken borjuis di Perancis dan klas-klas burjuis dan petani yang sedang berjuang melawan absolitisme feodal di seluruh daratan Eropa; bahwa kemenangan “Republik jujur” di Perancis bersamaan itu pula merupakan keruntuhan bangsa-bangsa yang menyambut Revolusi Pebruari dengan peperangan kemerdekaan yang heroik; akhirnya, bahwa Eropa, dengan kalahnya kaum buruh revolusioner, telah jatuh kembali ke dalam perbudakannya yang lama yang berlipat dua, perbudakan Inggris-Rusia. Perjuangan Juni di Paris, jatuhnya Wina, tragi-komidi Berlin pada bulan Nopember 1848, usaha-usaha yang nekat di Polandia, Italia dan Hongaria, pelaparan Irlandia supaya tunduk–inilah faktor-faktor utama yang mencirikan perjuangan klas di Eropa antara borjuasi dan kelas buruh, dan dengan mana kami membuktikan bahwa setiap pergolakan revolusioner, betapa pun juga jauh tujuannya nampaknya dari perjuangan kelas, mesti gagal sebelum kelas buruh revolusioner menang, bahwa setiap perubahan sosial tetap merupakan utopi sebelum revolusi proletar dan kontra-revolusi feodal mengadu anggar di dalam suatu perang dunia. Dalam uraian kita, sebagaimana dalam kenyataannya, Belgia dan Swiss adalah lukisan gaya tragi-komis yang mirip karikatur di dalam tablo sejarah yang besar, yang satu menjadi model negara monarki borjuis, lainnya model negara republik borjuis, kedua-duanya adalah negara-negara yang mengkhayalkan diri bebas dari perjuangan kelas juga bebas dari revolusi Eropa.

Sekarang, sesudah para pembaca kami melihat perjuangan kelas berkembang dalam bentuk-bentuk politik yang besar-besaran dalam tahun 1848, tibalah saatnya untuk mempersoalkan lebih dalam tentang hubungan-hubungan ekonomi itu sendiri yang menjadi dasar hidup borjuasi dan kekuasaan klasnya, serta juga dasar perbudakan atas kaum buruh.

Kami akan menguraikan dalam tiga bagian besar: 1) hubungan kerja-upahan dan kapital, perbudakan atas buruh, penguasaan oleh si kapitalis; 2) kehancuran yang tak dapat dielakkan dari klas-klas burjuis menengah dan apa yang dinamakan pangkat tani di bawah siseim dewasa ini; 3) penaklukan perdagangan dan penghisapan atas klas-klas burjuis dari berbagai bangsa Eropa oleh rajalela pasar dunia–Inggris.

Kami akan berusaha membuat uraian kami sesederhana dan sepopuler mungkin dan tidak akan menganggap sudah adanya pengertian yang elementerpun tentang ekonomi politik. Kami harapkan agar dimengerti oleh kaum buruh. Lagipula, di Jerman terdapat ketidaktahuan dan kekacauan pengertian yang paling mencolok mata mengenai hubungan-hubungan ekonomi yang paling sederhana, dari pembela-pembela resmi atas keadaan yang ada sampai kepada dukun-dukun ajaib sosialis dan zeni-zeni politik yang tidak diakui yang di Jerman yang terpecah-pecah itu lebih melimpah ketimbang pangeran-pangeran berdaulat.

Sekarang, karenanya, soal yang pertama: Apakah upah itu? Bagaimana upah itu ditentukan?

Bila buruh ditanya: “Berapakah upahmu?” seorang akan menjawab: “Saya mendapat satu mark sehari dari majikan saya,” lainnya, “saya mendapat dua mark” dan demikian seterusnya. Sesuai dengan lapangan-lapangan pekerjaan yang berbeda-beda yang mereka jalankan, mereka akan menyebut berbagai-bagai jumlah uang yang mereka terima dari majikannya masing-masing untuk pelaksanaan suatu pekerjaan tertentu, umpamanya penenunan satu meter kain lenan atau pen-set-an huruf suatu lembaran cetak. Walaupun berbagai macam pernyataannya, mereka semua akan setuju pada satu soal: bahwa upah adalah jumlah uang yang dibayar oleh kapitalis untuk waktu kerja yang tertentu atau untuk hasil kerja tertentu.

Karena itu, si kapitalis tampaknya membeli kerja mereka dengan uang. Mereka menjual kerjanya kepada kapitalis untuk uang. Tapi ini hanya nampaknya saja. Dalam kenyataannya apa yang mereka jual kepada si kapitalis untuk uang adalah tenagakerja mereka. Kapitalis membeli tenaga kerja ini untuk sehari, seminggu, sebulan dst. Dan setelah ia membeli ini, ia menggunakannya dengan menyuruh buruh bekerja selama waktu yang sudah ditentukan. Untuk jumlah yang itu juga, dengan mana si kapitalis membeli tenaga kerja mereka, umpamanya dua mark, ia akan dapat membeli dua pon gula atau sejumlah tertentu barang-dagangan lainnya. Dua mark, yang dipakainya untuk membeli dua pon gula, adalah harga dua pon gula. Dua mark, yang dipakai kapitalis untuk membeli penggunaan tenagakerja selama dua belas jam adalah harga dari dua belas jam kerja. Oleh karena itu, tenagakerja adalah barang dagangan, tidak lebih atau kurang, dari gula. Yang pertama diukur dengan jam, yang kedua dengan timbangan.

Buruh menukarkan barang-dagangan mereka, tenagakerja, dengan barang-dagangan kapitalis, dengan uang, dan pertukaran ini dilakukan dalam perbandingan yang tertentu. Sekian uang untuk penggunaan tenaga kerja sekian lama. Untuk dua belas jam menenun, dua mark. Dan bukankah dua mark itu mewakili semua barang-dagangan lainnya yang dapat saya beli untuk dua mark? Oleh karena itu, buruh sesungguhnya telah menukar barang dagangannya, tenaga kerja, dengan barang-dagangan lain yang segala macam dan itu pun dalam perbandingan tertentu. Dengan memberikan kepada buruh dua mark, kapitalis telah memberikannya daging sekian, pakaian sekian, bahan-bahan bakar, penerangan dll. sekian, sebagai penukar kerjanya sendiri. Oleh sebab itu, dua mark menyatakan perbandingan pertukaran tenaga kerja dengan barang dagangan-barang dagangan lainnya, nilai-tukar tenagakerjanya. Nilai-tukar suatu barang-dagangan, dihitung dengan uang, adalah yang dinamakan harga barang dagangan itu. Upah hanyalah suatu nama khsus untuk harga tenaga kerja, umumnya dinamakan harga kerja, untuk harga barang dagangan istimewa ini yang tidak mempunyai tempat penyimpanan lain dari darah-daging manusia.

Mari kita ambil seorang buruh, umpamanya, seorang penenun. Si kapitalis memberikan dia perkakas tenun dan benang. Penenun mulai bekerja dan benangnya diubah menjadi kain lenan itu miliknya dan menjualnya, katakan saja, untuk dua puluh mark. Sekarang apakah penenun itu suatu bagian di dalam kain lenan, di dalam duapuluh mark, di dalam baranghasil kerjanya? Sama sekali tidak. Jauh sebelum kain lenan itu terjual, mungkin jauh sebelum penenunannya selesai, penenun telah menerima upahnya. Jadi, si kapitalis bukan membayar upah ini dengan uang yang akan diterimanya dari kain lenan, tetapi dengan uang yang telah ada dalam persediaan. Tepat sebagaimana perkakas tenun dan benang bukan baranghasil dari penenun, yang kepadanya perkakas tenun dan benang itu diberikan oleh majikannya, demikian juga halnya dengan barang dagangan-barang dagangan yang diterima si penenun sebagai penukar barang-dagangannya, tenaga kerja. Ada kemungkinan bahwa majikan tidak mendapatkan pembeli sama sekali bagi kain lenanya. Ada kemungkinan bahwa dia dengan penjualannya bahkan tak mendapatkan jumlah upah itu. Ada kemungkinan bahwa ia menjual kain lenan dengan sangat menguntungkan dalam perbandingan dengan upah penenun. Semua itu tak ada sangkut-pautnya dengan penenun. Si kapitalis membeli tenagakerja penenun dengan sebagian dari kekayaannya yang sudah ada, dari kapitalnya, tepat sebagaimana ia telah membeli bahan mentah–benang–dan perkakas kerja–perkakas tenun– dengan bagian lain dari kekayaannya. Setelah ia mengadakan pembelian ini, dan pembelian ini meliputi juga tenagakerja yang perlu untuk memproduksi kain lenan, ia berproduksi hanya dengan bahan-bahan mentah dan perkakas-perkakas kerja yang sudah miliknya. Sebab bukankah dalam yang akhir ini, sekarang termasuk juga, penenun kita yang baik, yang andilnya dalam barang hasil ataupun harga barang hasil adalah sama sedikitnya dengan andil perkakas tenun.

Oleh karena itu, upah bukan andil si buruh dalam barang-dagangan yang dihasilkannya. Upah adalah sebagian dari barang dagangan-barang dagangan yang telah ada, dengan mana si kapitalis membeli untuk dirinya sendiri sejumlah tertentu tenagakerja yang produktif.

Jadi, tenaga kerja adalah barang-dagangan yang oleh pemiliknya, buruh-upahan, dijual kepada kapital. Mengapa ia menjualnya? Untuk dapat hidup.

Tetapi kegiatan tenagakerja, kerja, adalah kegiatan-hidup buruh itu sendiri, manifestasi hidupnya sendiri. Dan kegiatan-hidup ini dijualnya kepada orang lain untuk menjamin bahan-bahan keperluan hidup yang perlu. Jadi baginya kegiatan-hidupnya hanya suatu alat untuk memungkinkan ia hidup. Ia bekerja untuk hidup. Bahkan ia tidak menganggap kerja sebagai bagian dari hidupnya, kerja itu lebih banyak suatu pengorbanan hidupnya. Itu suatu barang-dagangan yang telah dialihkannya kepada orang lain. Karena itu, baranghasil kegiatannya juga, bukan tujuan dari kegiatannya. Yang dihasilkannya untuk dirinya sendiri bukan sutera yang ditenunnya, bukan emas yang digalinya dari tambang, bukan istana yang dibangunnya. Yang dihasilkannya untuk dirinya sendiri sendiri ialah upah, dan sutera, emas, istana baginya menjadikan dirinya sejumlah tertentu bahan-bahan keperluan hidup, barangkali menjadi jas katun, beberapa mata-uang tembaga dan pondokan dalam bilik bawah-tanah. Dan buruh, yang selama dua belas jam menenun, memintal, membor, membubut, membangun, menyekop, menghancurkan batu, mengangkut muatan dsb. – apakah ia menganggap dua belas jam menenun, memintal, membor, membubut, membangun, menyekop, menghancurkan batu sebagai manifestasi hidupnya, sebagai kehidupan? Sebaliknya, baginya kehidupan mulai di mana kegiatan ini berhenti, di meja, di rumah minum umum, di tempat tidur. Dua belas jam kerja, pada pihak lain, baginya tak mempunyai arti menenun, memintal, membor, dsb., tetapi arti mendapat nafkah, yang membawa dia ke meja, ke rumah-minum umum, ke tempat tidur. Bila ulat-sutera harus memintal agar dapat meneruskan hidupnya sebagai ulat, maka ia akan menjadi buruh-upahan yang sempurna. Tenagakerja tidak selalu barang-dagangan. Kerja tidak selalu kerja-upahan, yaitu kerja bebas. Budak tidak menjual tenaga kerjanya kepada si pemilik budak, seperti juga lembu tidak menjual jasa-jasanya kepada petani. Budak, bersama dengan tenaga kerjanya, betul-betul dijual untuk selama-lamanya kepada pemiliknya. Ia barang-dagangan yang dapat pindah dari tangan pemilik yang satu ke tangan pemilik yang lain. Ia sendiri barang-dagangan tetapi tenaga kerja bukan barang-dagangan dia. Hamba menjual hanya sebagian dari tenaga kerjanya. Ia tidak menerima upah dari pemilik tanah; malahan pemilik tanah menerima upeti darinya.

Hamba termasuk tanah dan memberikan buah-hasil tanah itu kepada pemilik tanah. Buruh bebas, pada pihak lain, menjual dirinya sendiri, memang, menjual dirinya sendiri sepotong-sepotong. Ia melelangkan delapan, sepuluh, dua belas, lima belas jam dari hidupnya hari demi hari, kepada penawar yang tertinggi, kepada pemilik bahan-bahan mentah, perkakas-perkakas kerja dan bahan-bahan keperluan hidup, yaitu, kepada kapitalis. Buruh tidak dimiliki oleh satu pemilik ataupun termasuk tanah, tetapi delapan, sepuluh, dua belas, lima belas jam dari hidupnya sehari-hari menjadi milik orang yang membelinya. Buruh meninggalkan kapitalis yang kepadanya ia menyewakan dirinya itu kapan pun ia mau, dan kapitalis melepaskan dia kapan pun ia menganggap perlu, selekas ia tidak mendapatkan laba apapun lagi dari buruh, atau tidak mendapat laba yang diharapkannya. Tetapi buruh, yang satu-satunya sumber penghidupannya adalah penjualan tenaga kerjanya, tak dapat meninggalkan seluruh kelas kaum pembeli, yaitu klas kapitalis, tanpa meninggalkan kehidupannya. Dia bukannya dimiliki oleh kapitalis ini atau itu tetapi oleh kelas kapitalis dan lagipula menjadi urusannya untuk membikin dirinya laku, yaitu untuk mendapatkan pembeli di dalam kelas kapitalis itu.

Sekarang, sebelum menyelami lebih dalam hubungan antara kapital dan kerja-upahan, kita akan menguraikan secara singkat hubungan-hubungan yang paling umum yang menjadi pertimbangan dalam menentukan upah.

Upah, seperti telah kita lihat, adalah harga suatu barang-dagangan tertentu, tenaga kerja. Oleh sebab itu, upah ditentukan oleh hukum-hukum yang sama dengan yang menentukan harga setiap barang dagangan lainnya. Maka masalahnya ialah, bagaimana harga suatu barang-dagangan ditentukan?


Catatan:

[1] Yang dimaksud ialah Revolusi 23-24 Pebruari 1848 di Paris, 13 Maret di Wina, dan 18 Maret di Berlin.