Perang Tani di Jerman

Engels (1850)


KOMENTAR

Oleh: D. RIAZANOV, 1925

Empat ratus tahun telah berlalu sejak Perang Tani akbar di Jerman. Perang ini berbeda dengan berbagai pemberontakan kaum tani yang serupa pada abad ke-14 di Italia, Prancis, dan Inggris, karena pemberontakan-pemberontakan itu sedikit banyak lebih bersifat lokal dan diarahkan pada ekonomi uang yang pada waktu itu sedang dalam proses perkembangannya. Sedangkan Perang Tani, yang mengungkapkan jaman kapitalisme awal yang sedang menciptakan pasar dunia, mempunyai hubungan erat dengan peristiwa-peristiwa Reformasi. Latar belakang sejarah yang lebih kompleks, jika dibandingkan dengan  latar belakang abad ke-14, menyebabkan lebih kompleks pula pengelompokan kelas-kelas yang perjuangannya menentukan jalannya Perang Tani itu secara keseluruhan. Peranan unsur-unsur proletar pun juga menjadi lebih menonjol jika dibandingkan dengan pemberontakan-pemberontakan sebelumnya.

Memng wajar bahwa, dengan tumbuhnya gerakan demokratik di Jerman, terutama setelah Revolusi Juli di Prancis, perhatian harus diarahkan ke studi tentang Perang Tani akbar ini. Serangkaian brosur dan hasil karya populer yang meneliti tahap-tahap individual dari gerakan ini telah muncul, dan dalam tahun 1841 telah diterbitkan pula karya monumental Wilhelm Zimmermann, yang, sampai sekarang ini, tetap menjadi sumber cerita yang paling rinci tentang peristiwa-peristiwa dalam Perang Tani di Jerman ini.

Juga wajar bahwa kaum komunis Jerman, yang dihadapkan pada keharusan menentukan seberapa jauh kaum tani dapat diandalkan sebagai faktor revolusioner, harus secara hati-hati mengkaji sejarah PerangTani ini. Perhatian mereka terutama tertuju pada para pemimpin Perang Tani itu, yang salah satunya adalah Thomas Muenzer. Yang sangat khas adalah bahwa pada awal tahun 1845, Engels, dalam salah satu artikelnya untuk media milik kaum Chartist, “Bintang Utara,” berseru kepada para pekerja di Inggris untuk memperhatikan “pemimpin Perang Tani tahun 1525 yang terkenal” ini, yang menurut Engels, benar-benar merupakan seorang democrat, dan berjuang untuk tuntutan yang benar, bukan ilusi.

Marx dan Engels, yang dengan sangat tenang memperhatikan peranan kaum tani dalam mewujudkan revolusi sosial, tidak pernah meremehkan peranannya sebagai faktor revolusioner dalam perjuangan melawan para pemilik tanah besar dan para majikan feodal. Mereka memahami dengan sangat baik bahwa semakin banyak kaum tani yang ada di bawah kepemimpinan kelas-kelas revolusioner yang menyatukannya, maka akan semakin mampu pula aksi-aksi politik itu pada umumnya. Jika dipimpin oleh proletariat yang revolusioner, maka dengan mendukung perjuangannya melawan kapitalisme di kota dan di desa, kaum tani tampaknya akan menjadi sekutu yang sangat penting. Itulah sebabnya, Marx dan Engels, selama revolusi tahun 1848-49, secara tidak mengenal ampun mengungkap perilaku pengecut dari kaum borjuis Jerman, yang mencari muka pada kaum Junker (kaum bangsawan muda Jerman) dan takut pada proletariat, telah menolak untuk membela kepentingan kaum tani.

Dengan tujuan untuk mendidik demokrasi pada kaum borjuis Jerman, dalam tahun 1850, Engels, yang didukung oleh bahan berisi fakta yang dikumpulkan oleh tokoh demokrat, Zimmermann, menulis karyanya yang sangat bagus tentang Perang Tani Jerman ini. Pertama-tama, ia memberikan gambaran tentang keadaan ekonomi dan komposisi kelas di Jerman pada waktu itu. Kemudian ia menunjukkan tentang bagaimana dari tanah ini muncul berbagai kelompok oposisi dengan program mereka masing-masing, dan mengungkapkan watak yang berwarna-warni dari Luther maupun Muenzer. Bab tiga berisi sejarah singkat dari pemberontakan–pemberontakan kum tani dalam Kekaisaran Jerman dari tahun 1476 sampai 1517, yaitu, pada awal Reformasi. Dalam bab empat, kita mendapatkan sejarah pemberontakan kaum bangsawan di bawah kepemimpinan Franz von Sickingen dan Ulrich von Hutten. Bab lima dan enam berisi cerita tentang peristiwa-peristiwa dalam Perang Tani itu sedemikian rupa, dengan penjelasan rinci tentang sebab-sebab dari kekalahan kaum tani itu. Dalam bab tujuh dan bab terakhir diterangkan pula mengeni arti penting dari Perang Tani ini beserta akibat-akibatnya dalam sejarah Jerman.

Yang dapat diresapi dari seluruh karya Engels ini adalah ide tentang keharusan adanya perjuangan tanpa ampun melawan para majikan feodal, yaitu para tuan tanah. Ia mengatakan bahwa hanya dengan menghapuskan secara radikal semua jejak dominasi feodal itu maka akan dapat tercipta kondisi yang paling cocok untuk suksesnya revolusi proletar. Dalam hal ini, Engels sepenuhnya sama dengan Marx, yang di kemudian hari menulis kepadanya (16 Agustus 1856), “Segala sesuatu yang ada di Jerman itu tergantung pada apakah ada kemungkinan untuk mendukung revolusi proletar melalui sesuatu yang menyerupai Perang Tani jilid dua. Kalau ada, maka hanya pada waktu itulah segalanya akan berjalan dengan baik.”

Yang berbeda sama sekali adalah pendapat Lassalle, yang menilai terlalu tinggi arti penting pemberontakan kaum bangsawaan, dengan menganggap ideal baik Franz von Sickingen maupun Ulrich von Hutten, tetapi memperlakukan gerakan revolusioner dari kaum plebeian lapisan bawah dengan sangat merendahkan. (Plebeian = orang kebanyakan.) Menurut pendapatnya, Perang Tani, walaupun tampaknya revolusioner, tetapi dalam kenyataannya merupakan gerakan yang reaksioner. “Anda semua tahu,” katanya kepada para pekerja di Berlin, “bahwa para petani membunuh para bangsawan dan membakar istana-istana mereka, atau menurut kebiasaan yang menonjol pada waktu itu, menghajarnya sebagai hukuman. Akan tetapi, walaupun tampaknya revolusioner, gerakan ini pada hakekatnya dan pada prinsipnya reaksioner.”

Para tokoh populis revolusioner Rusia, terutama para pengikut Bakunin, seringkali menyamakan pandangan Lassalle tentang para petani ini dengan pandangan Marx dan Engels. Dalam hal ini, mereka mengikuti pimpinan Bakunin, yang menulis sebagai berikut:

“Semua orang tahu bahwa Lassalle secara berulang-ulang menyatakan gagasan itu bahwa kekalahan pemberontakan petani dalam abad ke-14 dan menguatnya serta tumbuhnya secara tepat negara birokratis di Jerman yang terjadi sesudah itu merupakan kemenangan yang nyata untuk revolusi.” Menurut Bakunin, kaum komunis Jerman memandang semua petani sebagai unsur reaksi. “Kenyataannya adalah,” katanya menambahkan, “bahwa orang-orang Marxis tidak dapat berpikir lain. Sebagai pemuja kekuasaan negara, dengan harga berapa pun, mereka merasa wajib untuk mengutuk setiap revolusi rakyat, terutama revolusi kaum tani, yang anarkis sifatnya, dan yang secara langsung menuju ke penghapusan negara.” Ketika Bakunin menulis kata-kata ini, sebenarnya sudah ada edisi kedua dari karya Engels tentang Perang Tani ini, dengan kata pengantar baru (1870), di mana ketidakkonsistenan Liebknecht dan kaum sosial demokrat Jerman lainnya pada jamannya tentang masalah agraria itu dikritik. Dalam tahun 1875, edisi ketiga terbit pula, dengan tambahan yang masih menekankan perbedaan tajam antara pandangan Marx dan Engels di satu pihak, dan Lassalle di pihak lainnya.

Perlu dicatat bahwa dalam tahun-tahun terakhir masa hidupnya, Engels mencurahkan banyak kerja kerasnya untuk mengkaji Perang Tani, dan akan mencetak kembali karya lamanya.

Dalam tahun 1882 ia menulis tambahan khusus pada karyanya Sosialisme Utopi dan Ilmiah, yang dikhususkan pada sejarah kaum tani Jerman. Pada tanggal 31 Desember 1884, ia menulis kepada Sorge: “Aku arahkan Perang Tani-ku ini pada rekonstruksi radikal. Ini akan menjadi batu landasan dari sejarah Jerman. Ini merupakan suatu karya besar. Semua pekerjaan pendahuluannya sudah hampir selesai.”

Pekerjaan menyiapkan Das Kapital jilid dua dan tiga untuk diterbitkan, ternyata telah menghalanginya untuk menyelesaikan rencananya. Dalam bulan Juli 1893, ia menulils kepada Mehring, “Jika aku berhasil dalam merekonstruksi dan memperbaharui Perang Tani-ku, yang aku harap akan mungkin dilakukan selama musim dingin ini, maka aku akan memberinya di sana suatu pengungkapan dari pandangan-pandanganku” mengenai kondisi pecahnya Jerman dan sebab-sebab dari kalahnya revolusi borjuasi Jerman pada abad ke-16.

Ketika Kautsky menulis bukunya tentang para pelopor sosialisme modern — yang muncul dalam beberapa bagian — Engels menulis kepadanya pada tanggal 21 Mei 1895: “Tentang buku Anda, aku dapat mengatakannya bahwa semakin jauh tulisannya, akan semakin baik pula hasilnya. Jika dibandingkan dengan rencana aslinya, mengenai Plato dan agama Kristen purba, belumlah dikerjakan secara semestinya. Mengenai sekte-sekte di jaman pertengahan justru jauh lebih baik, dan yang belakangan, juga lebih baik. Yang tebaik dari semuanya itu adalah mengenai kaum Taborit, Muenzer, dan Anabaptis. Aku telah mempelajari banyak dari buku Anda. Sedangkan untuk mencetak kembali Perang Tani itu, pekerjaan pendahuluannya jelas merupakan suatu keharusan.

“Menurut penilaianku, hanya ada dua kesalahan besar.

“(1) Sangat tidak cukup mendalam pemahamannya terhadap perkembangan dan peranan unsur-unsur yang sepenuhnya ada di luar hierarki feodal, yang jatuh status sosialnya, sehingga nyaris menduduki tempat kaum paria; yaitu unsur-unsur yang membentuk lapisan terbawah dari penduduk di setiap kota pada jaman pertengahan, tanpa hak, dan ada di luar masyarakat pedesaan, di luar ketergantungn pada kaum feodal, dan juga di luar ikatan-ikatan serikat sekerja. Ini memang sulit, tetapi merupakan fondasi utama, karena secara berangsur-angsur, dengan membusuknya hubungan-hubungan feodal, maka di luar lapisan ini berkembanglah para pendahulu proletariat yang, dalam tahun 1789, di pinggiran kota Paris, melakukan revolusi. Anda berbicara mengenai kaum proletar, tetapi ungkapan ini tidak sepenuhnya tepat, apabila Anda juga memasukkan di antara ‘kaum proletar’ Anda itu para penenun, yang arti pentingnya Anda lukiskan secara sangat tepat. Mungkin Anda memang berhak melakukannya. Hanya saja, baru mulai saat itulah para penenun pengembara tanpa serikat sekerja yang jatuh status sosialnya itu muncul dan hanya sejauh itu ketika yang belakangan ini, yaitu para penenun pengembara tanpa serikat sekerja yang jatuh status sosialnya itu , juga muncul. Dengan demikian, banyak pekerjaan yang masih diperlukan dalam hubungannya dengan masalah ini.

“(2) Anda tidak cukup mempertimbangkan situasi pasar dunia, sejauh yang dapat dibicarakan oleh seseorang mengenai pasar seperti itu pada waktu itu, maupun mengenai situasi ekonomi internasional di Jerman pada akhir abad ke-15. Meskipun demikian, hanya situasi seperti inilah yang dapat menjelaskan mengapa gerakan kaum plebeian dan borjuasi yang mengenakan jubah agama, setelah mengalami kekalahan di Inggris, Belanda, dan Bohemia, dapat mencapai sekedar sukses di Jerman dalam abad ke-16. (Plebeian = orang kebanyakan.) Hal ini justru karena memakai jubah agama itulah penyebabnya, sementara sukses kandungan borjuisnya masih dicadangkan untuk abad berikutnya dan untuk negara-negara yang telah menggunakan perkembangan pasar dunia yang pada waktu itu telah menempuh arah yang lain, yaitu Inggris dan Belanda. Ini merupakan pokok persoalan besar, yang aku harapkan dapat dipakai secara singkat dalam Perang Tani, kalau saja aku berhasil menggunakannya!”

Kematian — Engels meninggal beberapa hari setelah menulis surat ini (5 Agustus 1895) — telah mencegahnya untuk menyelesaikan karyanya ini.

D. RIAZANOV.

Moskow, Juli 1925.


12 PASAL PETANI
DAFTAR ISI