Perang Tani di Jerman

Engels (1850)


KATA PENGANTAR DARI ENGELS TAMBAHAN

 Kalimat-kalimat berikut ini ditulis lebih dari empat tahun yang lalu, tetapi isinya masih tetap berlaku sampai sekarang. Apa yang benar setelah Sadowa dan pembagian Jerman ternyata juga ditegaskan setelah Sedan dan berdirinya Kekaisaran Jerman Suci dari kebangsaan Prusia. Sesungguhnya kecil saja kegiatan “mengguncang dunia” dari negara-negara di dalam lingkungan yang disebut politik besar dalam posisi mengubah kecenderungan perkembangan sejarah itu.

Apa yang disebut kegiatan besar dari negara-negara yang ada dalam posisi untuk menyelesaikan sebaik-baiknya masalah itu adalah mempercepat tempo gerakan sejarah tersebut. Dalam hal ini, para pemrakarsa peristiwa-peristiwa “mengguncang dunia” yang disebut di atas telah mendapat sukses secara tidak disengaja yang bagi mereka sendiri tampaknya sangat tidak diinginkan, tetapi, bagaimana pun juga, mereka terpaksa harus ikut melakukan tawar-menawar, dengan hasil yang lebih baik maupun lebih buruk.

Perang tahun 1866 telah mengguncang Prusia sampai ke fondasi-fondasinya. Setelah tahun 1848 ternyata sulit membawa unsur industri yang bersifat memberontak dari provinsi-provinsi di barat, baik kaum borjuis maupun kaum proletar, di bawah disiplin yang lama. Meskipun demikian, bagaimana pun, hal ini dapat dilaksanakan dengan baik, dan kepentingan Junker (kaum bangsawa muda Jerman) dari provinsi-provinsi di timur, bersama-sama dengan mereka yang ada di dalam pasukan tentara, lagi-lagi menjadi dominan di negara itu. Dalam tahun 1866, hampir seluruh Jerman barat laut menjadi Prusia. Selain luka moral yang tak tersembuhkan pada mahkota raja Prusia, yang dalam kenyataannya kerajaan itu telah mencaplok tiga buah mahkota raja lainnya berkat kasih Tuhan, namun pusat gravitasi kerajaan tersebut terus bergerak jauh lebih ke barat. Empat juta orang Rhineland dan Westphalia itu diperkuat, pertama-tama, oleh empat juta orang Jerman yang dianeksasi atau dicaplok melalui Aliansi Jerman Utara secara langsung, dan kemudian oleh enam juta orang lainnya yang dianeksasi secara tidak langsung. Meskipun demikian, dalam tahun 1870, delapan juta orang Jerman barat daya ditambahkan, sehingga, dalam “kerajaan baru” itu, empat belas setengah juta orang Prusia lama (semua provinsi Elba Timur yang berjumlah enam buah, yang di antaranya ada dua juta orang Polandia) dihadapi oleh dua puluh lima juta orang yang sudah lama melampaui feodalisme Junker Prusia lama. Dengan demikian, terjadilah kemenangan-kemenangan yang sebenarnya dari pasukan Prusia itu menggantikan seluruh fondasi bangunan negara Prusia, sehingga dominasi kaum Junker-nya menjadi tak tertahankan lagi, bahkan untuk pemerintah itu sendiri. Meskipun demikian, pada waktu yang sama, pergulatan antara kaum borjuis dan kaum pekerja yang menjadi tak terelakkan akibat pertumbuhan industri yang tergesa-gesa itu mendesak ke belakang pergulatan antara kaum Junker dan kaum borjuis, sehingga fondasi sosial di bagian dalam dari negara yang lama itu mengalami transformasi atau perubahan bentuk yang sempurna. Sejak tahun 1840, kondisi yang memungkinkan adanya kerajaan yang semakin membusuk itu merupakan pergulatan antara kaum bangsawan dan kaum borjuis, di mana kerajaan masih dapat mempertahankan keseimbangannya. Akan tetapi, sejak saat itu, ketika sudah tidak ada lagi masalah melindungi kaum bangsawan terhadap kaum borjuis, tetapi melindungi semua kelas terhadap kelas pekerja, maka kaum monarki absolut atau pihak kerajaan yang menginginkan kekuasaan mutlak terpaksa harus berubah ke bentuk negara yang jelas-jelas direkayasa untuk tujuan yang khusus ini — yaitu, monarki Bonapartis atau kerajaan à la Napoleon Bonaparte. Perubahan Prusia ke arah Bonapartisme ini telah saya diskusikan di tempat lainnya (Woknungsfrage). Yang tidak saya beri tekanan di sana, dan yang sangat penting dalam hubungan ini, adalah bahwa perubahan ini merupakan kemajuan terbesar yang dicapai oleh Prusia setelah tahun 1948, yang hanya menunjukkan betapa terbelakangnya Prusia itu jika dipandang dari sudut perkembangan modern. Sudah merupakan suatu kenyataan bahwa negara Prusia itu masih merupakan negara semi feodal, di mana Bonapartisme, dalam keadaan apa pun, merupakan bentuk negara modern yang menyiratkan hapusnya feodalisme. Dengan demikian, Prusia harus memutuskan untuk menyingkirkan sisa-sisa feodalisme yang sangat banyak itu, dan sekaligus juga mengorbankan kejunkerannya (kebangsawanan muda Jerman-nya). Hal ini, tentu saja, dilakukan dalam bentuk yang selembut mungkin, dan dengan nada lagu kesayangannya, “Senantiasa ke depan dengan pelan-pelan.” Sebuah contoh dari pekerjaan “reformasi” semacam itu adalah organisasi distrik yang sangat terkenal jahatnya itu, yang, setelah menghapuskan hak istimewa feodal dari setiap individu Junker yang ada hubungannya dengan tanah hak miliknya, kemudian mengembalikannya kepada mereka sebagai hak istimewa yang khusus dari para pemilik tanah besar dalam hubungannya dengan distrik itu secara keseluruhan. Dengan demikian, substansi atau unsurnya masih tetap ada. Hanya saja, substansi itu sekarang diterjemahkan dari dialek feodal ke dalam dialek borjuis. Jadi, Junker Prusia lama itu ditranformasikan atau diubah bentuknya menjadi sesuatu yang sekeluarga dengan ‘squire’ (pembantu ksatria) dalam bahasa Inggris. Dalam hal ini, Sang Junker itu tidak perlu melakukan banyak perlawanan, karena mereka ini sama bodohnya dengan yang lain.

Dengan demikian, ini merupakan prestasi khusus dari Prusia yang tidak hanya mendorong sampai ke puncaknya, pada akhir abad ini, revolusi borjuisnya yang dimulai tahun 1808-13 dan berlanjut terus dalam tahun 1848, tetapi juga mendorong sampai ke puncaknya dalam bentuk Bonapartisme yang sekarang. Apabila segala sesuatunya berjalan mulus, dan dunia ini tetap manis serta tenang, dan kita semua dapat mencapai usia yang cukup tua, maka kita mungkin akan masih tetap hidup untuk menyaksikan — kira-kira pada tahun 1900 — pemerintah Prusia akan benar-benar melepaskan semua institusi feodalnya, sehingga Prusia akhirnya mencapai titik di mana Prancis berdiri dalam tahun 1792.

Berbicara tentang segi positifnya, maka penghapusan feodalisme itu sama artinya dengan memperkenalkan kondisi borjuasi. Dalam tindakan itu, besamaan dengan lenyapnya hak-hak istimewa kaum bangsawan, maka pembuatan undang-undang pun menjadi semakin bersifat borjuis. Di sini, lagi-lagi, kita bertemu dengan titik utama yang menjadi bahan pembicaraan, yaitu sikap borjuasi Jerman terhadap pemerintah. Kita telah melihat bahwa pemerintah mempunyai kewajiban untuk memperkenalkan reformasi kecil-kecilan secara pelan-pelan ini, tetapi dalam hubungannya dengan borjuasi, pemerintah melukiskan konsesi-konsesi kecil ini sebagai pengorbanan yang menguntungkan borjuasi. Karena konsesi-konsesi itu dihasilkan oleh raja dengan susah payah dan penuh kesakitan, maka borjuasi pun, sebaliknya, juga harus memberikan sesuatu kepada pemerintah. Sebaliknya, borjuasi, meskipun sadar betul akan keadaan ini, membiarkan dirinya dibodohi. Inilah sumber persetujuan tanpa kata yang merupakan dasar dari semua perdebatan di Reichstag (Majelis) dan Dewan. Di satu pihak, pemerintah mereformasi undang-undang untuk kepentingan borjuasi dengan tempo secepat siput; dengan menghilangkan berbagai hambatan terhadap industri yang muncul dari berlipatgandanya negara-negara kecil; menciptakan kesatuan mata uang, takaran dan timbangan; memberikan kebebasan perdagangan, dsb.; menganugerahkan kebebasan bergerak; menempatkan tenaga pekerja Jerman pada pemakaian modal yang tak terbatas; menciptakan kondisi yang menguntungkan untuk perdagangan dan spekulasi. Di lain pihak, borjuasi menyerahkan semua kekuasaan politik yang sesungguhnya ke tangan pemerintah; dengan memberikan suara untuk pajak, pinjaman, dan perekrutan; ikut memberikan kerangka pada undang-undang reformasi yang baru di mana kekuasaan polisi yang lama atas individu-individu yang tidak diinginkan akan tetap berkuasa penuh. Dengan demikian, borjuasi membeli emansipasi sosial gradualnya dengan harga lepasnya kekuasaan politiknya seketika itu juga. Tentu saja, motif yang memungkinkan diterimanya persetujuan seperti itu oleh borjuasi adalah bukan karena takut kepada pemerintah, tetapi karena takut kepada proletariat.

Begitu menyedihkannya borjuasi ini dalam dunia politik, sehingga tidak dapat disangkal bahwa sejauh ada hubungnnya dengan industri dan perdagangan,maka borjuasi dapat memenuhi kewajiban sejarahnya. Pertumbuhan industri dan perdagangn yang telah disebutkan dalam kata pengantar pada edisi kedua itu masih terus berlangsung bahkan dengan kekuatan yang lebih besar. Apa yang terjadi di kawasan industri Rhine-Westphalia sejak tahun 1869 itu belum pernah terjadi sebelumnya, sehingga hal itu mengingatkan orang akan pertumbuhan yang cepat di distrik-distrik perpabrikan di Inggris pada awal abad ini. Hal yang sama akan terjadi pula di Saxon dan Silesia Hulu, di Berlin, Hanover, dan negara-negara di selatan. Akhirnya kita memiliki perdagangan dunia, suatu industri yang benar-benar besar, dan borjuasi yang benar-benar modern. Tetapi kita juga memiliki krisis yang sebenarnya, dan kita memiliki proletariat yang benar-benar kuat. Bagi sejarawan Jerman di masa depan, gelora perang tahun 1859-64 di medan pertempuran Spicheren, Mars la Tour, Sedan, dan lain-lainnya, akan menjadi jauh kurang pentingnya jika dibandingkan dengan perkembangan proletariat Jerman yang tenang, tidak berpura-pura, dan senantiassa bergerak maju. Segera setelah tahun 1870, para pekerja Jerman berdiri di depan percobaan yang berat — provokasi perang Bonapartis dan kelanjutannya yang alami, yaitu antusiasme umum yang bersifat nasional di Jerman. Para pekerja Jerman tidak boleh membiarkan dirinya terkena ilusi sedetik pun. Janganlah setitik pun chauvisme (rasa nasionalisme sempit) muncul di kalangan mereka. Di tengah keadaan gila kemenangan pun, mereka harus tetap tenang, untuk menuntut “perdamaian yang adil dengan Republik Prancis dan mencegah pencaplokan,” dan bahkan dalam keadaan perang yang telah diumumkan sekali pun tidak boleh membuat mereka bungkam. Tidak boleh mereka tertarik oleh semboyan kemenangan perang, maupun ungkapan yang berarti ‘kejayaan kerajaan’ Jerman sekali pun. Satu-satunya tujuan mereka haruslah tetap tidak berubah, yaitu pembebasan proletariat di seluruh Eropa. Kita dapat mengatakan dengan kepastian yang penuh bahwa tidak ada negara yang para pekerjanya mampu berdiri menghadapi ujian yang sulit itu dengan hasil yang begitu bagus.

Keadaan perang pada masa perang selalu diikuti dengan pengadilan terhadap pengkhianatan, lèse majesté, dan pelanggaran para perwira serta kekejaman polisi yang semakin meningkat dalam masa damai. ‘The Volksstaat’ memiliki tiga atau empat editornya yang dipenjara secara serentak; Koran-koran lainnya juga memiliki perbandingan yang sama. Setiap juru bicara partai yang terkenal harus menghadapi pengadilan sekurang-kurangnya sekali setahun, dan biasanya dinyatakan bersalah. Deportasi (pengusiran), konfiskasi (penyitaan), dan supresi atau pembubaran rapat, dengan cepat susul-menyusul satu sama lain, tetapi semuanya itu tidak ada gunanya. Meskipun demikian, tempat yang ditinggalkan oleh setiap orang yang dipenjara atau diusir akan segera diisi oleh yang lainnya. Sebab, jika ada satu pertemuan yang dibubarkan, maka dua pertemuan yang lainnya akan menggantikannya, sehingga membuat aus kekuasaan polisi yang sewenang-wenang di satu tempat setelah tempat lainnya berkat daya tahan dan penyesuaian diri yang ketat terhadap undang-undang. Penganiayaan justru mengalahkan tujuannya sendiri. Penganiayaan tidak akan mampu menghancurkan partai kelas pekerja, atau bahkan membengkokkannya pun tidak mampu. Penganiayaan justru membuat tenaga-tenaga baru senantiasa tertarik untuk bergabung, sehingga akan memperkuat organisasi. Dalam perjuangan mereka melawan para penguasa maupun individu-individu borjuis, para pekerja ini menunjukkan keunggulan moral dan intelektualnya. Terutama dalam konflik mereka dengan para majikan yang memiliki buruh, mereka benar-benar menunjukkan bahwa mereka, para pekerja, sekarang ini telah merupakan kelas yang terdidik, sementara kaum kapitalis tetap menjadi korban penipuan para penguasa. Dalam perjuangan mereka, rasa humornya menonjol, sehingga menunjukkan betapa yakinnya mereka ini dalam mencapai cita-citanya, dan betapa unggulnya perasaan mereka. Dengan demikian, suatu perjuangan yang dilakukan di tanah yang telah dipersiapkan oleh sejarah pastilah akan mendapatkan hasil-hasil yang besar. Sukses pemilihan dalam bulan Januari 1874 itu sangat menonjol, unik dalam sejarah gerakan buruh modern, sehingga ketakjuban yang ditimbulkan oleh mereka di seluruh Eropa ini secara sempurna layak untuk mereka terima.

Para pekerja Jerman memiliki dua keuntungan penting jika dibandingkan dengan para pekerja lainnya di Eropa. Pertama, mereka merupakan orang-orang yang paling teoritis di Eropa; kedua, mereka tetap mempertahankan bahwa wawasan teori yang disebut orang “terpelajar” di Jerman itu telah hilang sama sekali. Tanpa filsafat Hegel, maka sosialisme ilmiah Jerman (yang merupakan satu-satunya sosialisme ilmiah yang masih ada) mungkin tidak pernah akan ada. Tanpa pengertian teori, sosialisme ilmiah tidak akan pernah menjadi darah dan otot para pekerja. Mungkin yang merupakan keuntungan sangat besar dapat dilihat, pada satu pihak, dari ketidakacuhan gerakan buruh Inggris terhadap semua teori, yang merupakan salah satu alasan mengapa gerakan itu bergerak begitu lamban meskipun masing-masing organisasi serikat buruhnya sangat bagus; dan di lain pihak, dapat dilihat dari kenakalan dan kekacauan yang diciptakan oleh Proudhonisme dalam bentuk aslinya di kalangan orang Prancis dan orang Belgia, dan dalam bentuk karikaturnya, seperti yang disajikan oleh Bakunin, di kalangan orang Spanyol dan orang Italia. (Proudhonisme = sosialsime utopi Prancis.)

Keuntungan kedua adalah bahwa, secara kronologis atau berdasarkan urutan waktu, orang-orang Jerman merupakan orang-orang terakhir yang muncul dalam gerakan buruh. Demikian pula halnya dengan sosialisme teoritis Jerman yang tidak akan pernah melupakan sandarannya pada bahu Saint Simon, Fourier dan Owen, yang, meskipun memiliki gagasan yang fantastis dan merupakan penganut Utopianisme, namun ketiga tokoh itu masih termasuk tokoh yang paling berarti di sepanjang waktu dan yang kejeniusannya telah mengantisipasi banyak hal, yang ketepatannya sekarang dapat dibuktikan secara ilmiah, sehingga gerakan buruh Jerman praktis tidak boleh melupakan bahwa gerakan mereka telah berkembang dengan bersandar pada gerakan buruh di Inggris dan Prancis, bahwa gerakan mereka telah menggunakan pengalaman mereka secara buruk, memperoleh pengalaman itu dengan harga yang tinggi, dan bahwa karena alasan ini, maka gerakan itu ada dalam kedudukan menghindari kesalahan-kesalahan mereka yang pada jamannya tidak dapat dihindarkan. Tanpa perjuangan politik para pekerja Prancis dan serikat sekerja Inggris yang mendahului gerakan buruh Jerman, tanpa rangsangan sangat kuat yang diberikan oleh Komune Paris, di manakah kita sekarang ini jadinya?

Seharusnyalah dikatakan bahwa berkat sumbangan para pekerja Jerman inilah, maka mereka dapat memanfaatkan situasi mereka dengan pemahaman yang langka. Untuk pertama kalinya dalam sejarah gerakan buruh, perjuangan itu dilakukan sedemikian rupa sehingga ketiga sisi, baik ekonomi teoritis, politis, maupun praktis (yang berlawanan dengan kaum kapitalis), membentuk satu kesatuan yang harmonis dan terencana dengan baik. Dalam serangan yang memiliki satu pusat ini, seperti apa adanya, terletak kekuatan dan keperkasaan yang tak terkalahkan dari gerakan di Jerman ini.

Berkat adanya situasi di tangan mereka yang menguntungkan ini, berkat keistimewaan Inggris yang merupakan negeri kepulauan, dan berkat penindasan yang kejam terhadap gerakan-gerakan di Prancis di pihak lainnya, maka pada saat sekarang, para pekerja Jerman membentuk barisan pelopor untuk perjuangan kaum proletar. Tentang berapa lama berbagai peristiwa akan memungkinkan mereka menempati kedudukan terhormat ini tidak dapat diramalkan. Tetapi selama mereka menempati kedudukan ini, marilah kita berharap bahwa mereka akan melakukan tugasnya dengan cara yang tepat. Ini merupakan tugas khusus dari para pemimpin untuk mendapatkan pemahaman yang senantiasa lebih jelas terhadap masalah-masalah teoritis, untuk semakin lama semakin mampu membebaskan diri mereka dari pengaruh ungkapan-ungkapan tradisional yang diwarisi dari paham dunia lama, dan senantiasa mengingat-ingat bahwa sosialisme, yang telah menjadi ilmu, menuntut perlakuan yang sama seperti ilmu-ilmu lainnya — sehingga harus dipelajari. Nantinya, tugas para pemimpin adalah memberikan pemahaman, yang harus diperoleh dan dijelaskan, kepada massa kaum pekerja, untuk menyebarkannya dengan antusiasme yang meningkat, untuk merapatkan barisan di antara organisasi-organisasi partai dan serikat-serikat buruh dengan tenaga yang senantiasa bertambah besar. Suara yang diberikan kepada kaum sosialis bulan Januari lalu mungkin menunjukkan kekuatan yang sangat besar, meskipun suara itu masih dari mayoritas kelas pekerja di Jerman, namun dapat mendorong suksesnya propaganda di kalangan penduduk pedesaan, sehingga masih banyak lagi yang harus dikerjakan di bidang ini. Tugas itu adalah untuk merebut dari tangan musuh, satu kursi demi satu kursi lainnya, satu distrik pemilihan demi satu distrik pemilihan lainnya. Meskipun demikian, pertama-tama, untuk mendapatkan semangat internasional yang nyata, yang tidak memberikan celah pada chauvisme (rasa nasionalisme sempit), yang dengan suka cita menyambut setiap langkah baru dari gerakan kaum proletar, tanpa mempedulikan di negara mana chauvisme itu dibuat. Apabila para pekerja Jerman mengikuti cara ini, mereka mungkin tidak benar-benar berjalan di bagian depan gerakan ini — karena bukan merupakan kepentingan gerakan ini apabila para pekerja di satu negara  harus berjalan di bagian depan dari semuanya, tetapi mereka akan menduduki tempat yang terhormat di garis pertempuran, dan mereka akan beridiri dan mengangkat senjata untuk bertempur ketika peristiwa-peristiwa penting atau percobaan-percobaan serius lainnya yang tak terduga, akan menuntut keberanian yang dipertinggi, dan kemauan untuk bertindak.

FREDERICK ENGELS.

London, 1 Juli 1874.


PENGANTAR ENGELS
DAFTAR ISI
BAB I