Brumaire XVIII Louis Bonaparte

Karl Marx (1852)


BAB IV

KEKALAHAN DEMOKRASI BURJUIS-KECIL

Pada pertengahan bulan Oktober 1849, Majelis Nasional kembali bersidang. Pada tanggal 1 November Bonaparte mengejutkannya dengan sebuah pesan di mana ia mengumumkan diberhentikannya Pemerintahan Barrot-Falloux dan pembentukan sebuah pemerintahan baru. Tidak pernah seseorang memecat budak-budaknya dengan tanpa upacara apapun seperti Bonaparte memecat menteri-menterinya. Tendangan-tendangan yang dimaksudkan bagi Majelis Nasional sementara itu diberikan pada Barrot & Co.

Pemerintahan Barrot, sebagaimana kita ketahui, telah terdiri atas kaum Legitimis dan Orleanis; ia merupakan suatu pemerintahan dari partai Ketertiban. Bonaparte telah memerlukannya untuk membubarkan Majelis Konstituante republiken, menyelenggarakan ekspedisi terhadap Roma, dan mematahkan partai Demokratik. Di balik pemerintahan ini ia seakan-akan telah menghapus dirinya sendiri, menyerahkan kekuasaan pemerintahan ke dalam tangan partai Ketertiban, dan memasang kedok watak rendah-hati yang dipakai oleh editor penanggung-jawab sebuah surat-kabar di bawah Louis Philippe, kedok bonne de paille [manusia jerami]. Ia kini melepaskan sebuah kedok yang tidak lagi merupakan suatu selubung ringan yang di baliknya ia dapat menyembunyikan ilmu firasatnya, tetapi sebuah kedok besi yang mencegah dirinya memperagakan suatu ilmu firasat dirinya sendiri. Ia telah mengangkat Pemerintahan Barrot untuk menghajar Majelis Nasional republiken atas nama partai Ketertiban; ia telah memecatnya untuk menyatakan namanya sendiri bebas dari Majelis Nasional partai Ketertiban.

Dalih-dalih yang masuk akal untuk pemecatan ini tersedia berlimpah. Pemerintahan Barrot mengabaikan bahkan kesopanan yang mestinya membiarkan Presiden Republik tampil sebagai suatu kekuasaan berdamping-dampingan dengan Majelis Nasional. Selama reses Majelis Nasional Bonaparte mengumumkan sebuah surat pada Edgar Ney di mana ia seakan-akan tidak menyetujui sikap tidak-liberal Paus, tepat sebagaimana dalam oposisi dengan Majelis Konstituante ia telah mengumumkan sebuah surat di mana ia memerintahkan Oudinot untuk menyerang republik Roma. Manakala Majelis Nasional kini menyetujui anggaran untuk ekspedisi Roma, Victor Hugo, berdasarkan anggapan liberalisme, mengangkat surat ini untuk didiskusikan. Partai Ketertiban dengan hingar-bingar kecaman yang tak-masuk akal mencekik gagasan bahwa ide-ide Bonaparte dapat mempunyai sesuatu arti-penting politik. Tidak seorangpun dari para menteri itu menerima tantangan itu untuknya. Pada suatu kejadian lain Barrot, dengan retorikanya yang kosong yang sudah sangat terkenal, dari mimbar melemparkan kata-kata kejengkelan mengenai intrik-intrik yang buruk sekali yang, menurut pernyataannya, berlangsung dalam lingkungan dekat Presiden. Akhirnya, sementara pemerintahan itu dari Majelis Nasional mendapatkan suatu pensiun janda bagi Duchess Orleans ia menolak setiap usulan untuk meningkatkan Daftar Sivil Presiden. Dan dalam diri Bonaparte, calon kekaisaran begitu erat hubungannya dengan petualang yang sedang tidak mujur itu sehingga gagasan besar yang satu itu, bahwa dirinya terpanggil untuk memulihkan kekaisaran, selalu ditambah oleh yang lainnya, bahwa adalah tugas rakyat Prancis untuk membayar utang-utangnya.

Pemerintahan Barrot-Falloux merupakan pemerintahan parlementer yang pertama dan yang terakhir yang dilahirkan oleh Bonaparte. Bersesuaian dengan itu, pemecatannya merupakan suatu titik-balik yang menentukan. Dengannya partai Ketertiban kehilangan, untuk tidak pernah merebutnya kembali, suatu kedudukan yang tidak-bisa-tidak ada bagi dipertahankannya rezim parlementer, pengungkit kekuasaan eksekutif. Langsung menjadi jelas bahwa dalam suatu negeri seperti Perancis, di mana kekuasaan eksekutif memerintah suatu tentara birokrasi yang berjumlah lebih dari setengah juga orang dan karenanya selalu memelihara suatu massa kepentingan dan kehidupan yang luar biasa besarnya dalam ketergantungan yang paling mutlak; di mana Negara terlibat, mengontrol, mengatur, mengatasi, dan mendidik masyarakat madani/sivil dari manifestasi-manifestasi kehidupan yang paling
komprehensif hingga geliatannya yang paling tidak berarti, dari cara keberadaannya yang paling umum hingga keberadaan perseorangan para individu; yang melalui pemusatan yang paling luar-biasa badan parasitik (benalu) ini memperoleh suatu keberadaan di mana-mana, suatu kemahakuasaan, suatu kapasitas mobilitas yang dipercepat, dan suatu kepegasan yang mendapatkan hanya suatu keseiringan dalam ketergantungan yang tak-berdaya, ketiadaan-bentuk yang longgar dari lembaga politik sesungguhnya – sudah jelas sekali bahwa dalam suatu negeri seperti itu Majelis Nasional kehilangan semua pengaruh sesungguhnya manakala ia kehilangan kekuasaan pos-pos kementerian/pemerintahan, jika ia pada waktu bersamaan tidak menyederhanakan administrasi negara itu, mengurangi tentara birokrasinya sejauh-jauh mungkin, dan, akhirnya, membiarkan masyarakat madani dan pendapat umum menciptakan organ-organnya sendiri, tidak bergantung pada kekuasaan pemerintahan. Tetapi justru dengan pemeliharaan mesin negara yang luas itu di dalam
jumlah besar percabangannya bahwa kepentingan-kepentingan material dari burjuasi Perancis paling erat berjalinan. Di sini ia mendapatkan pos-pos bagi kelebihan penduduknya dan mengatasinya dalam bentuk gaji-gajih negara untuk yang tidak dapat dikantongi dalam bentuk laba, bunga, sewa dan honorarium. Sebaliknya, kepentingan-kepentingan politiknya memaksanya untuk sehari-hari meningkatkan tindakan-tindakan represif dan karenanya sumber-sumber dan personel dari kekuasaan negara, sedangkan pada waktu bersamaan ia mesti melakukan suatu peperangan yang tiada terputus-putus terhadap pendapat umum dan dengan penuh curiga mencincang, melumpuhkan, organ-organ independen dari gerakan sosial, di mana ia tidak berhasil mengamputasi mereka secara menyeluruh. Demikian burjuasi Prancis dipaksa oleh kedudukan kelasnya untuk melenyapkan, di satu pihak, kondisi-kondisi vital semua kekuasaan parlementer, dan karenanya, secara serupa, kekuasaannya sendiri, dan membuat tidak-dapat-dilawan, di lain pihak, kekuasaan eksekutif yang memusuhinya.

Pemerintahan baru itu disebut Pemerintahan Hautpoul. Tidak dalam arti bahwa Jenderal Hautpoul telah menerima pangkat Perdana Menteri. Lebih tepatnya, serentak dengan –pemecatan Barrot, Bonaparte telah menghapus martabat ini, yang, memang, menghukum Presiden Republik pada status bukan-siapa-siapa secara hukum seorang monarki konsitusional, tetapi seorang monark konstitusional tanpa mahkota atau singgasana, tanpa tongkat atau pedang lambang kekuasaan, tanpa kebebasan dari tanggung-jawab, tanpa pemilikan martabat kenegaraan tertinggi yang tak-dapat diganggu-gugat, dan yang terburuk dari semuanya, tanpa suatu Daftar Sivil. Pemerintahan Hautpoul hanya terdiri atas satu orang dengan kedudukan parlementer, Fould si buaya-uang, salah seorang yang paling terkenal buruk dari para finansir besar. Ke dalam tangannya jatuh Kementerian Keuangan Prancis. Bacalah kutipan-kutipan di Bursa Paris dan anda akan mendapatkan bahwa sejak 1 November 1849 untuk seterusnya fonds Prancis (surat-surat berharga pemerintah) naik dan turun dengan naik dan turunnya saham-saham Bonaparte. Sementara Bonaparte dengan demikian telah mendapatkan sekutunya Carlier sebagai Kepala Polisi Paris.

Namun, hanya dalam proses perkembangan, konsekuensi-konsekuensi perubahan menteri-menteri itu menjadi jelas. Pertama-tama, Bonaparte telah mengambil langkah maju hanya untuk didorong balik secara lebih mencolok. Pesan kasarnya disusul oleh pernyataan kepatuhan yang paling membudak pada Majelis Nasional. Sesering para menteri itu berani melakukan susatu usaha yang berbeda untuk memperkenalkan keisengan-keisengan pribadinya sebagai usulan-usulan legislatif, mereka sendiri seakan-akan menjalankan, berlawanan dengan kehendak mereka dan terpaksa karena kedudukan mereka, kegiatan-kegiatan menertawakan yang ketidak-berhasilannya mereka telah ketahui di muka. Sesering Bonaparte mengucapkan tanpa pikir maksud-maksudnya dibalik punggung para menteri itu dan bermain-main dengan ideesnapoleoniennes-nya, menteri-menterinya sendiri mengingkarinya dari mimbar Majelis Nasional. Hasrat-hasratnya merebut kekuasaan seakanakan memperdengarkan diri hanya agar tawa penuh dengki lawan-lawannya jangan sampai dibungkam. Ia berkelakuan seperti seorang jenius yang tidak diakui, yang dipandang oleh seluruh dunia sebagai seorang yang bego. Tidak pernah ia menikmati hujatan semua kelas secara lebih sempurna daripada selama periode ini. Tidak pernah burjuasi memerintah lebih mutlak, tidak pernah ia memperagakan secara lebih berpura-pura lencana-lencana dominasi itu.

Aku tidak perlu menulis di sini sejarah mengenai kegiatan legislatifnya, yang diikhtisarkan selama periode ini dalam dua undang-undang: dalam undang-undang yang memberlakukan-kembali pajak anggur dan undang-undang pendidikan yang menghapus ketidak-percayaan. Jika minum anggur dibuat lebih sulit bagi orang Prancis, mereka disajikan secara lebih berlimpah-limpah dengan air kehidupan yang benar. Jika dalam undang-undang pajak anggur burjuasi menyatakan sistem perpajakan Prancis lama dan yang dibenci itu sebagai tidak dapat dilanggar, maka lewat undang-undang pendidikan ia berusaha menjamin di kalangan massa pikiran lama yang menerima sistem pajak itu. Orang diherankan melihat kaum Orleanis, borjuasi liberal, rasul-rasul tua dari Voltaireanisme dan filsafat eklektik, mempercayakan pada musuh turun-temurun mereka, kaum Jesuit, pengamat-amatan atas pikiran Prancis. Betapapun juga kaum Orleanis dan kaum Legitimis dapat berbeda pendapat mengenai para calon singgasana, mereka memahami bahwa mengamankan pemerintahan persatuan mereka mengharuskan dipersatukannya alat-alat represi dari dua kurun jaman, alat-alat penundukan dari Monarki Juli harus dilengkapi dan diperkuat dengan alat-alat penundukan Restorasi.

Kaum tani, yang dikecewakan dalam semua harapan mereka, dihancurkan lebih dari kapanpun oleh rendahnya tingkat harga gandum di satu pihak, dan oleh makin beratnya beban pajak dan utang hipotek di pihak lain, mulai bertindak di departemen-departemen. Mereka dijawab dengan suatu pengejaran terhadap para kepala/guru sekolah, yang ditundukkan pada kaum gereja, dengan suatu pengejaran terhadap para wali-kota, yang ditundukkan pada para kepala polisi, dan dengan suatu sistem mata-mata yang diberlakukan terhadap semua orang. Di Paris dan kota-kota besar reaksi itu sendiri mempunyai ilmu firasat kurun jamannya dan lebih banyak menantang daripada menghancurkan. Di pedesaan ia menjadi tumpul, membosankan, kasar, kerdil, dan menjengkelkan, singkat kata, gendarme itu. Orang memahami betapa tiga tahun rezim gendarme, yang ditahbiskan oleh para pendeta, tidak bisa- tidak mendemoralisasi massa-massa yang tidak dewasa/matang.

Berapa besarpun nafsu dan kecaman yang dapat digunakan oleh partai Ketertibanan terhadap minoritas mimbar Majelis Nasional, ucap-katanya tetap sama monosilabik (satu suku-kata)-nya seperti dari kaum, Kristiani, yang kata-katanya mesti: Yea, yea; nay, nay! (Ya, ya; tidak, tidak!). Sama monosilabiknya di atas mimbar seperti dalam pers. Datar bagaikan sebuah teka-teki yang jawabannya sudah diketahui di muka. Apakah itu mengenai hak mengajukan petisi atau pajak atas anggur, kebebasan pers atau perdagangan besar, piagam-piagam perkumpulan atau balai-kota, perlindungan kebebasan pribadi atau penetapan anggaran negara, semboyannya selalu berulang, temanya selalu tetap yang sama, putusannya selalu siap dan senantiasa berbunyi: Sosialisme! Bahkan liberalisme burjuis dinyatakan sosialistik, pencerahan borjuis sosialistik, reformasi keuangan burjuis sosialistik. Adalah sosialistik untuk membangun sebuah jalanan kereta-api di mana sebuah kanal sudah terdapat, dan adalah sosialistik untuk membela diri sendiri dengan sebuah tongkat apabila orang diserang dengan sebuah rapier (pedang tipis dan tajam).

Ini sama sekali bukan sekedar suatu kias kata, gaya atau taktik-taktik partai. Burjuasi mempunyai suatu wawasan yang mendalam mengenai fakta bahwa semua senjata yang telah ditempanya terhadap feodalisme telah membalikkan ujungnya pada dirinya sendiri, bahwa semua alat pendidikan yang telah dihasilkannya memberontak terhadap peradabannya sendiri, bahwa semua dewa yang telah diciptakannya telah menjauhi dirinya. Ia memahami bahwa semua yang disebut kebebasan-kebebasan borjuis dan organ-organ kemajuan telah menyerang dan mengancam kekuasaan kelasnya pada dasar sosialnya dan puncak politiknya secara serentak, dan bahwa oleh karenanya menjadi sosialistik. Dalam ancaman ini dan serangan ini ia secara tepat telah mengyingkap rahasia sosialisme, yang arti-penting dan kecenderungannya ia nilai secara lebih tepat daripada yang disebut sosialisme ketahui untuk menilai diri sendiri; yang tersebut belakangan dapat, karenanya, tidak memahami mengapa borjuasi tanpa berperasaan mengeraskan hatinya terhadapnya, apakah ia secara sentimental menangisi penderitaan-penderitaan umat-manusia, ataupun dalam semangat Kristiani menubuatkan milenium dan kasih persaudaraan universal, atau dalam gaya humanistik mengoceh tentang pikiran, pendidikan, dan kebebasan, atau dengan gaya doktriner menciptakan sebuah sistem bagi rekonsiliasi dan kesejahteraan semua kelas. Namun yang tidak dipahami burjuasi adalah kesimpulan logik bahwa rezim parlementernya sendiri, kekuasaan politiknya pada umumnya, kini tidak bisa tidak harus menerima keputusan hukuman karena dianggap sosialistik. Selama kekuasaan burjuasi tidak terorganisasi dengan sempurna, selama ia tidak mendapatkan ungkapan politiknya yang murni, antagonisme dari kelas-kelas lain secara serupa tidak akan tampil dalam bentuk murninya, dan di mana ia tampil seperti itu tidak dapat menerima perubahan berbahaya yang mentransformasi setiap perjuangan terhadap kekuasaan negara menjadi suatu perjuangan terhadap kapital. Jika dalam setiap geliatan kehidupan dalam masyarakat ia melihat ketenangan dibahayakan, bagaimana ia dapat berkeinginan untuk mempertahankan di pimpinan negara suatu rezim ketidak-tenteraman, rezimnya sendiri, rezim parlementer, rezim ini yang, menurut ungkapan salah seorang juru-bicaranya, hidup dalam perjuangan dan dengan perjuangan? Rezim parlementer hidup dengan diskusi, bagaimana aku mesti melarang diskusi? Setiap kepentingan, setiap lembaga sosial, di sini ditransformasi menjadi gagasan-gagasan umum, diperdebatkan sebagai ide-ide; bagaimana sesuatu kepentingan, sesuatu kelembagaan, mempertahankan dirinya di atas pikiran dan menanamkan dirinya sebagai suatu pasal kepercayaan? Perjuangan para orator di atas mimbar menimbulkan perjuangan pada penulis pers; kelompok debat dalam parlemen menyerahkan segala sesuatu pada keputusan mayoritas; bagaimana mayoritas besar di luar parlemen tidak berkehendak untuk menentukan? Manakala anda memainkan biola di puncak negara, apalagi yang mesti diharapkan kecuali bahwa yang di bawah sana menari?

Demikian dengan sekarang memberi stigma sosialistik pada yang sebelumnya dipuji-puji sebagai liberal, burjuasi mengaku bahwa kepentingan-kepentingannya sendiri mengimlahkan bahwa ia mesti dibebaskan dari bahaya kekuasaannya sendiri; bahwa untuk memulihkan ketenangan di dalam negeri maka parlemen burjuisnya mesti, pertamatama sekali, diberi obat penenangnya; bahwa untuk melestarikan keutuhan kekuasaan sosialnya maka kekuasaan politiknya mesti dipatahkan; bahwa masing-masing burjuis dapat terus mengeksploitasi kelas-kelas lain dan menikmati tanpa diganggu hak-milik/kekayaan, keluarga, agama, dan ketertiban hanya dengan syarat bahwa kelas mereka dikutuk bersama dengan kelas-kelas lain pada penghapusan (ke’zero’- an) politik yang sama; bahwa untuk menyelamatkan pundi-pundinya ia mesti mengingkari mahkota, dan pedang yang mestinya mengawal dirinya mesti pada waktu bersamaan digantung di atas kepalanya sendiri sebagai sebilah pedang Damocles.

Di wilayah kepentingan-kepentingan kewargaan umum, Majelis Nasional membuktikan dirinya sedemikian tidak-produktifnya sehingga, misalnya, diskusi mengenai jalanan kereta-api Paris- Avignon, yang dimulai pada musim dingin tahun 1850, masih belum matang bagi penyelesaiannya pada tanggal 2 Desember 1851. Manakala ia tidak menindas atau menjalankan suatu proses yang reaksioner ia dirundung kemandulan yang tidak dapat diobati.

Sementara pemerintahan Bonaparte untuk sebagian mengambil inisiatif dalam merancang undang-undang dalam semangat partai Ketertiban, dan sebagian lagi bahkan melampaui kekerasan partai itu dalam pelaksanaan dan administrasinya, ia, sebaliknya, berusaha dengan usulan-usulan kekanak-kanakan yang tidak lucu memenangkan ketenaran, menonjolkan oposisinya terhadap Majelis Nasional, dan mengisyaratkan suatu cadangan rahasia yang hanya untuk sementara waktu dicegah oleh kondisi-kondisi untuk membuat harta-harta tersembunyinya tersedia bagi rakyat Prancis. Seperti itulah usulan untuk mendekritkan suatu kenaikan upah sebesar empat sou sehari pada para bintara. Seperti itulah usulan suatu bank pinjaman berdasarkan sistem jasa untuk para pekerja. Uang sebagai pemberian dan uang sebagai pinjaman, adalah dengan prospek-prospek seperti ini ia mengharap memikat massa banyak. Donasi-donasi dan pinjaman-pinjaman – ilmu pengetahuan keuangan dari lumpen-proletariat, apakah berderajat tinggi atau rendah, dibatasi hingga ini saja. Seperti itulah pegas-pegas satu-satunya yang Bonaparte mengetahui cara menggerakkannya. Tiada pernah ada seorang penuntut yang berspekulasi secara lebih tolol atas ketololan massa banyak.

Majelis Nasional berulang-kali bertengkar sengit mengenai usaha-usaha yang jelas-jelas mengejar popularitas dengan mengorbankan Majelis itu, mengenai makin besarnya bahaya bahwa petualang ini, yang utangnya mendorong-dorong dan tiada reputasi yang terbukti menahannya, akan mengadu-untung dengan melakukan suatu kup karena putus-asa. Perselisihan antara partai Ketertiban dan Presiden telah mulai bersifat berbahaya ketika suatu peristiwa tidak terduga-duga melemparkannya dengan bertobat kembali ke pelukan partai itu. Yang kita maksudkan ialah pemilihan susulan tanggal 10 Maret 1850. Pemilihan ini dilangsungkan dengan maksud mengisi kursi-kursi perwakilan yang sesudah tanggal 13 Juni dianggap lowong karena pemenjaraan atau pembuangan. Paris hanya memilih calon-calon sosial-demokratik. Ia bahkan memusatkan kebanyakan dari suara itu pada seorang pemberontak bulan Juni 1848, pada De Flotte. Demikian burjuasi kecil Paris, dengan bersekutu dengan proletatriat, membalas dendamnya atas kekalahannya pada 13 Juni 1849. Ia tampaknya telah menghilang dari medan perang pada saat berbahaya hanya untuk muncul kembali di sana pada suatu kejadian yang lebih menguntungkan dengan kekuatan-kekuatan tempur yang lebih banyak dan dengan teriakan perang yang lebih berani. Satu situasi tampaknya meningkatkan bahaya kemenangan pemilihan ini. Tentara memberikan suaranya di Paris kepada pemberontakan Juni terhadap La Hitte, seorang menteri Bonaparte, dan di departemen-departemen sebagian terbesar untuk kaum Montagnard,[19] yang di sini juga, sekalipun memang tidak begitu menentukan seperti di Paris, mempertahankan kekuasaan atas lawan-lawan mereka.

Bonaparte mendapatlkan dirinya sendiri secara tiba-tiba sekali lagi berhadap-hadapan dengan revolusi. Seperti pada tanggal 29 Januari 1849, seperti pada tanggal 13 Juni 1849, demikian pada tanggal 10 Maret 1850, ia menghilang di balik partai Ketertiban. Ia menyatakan kepatuhan, ia dengan kecut-hati meminta ampun, ia menawarkan untuk mengangkat sesuatu pemerintahan yang disukai atas perintah mayoritas parlemen, ia bahkan memohon pada para pemimpin partai Orleanis dan Legitimis, para Thiers, para Berryer, para Broglie, para Mole, singkatnya, yang disebut para burgrave, agar memegang tampuk negara itu sendiri. Partai Ketertiban terbukti tidak mampu mengambil kesempatan yang tidak akan pernah kembali. Gantinya dengan berani mengambil kekuasaan yang ditawarkan, ia bahkan tidak memaksa Bonaparte untuk mendudukkan kembali pemerintahan yang dipecat pada 1 November; ia memuaskan dirinya dengan menghinanya dengan pengampunannya dan menggabungkan M. Baroche pada Pemerintahan Hautpoul. Sebagai jaksa penuntut umum Baroche ini telah menyerbu dan mengamuk didepan Pengadilan Tinggi di Bourges, yang pertama kali terhadap kaum revolusioner 15 Mei, yang kedua terhadap kaum dmokrat tangal 3 Juni, kedua-dua kali itu karena suatu percobaan atas nyawa Majelis Nasional. Tiada dari para menteri Bonaparte yang kemudian menyumbang lebih banyak pada penistaan Majelis Nasional, dan setelah 2 Desember 1851, kita sekali lagi bertemu dengannya sebagai wakil presiden dari Senat yang dilantik dengan nyaman dan dibayar tinggi. Ia telah meludahi sop kaum revolusioner agar Bonaparte memakannya hingga habis.

Partai sosial-demokratik, sendiri, tampaknya hanya mencari dalih-dalih untuk sekali lagi menyangsikan kemenangannya sendiri dan untuk menumpulkan ujungnya. Vidal, salah seorang dari para utusan Paris yang baru terpilih, telah dipilih secara serentak di Stasbourg. Ia telah dibujuk untuk menolak dipilih untuk Paris dan menerimanya untuk Strasbourg. Begitulah, gantinya memastikan kemenangannya di kotak suara dan dengan begitu memaksa partai Ketertiban berlawan dengannya sekali lagi di parlemen, gantinya dengan demikian memaksa lawan bertempur pada saat antusiasme rakyat dan suasana yang menguntungkan dalam tentara, partai demokratik mengesalkan Paris selama bulan-bulan Maret dan April dengan kampanye pemilihan baru, membiarkan nafsu-nafsu rakyat yang telah dibangkitkan itu meletihkan diri mereka dan meninggalkan permainan pemilihan sementara yang berulang-ulang ini, membiarkan enerji revolusioner mengenyangkan diri dengan keberhasilan-keberhasilan konstitusional, menghambur dirinya dalam intrik-intrik kerdil, pengingkaran-pengingkaran hampa, dan gerakangerakan palsu, membiarkan borjuasi berkumpul dan melakukan persiapan-persiapan, dan, akhirnhya, melemahkan arti-penting pemilihan-pemilihyan bulan Maret dengan sebuah komentar sentimental dalam pemilihan susulan bulan April, pemilihan Eugene Sue . Dalam satu kata, ia menjadikan suatu olok-olokan April dari 10 Maret itu.

Mayoritas parlementer memahami kelemahan antagonisnya. Ketujuh belas burgravenya – karena Bonaparte telah menyerahkan padanya pimpinan dan tanggung-jawab serangan itu– menyusun sebuah undang-undang pemilihan umum baru, yang introduksinya dipercayakan pada M. Faucher, yang melamar kehormatan itu untuk dirinya sendiri. Pada tanggal 8 Mei ia memperkenalkan undang-undang yang dengannya pemilihan umum mesti dihapuskan, suatu residensi (bertempat tinggal) tiga tahun dalam lokalitas pemilihan itu diberlakukan sebagai suatu persyaratan bagi para pemilih, dan yang terakhir, pembuktian tempat tinggal ini digantungkan dalam kasus kaum pekerja pada sebuah sertifikat dari para majikan mereka.

Tepat sebagaimana kaum demokrat telah, dengan gaya revolusionernya, mengamuk dan beragitasi selama berlangsungnya pemilihan konstitusional itu, maka kini, manakala dipersyaratkan untuk membuktikan sifat keseriusan dari kemenangan itu dengan senjata di tangan, maka dengan gaya konstitusional mereka mengkhotbahkan ketertiban, calme majestueux, aksi menurut hukum, yaitu, ketundukan membuta pada kehendak kontra-revolusi, yang memaksanakan dirinya sebagai hukum. Selama perdebatan Gunung telah mempermalukan peranan Ketertiban dengan menyatakan, berlawanan dengan nafsu revolusioner yang tersebut belakangan, sikap yang dingin dari si filistin yang bertahan diri di dalam undang-undang, dan dengan menebang partai itu hingga rubuh ke tanah dengan teguran mengerikan bahwa ia telah bertindak dengan suatu cara revolusioner. Bahkan para utusan yang baru terpilih itu berusaha mati-matian untuk membuktikan dengan tindakan pajangan dan bijaksana itu betapa sungguh keliru untuk menuduh mereka sebagai anarkis dan menafsirkan terpilihnya mereka sebagai suatu kemenangan untuk revolusi. Pada tanggal 31 Mei undang-undang pemilihan umum itu disahkan. Kaum Montagne memuaskan diri dengan menyelundupkan sebuah protes ke dalam kantong Presiden. Undang-undang pemilihan umum itu disusul dengan sebuah undang-undang pers baru, yang dengannya pers suratkabar revolusioner sepenuhnyua ditindas. Itu memang layak menjadi nasibnya. Nasional dan La Presse, dua organ burjuis, ditinggalkan setelah banjir itu sebagai pos-pos terdepan yang paling maju dari revolusi.

Kita telah melihat bagaimana selama Maret dan April para pemimpin demokratik melakukan segala sesuatu untuk melibatkan rakyat Paris dalam suatu perang-perangan pura-pura, bagaimana setelah 8 Mei mereka melakukan segala sesuatu untuk menahan mereka dari suatu pertempuran nyata. Sebagai tambahan pada ini, kita jangan lupa bahwa tahun 1850 merupakan salah satu tahun paling baik dari kemakmuran industri dan komersial, dan proletariat Paris karenanya sepenuhnya mempunyai pekerjaan. Tetapi undang-undang pemilihan tanggal 31 Mei 1850, mengeluarkannya dari sesuatu partisipasi dalam kekuasaan politik. Undang-undang itu memutuskan proletariat dari medan pertempuran itu sendiri. Undang-undang itu menghempaskan kembali kaum pekerja ke dalam posisi pariah yang mereka duduki sebelum Revolusi Pebruari. Dengan membiarkan diri mereka dipimpin oleh kaum demokrat dihadapan suatu peristiwa seperti itu dan melupakan kepentingtan-kepentingan revolusi dari kelas mereka untuk kasus dan kenyamanan sesaat, mereka menolak kehormatan menjadi suatu kekuatan yang menaklukkan, menyerah pada nasib mereka, membuktikan bahwa kekalahan bulan Juni 1848, telah mengeluarkan mereka dari perjuangan untuk bertahun-tahun lamanya dan bahwa proses sejarah itu untuk sementara akan kembali berlangsung tanpa mereka. Sedangkan demlokrasi burjuis-kecil yang pada tanggal 13 Juni telah berteriak: Tetapi jika sekali saja pemilihan umum diserang, maka kita akan memberi bukti pada mereka, kini menghibur diri sendiri dengan anggapan bahwa pukulan kontra-revolusioner yang mengenainya bukanlah suatu pukulan dan undang-undang tanggal 31 Mei bukanlah undang-undang. Pada Minggu kedua bulan Mei 1852, setiap orang Prancis akan muncul di tempat pemilihan (tempat pemberian suara) dengan kartu suara di satu tangan dan pedang di tangan lainnya. Dengan ramalan ini ia merasa puas. Akhirnya, tentara didisiplin oleh para perwira atasannya untuk pemilihan-pemilihan bulan Maret dan April 1850, tepat sebagaimana tentara itu telah didisiplin untuk pemilihan-pemilihan tanggal 28 Mei 1849. Kali ini, namun, ia mengatakan dengan tegas: “Revolusi tidak akan memperdaya kita untuk ketiga kalinya.”

Undang-undang 31 Mei 1850 adalah kudeta dari burjuasi. Semua penaklukannya atas revolusi hingga sekarang hanya mempunyai suatu sifat peralihan dan dibahayakan segera setelah Majelis Nasional yang ada mundur dari pentas. Mereka bergantung pada resiko-resiko suatu pemilihan umum baru, dan sejarah pemilihan-pemilihan sejak 1848 tanpa dapat disangkal membuktikan bahwa kekuasaan moral burjuasi atas massa rakyat telah hilang secara setara dengan berkembangnya dominasi mereka yang sesungguhnya. Pada 10 Maret pemilihan umum menyatakan dirinya secara langsung terhadap dominasi burjuasi; burjuasi menjadi dengan melarang pemilihan umum. Undang-undang 31 Mei oleh karenanya merupakan salah-satu keniscayaan perjuangan kelas. Di lain pihak, konstitusi mensyaratkan suatu minimum dari dua juta suara untuk menjadikan pemilihan Presiden Republik sahih. Jika tiada dari para calon untuk kepresidenan menerima minimum ini, maka Majelis Nasional harus memilih Presiden dari antara tiga calon yang kepadanya jumlah terbesar dari suara diberikan. Pada waktu ketika Majelis Konstituante membubarkan undang-undang ini, sepuluh juta pemilih telah didaftar dalam daftar pemilih. Dalam pandangannya, oleh karenanya, sepperlima dari 45 rakyat yang berhak memberikan suara sudah cukup untuk menjadikan pemilihan presiden itu sahih. Undang-undang 31 Mei mencoret sedikitnya tigta juta dari daftar pemilih itu, menurunkan jumlah rakyat yang berhak memberikan suaranya menjadi tujuh juta, dan sekalipun begitu mempertahankan minimum dua juta menurut hukum untuk pemilihan presiden. Karenanya ia telah menaikkan minimum menurut hukum dari seperlima menjadi hampir sepertiga suara yang efektif; yaitu, ia melakukan segala sesuatu untuk menyelundupkan pemilihan Presiden itu keluar dari tangan rakyat dan kedalam tangan Majelis Nasional. Dengan demikian melalui undang-undang pemilihan umum 31 Mei partai Ketertiban tampaknya telah menjadikan kekuasaannya dua kali lipat aman, dengan menyerahkan pemilihan Majelis Nasional dan pemilihan Presiden Republik kepada seksi masyarakat yang tidak bergerak.


[19] Montagne – Montagnard = gunung – yang menghuni daerah pegunungan.