Ludwig Feuerbach dan Achir Filsafat Klasik Jerman

Ludwig Feuerbach

III - Feuerbach

Idealisme Feuerbach jang sesungg hnja mendjadi djelas segera kita sampai pada filsafatnja tentang agama dan etika. Dia samasekall tidak berkehendak menghapuskan agama; dia ingin menjempurnakannja. Filsafat itu sendiri harus dilebur kedalam agama. “Periode2 kemanusiaan dibeda-bedakan hanja dengan, perubahan2 agama. Suatu gerakan sedjarah adalah fundamental hanja apabila ia berakar didalam hati manusia. Hati bukanlah suatu bentuk agama, sehingga jang tersebut belakangan sehavusnja ada djuga didalam hati; hati adalah hakekat agama.” (Dikutip oleh Starcke, halaman. 168) Menurut Feuerbach, agama adau hubungan jang berdasarkan kasih-sajang diantara machluk, hubungan jang berdasarkan hati, hubungan mana sampai kini telah mentjari kebenarannja pada bajangandalam-tjermin jang fantasy tentang kenjataan - dengan perantaraan satu atau banjak Tuhan, bajangandalam-tjermin ads fantasy tentang sifat2 manusia tetapi jang sekarang menemiukannja langsung dan tanpa sesuatu perantaraan apapun dalam tjinta antara “Aku” dan “Engkau”. Demikianlah, achirnja, bagi Feuerbach tjinta kelamin mendjadi salahsatu bentuk tertinggi, djika bukan bentuk jang tertinggi, dari praktek agamanja jang baru.

Kini hubungan2 antara manusia dengan manusia, jang didasarkan pada kasihsajang, dan tertutama antara dua djenis kelamin, telah ada selama umatmanusia ada. Chususnja tjinta kelamin telah mengalami perkembangan dan selania delapan ratus tahun jang terachir ini merebut suatu tempat jang membuatnja sebagai suatu titikpusat wadjib dari semua puisi selama periode itu. Agama2 positif jang ada membatasi diri pada memberi pengkudusan jang lebih tinggi pada tjinta kelamin jang diatur oleh negara, jaitu, pada undang2 perkawinan, dan esokharinja semuanja dapat lenjap tanpa mengubah sedikitpun praktek tjinta dan persahabatan. Demikianlah, agama Kristen di Perantjis, sebenarnja, lenjap samasekali dalam tahun2 1793-1798 sehingga Napoleonpun tidak dapat memberlakukannja kembali tanpa menghadapi oposisi dan kesukaran; dan tanpa dirasakan kebutuhan akan suatu pengganti, menutut pengertian Feuerbach, dalam d arak waktu itu.

Idealisme Feuerbach disini menganduna hal2 berikut ini: dia tidak begitu sadja menerima salinghubungan2 jang -didasarkan atas ketjendemngan timbal-balik diantara umatmanusia, seperti tjinta kelamin, persabatan, belaskasihan, pengorbanan-diri sendiri, dsbnja, persis menurut apa adanja - tanpa menghubungkannja dengan agama tertentu jang baginia, pada masalampau; tetapi sebaliknja bahwa hal2 itu akan memperoleh nilainja jang penuh hanja apabila dikuduskan atasnama agama. Hal jang utama baginja bukanlah bahwa hubungan2 jang semata-mata bersifat kemariusiaan ini ada, tetapi bahwa hubungan-hubungan tersebut harus difahami sebagai agama baru, agama sedjati. Hubungan2 tersebut akan meinpunjai nilai-jang penuh hanja setelah diberi tjap agama. Agama (religi) berasad dari kata religare dan menurut asal katanja berarti ikatan. Karena itu, setiap ikatan antara dua orang adadah suatu agama. Muslihat2 etimologis sedemikian itu adalah tempat berlindung filgafat idealis jang terachir. jang penting bukanlah apa arti kata itu menurut perkembangikn seajarah penggunaannja jang sesungguhnja, melainkan apa seharusnja artinja menurut asalkatanja. Dan dengan demikian tjinta kelamin, dan hubungan diantara djenis2, kelamin dipudja-p,udja mendjadi agama, semata-mata agar supaja kata agama, jang bagi kenang-kenangan idealis begitu tertjinta, djangan sampai lenjap dari bahasa. Kaum reformis Paris dari aliran Louis Blanc biasa berbitjara dengan tiara jang persis sama pada tahun2 empatpuluhan. . Mereka djuga dapat menggambarkan seseorang tanpa agama hanja sebagai machluk buas dan biasa berkata: “Donc, l'atheisme c'est votre religion![3-1].

Djika Feuerbach ingin mendirikan agama sedjati atas dasar suatu konsepsi tentang alam jang pada hakekatnja materialis, maka itu adalah sama dengad mengang, gap ilmttkimia modern sebagai alkimi sedjati. Dj.ika agama bisa ada tanpa Tuhannja, maka alkimi bdsa adi tanpa batu'filosufnja. Sambillalu, ada hubungan jang sangat erat antara alkimi dan agama. Batu-filosuf menipuniai baniak sifat ketuhanan dan ahli-alkim6 Mesirjunani'pada dua abad pertama zaman kita ambilbagian dalam perkembangan doktrin2 Kristen, seperti telah dibuktikan olth bahan2 jang diberikan oleb Kopp dan Berthelot.

Pirnjataan Feuerbach bahwa “periode2 kemagusiaan dibeda-bedakan ihanja dengan perubahan2 agama” pasti salah. Titikbalik2 sedjarah jang besar telah diiringi oleh pergantian2 agama hanja sedjauh mengenai tiga agama dutiia jang ada sampai ki:ni - Budisme, a ama Kristen dan Islam Agama2 Sukubangsa dan nasional lama, jang timbul setjara spontan, tidak memasukkan. orang baru kedalam agamanja dan kehilangan seluruh daja-perlawanannji segera setelah kemerdekaan sukubaingsa atau nasion itu hilang. Bagi orang2 Djerman tjukuplah mempunjai hubungan sederhana dengan keradjaan dunia Ruipawi jang sedang meruntuh dan dengan agama dunia Kristennja jang baru dipeluknja jang tjotjok dengan sjarat2 ekonomi, politik dan ideologinjat Hanja ngan agama2 chunia itu, jang timbul sedikit-banjak setjara di-bikin2 terutama agama Kristen dan Islam, kita dapati bahwagerakan2 sedjarah ja;ng lebih umum memperoleh tjap keagimaan. Bahkan mengenai agama Kristen tjap keagamaan dalam revolusi2 jang mempunjai arti benar2 universil, terbatas pada tingkat2 pertama perdjuangan burdjuasi untuk emansipasi - dari abad ke-13 sampal abad ke-17 - dan harus diterangkan, bukan seperti jang difikirkan Feuerbach, jaitu lewat hati manusia dan kebutuhan2 agamania, tetapi lewat seluruh sedjarah jang terdahulu dari Abad Tengah, jang ti-dak mengenal bexituk ideologi lain daripada djustru agama dan teologi. Tetapi ketika burdjuasi abad ke-18 telah tjukup diperkuat, djuga memiliki ideologinja sendiri jang sesuai,dengan pendirian klasn)a sen,diri, mereka melakukan revolusinia jang besar dan menentukan, revolusi Perantjis, memohon kepada ide2 hukum dan politik semaita aan menqhilraukan agama .hanja sedjauh agama itu merintangi mereka. Tetapi tidak pernah terlintas dalam fik.iran mereka'untuk menggantikan agama jang lama dengan jang baru, Setiap orang tahu bagaimana Robespierre gagal dalam usahanja [3-2].

Kemungkinan tentang adanja sentimen2 jang sematamata bersifat kemanusiaandalam hubtungan kita dengan manusia2 lain dewasa ini sudah tjukup dibatasil oleh masjarakat dimana kita harus hidup, masjarakat jang didasarkan atas antagonisms klas dan kekuasaan klas. Kita tidak mempunjai - alasan untuk lebih membatasinja lagi dengan mendewa-dewakan sentimen2 itu sampai mendjadi agama. Dan begitupun pemahaman terbehap perdtuangan2 klas jang besar didalam sedjarah telah tjukup diburengkan oleh historiografi masakini, terutama di Djerman, sehingga tidak pula ada keperluannja bagi kita untuk membikin pemahaman sedemikian itu samasekali tidak mungkin dengan mengubah sedjarah perdjuangan itu mendjadi embel2 belaka dari sedjarah kegeredjaan. Sedjak itu sudah mendjadi dielas seberapa djauh kita kini telah bergerak melampaui Feuerbach. “Bagian2 tulisannja jang paling baik” jang memuliakan agama barunja - tjinta - kini samasekali takterbatja.

Satu2nja agama jang dengan serius diselidiki oleh Feuerbach jalah agama Kristen, agama dunia Barat, jang berdasarkan monoteisme. Dibuktikannja bahwa Tuhan agama Kristen hanjalah suatu pentjerminan fantastis, suatu bajangan-dalam-tjerman, dari manusia. Akan tetapi, sekarang Tuhan itu sendiri adalah hasil proses abstraksi jang mendjemukan, intisari jang terkonsentrasi dari banjak Tuhan sukubangsa dan nasional jang terdahulu. Dan manusia, jang bajangannja adalah Tuhan itu, adalah karenanja pula bukan manusia njata, tetapi begitupun djuga adalah intisari banjak manusia njata, manusia dalam abstraksi, makaitu dia sendiri adanjata, manusia dalam abstraksi, makaitu dia sendiri adalah bajangan rochaniah djuga. Feuerbach, jang pada setiap halaman mengchotbahkan rasa pantjaindera, keasjikan pada jang kongkrit, pada kenjataan, mendjadi smasekali abstrak segera dia mulai berbitjara tentang sesuatu jang lain daripada hubungan2 kelamn semata diantara sesama manusia.

Diantara hubungan2 itu hanja satu aspek jang menarik perhatiannja: moral. Dan disini, djiki dibandingkan dengan Hegel, kita teipesona lagi -oleh kekerdilan Feuerbach jang mentakdjubkan! Etika Hegel, atau adjaran terftang tindak-tanduk moral, adalah filsafat hukum dan meliputi: 1) hukum abstrak; 2) moral; 3) etika sosial (Sittlichkeit) jang djuga mentjakup: keluarga, masjarakat sivil dan negara. Disini isi adalah serealistis seperti bentuk adalah idealistis. Disamping moral, seluruh lapangan hukum, ekonmi, politik termasuk disini. Dengan Feuerbach soalnja djustru adalah kebalikannja. Dalam bentuk dia realistis karena dia mengambil titiktogaknja dari manusia ; tetapi samasekali tidak ada d-isebut-sebut tentang dunia tempat manusia ini hidup; makaitu, manusia ini tetap selimanja manusia abstrak jang itu djuga, jang menempati lapangan dalam filsafat agama. Karena maniusia ini tidak dilahirkan oleh wanita; dia keluar, seperti dari sebuah kepomong, -dari,TuJian agama2 monoteis. Karena itu dia tidak hidup dalam dunia njata jang , terwudjud menurut sedjarah dan ditentukan menurut sectjarah. Benar. dia mempunjai pergaulan dengan, manusia lain; akan tetapi masing2 mereka itu adalah sama2 siuatu abstraksi, seperti dia sendiri adalah suatu abstraksi. Dalam filsafat agamania masih ada pria dan waniia, tetapi dalam etikanjabahkan perbedaan jang terachir itupun lenjap. Feuerbach, memang benar, pada djarak@, waktu jang pandjang mengeluarkan pemjataan2 seperti: “Orang jang didalam istana berfikir lain daripada jang didalam gubuk.” “Djika karena kelaparan, karena kesengsaraan, orang tidak mempunjai isi didalam tubuhnja, maka begitupun djuga dia tidak mempunjai isi untuk moral.didalam kepalanja, di-dalam fikiran -atau hatinja.” “Politik harus mendjadi agama kita”, dsbnja. Tetapi, dengan utjapan2. itu, Feuerbach samasekali tidak mampu mentjapai sesuatu. Utjapari? itu tietap merupakan kata2 belaka dan Starckepun terpaksa mengakui biahwa bagi Feuerbach politik merlupakan tapalbatas jang takterlalui dan ,ilmiu tentang masjarakat, sosiologi, adalah terra incognita baginja.

Dia tampak sama dangkalnja,djika dibandingkan dengan Hegel, dalam memperlakukan antitese antara baik dan djahat. “Orang pertjaja bahwa dia mengatakan sesuatu jang besar”, kata Hegel, “kalau dia mengatakan, bahwa manusia.pembawaannja baik'. Tetapi orang lupa, bahwa orang mengatakan sesuatu jang djauh lebih besar, apabila dia mengatakan manusia pembawaannja djahat.” Bagi Hegel kedjajlatan adalah bentuk -dengan mana kekuatan penggerak perkembangan sedjarah menampakkan dirinja. Itu mengancbung pengertian rangkap bahwa, disatu fihak, setiap kemadjuan baru menurut keharusan nampak sebagai suatu pelanggarang terihadap hal2 jang telah disiftjikan, sebagai pemberontakan terhadap keadaan, walaupun sudah tua dan sekarat, jang akan disutjikan oleh kebiasaan; dan bahwa, difihak lain, djustru nafsu2 djahat manusialah kerakusan dan kehausaii akan kekuasaan - jang, sedjak timbulnja antagonisme2 klas, berlaku sebagai pendorong perkembangan sedjarah - suatu kenjataan jang sedjarah feodalisme dan burdjuasi, misainja, merupakan bukti tunggal jang terus-menerus. Tetapi tidak terlintas dalam fikira,n Feuerbach untuk menielidiki peranan sedjarah dari kedjahatan moral. Bagi dia sedjarah adalah suatu bidang jang, samasekali aneh -dan menakutkan dimana dia merasa gehsah. Dia bahkan mengutjapkan: “Manusia, karena mula2 berasad dari alam, ihanjalah suatu machluk alamiah belaka, bukan manusia. Manusia adalah hasil manusia, hasil kebudajaan, hasil sedjarah” - bagi dia utjapan inipun tetap sepenuhnia mandul.

Oleh karena itu, jang dapat dikatakan oleh Feuerbach kepada kita tentang moral, hanjalah kerdil sekali. Dorongan untuk mentjapai kebahagiaan adalah pembawaan manusia, dan karenanja harus merupakan dasar bagi seluruh moral. Tetapi dorongan untuk mentjapai kebahagiaan terkena koreksi rangkap. Pertama, oleh akibat2 wadjar dari tindakan2 kita : sesudah mengumbar hawanafsu menjusul kesengsaraan dan kebiasaan berbuat melampaui batas disusul oleh penjakit. Kedua, oleh akibat2 sosialnja : djika kita tidak menghormati doro,ngan jang serupa untuk mentjapai kebahagiaan bagi orang lain, maka merftka akan membela diri, dan dengan demikian merintanii dorongan kita sendiri untuk mentjapai kebahagiaan. Akibatnja, untuk memenuhi dorongan kita, kita harus setjara tepat menghargai shasil tingkah-laku kita dan bersamaa,n dengan itu memberikan -hak sama kepada orang2 lain untuk mentjari kebahagiaan. Pengekangan-sendiri setiara rasionil terhadap diri kita sendiri, dan tjinta - lagi-lagi tjinta! - didalam pergaulan kita dengan orang2 lain - inilah hukum-hukum fundamental moral Feuerbach; semua hiukum lainnja berasal dari hukum2 fundamental itu. Dan baik utjapan2 Feuerbach jang paling bersemangat maupun pudjian2 jang paling tinggi dari Starcke tidak dapat menjembunjikan kekerdilan dan kebojakan beberapa dalil itu.

Hanja dalam keadaan2 jang amat luarbiasa dan se-kali-kali tidak menguntungkan dia dan orang lain' seseorang dapat memenuhi dorongannja untuk mentiapal kebahagiaan dengan kesibukan sendiri. Sebaliknja dia riembutuhkan kesibukan dengan dunia luar, hal har untuk memenuhi kebutuhannja, jaitu, makanan, seseorang dari kelami ' n laid, bitiku-bu.ku, pertiakapa;n, per-debactan, aktivitet2, benda2 untuk dipergunakan dan diolah. Moral Feuerbach mensjaratkan bahwa hal2 dan objek2 untuk memenuhi kebutuhan itu diberikan kepada setiap individu dengan begitu sadja, atau moral ittu banja memberikan nasehat baik jang tidak dapat ditrapkan da'n karenanja ti,dak berharga sepeserpun bagi orang2 jang tidak mempunjai hal2 tersebut. Dan Feuerbach sendiri menjatakan hal itu idalam kata2 jang djelas: “Orang jang didalam istana berfikir lain daripada jang didalam gubuk. Djika karena kelaparan, karena kesengsaraan, orang tidak mempunjai isi didalam tubuhnja, maka begitu djuga dia tidak inempiunjai isi untukmoral didalam kepalanja, di-dalam djiwa maupun hatinia.”

Apakah mengenai haksama orang lain dalam memenuhi dorongan untuk mentjapai kebabagioan keadaannja, adadah lebih baik ? Feuerbach mengemukakan tuntutan ini sebagai ihal jang mutlak, sebagai hal jang berlaku pada setiap waktu dan dalam setiap keadaan. Tetapi sedjak kapankah hal ini berlaku ? Pernahkah ada pada zaman purbakala antara budak dan tuanbudak, atau pada, Abad Tengah antara hamba . dan bangsawan, pembitiaraan tentang haksama untuk mengedjar kebahagiaan ? Bukankah dorongan untuk mentjapai kebahagiaan dari klas tertindas dikorbankan setjara kedjam dan “berdasarkan hukum” untuk kebahagiaan klas jang berkuasa? Ja, itu memang immorai; akan tetapi dewasa ini persaman hak diakui. Diakui dalara kata2 sedjak .dan sedlaiih burdjuasi, dalam perdjtuangannja melawan feodalisme dan dalam perkembangan produksi kapitalis, terpaksa menghapuskan semua hak istimewa pangkat, jaitu, hak2 istimewa pribadi dan terpaksa memberlakukan persamaan semua:orang dalam hukum, pertama dalam .hukum perdata kemudian berangsur-angsur djuga -hukum tatanlegara. Tetapi dorongan untuk. mentjapai kebadiagiaan berkembang hanja sampai pada batas jang amat ketjil diatas hukum idiil. Sampai pada batas jang paling besar ia tumbuh diatas -alat2 materiil; dan produksi kapitalis berusaha untuk jang besar -dari mereka jang roleh hanja apa jang mutlak sadja. Makaitu, produksi argaan sedikit lebih, djika sesuaftu kelebihan, daripada sistim perbuerhambaan terhadap thaksama untuk mehagiaan mai,6ritet. Dan dalam hal sjarat2 mentjapai kebahagiaan, sjarat2 pendidik.an, apakah kita,lebih baik? Bukankah “Gurusekolah Sadowa” [3-3] pun adalah seorang jang terdapat didalam dongeng sadja?

Lagi, Menurat teori Feuerbach tentang moral maka Bursa Efek adalah kuil tertinggi, dari tindak-tanduk moral, asalkan orang selalu berspekulasi dengan tepat. Djika dorongan saja untuk mentjapai kebahagiaan membawa saja ke Bursa Efek dan djika disana saja dengan tepat mengira-ngirakan akibat2 tindakan saja sehingga hanjalah inembawa hasil2 jang menjenangkan dan bukan kerugia , jaitu, djika saja selalu memperoleh untung maka saja memenuhi resep Feuerbach. Lagipula, dengan demikian saja tidak mentjampuri haksama orang lain untuk mengedjar kebahagiaannja; oleh karena orang lain itu pergi ke Bursa sama sukarelanja dengan saja dan dalam mengadakan transaksi spekulatif dengan saja ctia telah mengikuti do'rongannja, untuk mentjapai kebahagiaan seperti saia telah mengikuti doronga,n saja. Djika dia mengalami kerugian uang, maka tilndakannja ipso facto terbukti tidak etis, karena perhitungannja jang d,jelek dan karena saja telah memberi hukuman jang pa:tutnja kepadanja. Saja malahan dengan bangga, seperti seora;ng Rhadamanthus-. modern, dapat menepuk dada. Tjinta djuga berkuasa, atas Bursa Efek, sedjauh ia bukan sadja merupakan kiasan sentimental semata-macta, karena masing2 menemukan pada orang lain pementuhan dorongaanja sendiri untuk mentjapai kebahagiaan, jang djustru harus ditjapai -oleh tjinta dan bagaimana dia bertihdak dalam praktek. idan diika saja bertaruh atas dasar ramalan.. jalig tepat tentang akibat2 dari perbuatan2 itu dan karena itu mendapat sukses, maka saja memenuhi semua-. perintah jang paling'keras dari Feuerbach - dan sebagai imbuhan mendjadi orang kaja. Derigan kata2 lain, moral Feuerbach dipotong persis menurut pola masjarakat kapitalis modern, betapa sedikitnjapun Feuerbach sendiri mungkin menginginkan atau membajangkannja.

Tetapi tjirita ja, dengan Feuerbach tjinta berada dimana-mana dan pada setiap waktu adalah dewa jang melakukan keadjaiban2, jang akan membantu mengatasi semua kesulitan dalam kehidupan praktis. - dan itu didalam masjarakat jang :terpetjah kedalam klas2 jang kepentingan nja diametril berlawanan. Dengan demikian sisa terachir dari wiitak revolusionernia lenjap dari filsafatnja, jang tiiiggal hanjalah penggunaan kata2 sutji setjara miunafik : Tjintailah sesamanm - berpelukan satusamalain tanpa memanda'ng perbedaan kela:min atau pangkat - suatu pestapora perdamaian ja-jang universil!

Pendek kata, teori Feuerbach tentang moral berlaku seperti semua teori jang mendahuluinja. Dia dirantjan,gkan un-tuk memenuhi sem,ua periode, semua bangsa, semua keadaan, dan djustru karena itu dia tid-ak pernah dan tidak dapat ditrapkan dimanapun. Dia tetap, merigenai dunia njata, sama tidak berdajanja seperti imperatif kategoris Kant. Sesungguhnja setiap klas, bahkan setia-P -pekerdjaan, mempunjai morainja sendiri, dan moral inipun dilanggarnia apabila dia dapat berbuat demikian tanpa mendapat hukuman. Dan tjinta, jang harlis mempersattikan semuanja, memperlihatkan diri didalam peperangan2, pertengkaran, proses pengadilan, tjektjok rumahtangga, pertieraian dan setiap penghi.sapaii jang mungkin oleh jang satu atas jang lain.

Sekarang bagaimana mika mtingkin bahwa dorongan jang kuat jang diberikan oloh Feuerbach ternjata begitu tidak membawa hasil bagi dia sendiri? Karena -alasan jang sederhana jaitu, bahwa Feuerbach sendiri tidak pernah berichtiar untuk melepaskan diri d-ari alam abstraksi - jang saiigat dibentjinja - pergi kealam kenjataan jang hidlup. Dia berpegang teguh2 pada alam dan mantisia, tetapi alam dan manusia tetap merupakan kata2 belaka bagi dia. Dia tidak mampu me'ngatakan kepada kita sestiatu jang pasti baik tentang alam njata maupun tentang manusia njata. Tetapi dari manusia abstrak Feuerbach orang sampai pada manusia njata jang hidup hanja apabila orang memandang mereka sebagai pesetta 2 dalam sed araih. Dan itulah jang diten.tang oleh Feuerbach, dan karena itu baginja tahun 1848, jang tidak difahaminja, hanjalah mengandung arti pemtitusan hubungan jang definitif dengan dunia njata, pengtinduran kekesunjian. Jang salah lagi dalam hal ini jalah terutama keadaan2 jang beriaku di Djerman pada waktu itu, jang menghuktim dia memlyusuk setjara menjedihkan.

Tetapi langkah jang tidak diambil oleh Feuerbach bagaimanapun hartis diambil. Pemudjaan terhadap manusia abstrak, jang merupakan inti agama baru Feuerbach, harus diganti oleh ilmu tentang manusia2 njata dan tentang perkembangan sedjarahnja. Perkembangan lebih landjut dari pendirian Feuerbach ini, jang melampaui pendirian Feuerbach, diresmikan oleh Marx dalam tahun 1845 didalam Keluarga Sutji.


Catatan

[3-1] “Baiklah, djadi ateisme adalah agamamu!” - red.

[3-2] Yang dimaksud jalah usaha Robespierre untuk mendirikan agama “machluk tertinggi”. - red.

[3-3] Gurusekolah Sadowa : Suatu ungkapan jang umum diperguna-kan oleh publisis2 burdiuis Dierman sesudah kemencmgan orang2 Prusia di, Sadowa (didalam Perang Austria-Prusia, 1866). jang maksudnja jalah bahwa kemenangan Prusia itu adalah karena keunggulan sistim pendidikan, umum Prusia. - red..