Ludwig Feuerbach dan Achir Filsafat Klasik Jerman

Karl Marx

IV - Dialektika Materials

Strauss, Bauer, Stitner, Feuerbach - sedjauh mereka tidak meninggalkan lapangan filsafat - adalah tjabang2 filsafat Hegelian. Strauss, sesudah tulisannja Kehidupan Jesus dan Dogmatika, menghasflkan hanja studi2 literer dalam filsafat dan sedjarah kegeredjaan á la Renan. Bauer hanja mentjapai sesuatu dilapangan sedjarah asal-usul agama Kristen, meskipun apa jang dia lakukan disini adalah penting. Stirner tetap seorang jang aneh, meskipun sesudah Bakunin mentjampur dia dengan Proudhon dan memasang merek “anarkisme” pada tjampuran itu. Feuerbach sendirdah jang mempunjai artipenting -sebagai seorang ahlifilsafat. Tetapi bagi dia filsafat - jang dinjatakan membubung tinggi diatas segala ilmu chusus dan mendjadi ilmunja ilmu jang menghubungkan mereka - tetap merlupakan bukan hanja suatu rintangan jang tak dapat ditembus, benda sutji jang tak dapat diganggugugat, tetapi sebagai seorang ahlifilsafatpun dia berhenti ditengah djalan, seorano materialis dibawah dan seorang idealis diatas. Dia tidak sanggup membuang Hegel lewat kritik; dia begitu sadia melemparkannja kesamping sebagai tak berguna, sedang dia sendiri, dibandung dengan kekajaan ensiklopedis sistim Hegelian, tidaklah mentjapai sesuatu jang positif ketjuali agama jang uluk2 tentang tjinta dan moral jang kerdil, jang tak berdaja.

Akan tetapi, dari tertjerai-berainja mazhab Hegelian berkemba-nglah satu aliran lain lagi, satu2nja aliran jang telah menghasilkan buah jang njata. Dan aliran itu pada hakekatnja. berhubungan dengan nama Marx. [4-1]

Pernisahan dari filsafat Hegelian disini adalah djuga akibat kembali kependirian materialis. Artinja diputuskan tintuk rneniahami dunia njata - alam dan sedjarah - persis seperti ia memperlihatkan diri kepada Eetiap orang jang mendekatinja, jang bebas, dari rekaan-rekaan bulus idealis jang sudah ditetapkan sebelumnja. Diputuskan untuk dengan tak kenal belaskasihan mengorbankan setiap rekaan2 bulus, idealis jang tak dapat disetaraskan dengan fakta2 jang dikenal dalam saling-huhungannja sendiri dan bukan dalam saling-hubtingan jang fantastik. Dan inaterialisme berarti tidak lebih daripacta itu. Tetapi, disini untuk pertama kali pandangan-dunia diterima benar2 setjara sleritis dan dilaksanakan setjara konsekwen - sekurang2nja dalam tjiri2 dasarnja - disemua bidang pengetahuan jang bersangktitan.

Hegel tidak dikesampingkan begitu sadja. Sebaliknia. orang memulai dari segi revolusionernja, seperti jang diuraikan diatas., dari metode dialektik. Tetapi dalam bentuk Hegeliannja metode itu tidak dapat dipakai. Menurut Hegel, dialektika adalah perkembangan-sendiri dari konsepsi. Konsepsi absolut tidak hania ada - diempat jang tidak diketahui - untuk selamalamanja, ia merupakan pula djiwa hidup jang sebenarnja dari seluruh dunia jang ada. Ia berkembang mendjadi dirinja sendiri melalui semua tingkat pendahuluan jang dengan pandjang-lebar dibitjarakan dalam Logika dan jang semuania termuat didalamnja. Kemudian ia “mendjelmakan” dirinja dengan berubah mendiadi alam. dimalia, tanpa memiliki kesedaran akan diri sendiri, menjamar sebagai kehartisan alam, ia mengalami perkembangan barti dan achirnja kembali lagi kekesedaratidiri pada manusia. Kesedaran-diri itu lalu mengei-nbangkan dirinja lagi dalani sedjarah dari bentuk jang kasar samoai achirnja konsepsi absolut kembali lagi kedirinja-sendiri selengkapnja dalam filsafat Hegel. Karena itu, menurtit Hegel, perkembangan dialektik jang nimpak dalam alam dan sedjarah, jaitu, salinghubungan sebab-akibat dari gerak progresif dari jang rendah ke jang lebih tinggi, jang menjatakan diri melalai segala gerak jang ber-iliku2 dan kemunduran 2 mentara, hanjalah merupakan suatu salinan (Abklatsch) dari gerak-sendiri dari konsepsi jang berlangsung untuk selama-lamanja, tak seiorangpun jang tahu dimana, tetapi bagaimanaptin djuga bebas dari sesuatu otak manusia jang berfikir. Pemutarbalikan ideologi ini mesti dilenjapkan. Kita mengartikan konsepsi2 didalam kepala kita sekali lagi setjara materialis - sebagai baiangan (Abbilder) halichwal njata, bukannja memandang halichwal njata sebagai bajangan tingkat ini atau tingkat itu dari konsepsi absolut. Dengan begitu dialektika membatasi dirinja sebagai ilmu tentang hukum2 umum gerak baik dari dunia luar maupun dari fikiran manusia - dua stel hukum jang identik dalam isi pokoknja, tetapi beda dalam pernjataannja karena fikiran manusia bisa mentrapkannja setjara sedar, sedangkan dalam alam dan djuc.Ta sarnpai sekarang untuk sebagian besar dalam sedjarah manusia, hukum2 itu menjatakan diri setjara tak sedar, dalam bentuk keharusan luar, di-tengah2 rentetan jang tak ada achirnja dari kedjadian 2 jang seolah2 kebetulan. Dengan demikian dialektika konsepsi itu sendiri mendjadi pentjerminan jang sedar belaka dari gerak dialektik dunia njata dan dengan begitu dialektika Hegel ditempatkan dikepalanja.; atau lebih baik, dari kepalanja, tempat ia berdiri, didjiungkirbalikkan dan diletakkan dikaikinja. Dan dialektika materials ini, jang ber-tahun2 telah mendjadi alat kerdja kita jang terbaik dan sendjata kita. jang paling tadjam, anehnja, ditemukan btikan hanja oleh kita tetapi djuga, tak tergantung pada kita,dan bahkan pada Hegel, oleh seorang buruh Djerman, Joseph Dietzgen. [4-2]

Akan tetapi, dengan begini segi revolusioner filsafat Hegelian dipungut kembali dan bersamaan itu kan dari tambahan 2 idealis jang pada Hegel telah merintangi pelaksanaannja setjara konsekwen. Fikirain fundamental jang besar bahwa dunia semestinja tidak difahami sebagai suatu kumpulan rumit dari halichwal jang sudah djadi, tapi sebagai stiatu kumpulan rumit dari proses2 mana halichwal kelihatannja tidak kurang stabilnja daripada bajangannja dalam fikiran didalam kepala kita, jaitu konsepsi2, mengalami pertibahan2 mendjadi dan inelenjap jang tak putus2nja, dalam perubahan inana, kendatipun terdapat segala jang tampaknja kebetulan dan segala keintindtiran sementara. namun perkembangan progresif menjatakan diri pada achirnia - fikiran fundamental jang besar ini, terutama sedjak zaman Hegel, telah setjara begitu menjeluruh menjerapi kesedaran biasa sehingga idalam arti kelumuman itu sekarang ia hampir tidak dibantah. Tetapi, mengakui fikiran fundamental ini dalam kata2 dan mentrapkannja dalam kenjataan setjara detail pada tiap2 bidang penjelidikan adalah dua hal jang berlainan. Akan totapi, djika penjelidikan selalu bertolak dari pendirian itu, maka tuntutan akan penjelesaian2 jang terachir dan kebenaran2 abadi berhenti untuk se-lama2nja; orang selalu sedar akan keterbatasan jang sudah semestinja dari semua pengetahuan jang telah diperoloh, sedar akan kenjataan bahwa pengetahuanditenbukanoleh keadaanp dimana ia diperdleh. Difihak lain, orang tidak lagi membiarkan dirinja diperdaia oleh antitese2, jang ta teratasi oleh metafisika lama jang masih umum, jaitu antara benar dan palsu, baik dan buruk, kesamaan dan perbedaan, keharusandan kebetulan. Orang tabu baihwa berlakunja antitese2 ini hanja setjara relzitif sadja; bahwa apa jang sekarang diakui sebagai benar djuga mempunjai segi palsunja jang latent jang kemudian akan memperlihatkan diri, persis seperti apa jang sekarang, dipandang sebagai palsu mempunjai segi benarnji pula jang oleh karenanja sebelumnja ia bisa dipandang sebagai benar. Orang tahu bahwa apa jang dipertahankan sebagai keharusan terdiri dari kedjadian2 kebetulan bedaka dan bahwa apa jang dinamakan kebetulan adalah bentuk jang ddbelakangnja bersembunji kaharusan dan demikian seterusnja.

Metode penjelidikan dan pemikiran lama jang oleh Hegel dinamakan “metafisik”, jang lebih suka meneliti halichwal sebagai jang gudah ditentukan, tetap dan stabil, suatu metode jang sisa2nja masih keras menggoda fikiran orang, mempunjai banjak pembenaran sedjaraft pada zamannja. Adalah perlu untuk lebih dulu meneliti hadichwal sebelum orang mungkin meneliti proses2nja. Orang iharus lebih dulu mengetahui apa suatu hal chusus itu sebelum orang dapat mengamati perubahan2 jang dialaminja. Dan demikianlah halnja dengan ilmu2 alam. Metafisika lama, jang menerima halichwal sebagai benda-benda jang selesai, timbul -dari ilmu2 agam jang menjelidiki haliohwal mati dan hidup sebagai benda2 jang selesai. Tetapi ketika penjeli,dikan ini telah madju begitu djauh sehingga mendjadi miungkin untuk mengambil langkah madju jang menentukan, jaitu, beralih pada penjelidikan jang sistimeitis mengenai perubahan2 jang dialami oleh hadichwal2 itu - didalam alam itu sendiri, maka djam terachir dari metafisika lama berbunji dilapangan filsafat djuga. Dan sebenamja, sementara ilmu2 alam hingga achir abad jang lalu lebih banjak merupakan ilmu jang menghimpun, suatu ilmu dari halichwal2 jang selesai, pada abad kita ini ia pada hakekatnja merupakan ilmu jang mensistimatiskan, suatu ilmu tentang proses2, tentang asalusul dan perkembangan halichwal2 itu dan tentang saling-hueoungan jang mengikat semua proses alam itu mendjadi suatu keseluruhan jang besar. Fisiologi, jang menjelidiki proses2 ang terdjadi didalam tumbuh-tumbuhan dan organisme2 binatang; embriologi, jang berurusan dengan perkembangan sa:tu2 organisms dari benih sampai tua; geologi, jang menjelidiki pembentukan permukaan bumi setjara ber-angsur2 - kesemuanja ini adalah anak zaman kita.

Tetapi, diatas segala-galanja, ada tiga penemuan besar jang telah memungkin pengetahuan kita tentang saling-hubungan diantara proses2 alam madju dengan sangat pesatnja : pertama, penemuan sel sebagai unit jang dari pergandaannja dan diferensiasinfa seluruh tubuh tumbuh2an binatang berkembang, sehingga bukan hanja perkembangan dan pertumbuhan semua organisme jang lebih tinggi diakui berlangsung menurut satu hukum umum, tetapi djuga, dalam kapasitet sel untuk berubah, ditundjukkanlah djalan dengan mana organisme2 bisa mengubah djenis2nja dan dengan begitu mengalami perkembangan jang lebih daripada perkembangan individuilnja. Kedua, perubahan energi, jang telah mendemonstrasikan kepada kita bahwa semua jang dinarnakan kekuatan jang bekerdja per-tama2 dadam alam anorganis - tenaga mekanik dan pelengkapnja, apa jang dinamakan energi potensiil, panas, radiasi (sinar, atau panas sinar), listrik, magnetisme dan tenaga kimia - adalah bentuk2 lain darb manifestasi gerak universil, jang pindah dari jang satu ke jang lain dalam proporsi2 tertentu sehingga sebagai ganti kwantitet tertentu dari jang satu jang melenjap, muntjullah kwantitet tertentu -dari jang lain dan dengan begdtu seluruh gerak gam didjadikan proses transformasi jang tia,da putus2nja dati bentuk jang satu mendjadi bentuk jang lain. Achirnja, bukti jang mula2 dikembangkan oleh Darwin dalam bentuk jang berangkaian bahwa prodtuk2 organik dari alam jang mengelilingi kita jang ada hingga kind, termasuk umatmanusia, adalah hasil proses evolusi jang lama dari ketiambah2 jang semula bersel-satu jang sedikit djumlahnja dan bahwa ketjambah2 itupun lahir dari protoplasma atau eiwit, jang terwudjud lewat tjara2 kimiawi.

Berkat tiga penemuan besar itulah dan berkat kemadjuan2 lainnja jang sangat besar dibddang ilmu2 alam, maka kita sekarang telah mentjapai titik dimana kita dapat mempertundjukkan saling-hubungan diantara proses2 dalam alam bukan hanja di-lapangan2 ohusus sadja tapi djuga saling-hubungan diantara lapangan2 chusus itu keseluruhannja, dan makaitu dengan barituan fakta2 jang diberikan oleh ilmu2 alam empirisis itu sendiri dapat mengemukakan dalam bentuk jang kuranglebih sisumatis suatu pandangan jang luas tentang salinghubungan dildalam alam. Dulu, adalah bugas dari apa jang dinamakan filsafat alam memberikan pandangan jang luas itu. Ia dapat melakukan hal itu hanja dengan menempatkan saling-hubungan2 jang idiil, jang dichajalkan, sebagai ganti saliing-hubungan2 jang njata tapi jang masih belum diketahui- dengan mengisi fakta2 jang kurang dengan rekaan2 fikiran sadja dan mendjembatani djurang2 jang sesungguhnja hanja dalam angan2. Dalam prosedur tini ia telah mentjiptakan banjak ide jang bri lian dan membajangkan banjak penemuan kemudiannja, tetapi ia djuga menghasilkan omongkosong jang djumlahnja amat banjak, jang memang tidak bisa lain. Kini, ketika orang perlu memahami hasil2 penjelidikan ilmu2 alam hania setjara dialektik, jaitu, dalam arti saling-hungannja sendiri, agar supaja sampai pada suatu “sistim alam” jang mentjukupi bagi zaman kita; ketika watak dialektik dari saling-hubungan itu mendesakkan diri bertentangan dengan kemauan mereka bahkan kedalam fikiran2 para sardjana alam jang terlatih sctjara metafisik, kini setjara pasti filsafat alam disisihkan. Setiap pertjobaan untuk menghidupkannja kembili bukan sadja akan mubasir tapi djuga akan mertupakan suatu langkah mundur.

Tetapi apa jang berlaku bagi alam, jang dengan begitu diakui pula sebaigai proses sedjarah dari perkembangan, berlaku djuga bagi sedjarah masjarakat dalam semua tjabangnja, dan bagi keseluruhan semua ilmu jang bekerdja dibidang halichwal insani (dan ketuhanan). Disinipun, filsafat sedjarah, hukum, agama, dll., dimasa lampau terdiri dari penggantian sainghubungan jang njata jang harus diperlihatkan didalam kedjadian2 dengan saling-hubungan jang di-karang2 didalam fikiran ahlifilsafat; terdiri dari pemahaman sedjarah sebagai keseluruhan maupun dalam bagian2nja jang tersendiri2, sebagai perwudjudan ide2 setjara berangsur2 - dan tentu sadja selamanja hanja ide2 kesajangan ahlifilsafat itu senddri. Menlurut ini, sedjarah bekerdja setjara tak sedar tapi menurut koharusan menudju suatu tudjuan idiil tertentu jang sudah ditetapkan sebelumnja - seperti, misalnja, menurut Hegel, menudju terwudjudnja ide absolutnja - -dan arah jang tak dapat ber-ubah2 menudju ide absolut itu merupakan saling-hubungan intern dalam kedjadian2 sedjarah. Suatu pandangan kedepan baru jang penuh kerahasiaan - jang taksedar atau setjara ber-angsur2 berubah mendjadi kesedaran dengan begitu menggantikan saling-hubungan jang njata, jang masih belum dikenal. Karena itu disini, persis seperti,dilapangan alam djuga, perlu meniadakan salinghubungan2 reka-rekaan, bikin-bikinan, dengan menemukan saling-hubtungan2 jang njata - suatu itugas jang achirnja sama dengan menemukan hukum2 umum gerak jang menampilkan diri sebagai jang berkuasa dalam sedjarah masjarakat manusia.

Akan tetapi, dalam salu hal, sedjarah perkembangan masjarakat ternjata pada hakekatnja berbeda dengan perkembangan alam. Dalam alam - sedjauh kita mengesampingkan reaksi manusia tedhadap alam - hanjalah terdapat kekuatan2 buta tanpa kesedaran jang ber-tindak satusamalain, dan dari saling-bertindak,itu mulailah berlaku hukum umum itu. Dari segala jang terdjadi - baik mengenai kedjadian2 jang kelihatannja kebetulan jang tak terhitung djumlahnja, jang dapat terlihat pada permukaannja, maupun mengenai hasil2 terachir jang membenarkan keteraturan jang terkandung didalam kebetulan2 ini - tidak satupun jang terdjadi sebagai tudjuan jang diinginkan setjara sedar. Sebaliknia, dalam sedjarah masjarakat pelaku2 kesemuanja dianugerahi dengan kesedaran, adalah orang2 jang beritindak dengan pertimbangan atau nafsu, jang bekerdja kearah tudjuan2 tertentu; tak ada jang terdjadi itanpa makstid jang sedar, tanpa suatu tudjuan jang dikehendaki. Tetapi perbedaan ini, sekalipun penting bagi penjelidikan sedjarah terutama penjelidikan mengenai suatu zaman dan kedjadian2, tidak dapat mengubah fakta bahwa djalannja sedjarah dikuasai oleh hukum2 intern jang umum. Karena disini djuga, pada umumnja, kendatipun terdapat vudjuan2 semua perseorangan jang setjara sedar diinginkan, nimun lahiriah kebetulan kelihatinnja menguasa. Apa jang dikehendaki terdjadi tapi djarang; dalam kebanjakan hal tudjuan2 jang diinginkan jang baniak djumlahnja itu menghalangi dan berbentrok satusamalain, atau tudjuan2 itu sendiri sedjak awalnja takdapat dilaksanakan atau alat2 untuk mentjapainja taktjukup. Dengan begitu bentrokan2 diantara kemauan2 individuil dan tindakan2 individual jang tak terhitung banjaknja itu dibidang sedjarah menghasilkan keadaan jang sepenuhnja sama dengan keadaan jang berlaku dilapangan alam jang taksedar. Tudjuan2 tindakan2 itu dikehendaki, tetapi hasil2 jang benar2 lahir dari tindakan2 itu tidak dikehendaki; atau apabila hasil2 itu betul2 tampak sesuai dengan tudjuan jang dikehendaki, hasil2 itu achirnja inempunjai akibat2 jang lain samasekali dengan jang dimaksudkan. Dengan demikian pada umumnja nampak bahwa kedjadian2 sedjarah dikuasai djuga coleh kebetulan. Tetapi dimana lahiriah kebetulan berkuasa, sebenarnja disitu selamanja berkuasa hukum2 intern jang tersembunji dan soalnja hanjalah menemukan hukum2 itu.

Manusia membuat sedjarahnja sendiri, apapun djuga hasilnja, karena masing2 orang mengedjar tudjuannja sendiri jang setjara sedar diinginkan, dan djustru resultan dari banjak kemauan ini jang beroperasi dalam djurusan jang ber-beda serta pengaruhnja jang bermatjam 2 terhadap dunia luar jang merupakan sedjarah. Dengan begitu soalnja adalah pula soal apa jang diinginkan oleh banjak individu. Kemauan ditentukan oleh ilafsu atau pertimbangan. Tetapi pengaruh2 jang segera menentukan nafsu atau pertimbangan sangat bermatjammatjam. Sebagian dari pengaruh2 itu mungkin beberapa objek2 luar, sebagian motif2 idiil, ambisi, “kegairahan akan kebenaran dan keadilan”, kebentjian pribadi aitaupun segaila matjam tingkah-olah perseorangan se-mata 2. Tetapi, disatu fihak, telah kita lihat bahwa kemauan2 individuil jang banjak itu jang aktif dalam sedjarah sebagian besar membawa hasil2 jang lain sekali dengan jang dimaksudkan - seringkali samasekali kebalikannja; bahwa, karena itu, motif2 mereka, dalam hubungan dengan hasil seluruhnja, djuga mempunjai arti sekunder sadja. Difihak lain, pertanjaan selandjutnja jang timbul Kekuatan2 pendorong apakah jang pada gilirannja berdiri. dibelakang motif2 itu ? Sebab2 sedjarah apakah jang mengubah dirinja mendiadi motif2 itu didalam otak para pelaku?

Materialisme lama tak pernah mengadjukan pertanjaan itu kepada dirinja. Karena itu, konsepsinja tentang sedjarah, djikapun ia mempunjai satu konsepsi, pada hakekatnja adalah pragmatik; ia mempertimbangkan segalasesuatunja menurut motif2 sesuatu tindakan; ia membagi orang2 jang bertin,dak didalam sedjarah, kedalam jang mulia dan jang hina dan kemudian berbendapat bahwa biasanja jang mulia ditipu dan jang hina menang. Dari itu, kesimptaan materialisme lama jalah bahwa tak ada jang bermanfaat betul jang akan diperoleh dari mempeladjari sedjarah, dan bagi kita jalah bahwa dilapangan sedjarah materialisme lama mendjadi tak setia pada dirinja sendiri sebab ia mengambil ke-kuatan2 pendorong idiil jang berlaku disitu sebagai sebab2 terachir, bukannja meneliti apa jang dibelakang kekuatan2 itu, apa jang mendjadi kekuatan2 pendorong dari kekuatan2 pendorong itu. Ketidakkonsekwenan itu tidak terletak dalam kenjataan bahwa kekuatan2 pendorong idiil itu diakui, tetapi ctdlam hal bahwa penje lidikan i-tu tidak dilakukan djauh kebelakang kekuatan2 pendorong ididl itu, jaitu sampai kepada sebab2 jang mendjadi motifnja. Difithak lain, filsafat sedjarah terutama seperti jang diwakili oleh Hegel, mengakui bahwa motif2 jang tersurat dan djuga jang sungguh2 berlaku dari orang2 jang bertindak dalam sedjarah bukanlah sekali2 sebab2 terachir dari kedjadian2 sedjarah; bahwa dibelakang motif2 itu ada kekuatan2 penggerak lainnja jang harus ditemukan. Tetapi ia biak mentjari kekuatan-kekuatan itu didalam sedjarah itu sendiri, dia lebih suka mengimpornja dari luar, dari ideologi filsafat, kedalam sedjarah. Hegel, misalnja, bukannja menerangkan sedjarah Junani kuno dari saling-hubungan2 internja sendiri, tetapi dengan begitu sadja meniatakan -bahwa sedjarah itu tidaklah lebih daripada pengolahan “bentuk2 kepribadian jang indah”, perwudjudan “karja seni” jang seperti itu. Dalam hubungan ini dia bitjara tentang hal2 jang baik dan mendalam mengenai orang2 Junani kuno, tetapi hal2 itu tidak mentjegah kita kini menolak tintuk dikatjaukan oleh keterangan sedemikian itu, keterangan jang merupakan, suatu gaja bitjara belaka.

Karena itu, apabila soalnja adalah soal menjelediki kekuatan2 pendorong jang - setjara sedar atau taksedar, dan memang sering sekali setjara taksedar - terletak dibelakang motif2 orang2 jang bertindak dalam sedjarah dan jang mertupakan kekuatan2 pendorong terachir jang njata dari sedjarah, maka soalnja bukadlah sebegitu banjak soal motif2 satu2 orang, betapapun terkemukanja dia, itapi soalnja adalah soal motif2 jangmenggerakkan massa luas, seluruh bangsa2, dan pula, seluruh klas2 dikalangan Rakjat masing2; dan inipun bukan untuk seketika sadja, bukan njala api-djerami jang tak abadi dan jang tjepat padam, tetapi tindakan jang lestari jang mengakibatkan perubahan sedjarah jang besar. Menetapkan sebab-sebab pendorong jang, disini didalam fikiran massa jang bertindak beserta pemimpin2 mereka - apa jang dinamakan orang2 besar - ditjerminkan sebagai motif2 sedar, setjara terang atau takterang, setjara langsung atau dalam bentuk ideologi, bahkan dalam bentuk jang diagungkan - inilah satu2nja djalan jang dapat membawa kita kepada djedjak hukum2 jang berkuasa baik dalam sedjarah pada keseluruhannja maupun pada periode2 chusus dan di-negeri2 chusus. Segalasesuatu jang menggerakkan manusia mesti melalui fikiran mereka; tetapi bentuk apa jang akan diambilnja didalam fikiran itu akan sangat banjak tergantung pada keadaan2 . Kaum buruh samasekali tidak mendjadi berdamai dengan industri mesin kapitalis, walaupun mereka tidak lagi begitu sadja menghantjurkan mesin-mesin seperti jang masih mereka lakukan dalam 1849 di Rhein.

Tetapi sementara dalam semua periode jang terdahulu penjelidikan tentang sebab2 pendorong sedjarah itu hampir tak mungkin - karena saling-hubungan 2 jang rumit den tersembunji antara sebab2 itu dengan akibat2n periode kita jang sekarang ini sebegitu djauh telah menjederhanakan saling-hubungan2 itu sehingga, teka-teki itu dapat didjawab. Sedjak industri besar2an dibangun, jaitu, se-kurang2nja sedjak perdamaian Eropa 1815, sudah tidak merupakan rahasia lagi bagi, siapapun di Inggris bahwa seluruh perdjuangan politik di sana berpu,tar disekitar tuntutan2 atas kekuasaan dari dua klas : kaum ningrat jang bertanah dan burdiuasi (klas tengah). Di Perantjis, dengan kembalinja keluarga Bourbons, fakta ja,ng sama terli-hat; para ahlisedjarah dari periode Restorasi, mulai dari Thierry sampai pada Guizot, Mignet dan Thiers, di-mana2 berbitjara tentang ini sebagai kuntji un,tuk memahami seluruh sedjarah Perantjis sedjak Zaman Tengah. Dan sedjak 1830 klas buruh, proletariat, telah diakui dikedua negeri itu sebagai saingan ketiga bagi kekuasaan. Keadaan2 telah me ndjadi begitiu disederhanakan sehingga orang mesti dengan sengadja menutup mata untuk tidak melihat kekuatan pendorong dari sedjarah modern didalam perdjuangan diantara ketiga klas besar itu dan didalam bentrokan. kepentingan2 mereka - se-kurang2nja didua negeri jang paling madju itu.

Tetapi bagaima-fialxah lahirnja klas2 ini ? Djika sepintaslalu masih mungkin menjatakan bahnwa milik tanah feodal besar jang terdabulu - se-kurang2nja pada awal mulanja - berasal dari sebab2 politik, dari pemilikan dengan kekerasan, maka hal itu tak dapat dinjatakan mengenai burdjuasi dan proletariat. Disinti asal dan perkembangan dua klas besar itu nampak dengan djelas dan njata terletak pada sebab2 ekonomi semata2. Dan adalah djustru sama djelasnja bahwa dalam perdjuangan antara milik tanah dengan burdjuasi, tidak kurang daripada dalam perdjuangan antara burdjuasi dengan proletariat, soalnja adalah, pettama dan teru,tama, soal kepeiltingan2 ekonomi, jang dimaksudkan untuk dipakat sebag,n alat semata dalam memadjukannia kekuasaan politik. Burdjuasi dan proletariat kedua-duanja lahir sebagai akibat perubahan sjarat2 ekonomi, lebih itepat, perubahan tjara produksi. Peralihan, peictama, dari pertukangan2tangan gilda kemanufaktur, dan kemudian dari nianufaktur ke industri besar2an, dengan tenaga uap dan mesin, telah menjebabkan perkembangan kedua klas itu. Pada suatu tingkat tertentu tenaga2 produkitif baru jang digerakkan oleh burdjuasi - pertama-tama pembagian kerdja dan penggabungan banjak buruh-bagian (Teilarbeiter) didalam satu industri umum - dan sjarat2 serta kebutuhan2 pertukaran, jang berkembang melalui tenaga-tenaga produktif itu, mendjadi bertentangan dengan sistim produksi jang ada jang diwariskan oleh sedjarah dan disutjikan oleh hukum, artinja, bertentangan dengan hakistimewa2 gilda dan banjak hakistimewa, pribadi serta setempat lainnja (jang hanjailah merupakan belenggu jang begitu banjak bagi pangkat2 jang tak berhakistimewa) dari sistim masjarakat feodal. Te naga2 produktif jang diwakili oleh burdjuasi memberontak melawan sistim produksi jang diwakili oleh tuantanah2 feodal dan tuangiilda2. Kesudahannja sudah diketahui : belenggu2 feodal dihantjurkan, di Inggris berangsur2, di Perantjis dengan sekali pukul, Di Djerman proses itu belum selesai. Tetapi persis seperti manufaktur, pada tingkat tertentu perkembangannja, berbentroken dengan sistim produksi feodal, maka sekarangpun industri besar2an sudah berbentrokan dengan sistim prodtiksi burdjuis jang dibangan sebagai gantinja. Terikat pada sistim itu, pada batas2 tjara produksi kapitalis jang sempit, industri, disatu fihak, menimbulkan proletarisasi jang senantiasa meningkat dikalangan massa Rakjat luas, dan difihak lain, timbunan baranghasil2 jang tak dapat didjual jang senantiasa bertambah besar. Kelebihan-produksi dan kesengsaraan massal, jang satti menjadi sebab jang lain - itulah kontradiksi gala jang mendjadi akibatnia, dan jang menurut keharusan menuntut pembebasan tenaga2 produktif dengan mengadakan pepubahan dalam tjara produksi.

Karena itu, didalam sedjarah modern se-kurang2nja terbukti bahwa semua perdjuangan politik adalah perdjuangan klas, dan semua perdjuangan klas untuk pembebasan, kendatipun bentuk keharusannja adalah bentuk politik - karena setiap perdjuangan klas adalah perdjuatigan politik - achirnja berputar disekitar soal pembebasan ekonomi. Makaitu, se-kurang2nja disini, negara - sistim politik - adalah jang dibawashkan, dan masjarakat sivil - bidang. hubungan2 ekonomi unsur jang menentukan, Konsepsi tradisionil, jang dihormat djuga oleh Hegel, melihat negara sebagai unsur jang menentukan, dan masjarakat sivil sebagai unsur jang menentukan olehnja. Permuntjulan2 adalah sesuai dengan itu. Karena semua kekuatan pendorong dari tindakan2 perorangan manapun mesti melalui otaknja, dan mengubah diri mendjadi motif-motif kemauannja siupaja menggerakkannja untuk bertindak, maka demikian djuga semua kebutuhan masjarakat sivil - tak peduli klas mana jang kebetulan mendjadi klas jang berkuasa mesti megalui, kemau an negara untuk mendapatkan keabsahan umum,dalam bentuk undang2. Inilah segi formil dari persoalannja - segi jang sudah -dengan sendirinja. Akan tetapi timbullah soal, apakah isi dari kematuan jang se-mata2 formil itu - baik dari individu maupun dari negara - dan dari malia asalnja isi itu ? Mengapa djustru ini jang diingiinkan dan bukan sesuatu lainnja ? -Djilka kita selidiki ihal ini maka kita temukan bahwa dalam sedjiarah modern kemauan negara, dalam keseguruhannja, ditentukan oleh kebutuhan2 jang ber-ubah2 dari masjarakat sivil, oleh kekuasaan dari klas ini atau klas itu, pada tingkat terachir, oleh perkembangan tenaga2 produktif dan hubungan2 pertukaran.

Tetapi djika dalam zaman modern kita inipun, dengan alat2 produksi dan komunikasinja jang raksasa, negara bukanlah suatu bidang jang berdiri-sendiri dengan perkembangan jang berdiri-sendiri, melainkan bidang jang -baik adanja maupun perkembangannja harus didjelaskan, pada -tingkat terachir, dengan sjarat2 kehidupan ekonomi masjarakat, maka hal itu semestinja lebih berlaku lagi bagi semua zaman jang terdahulu ketika produksi kehidupan materiil manusia belum dilakukan dengan alat2 pembantu jang ber-limpah2, dan ketika, karena itu keperluan produksi sedemikian itu semestinja mendjalankan penguasaan jang lebih besar lagi atas manusia. Djika kinipun negara, dalam zaman industri besar dan zaman kereta-api, dalam keseluruhannja hanjalah suatu refleksi, dalam bentuk jang terkonsentrasi, dari kebutuhan2 ekonomi klas jang menguasai proctuksi, maka jang demikian itu adalah lebih2 lagi dalam zaman ketika tiap generasi maniusia terpaksa menggunakan bagian jang djauh lebih besar dari djumlah masa-hidupnja untuk memenuhi kebutuhan2 materiil, dan oleh karena itu djauh lebih banjak tergantung pada kebtutuhan2 itu daripada kita dihari ini. Suatu penjelidikan mengenai sedjarah periode2 terdahulu, sesudah penjelidikan itu diusahakan setjara serius dari sudut ini, dengan sangat ber-lebih2an membenarkan hal itu. Tetapi, sudan barang tentu, hal itu tidak dapat dimasuki disini.

Djika negara dan, hukum tatanegara ditentukan oleh hubungan2 ekonomi, maka djuga, sudah tentu, hukum perdata, jang memang, pada hakekatnja hanjalah menguatkan hubungan2 ekonomi jang ada diantara idividu2 jang adalah normal dalam keadaan2 tertentu itu. Akantetapi bentuk dalam mana ihal itu terdjadi bisa bankjak berbeda. Adalah mungkin, seperti terdjadi di Inggris, selaras dengan seluruh perkembangannasional, untuk pada pokoknja mempertahankan bentuk2 hukum2 feodal lama sementara memberikan isi burdjuis kepada mereka; sebenarnja, langsung membatja pada nama feodal arti burdjuis. Tetapi, djuga, seperti terdjadi dibagian barat benua Eropa, Hukum, Rumawi, hukum dunia jang pertama dari masjarakat jang menghasilkan barangdagangan, dengan penguraiannja jang takterungguli baiknja tentang semua hubungan ihukum jang hakiki -darii pemilik2 barangdagangan sederhana2 (dari para pembeli dan pendjual, jang berutang dan jang berpiutang, koritrak2, obligagi2, dsbnja) bisa diambil sebagai dasar. Dalam hal mana, untuk manfaat masjarakat jang masih burdjuis-ketjil dan setengah-feodal, ia dapat atau diturunkan ketingkat masjarakat sedemikian itu melalui praktek hukum belaka (hukum umum) atau, dengan bantuan ahlihiukum2 jang katanja berfikiran madju, jang suka menggunakan moral, ia dapat diolah mendjadi kitab undang-undang chusus untuk disesuaikan dengan taraf sosial sedemikian itu - kitab undang2 jan dalam keadaan seperti ini akan mendjadi kitab undang2 jang buruk dilihat djuga dari pendirian hukum (misalnja, Landrecht Prusia). Akan tetapi, dalam hal itu, sesudah revolusi burdjuis besar, adalah mungkin pula bagi kitab undang2 klasik dari masjarakat burdjuis seperti Code Sivil Perantjis diolah atas dasar Hukum Rumawi jang sama itu. Oleh karena itu, djika, ketentuan2 hukum burdjuis hanja menjatakan sjarat2 kehidupan ekonomi masjarakat dalam bentuk hukum, maka ketentuan2 itu dapat melakukan itu dengan baik atau djelek menurut keadaan.

Negara memperlihatkan diri kepada kita sebagai kekuasaan ideologi jang pertama atas umatmanusia. Masjarakat mentjiptakan untuk dirinja sendiri suatu alat untuk megindungi kepentingan2 umumnja terhadap serangan2 dari dalam dan dari luar. Alat itu jalah kekuasaan negara. Baru sadja lahir, ia lalu membikin dirinja lepas dan berhadap-hadapan dengan masjarakat; dan, memang, semakin ia mendjadi alat sedemikian itu, maka semakin ia mendjadi alat dari suatu klas chusus, semakin langsung ia memaksakan kekuasaan klas itu. Perdjuangan klas tertindas melawan kilas jang berkuasa menurut keharusan mendjadi perdjuangan politik, suatu perdjuangan jang pertama2 melawan kekuasaan politik klas itu. Kesedaran akan saling-hubungan antara perdjuangan politik ini dengan basis ekonominia mendjadi pudar dan bisa mendjadi lenjap samasekali. Sementua jang demikian itu tidak terdjadi seluruhnja pada para peserta, tapi ia ohampir selalu terdjadi pada para ahlisedjarah, Mengenai sumber2 kuno tentang perdjuangan2 didalam Republik Rumawi hanjalah Appian sadja jang mentjeritakan kepada kita dengan djelas dan tegas apa jang telah mendjadi pokok perselisihan pada tingkat terachir - jailtu, milik tanah.

Tetapi sekali negara itu telah mendjadi suatu kekuasaan jang lepas dari dan berhadap-hadapan dengan masjarakat, ia seketika djuga menghasilkan satu ideoloi lagi. Memang dikalanga- para beroepspolitisi, para ahliteori hukum tatanegara dan para ahlihum hukum perdatalah bahwa hubungan dengan , fakta-fakta ekonomi mendjadi hilang begitu sadja. Karena pade setiap hal chusus fakta-fakta ekonomi mesti mengambil bentuk motif-motif hukum untuk memperoleh sanksi hukum; dan, karena, dengan berbuat demikian, perkembangan sudah barang tentu harus dibierakan kepada seluruh tatahukum jang sudah berlaku, sebagai akibatnja, bentuk juridis adalah segala-galanja dan, isi ekonominja bukan apa-apa. Hukum tatanegara dan hukum perdata diperlakukan sebagai lapangan jang berdiri sendiri2, masing2 mempunjai perkembangan, sedjarahnja sendiri jarrg bebas, masing2 sanggup mengadjukan dan memerlukan suatu penjadjian jang sistimatis dengan meniadakan semua kontradiksi intern setjara konsekwen.

Ideologi2 jang lebih tinggi lagi, jaitu, ideologi2 jang lebih djauh lagi djaraknja dari basis materiil, basis ekonomi mengambil bentuk filsafat dan religi. Disini salinghubungan antara konsepsi2 dengan sjarat2 materiil eksistensi mereka mendjadi semakin rumit, semakin dikaburkan oleh matarantai perantara. Tetapi saging-hubungan itu ada. Seperti hainja seluruh periode Renaissanse, mulai dari pertengahan abad ke-15, adajah hasil hakiki dari kota2 dan, oleh karenanja, dari wargakota2, maka begitulah pula filsafat jang baru bangkit kemudiannja. Isinja pada hakekatnja hanjalah pengtungkapan filasafat dari fikiran2 jang sesuai dengan perkembangan wargakota2 ketjil dan sedang mendjadi burdjuasi besar. Dikalangan orang2 Inggris dan Perantjis abad jang lalu jang diantara mereka banjak ahliekonomi2 politik dan sekaligus aihlifilsafat2, hal itu njata dengan se-njata2nja; dan mengenai mazhab Hegelian hal itu telah dibuktikan diatas.

Disamping itu sekarang kita akan membitjarakan soal agama hana setjara, singkat sadja, karena agama, berada paling djauh dari kehidupan materiil dan tampaknja paling asing bagi kehidupan materiill itu. Pada zaman jang primitif sekali agama lahir dari konsepsi2 manusia jang keliru, jang primitif, tentang diri mereka sendiri dan alam liuar jang mengelilingi mereka. Akan tetapi setiap ideologic sekali ia muntjul, berkembang dalam hubungan dengan bahan-konsepsi, tertentu, dan mengembangkan bahan itu lebih landjut; kalau tidak ia bukan ideologi, jaitu, tatasibuk dengan fikiran2 seperti dengan hal2 jang berdiri sendiri, jang berkembang setjara bebas dan tunduk hanja kepada hukum2nja sendiri. Bahwasanja sjarat2 kehidupan materiil dari orang2 jang didalam kepalanja berlangsung proses berfikir sedemikian itu pada tingkat terachir menentukan djalannja proses itu mentirut keharusan tetap tak diketahui oleh orang2 itu, karena kalatu tidak demikian akan berachirlah semua ideologi. Makaitu ide2 keagamaan jang asal, jang pada pokoknja adalah umum bagi tiap kelompok orang2 jang sekeluarga, berkembang ,sesudah kelompok itu berpisah, menurut tjara jang chas bagi bangsa masing2, menurut siarat kehidupan jang sudah mendjadi nasib mereka. Bagi sedjumlah kelompok orang2, dan terutama bagi orang2 Aria (apa jang dinamakan orang2 Indo-Eropa) proses itu telah diperlihatkan setjara detail oleh mitologi banding. Dewa2 jang terbentuk sedemikian itu dikalangan bangsa masing2 adalah dewa2 nasional, jang wilajahnja membentang tidak lebih djauh dari wilajah nasional jang harus mereka lindungi; diseberang sana dari perbatasannja berkuasalah dengan tak terbantah dewa2 lain. Mereka bisa terus ada, dalam chajal, hanja selama nasion itu ada: mereka djatuh dengan djatuhnja nasion itu. Keradjaan dunia Rumawi, jang disini tak perlu kami tindjau sjarat2 ekonomi jang mendjadi sumbernja, membawa keruntuhan nasionalitet2 lama. Dewa2 ,nasional lama melaptik, begitu pula dewa 2 orang Roma, jang djuga dibentuk disesuaikan dengan batas2 sempit kota Roma sadja. Kebutuhan untuk melengkapi keradjaan dunia lewat suatu agama dunia dengan djelas telah disingkapkan dalam usaha2 jang dilakukan di Roma untuk memberikan, disamping dewa2 pribumi, pengakuan serta altar2 bagi semua dewa luarnegeri jang patut dihormati. Tetapi suatu agama dunia baru tidak akan tebentuk menurut mode itu, dengan dekrit keradjaan. Agama dunia baru agama Kristen, dengan diam2 sudah lahir, lahir dari tjampuran teologi Timur, terutama teologi Jahudi, jang digeneralisasi, dengan filsafat Junani, terutama filstafat Stoic, jang divulgerisasi. Bagaimana rupanja semula harus diketemukan lebih dulu dengan mengeluarkan banjak tenaga, karena bentuk resminja, sebagaimana jang telah disampaikan kepada kita, hanjalah bentuk dengan mana ia mendjadi agama negara dan untuk tudjuan itu ia disesuaikan oleh Dewan Nicaea. Kenjataan bahwa sesudah 250 tahun ia mendjadi agama negara tjukuplah menundjukkan bahwa ia adalah agama jang sesuai dengan sjarat2 zaman itu. Dalam Zaman Tengah, sedjalan dengan perkembangan feodalisme, agama Kristen berkembang mendjadi pasangan agamanja, dengan hierarchi feodal jang bersesuaian. Dan ketika wargakota2 mulai tumbuh subur, maka berkembanglah, bertentangan dengan Katolisisme feodal, bidaah Protestan, jang mula2 muntjul di Perantjis Selatan, dikalangan kaum Albigense [4-3], ketika disitu kota-kota mentjapai titik masa-berkembangnja jang tertinggi. Zaman Tengah telah membubuhkan pada teologi semua bentuk ideologi lainnja - filsafat, politik, ilmu hukum - dan membikinnja mendjadi subbagian2 teologi. Dengan demikian ia memaksa setiap gerakan sosial dan politik mengambil bentuk teologi, Sentimen2 massa didjedjali dengan agama dengan menjingkirkan semua lainnja; makaitu adalah perlu mengadjukan kepentingan2 mereka sendiri dengan berkedokkan agama guna menghasilkan suatu gerakan jang sengit. Dan seperti wargakota2 dari sedjak semula melahirkan embel2 jang terdiri dari kaum plebejer kota jang tak bermilik, kaum buruh harian dan budak2 dari segala matjam, jang tak termasuk dalam pangkat sosial jang diakui, pelopor2 proletariat dikemudian hari maka begitulah pula bidaah segera terbagi mendjadi bidaah wargakota-lunak dan bidaah plebejer-revolusioner, jang tersebut belakangan mendjadi kebentjian kaum bidaah wargakota itu:sendiri.

Tak terbasminja bidaah Protestan adalah sesuai dengan tak terkalahkannja kaum wargakota jang sedang menaik. Ketika kaum wargakota ini telah mendjadi tjukup kuat, perdjuangan mereka melawan kaum ningrat feodal, jang hingga -saat itu berkuasa setjara lokal, mulai mengambil ukuran2 nasional. Aksi besar jang pertama terdjadi di Djerman - apa jang dinamakan Reformasi. Kaum wargakota belum tjukup kuat dan djuga belum tjukup berkembang untuk dapat mempersatukan dibawah pandji2 mereka pangkat2 jang memberontak lainnja - kaum plebeier di-kota2, kaum ningrat rendahan dan kaum tani jang mengerdjakan tanah. Mula2 kaum bangsawan kalah; kaum tani bangkit melakukan pemberontakan jang merupakan puntjak seluruh perdjuangan revolusioner; kota meninggalkan mereka dalam kesukaran, dan dengan begitu revolusi menjerah kepada tentara2 pangeran2 duniawi jang memetik seluruh keuntungan. Sedjak itu Djerman selama tiga abad menghilang dari barisan2 negeri2 jang memainkan peranan aktif jang bebas dalam sedjarah. Tetapi disamping Luther Djerman muntjul pula Calvin Peranitjis. Dengan ketadjaman Perantjis jang sedjati dia menempatkan watak burdjuis dari Reformasi itu didepan, merepublikkan dan mendemokrasikan Geredja. Sementara Reformasi Lutheris di Djerman memerosotkan dan mendjadikan negeri itu rusak-binasa, Reformasi Calvinis berlaku sebagai pandji2 bagi kaum republiken di Djenewa, di Nederland dan Skotlandia, membebaskan Nederland dari Spanjol dan Keradjaan Djerman dan memberikan pakaian ideologic bagi babak kedua revolusi burdjuis jang sedang berlangsung di Inggris. Disini Calvinisme membuktikan diri sebagai kedok agama jang sedjati dari kepentingan2 burdjuasi zaman itu dan karena itu tidak mendapat pengakuan penuh ketika revolusi berachir dalam 1689 dengan suatu kompromi antara sebagian kaum ningrat dengan burdjuasi. Geredja negara Inggris ditegakkan kembali; bukan dalam bentuknja seperti jang terdhulu berupa Katolisisme jang mempunjai radja sebagai pausnja, tetapi, sebaliknja, sangat di Calvinisasi. Geredja negara lama merajakan Minggu Katolik jang gembira dan telah menentang Minggu Calvinis jang suram. Geredja baru jang diburdjuiskan melazimkan jang tersebut belakatigan, jang menghiasi Inggris hingga kini.

Di Perantjis, minoritet Calvinis ditindas dalam 1685 dan atau di Katolikkan atau diusir keluar dari negen itu. Tetapi apa gunanja ? Sudah sedjak itu vrijdenker Pierre Bayle berada pada puntjak aktivitetnja, dan dalam 1694 Voltaire lahir. Tindakan-tindakan kekirasan Louis XIV hanjalah memudahkan burdluasi Perantjis untuk meneruskan revolusinia dalam bentuk bukankeagamaan, dalam bentuk politik se-mata2, bentuk satusatunja jang tjotjok dengan burdjuasi jang berkembang. Sebagai ganti kaum Protestan, kaum vrijdenker menempati kedudukan mereka dalam madjelis2 nasional. Dengan demikian agama Kristen in masuki tingkatanja jang terachir. Dimasadepan ia mendjadi tak sanggup mengabdi klas progresif apapun sebagai pakaian ideologi tjita2nja. Ia makin lama makin mendjadi milik jang eksklusif dari klas2 berkuasa dan klas2 itu memakainja sebagai alat pemerintah belaka, untuk menahan klas2 bawahan tetap berada didalam batas2. Lagipula, masing2 berbagai-bagai klas2 itu menggunakan agamanja sendiri, jang tjotjok,: kaum ningrat jang bertanah - Jesuitisme Katolik atau ortodoksi Protestan; burdjuasi liberal dan radikal - rasionalisme; dan bedanja sedikit sadja apakah tuan2 ini sendiri pertjaja kepada agama2 mereka masing2 atau tidak.

Karena itu, kita lihatlah : agama, sekali terbentuk, selalu mengandung bahan tradisionil, persis seperti dalam semua bidang ideologi tradisi merupakan suatu kekuatan konservatif jang besar. Tetapi perubahan2 jang di agami oleh bahan itu timbul dari hubungan2 klas, artinja, dari hubungan ekonomi dari orang2 jang melakukan perubahan2 ini. Dan.mengenai itu tjukuplah sekian.

Dalam bagian tersebut diatas hanja bisa diberikan suatu sketsa umum dari konsepsi Marxis tentang sedjarah, paling banter dengan beberapa ilustrasi. Buktinja harus diperoleh dari sedjarah itu sendiri; dan dalam hal ini mungkin saja diptrkenankan unbuk mengatakan bahwa bukti itu sudah tjukup diberikan didalam tulisan2 lain. Akan tetapi, konsepsi itu mengachiri filsafat dilapangan sedjarah, seperti djuga konsepsi -dialektik tentang alam membikin semua filasafat alam mendjadi tak perlu dan djuga tak mungkin. Soalnja bukanlah lagi soal diseguatu tempat me-reka2 saling-hubungan2 dari luar otak kita, melainkan soal menemukan mereka didalam fakta2. Bagi filsafat, jang telah diusir dari alam dan sedjarah, hanja tinggallah bidang pemikiran se-mata, sebegitu djauh jang masih tinggal jalah: teori tentang hukum2 proses pemikiran itu sendiri, logika dan dialektika.


Dengan Revolusi 1848, Djerman jang “terpeladjar” mengutjapkan selamat-tinggal kepada teori dan berphidah kelapangan praktek. Produksa ketjil2an dan manufaktur, jang berdasarkan kerdjatangan, diganti oleh industri jang betul2 besar. Djerman muntjul lagi dagam pasar dunia. Keradjaan Djerman [4-4] baru jang ketjil menghapuskan se-kurang2nja kesewenang-wenangan jang paling menjolok jang menghalang-halangi perkembangan itu, jaitu si,stim negara2 ketjil, sisa2 feodalisme, dan pengurusan birokratis. Tetapi selaras dengan spekulasi meninggalkan kamar-beladjar ahlifilsafat untuk mendirikan kuilnja dalam dalam Bursa Efek, maka Djerman jang terpeladjar kehilangan bakat besar dibidang teori jang telah merupakan kemegahan Djerman dalam hari2 kehinaan politik jang se-dalam2nja - bakat akan penelitian ilmiah se-mata2, lepas daripada apakah hasil jang diperolehnja itu dapat dipergunakan dalam praktek atau tidak, apakah mungkin menjinggung pembesar2 polisi atau tidak. Memang benar, ilmu2 alam Djerman jang resmi mempertahankan posisinja dibarisan depan, terutama dilapangan penelitian jang chusus. Tetapi madjalah Amerika Ilmupun dengan tepatnja menjatakan bahwa kemadjuan2 jang menentukan dibidang rangkaian jang luas dari fakta2 chusus dan penggeneralisasiannja mendjadi hukum sekarang lebih banjak ditjapad di Inggris dan bukannia, seperti dulu, di Djerman. Dan dilapangan ilmu2 sedjarah, termasuk filsaf semangat lama jang tak kenal takut akan teori sekarang telah lenjap, samasekali, ber-sama2 dengan filsafat klasik. Eklektigisme kosong dan minat jang gelisah akan kedudukan dan penghasilan, jang merosot, sampai pada pemburtuan pekerdjaan jang paling vulger, menduduki tempatnja. Wakil2 resmi dari ilmu2 itu tanpa tedengaling2 telah mendiadi ahli2 ideologd dari burdjuasi dan negara jang ada - letapi ketika kedua-duanja berada dalam antagonisme jang terbuka dengan klas buruh.

Hanjalah dikalangan klas buruh bahwa bakat Djerman akan teori tetap utuh. Dikalangan mereka ia tak dapat .dibinasakan. Dikalangan mereka tak ada minat akan kedudukan2, untuk mentjari keuntungan, atau akan perlindungan jang penuh kasih-sajang dari atas. Sebaliknja, semakin ilmu itu madju dengan tak kenal bdaskasihan dan tak mementingkandiri maka ia semakin menemukan dirinja berada selaras dengan kepentingan2 serta aspirasi2 kaum buruh. Ketjenderungan baru, jang mengakui bahwa kuntji untuk memahami seluruh sedjarah masjarakat terletak dalam sedjarah perkembangan kerdja, sedjak awadnja lebih suka berpaling kepada klas buruh dan dikalangan mereka mendapatkan sambutan jang tidak ia tjari maupun ia harapkan dari ilmu jang diakui setjara resmi. Gerakan klas buruh Djerman adalah ahliwaris filsafat klasik Djerman.


Ditulis oleh Engels dalam 1886 Dimuat dakan madjalah Neue Zeit 1886, dan sebagai penerbitan tersendiri di Stuttgart dalam 1888.

Diterbitkan menurut naskah edis! 1888.


Catatan

[4-1] Disini mungkiry- saja diperkenankan untuk memberikan pendielasan pribadi. Belakangan ini berulangkali ada di-sebut2 andil saja dalam teori ini, makaitu sulit bagi saja untuk menghindari menguijapkan beberapa patah kata disini untuk menjelesaikannja. Saja tak daripat menjangkal bahwa baik sebelum maupun seldma empatpuluh tahun bekerdjasama dengan Marx saja mempunjai andil saja @endiri jang tertentu dalam meletakkan dasar2 teori itu, dan terutama dalam pengolahannia. Tetapi bagian jang lebih besar dari prinsip2 pokoknja jang terpenting, terutama dilapangan ilmu ekono-ni dan sedjarah, dan, diatas segala-galanja, formulasinja jang terachir jang tadjam, adalah andil Marx. Apa jang saja sumbangkan - setidak-tidaknia ketjuali karja saja dibeberapa lapc[ngan chusus - Marx dapat mengerdjakannja dengan baik sekali tanpa saja. Apa jang dihasilkan oleh Marx, saja tak dapat mentjapainja. Marx berdiri lebih tinggi, melihat lebih djauh, dail memandang lebih ,uas serta lebih tjepat daripada semua kita lainnja. Marx adalah seorarig zeni; kita lainnja paling banter orang2 jang berbakcat. Tanpa dia teori itu akan diauh daripada apa adanja kini. Kerrena itu surjah setepatnja memakal namanja. (Tiatatan Engels).

[4-2] Lihat Dos Wesen der menschlichen Kopfarbeit, dargestellt von einem Hanidarbeiter (Watak Pekerdjaan Otak Manusia Diuralkan oleh Seorang Pekerdja Tangan). Hamburg, Meissner. (Tjatatan -. Engels).

[4-3] Kaum Albigense: Suatu sekte agama jang selama abad ke-12 dan ke-13 memimpin gerakan menentang Geredja Rum Katolik. Nama ini berasal dari nama kota Albi, di Perantjis Selatan. - Red.

[4-4] Istilah W dipakai untuk Keradjaan Djerman (tanpa Austra) jang terbentuk dalan 1871 dibawah hegemoni Prussia. - Red.