[HALAMAN UTAMA]


GEORGE NOVACK


PENGANTAR LOGIKA MARXISME

 

Sumber                        : George Novack, An Introduction to The Logic of Marxism, bahan kuliah

Terjemahan Indonesia : Jurnal KIRI, Volume 3, Oktober 2000, Penerbit Neuron.

Versi Online                : Indomarxist.Net, November 2002; Marxists Internet Archive, Desember 2002.

Keterangan                  : Ijin publikasi online ini adalah untuk tujuan non-komersil.


Daftar Isi

Bahan I          : Logika Formal dan Logika Dialektik

Bahan II        : Keterbatasan Logika Formal

Bahan III       : Sekali Lagi, Tentang Keterbatasan-Keterbatasan Logika Formal

 

 


Bahan I:
Logika Formal dan Logika Dialektik

 

Pelajaran di bawah ini adalah tentang pemikiran dialektika materialis, atau apa yang dikenal sebagai logika Marxisme.

Betapa mengejutkan, apakah pelajaran ini memang penting? Di sini berkumpul anggota dan simpatisan dari sebuah partai revolusioner yang, di tengah-tengah perang dunia ke II, sedang berada di bawah tekanan pemerintahan. Perang tersebut merupakan sebuah perang terbesar dalam sejarah dunia. Buruh-buruh industri, kaum revolusioner profesional, berkumpul bersama bukan untuk membicarakan dan memutuskan sebuah aksi bersama, tapi untuk mempelajari sebuah ilmu yang menjadi tuntunan—sama seperti matematika tingkat tinggi—bagi perjuangan politik sehari-hari sekarang ini.

Alangkah berbedanya dengan karikatur yang menyakitkan tentang gerakan marxis seperti yang di gambarkan oleh tangan-tangan kelas kapitalis! Kelas-kelas pemilik menggambarkan kaum sosialis yang revolusioner sebagai orang-orang gila yang culas dan sedang membohongi diri sendiri dan orang lain dengan pandangan-pandangan fantastisnya tentang dunia kelas buruh.  Kita pun bisa membuat karikatur seperti itu: penguasa-penguasa kapitalis layaknya seperti anak-anak kecil yang yang sedang marah melihat gambaran sebuah dunia tanpa ada mereka atau tanpa peran sentral mereka.

Mereka mengaku bahwa mereka lebih logis dan masuk akal. Akhirnya, kini telah terbukti bahwa, dengan melihat bagaimana cara mereka memandang dunia, bisa dipisahkan siapa sebenarnya yang irasional dan siapa yang rasional dan masuk akal: kaum kapitalis kah atau musuhnya—kaum revolusioner. Susunan masyarakat pada saat ini sedang menuju ke arah kekacauaan dan berlaku seperti seorang maniak. Mereka menenggelamkan dunia ke dalam pembunuhan massal untuk kedua kalinya dalam seperempat sejarah manusia; mereka menyalakan obor peradaban; namun kemudian menghancurkannya tanpa sisa-sisa kemanusiaan. Dan juru bicara mereka selalu menyebutkan kita “gila”, dan perjuangan kita untuk sosialisme dilihat sebagai sebuah bukti yang “tidak realistis”.

Mereka yang salah! Dalam pertempuran melawan kekacauaan-gila kapitalisme, demi sebuah sistim sosialis yang bebas dari penghisapan dan penindasan kelas, bebas dari perang, bebas dari krisis, bebas dari perbudakan imperialisme dan bebas dari barbarisme—kita, kaum marxis, merupakan orang-orang yang paling beralasan dan masuk akal sepanjang hidup kita. Itu lah mengapa—tidak seperti kelompok-kelompok politik lainnya—kita harus mempelajari ilmu logika secara serius. Perjuangan kita melawan kapitalisme, demi sosialisme, tak bisa digagalkan dengan cara menghancurkan logika kita karena logika kita adalah sebuah alat yang tak dapat dihancurkan.

Logika atau cara pikir dialektika materialis, pasti lah berbeda dengan logika atau cara pikir borjuis yang ada sekarang ini. Metode kita, ide-ide kita—seperti yang ingin kita buktikan—lebih ilmiah, jauh lebih praktis dan jauh lebih “logis” ketimbang logika (cara pikir) lainnya. Kita menyusunnya dengan berbagai perbandingan dan jauh lebih lengkap karena diisi oleh prinsip-prinsip mendasar ilmu-pengetahuan yang bisa menemukan logika hakikat relasi-relasi semua realita—oleh karenanya, hukum-hukum berfikir bisa disebarkan luaskan pada yang lain (pada masyarakat di sekeliling kita yang terlihat tak berperasaan) dan dapat dipelajari. Itu lah metode kita—walaupun harus hidup di tengah-tengah kegilaan kelas kapitalis. Tugas kita adalah menemukan hukum-hukum yang paling umum dari logika terdalam alam, masyarakat dan jiwa manusia. Sementara borjuis kehilangan akal sehatnya, kita harus mencoba mengembangkan dan memperjelas logika kita.

1. Pengertian Awal Logika

Logika adalah sebuah ilmu. Setiap ilmu memperlajari suatu gerak khusus dalam hubungannya  dengan corak gerak material lainnya, dan berusaha untuk menemukan hukum-hukum umum dan corak tertentu dari gerakan tersebut. Logika adalah ilmu tentang proses berfikir. Seorang akhli logika mempelajari kegiatan-kegiatan proses berfikir yang ada di kepala setiap manusia dan mencoba merumuskan hukum-hukum, bentuk-bentuk dan inter-relasi semua proses mentalnya.

Dua tipe penting logika pernah muncul dalam dua tahap perkembangan ilmu logika, yakni: logika formal dan logika dialektik. Keduanya merupakan bentuk-bentuk perkembangan tertinggi gerak mental. Keduanya memiliki kesesuaian fungsinya—pengertian sadar terhadap semua bentuk gerak.

Walaupun kita baru saja tertarik pada dialektika materialis, jangan lah kita langsung mempelajari dialektika materialis sebagai cara berfikir. Kita harus mendekati dialektika secara tidak langsung dengan pertama kali menguji ide-ide mendasar dari jenis lain cara berfikir: cara berfikir logika formal. Sebagai metode berfikir, logika formal  adalah lawan dari dialektika materialis.

Dalam ilmu logika, mengapa kita harus memulai pelajaran kita tentang motode dialektika dengan mempelajari lawannya?

2. Perkembangan Logika

Ada beberapa alasan mengapa cara tersebut kita ambil. Pertama, dalam sejarah perkembangan cara berfikir, dialektika merupakan perkembangan lebih lanjut dari logika formal. Logika formal adalah sebuah ilmu-pengetahuan besar tentang sistim proses berfikir. Logika formal merupakan hasil karya filasat zaman yunani kuno. Pemikir-pemikir Yunani kuno awal lah yang menemukan metode berfikir. Pemikir Yunani kuno, seperti Aristoteles, mengumpulkan, mengkelasifikasikan, mengkritik dan mensistimasikan hasil-hasil positif dari berbagai pemikiran dan membangun sebuah sistim berfikir yang disebut logika formal. Euklides melakukan hal yang sama untuk dasar-dasar geoemetri; Archimides untuk dasar-dasar mekanika; Ptolomeus dari Alexandria kemudian menemukan astronomi dan geografi; dan Galen untuk anatomi.

Logika aristoteles mempengaruhi cara berfikir umat manusia selama dua ribu tahun. Cara fikir tersebut tidak memiliki lawan sampai kemudian ditantang, dijatuhkan dan menjadi ketinggalan zaman oleh dan karena dialektika, sebuah sistim besar kedua dalam ilmu cara berfikir. Dialektika merupakan hasil dari gerakan ilmu-pengetahuan revolusioner selama seabad, yang dilakukan oleh pekerja-pekerja intelektual. Dialektiaka  muncul sebagai cara fikir terbaru dari filsuf-filsuf besar dalam Revolusi Demokratik di Eropa Barat pada abad ke-6 dan abad ke-17. Hegel, seorang tokoh dari sekolah filsafat idealis (borjuis) di Jerman, adalah seorang guru besar yang pertama kali mentransformasikan ilmu logika, seperti di sebutkan oleh Marx: “bentuk-bentuk umum gerakan dialektika yang memiliki cara yang  komprehensif dan sadar sepenuhnya.”

Marx dan Engels adalah murid Hegel di lapangan Logika. Dalam ilmu logika, mereka berdua lah yang kemudian melakukan revolusi pada revolusi Hegelian—dengan menyingkirkan elemen mistik dalam dialektikanya, dan menggantikan dialektika idealistik dengan sebuah landasan material yang konsisten.

Pada saat kita mendekati dialektika materialis dengan menggunakan logika formal,  kita harus memundurkan langkah kita pada sejarah aktual kemajuan ilmu logika, yakni perkembangan dari logika formal menuju ke logika dialektik.

Adalah salah jika kita mengira bahwa sejarah perkembangan cara berfikir adalah seperti ini: bahwa para filsuf Yunani tidak mengetahui soal dialektika; atau mengira Hegel dan Marx menolak sepenuhnya logika formal. Seperti yang dituliskan oleh Engels: “filsuf yunani kuno sudah dialektik sejak kemunculannya dan Aristoteles, sebagai intelektual yang paling ensiklopedis di antara mereka, bahkan sudah menganalisa bentuk-bentuik paling esensial pemikiran dialektik.” Tak ketinggalan pula, dialektika muncul dalam bentuk cikal bakalnya dalam pemikiran filsuf Yunani. Namun filsuf Yunani belum dan tidak dapat mengembangkan serpihan-serpihan pemikiran dialektik dalam sebuah sistimatika berfikir yang ilmiah. Mereka menyumbangkan serpihan-serpihan pemikiran tersebut hingga menjadi bentuk akhir logika formal Aristoteles. Pada saat yang bersamaan, penelitian dialektika mereka, kritisisme pada cara fikir formal dan sebaliknya—dan semua persoalan yang dihadapinya—dilakukan dengan keterbatasan logika formal, yang diperjuangkan selama berabad-abad—yang, kemudian, dapat diselesaikan oleh dialektika hegelian dan, kini, oleh dialektika marxis.

Para akhli Dialektika modern tidak melihat logika formal sebagai sesuatu yang tak berguna. Sebaliknya, mereka menganggap bahwa logika formal tidak sekadar sesuatu yang penting dalam sejarah perkembangan metode berfikir tapi juga cukup penting pada saat ini agar berfikir benar. Tapi, dalam dirinya, logika formal jelas kurang lengkap. Unsur-unsur absyahnya menjadi bagian dalam dialektika. Hubungan antara logika formal dengan dialektika menjadi berkebalikan.  Di dalam pemikiran Yunani klasik sisi formal logika menjadi dominan dan aspek dialektiknya menjadi tergeser. Dalam ajaran modern, dialektika berada di garda depan dan sisi formal logika menjadi sub-ordinat terhadapnya.

Karena kedua tipe yang bertentangan tersebut memiliki banyak kesamaan, dan logika formal masuk sebagai materi struktural dalam kerangka logika dialektik, maka berguna sekali bagi kita menguasai logika formal. Dalam mempelajari logika formal secara tak langsung kita sudah siap menuju logika dialektik. Dengan mengakui,  atau setidaknya sedikit mengakui, logika formal, kita telah siap memisahkan logika formal dari logika dialektik. Hegel menunjukkan hal yang sama: ”Dalam kedekatannya yang terbatas (antara logika formal dan logika dialektik) terdapat suatu kotradiksi yang bisa menyumbangkan sesuatu ke belakang dirinya (logika dialektik).”

Akhirnya, lewat prosedur tersebut, kita mendapatkan pelajaran berharga dalam pemikiran dialektik. Hegel menjelaskan lagi: “Sesuatu tidak bisa dikenali secara menyeluruh sebelum mengenali lawannya.” Contohnya, kau tidak dapat benar-benar mengerti tentang seorang buruh-upahan sampai kau mengetahui bagaimana sebaliknya lawan sosial ekonominya, kelas kapitalis. Kau tidak dapat mengetahui Trotskyisme  sampai kau mempelajari secara mendalam esensi antitesis politiknya, yakni Stalinisme. Jadi kau tak akan bisa mempelajari kedalaman dialektika tanpa pertama kali mempelajari secara mendalam sejarah pendahulunya dan antitesis teoritisnya, yakni logika formal.

3. Tiga Hukum Dasar Logika Formal

Ada tiga hukum dasar logika formal. Yang pertama dan terpenting adalah hukum identitas. Hukum tersebut dapat disebutkan dengan berbagai cara seperti: “sesuatu adalah selalu sama dengan atau identik dengan dirinya, dalam Aljabar: A sama dengan A.”

Rumusan khusus hukum tersebut tak terlalu penting. Pemikiran esensial dalam hukum tersebut adalah seperti berikut. Dengan mengatakan bahwa sesuatu itu sama dengan dirinya, maka dalam segala kondisi tertentu sesuatu itu tetap sama dan tak berubah. Keberadaannya absolut. Seperti yang dikatakan oleh akhli fisika: ” materi tidak dapat di buat dan dihancurkan.” Materi selalu tetap sebagai materi.

Jika sesuatu adalah selalu dan dalam semua kondisi sama atau identik dengan dirinya, maka ia tidak dapat tidak sama atau berbeda dari dirinya. Kesimpulan tersebut secara logis patuh pada hukum identitas: Jika A  selalu sama dengan A, maka ia tidak pernah sama dengan bukan A (Non-A).

Kesimpulan tersebut dibuat secara eksplisit dalam hukum kedua logika formal: hukum kontradiksi. Hukum kontradiksi menyatakan bahwa A adalah bukan Non-A. Itu tidak lebih dari sebuah rumusan negatif dari pernyataan posistif, yang dituntun oleh hukum pertama logika formal. Jika A adalah A, maka menurut pemikiran formal, A tidak dapat menjadi Non-A. Jadi hukum kedua dari logika formal, yakni hukum kontradiksi, membentuk tambahan esensial pada hukum pertama. Beberapa contoh: manusia tidak dapat menjadi bukan manusia; demokrasi tidak dapat menjadi tidak demokratik; buruh-upahan tidak dapat menjadi bukan buruh-upahan.

Hukum kontradiksi menunjukkan pemisahan perbedaan antara esensi materi dengan fikiran. Jika A selalu sama dengan dirinya maka ia tidak mungkin berbeda dengan dirinya. Perbedaan dan persamaan menurut dua hukum di atas adalah benar-benar berbeda, sepenuhnya tak berhubungan, dan menunjukkan saling berbedanya antara karakter benda (things) dengan karakter fikiran (thought)

Kwalitas yang saling berbeda dan terpisah dari setiap benda ditunjukkan dalam hukum yang ketiga logika formal. Yakni: hukum tiada jalan tengah. (the law of excluded middle). Menurut hukum tersebut segala sesuatu hanya memiliki salah satu karakteristik tertentu. Jika A sama dengan A, maka ia tidak dapat sama dengan Non-A. A tidak dapat menjadi bagian dari dua kelas yang bertentangan pada waktu yang bersamaan. Dimana pun dua hal yang berlawanan tersebut akan saling bertentangan, keduanya tidak dapat dikatakan benar atau salah. A adalah bukan B; dan B adalah bukan A. Kebenaran dari sebuah pernyataan selalu menunjukkan kesalahan (berdasarkan lawan pertentangannya) dan sebaliknya.

Hukum yang ketiga tersebut adalah sebuah kombinasi dari dua hukum pertama dan berkembang secara logis.

Ketiga hukum tersebut mencakup sebagian dasar-dasar logika formal. Alasan-alasan formal berjalan menurut proposisinya. Selama 2.000 tahun aksioma-aksioma yang jelas dalam sistim berfikir Aristoteles telah menguasai cara berfikir manusia, layaknya hukum pertukaran dari nilai yang sama, yang telah membentuk fondasi bagi produksi komoditi masyarakat.

Lihatlah contoh dariku tentang sistim berfikir Aristoteles, sebagai berikut: dalam bukunya yang berjudul Posterior Analytics ( Buku I; Bagian 33), Aristoteles mengatakan bahwa seseorang tidak dapat secara terus menerus memahami bahwa manusia pada dasarnya adalah hewan, dengan demikian bisa juga dikatakan bahwa manusia adalah bukan hewan. Dengan demikian, manusia pada dasarnya adalah  seorang manusia dan tidak dapat dianggap bukan manusia.

Hal tersebut seperti yang diungkapkan dalam hukum logika formal. Kita mengetahui bahwa hal itu berlawanan dengan kenyataan. Teori perkembangan alam mengajarkan bahwa tidak bisa lain—manusia pada dasarnya adalah binatang. Secara logika manusia adalah binatang. Tapi kita ketahui juga dari teori evolusi sosial, bahwa manusia adalah kelanjutan dari perkembangan evolusi binatang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa secara esensial ia adalah manusia, yang spesiesnya cukup berbeda dengan binatang lainnya. Kita mengetahui bahwa hal tersebut merupakan dua hal: yang satu dengan yang lainnya berbeda pada saat yang bersamaan. Aristoteles dan hukum logika formal tidak dapat berlaku lagi.

4. Isi Material dan Realitas Obyektif Hukum-hukum Tersebut

Kita bisa melihat dari contoh tersebut betapa cepat dan spontannya karakter dialektik suatu materi, oleh karena itu, dengan segera, muncul lah pemikiran yang merupakan cermin kritis terhadap pikiran formal. Walaupun ada suatu intensitas yang mengetatkan logika formal, namun tetap saja kita akan tergiring dan terdorong untuk melangkah lebih ke depan, melewati batas logika formal, pada saat kita hendak mencari kebenaran sesuatu hal. Dan sekarang kita kembali kepada logika formal

Seperti yang aku katakan sebelumnnya, dialektika modern tidak menolak kebenaran yang dikandung oleh hukum-hukum logika formal. Sikap penolakan terhadap logika formal akan berlawanan dengan semangat dialektika, yang melihat beberapa kebenaran dalam kenyataan logika formal itu sendiri. Pada saat bersamaan, dialektika membuat kita bisa melihat batas-batas dan kesalahan dalam memformalkan pandangan tentang sesuatu.

Hukum-hukum logika formal berisikan unsur-unsur kebenaran yang sangat penting dan tak bisa ditolak. Semua hukum tersebut bukan lah merupakan jeneralisasi pikiran-pikiran yang random dan hasil khayalan yang tak berarti. Hukum-hukum tersebut keluar lewat sebuh proses dunia nyata yang, selama ribuan tahun, oleh Aristoteles dan para pengikutnya, digunakan oleh peradaban manusia. Jutaan orang yang belum pernah mendengar tentang Aristoteles dan pikiran-pikirannya, sampai sekarang, berpikir untuk mengabaikan hukum-hukum awal yang pertama kali dirumuskannya. Mereka, yang seperti itu, tak akan bisa sampai mengerti tentang hukum-hukum gerak Newton—walaupun mereka dapat melihat kerangka fisik setiap hasil pemikiran Newton, namun mereka gagal memahami teori Hukum Newton tersebut secara lengkap. Dalam dunia obyektif, mengapa orang berfikir dan melakukan pensejajaran antara hukum-hukum Newton dengan hukum-hukum Aristoteles. Karena, kenyatannya, hukum berpikir Aristotles memiliki isi yang material, sama halnya juga dalam dunia objektif, sama halnya juga dalam hukum gerak mekanika Newton. “…metode berpikir kita, apakah itu logika formal atau  logika dialektik, bukan lah sebuah susunan serampangan akal sehat kita tapi lebih sebagai sebuah ekspresi interelasi-aktual dalam alam kita sendiri.”[1]

Karakter macam apa yang ada dalam realitas material yang hendak dicerminkan, dan secara konseptual dihasilkan kembali, oleh hukum-hukum berfikir formal?

Hukum identitas bertujuan merumuskan fakta material agar bisa mendefinisikan segala sesuatu dan memperlakukan segala hal dalam semua perubahan fenomenanya. Dimana pun kelanjutan (perubahan) esensial hadir dalam realitas, hukum identitas tetap bisa mendeteksinya.

Kita tak bisa berbuat atau berfikir secara sadar bila menolak hukum tersebut. Jika kita tidak bisa lagi mengenali diri kita sendiri karena amnesia atau karena sesuatu hal—karena kerusakan mental, misalnya—hingga menghilangkan kesadaran identitas pribadi kita, maka diri kita akan hilang. Tapi hukum identitas hanya lah absyah untuk melihat dunia secara universal ketimbang untuk melihat kesadaran manusia itu sendiri. Hukum tersebut muncul setiap hari dan dimana saja dalam kehidupan sosial. Jika kita tidak bisa mengenali bagian mental yang sama, lewat beberapa tindakan, maka kita tidak akan bisa melakukan produksi. Jika seorang petani tidak bisa mengerti perkembangan jagung yang ia tanam dari biji sampai menghasilkan jagung lagi, dan kemudian menjadi bahan makanan, maka tidak mungkin ada pertanian.

Anak-anak yang telah mengerti lebih jauh, bisa memahami alam dunianya saat pertama kali ia menemukan fakta bahwa ibu yang menyusuinya adalah orang yang sama yang, dengan berbagai cara, memberinya makan. Pengenalan kebenaran dengan cara seperti itu tak lain merupakan sebuah contoh khusus tentang pengenalan terhadap hukum identitas.

Jika kita tidak jernih melihat proses perkembangan dan perubahan-perubahan menuju negara kelas pekerja, maka kita tentu saja akan dengan mudah terjebak dalam kekacauan pemahaman saat berupaya untuk mengerti tentang perjungan kelas yang ada sekarang. Dalam kenyataannya, oposisi borjuis kecil menjawab dengan cara yang salah ketika merespon persoalan yang terjadi di Rusia, tidak hanya karena mereka menolak metode dialektik, tapi juga karena mereka tak bisa mengaplikasikan hukum identitas secara tepat. Dalam proses perkembangan Soviet Rusia, mereka tak bisa melihat—lepaskan dari Uni Sovyet yang di bangun selanjutnya oleh rejim Stalin—bahwa Uni Soviet bisa mempertahankan landasan–landasan sosial ekonomi negara kelas pekerja, yang didirikan oleh kelas buruh dan petani Rusia setelah revolusi oktober. Kelasifikasi secara benar, yang lepas dari perbandingan yang berbasiskan suka tidak suka, merupakan suatu basis yang sangat penting dan sebagai langkah awal dalam investigasi ilmiah. Kelasifikasi sangat penting untuk memilah penambahan terhadap kelas yang sama dan pengurangan terhadap kelas yang berbeda serta untuk menyatukan kelas-kelas yang berbeda—semua itu tak mungkin dilakukan tanpa menggunakan hukum identitas. Teori Darwin tentang revolusi pengorganisasian manusia berasal dan tergantung dari pengenalan terhadap identitas esensial berbagai makhluk yang berbeda di atas bumi ini. Hukum gerak mekanik Newton dapat disimpulkan berasal dari gerak massa, dari logika batu jatuh hingga planet-planet yang berputar dalam sistim matahari. Semua ilmu-pengetahuan lahir dan merupakan bagian dari hukum  identitas.

Hukum identititas mengarahkan hingga bisa mengenali keragaman, perubahan permanen, kesamaan, pemisahan dan penampakan yang berbeda, guna mencakup keseluruhan semua itu, serta guna mendapatkan penghubung antar fase-fase berbeda dari fenomena tertentu. Oleh sebab itu, penemuan dan penggunaan hukum tersebut disimpulkan telah membuat sejarah dalam pemikiran ilmiah dan, oleh karenanya, kita memberikan penghargaan pada Aristoteles untuk semua yang telah dirumuskannya. Oleh karena itu pula, manusia berbuat dan berpikir sesuai dengan hukum dasar logika fiormal tersebut.

Mungkin akan muncul pertanyaan: “bagaimana hukum tersebut berlaku secara gampangannya?  Jawabnya: fakta bahwa sesuatu adalah sesuatu.

Amat lah penting kehadiran hukum dasar tersebut dalam sejarah. Merupakan sebuah kemajuan yang besar sekali dalam sistim pengetahunan tentang dunia ketika manusia menemukan bahwa awan, uap, hujan dan es semuanya berasal dari air. Atau bawah surga dan bumi adalah dua hal yang bertentangan namun juga sama (surga di bumi). Ilmu Biologi mengalami revolusi dengan penemuan bahwa kehidupan organisme bersel satu dan manusia terdiri dari substansi yang sama. Ilmu fisika mengalami revolusi dengan bisa ditunjukkannya bahwa semua bentuk gerak material dapat saling bertukar dan secara esensial sama.

Tidak kah merupakan sebuah langkah yang menakjubkan dalam pengetahuan sosial dan politik ketika kelas pekerja menemukan pengetahuan, di satu sisi, bahwa upah kerja adalah upah kerja dan, di sisi lain, kapitalis adalah kapitalis. Pengetahuan bahwa buruh di mana saja memiliki kepentingan yang sama, menembus batas wilayah, nasional dan ras. Sehingga pengakuan terhadap kebenaran yang berasal dari hukum identitas adalah sebuah syarat untuk menjadi seorang sosialis yang revolusioner.

Satu hal, bagaimanapun kita memperhatikan dan menggunakan suatu hukum, adalah merupakan hal yang berbeda dengan mengerti dan memformulasikannya dalam sebuah cara yang ilmiah. Semua orang dapat bertindak sesuai dengan hukum namun sulit untuk mengetahui bagaimana hukum tersebut beroperasi. Sama dengan hukum logika itu sendiri. Setiap orang berpikir tapi tak seorang pun tahu hukum yang mana yang sedang berlangsung dalam pemikirannya.

Hukum kontradiksi merumuskan fakta-fakta material yang hadir secara bersamaan dengan yang lainnya, dan bisa dalam keadaan-keadaan yang berbeda-beda. Secara nyata aku tidak sama dengan anda—jelas kita berbeda. Atau aku hari ini berbeda dangan aku kemarin—jelas keberadaanku berbeda. Atau Uni Soviet berbeda dengan negeri lainnya, dan perkembangan Uni Soviet membedakan Uni Sovyet dahulu dengan Uni Sovyet sekarang—jelas perbedaan-perbedaannya.

Hukum formal kontradiksi, atau  penajaman perbedaan-perbedaan adalah penting untuk memperoleh kelasifikasi yang tepat sesuai dengan hukum identitas. Tanpa keberadaan perbedaan-perbedaan tersebut, tak perlu ada kelasifikasi, tanpa identitas maka tak mungkin melakukan kelasifikasi.

Hukum tak ada jalan tengah (excluded middle) menunjukkan bahwa semua hal saling bertentangan dan saling mengisi dalam kenyataannya. Aku pasti lah aku atau orang lain; hari ini aku seharusnya sama atau berbeda dengan kemarin; Uni Soviet seharusnya sama atau berbeda dengan negeri lain; aku pasti lah manusia atau binatang; aku tidak dapat secara bersamaan merupakan dua identitas yang berbeda.

Oleh karenanya, hukum logika formal mengekspresikan masa depan yang merepresentasikan dunia nyata. Hukum-hukum tersebut berisi suatu materi dan  suatu dasar objektif. Hukum-hukum tersebut secara bersamaan merupakan hukum berfikir, hukum masyarakat dan hukum alam. Ketiga akar Hukum tersebut memiliki karakter universal.

Ketiga hukum yang kita pelajari di atas bukan merupakan keseluruhan logika formal. Namun merupakan hukum-hukum dasar yang sederhana. Di atas dasar itu lah,  dan di luar darinya lah, muncul sejumlah struktur ilmu logika yang kompleks, yang memiliki kerumitan rincian-rincian setiap elemennya, dan yang di dalamnya memiliki bentuk mekanisme berpikir. Tapi kita tak akan masuk ke diskusi tentang berbagai kategori, bentuk proposisi, sikap-sikap, silogisme dan yang lainnya, yang membentuk isi tubuh logika formal. Hal tersebut bisa dicari di buku tentang logika elementer lainnya. Secara prinsipil kita lebih peduli pada pemahaman ide-ide esensial logika formal, tapi bukan pada detail perkembangannya.

5. Logika Formal dan Akal Sehat

Dalam lingkaran intelektual borjuis, akal sehat dijadikan satu pola dan cara berfikir serta menjadi penuntun tindakan. Hanya ilmu-pengetahuan yang dilandasi akal sehat lah yang bisa berada pada hirarki nilai yang tinggi. Atas nama akal sehat dan ilmu-pengetahuan, misalnya, Max Eastman menuduh Marxis sebagai penjunjung dialektika metafisik dan mistik. Sialnya, ideolog-ideolog borjuis dan borjuis kecil jarang menginformasikan pada kita apa sisi logis akal sehat mereka dan bagaimana hubungan antara akal sehat dengan ilmu-pengetahuan? Kita akan menjawab mereka! Kenyataannya, mereka yang anti dialektika sebenarnya tidak hanya tidak tahu apa dialektika itu. Mereka bahkan tak tahu apa logika formal itu. Hal itu tidak mengejutkan. Apa kah kelas kapitalis tahu apa itu kapitalisme, bagaimana hukum-hukumnya beroperasi? Jika mereka tahu, mereka akan sadar akan krisis dan perang yang mereka buat, dan tak akan seyakin sekarang dengan sistim yang mereka nikmati itu. Stalinis tak tahu apa sebetulnya stalinisme itu dan akan ke mana arah sistim tersebut. Jika mereka tahu mereka tidak akan lagi menjadi Stalinis, atau mereka akan menjadi sesuatu yang lain.

Sejauh ini, akal sehat masih secara sistimatis tersusun dan memiliki karakter logis, serta akal sehat menyatu dengan logika formal. Akal sehat bisa diurai menjadi bentuk yang tidak sistimatis dan setengah sadar dalam hubungannya dengan ilmu-pengetahuan logika formal. Ide-ide dan metode logika formal yang digunakan sekarang, sebenarnya, telah digunakan sejak berabad-abad yang lalu, memiliki saling hubungan dengan proses berfikir kita, masuk dalam pabrik peradaban kita, dan nampak bagi kebanyakan orang  sebagai sesuatu yang normal, ekslusif, serta bercorak pikir wajar. Konsepsi dan mekanisme logika formal, seperti silogisme, merupakan alat berfikir yang seakrab dan seuniversal layaknya pisau tajam.

Seperti kita ketahui, borjuis percaya bahwa masyarakat kapitalis akan abadi karena, menurut mereka, merupakan hal yang ilmiah dan tak dapat diubah. Sosialisme, kata mereka, adalah tidak mungkin dan tidak masuk akal sehat karena manusia akan selalu terbagi ke dalam dua kelas yang saling bertentangan. yakni yang kaya dan yang miskin, yang kuat dan yang lemah, pemerintah dan yang diperintah, yang bermilik dan yang tak bermilik, dan setiap kelas akan berjuang sampai mati demi hidup yang lebih baik. Sebuah bentuk organisasi sosial yang tanpa kelas, yang terencana sehingga tidak anarki, yang melindungi si lemah melawan si kuat, terlihat absur, tak masuk akal, bagi mereka. Mereka melihat ide sosialis sebagai fantasi, harapan-harapan kosong.

Sampai kita tahu sosialisme bukan lah sebuah mimpi tapi sebuah keniscayaan sejarah. Sebagai sebuah tahapan evolusi sosial selanjutnya. Kita tahu kapitalisme tidak lah abadi tapi suatu bentuk sejarah tertentu cerminan produksi material, yang terbentuk karena perkembangan produksi sosial, dan takdirnya: akan digantikan oleh bentuk yang lebih superior, produksi sosialis.

Mari kita lihat ilmu berpikir dari satu titik yang sama, yakni dengan melihat pada ilmu sosial. Pemikir-pemikir Borjuis dan borjuis kecil percaya bahwa pemikiran formal adalah bentuk akhir yang sudah final dan pas. Mereka menolak dilalektika materialis sebagai bentuk tertinggi pemikiran.

Kau ingat, ketika seseorang bertanya tentang kapitalisme permanen atau berargumentasi tentang pentingnya sosialisme, kau akan jatuh dalam keraguan pada ide-ide revolusioner yang baru. Kenapa? Karena dirimu telah diperbudak oleh ide penguasa zaman kita yang, seperti di katakan Marx, sebagai ide-ide kelas penguasa. Ide-ide kelas penguasa dalam ilmu logika sekarang ini adalah ide-ide logika formal yang lebih rendah, lebih hina, dari akal sehat. Semua bagian dan kritik dialektika sebenarnya berdiri di atas landasan logika formal—terserah mereka mau mengakuinya atau tidak.

Tak diragukan lagi, dalam masyarakat kita, ide-ide logika formal berisikan semua praduga teoritis yang paling kepala batu. Meski telah beberapa orang menanggalkan keyakinannya terhadap kapitalisme, dan telah menjadi sosialis yang revolusioner, bisa saja mereka belum secara keseluruhan bisa melepas kebiasaan logika formal mereka yang diperoleh dari kehidupan borjuis sebelumnya. Kesungguhan seorang akhli dialektika bisa mengalami kemunduran jika mereka tak berhati-hati dan sadar dalam cara berfikirnya.

Marxisme, selain menolak keabadian kapitalisme, ia juga menolak keabadian kelas kapitalis. Pemikiran manusia telah berubah dan berkembang sepanjang perkembangan umat manusia. Hukum berpikir tidak lah lebih abadi daripada hukum yang ada di masyarakat. Sama halnya dengan kapitalisme, yang hanya sekadar sebuah mata-rantai bentuk sejarah produksi sosial, demikian halnya dengan logika formal, yang  hanya sekadar sebuah mata-rantai bentuk sejarah produksi intelektual. Seperti halnya kekuatan sosialisme, yang sedang berjuang untuk menggantikan bentuk produksi sosial kapitalisme dengan sebuah sistem yang lebih berkembang dan maju, demikian pula halnya pembela dialektika materialis, sebagai sebuah logika sosialisme ilmiah, sedang berjuang melawan logika formal yang telah ketinggalan zaman. Perjuangan teoritis dan praktek politik praktis merupakan bagian yang integral satu dengan yang lainnya, dan sama-sama berada dalam proses revolusioner.

Sebelum kemunculan astronomi modern, orang-orang percaya bahwa matahari dan planet lainnya mengitari bumi. Mereka secara tidak kritis percaya pada pembuktian akal sehat yang ditangkap oleh mata. Aristoteles mengajarkan bahwa bumi telah pas dan sempurna. Tahun ini adalah peringatan 400 tahun  penerbitan buku Copernicus. Sebuah revolusi pemikiran tentang tata surya, yang menumbangkan pemikiran bahwa bumi adalah pusat kekuasaan.

Seabad kemudian Galileo membuktikan kebenaran teori Copernicus. Semua profesor yang bertentangan dengan Copernicus mencemohkannya, seperti yang dikeluhkan Galileo: ”Aku berharap bisa menunjukkan bahwa planet Yupiter, yang menjadi satelit bagi para profesor di Florence, bisa mereka lihat lewat mata mereka sendiri atau dengan teleskop.” Para profesor tersebut, atas nama teori Aristoteles, menyerukan perlawanan terhadap usaha Galileo tersebut, dan akhirnya menggunakan kekuasaan untuk memenjarakan Galileo. Pelayan-pelayan negara dan gereja tersebut berhasil menekan argumen Galileo, melarang pengedaran bukunya, menteror dan bahkan membunuh lawan-lawan ilmuwan lainnya karena ide-ide mereka sangat revolusioner. Mereka membudak pada dominasi kelas penguasa.

Sama halnya dengan dialektika, khususnya dialaektik materialis, ide dan metode nya bahkan lebih revolusioner ketimbang ide Copernicus tentang Astronomi. Pertama pemutarbalikan sorga yang selama ini diagungkan oleh abad tengah, kemudian penajaman terhadap kelas progresif dalam masyarakat yang akan memutarbalikan masyarakat kapitalis. Itu lah sebabnya ide-ide dialektika materialis sangat ditentang oleh para pembela logika formal dan akal sehat. Besok, dengan revolusi sosialis, dialektika akan menjadi akal sehat dan logika formal akan mengambil posisi sub-ordiansi, hanya dianggap sebagai penolong dalam cara berfikir ketimbang seperti yang berlaku sekarang ini—mendominasi pemikiran, menyesatkan fikiran dan menghambat semua kemajuan berfikir yang menjadi tuntutan zaman.


*

Bahan II: Keterbatasan Logika Formal

 



[1] Trotsky, Leon, In Defence of Marxism, Hal. 84.