Revolusi Permanen

Leon Trotsky (1928)


III. Tiga Elemen “Kediktaktoran Demokratik”: Kelas-Kelas, Tugas-Tugas dan Mekanika Politik

 

Perbedaan antara titik pandang “Revolusi Permanen” dan titik pandang Leninis terekspresikan secara politik dengan membandingkan slogan kediktatoran proletariat yang mengandalkan kaum tani dengan slogan kediktatoran demokratik proletariat dan tani. Perbedaan antara dua slogan ini bukanlah mengenai apakah tahapan borjuis-demokratik dapat diloncati dan apakah sebuah aliansi antara buruh dan tani dibutuhkan – perbedaannya adalah mengenai mekanika politik dari kolaborasi proletariat dan kaum tani dalam revolusi demokratik.

Sangatlah penuh asumsi dan dangkal penegasan Radek bahwa hanya orang “yang belum memikirkan secara keseluruhan metode Marxisme dan Leninisme yang kompleks” dapat mengajukan masalah ekspresi politik-partai dalam kediktatoran demokratik, dimana Radek menyatakan – tanpa bukti – bahwa Lenin mereduksi seluruh persoalan ini menjadi kolaborasi antara kedua kelas dalam tugas-tugas objektif sejarah. Tidak, ini keliru.

Jika di dalam persoalan ini kita meremehkan faktor subjektif revolusi: yakni partai dan program mereka – yang merupakan bentuk organisasi dan politik dari kolaborasi antara kaum proletar dan kaum tani – maka semua perbedaan pendapat akan menghilang, bukan hanya antara Lenin dan saya yang merupakan dua posisi dari sayap revolusioner yang sama, tetapi juga perbedaan pendapat antara Bolshevisme dan Menshevisme, dan akhirnya perbedaan antara Revolusi Rusia 1905 dan Revolusi 1848[1] dan bahkan Revolusi 1789[2], sepanjang kaum proletar bisa kita bicarakan di dalam Revolusi 1789. Semua revolusi borjuis adalah berdasarkan kolaborasi antara massa tertindas di kota dan di desa. Inilah yang memberikan revolusi-revolusi tersebut sebuah karakter nasional, yaitu, revolusi yang merangkul seluruh rakyat.

Perselisihan teori dan juga perselisihan politik antara saya dan Lenin bukanlah mengenai kolaborasi antara buruh dan tani, namun mengenai program dari kolaborasi tersebut, bentuk partai dan metode politiknya. Dalam revolusi-revolusi sebelumnya, buruh dan tani “berkolaborasi” di bawah kepemimpinan kaum borjuasi liberal atau sayap demokratik borjuis kecil. Dengan berusaha sekeras mungkin agar buruh dan tani Cina tunduk di bawah kepemimpinan politik kaum liberal nasional Chiang Kai-shek dan lalu di bawah kepemimpinan kaum “demokrat” Wang Ching-wei, Komunis Internasional mengulang pengalaman revolusi-revolusi sebelumnya di dalam situasi sejarah yang baru. Lenin mengajukan sebuah aliansi buruh dan tani yang menentang kaum borjuasi liberal. Aliansi semacam itu belum pernah terjadi di dalam sejarah. Dalam hal metode, ini adalah sebuah eksperimen yang baru dalam kolaborasi kelas-kelas tertindas dari kota dan pedesaan. Oleh karena itu, masalah bentuk politik dari kolaborasi tersebut adalah hal yang baru. Radek dengan mudahnya mengabaikan hal tersebut. Itulah mengapa dia mengarahkan kita ke abstraksi sejarah yang kosong.

Iya, selama bertahun-tahun Lenin menolak untuk mendakwa terlebih dahulu persoalan bagaimana partai-politik dan organisasi Negara kediktatoran demokratik proletariat dan tani akan mengambil bentuk, dan dia mendorong ke depan kolaborasi dari kedua kelas tersebut dan menentang koalisi dengan borjuasi liberal. Lenin berkata: pada sebuah tahapan sejarah tertentu, karena situasi objektif secara keseluruhan maka akan lahir aliansi revolusioner antara kelas buruh dengan kaum tani untuk penyelesaian tugas-tugas revolusi demokratik. Apakah kaum tani akan mampu untuk menciptakan sebuah partai yang mandiri dan apakah mereka akan berhasil dalam menciptakannya? Akankah partai tersebut menjadi mayoritas atau minoritas di dalam pemerintahan kediktatoran? Sebesar apa kekuatan sosial dari para perwakilan proletar dalam pemerintahan revolusioner? Tidak satupun pertanyaan tersebut memungkinkan sebuah jawaban a priori. “Pengalaman akan menjawab pertanyaan tersebut!” Selama rumusan kediktatoran demokratik membiarkan masalah mekanika politik dari aliansi buruh dan tani setengah-terjawab, maka ia akan tetap merupakan – tanpa sama sekali berubah menjadi abstraksi Radek yang tandus – sebuah formula aljabar, yang memungkinkan penafsiran-penafsiran politik yang sangat berbeda di masa depan.

Juga, Lenin sendiri tidak berpendapat bahwa persoalan ini akan terjawab secara penuh oleh basis kelas kediktatoran dan tujuan objektif sejarahnya. Pentingnya faktor subjektif – tujuan, metode yang sadar, partai – dipahami dengan baik oleh Lenin dan dia ajarkan ini kepada kita semua. Dan itulah mengapa Lenin di dalam tulisan-tulisannya mengenai slogannya sama sekali tidak menolak sebuah penafsiran atau hipotesa mengenai bentuk politik apa yang akan diambil oleh aliansi mandiri yang pertama di dalam sejarah antara buruh dan tani. Bagaimanapun juga, pendekatan Lenin terhadap persoalan ini dalam waktu yang berbeda mengambil bentuk yang berbeda-beda. Pemikiran Lenin tidak boleh dilihat secara dogmatis. Ia harus dilihat di dalam konteks sejarah. Lenin tidak membawa 10 perintah suci dari Gunung Sinai, namun dia menganalisa ide-ide dan slogan-slogan yang disesuaikan dengan realitas, membuatnya konkrit dan tepat, dan pada waktu yang berbeda memenuhinya dengan isi yang berbeda. Namun sisi ini, yang kemudian menjadi penting dan membawa Partai Bolshevik pada ujung perpecahan di permulaan tahun 1917, sama sekali tidak dipelajari oleh Radek. Dia mengabaikannya.

Adalah sebuah kenyataan bahwa Lenin tidak selalu memberikan karakter terhadap bentuk ekspresi politik partai dan bentuk pemerintahan dari aliansi buruh dan tani. Dia tidak melakukan ini supaya partai Bolshevik tidak terikat oleh interpretasi hipotesa tersebut. Apa alasan untuk kewaspadaan ini? Alasannya terletak pada fakta bahwa formulasi tersebut mengandung sebuah variabel, yang sangat penting, namun secara politik sangat labil: yakni kaum tani.

Saya ingin mengutip beberapa contoh dari interpretasi Lenin mengenai kediktatoran demokratik, dengan peringatan bahwa penjabaran evolusi pemikiran Lenin yang lengkap mengenai kediktatoran demokratik akan memerlukan sebuah karya terpisah.

Pada Maret 1905, di dalam artikel dimana Lenin mengembangkan gagasan bahwa kaum proletar dan kaum tani akan menjadi basis kediktatoran, ia menulis:

“Dan komposisi basis sosial dari kediktatoran demokratik revolusioner semacam ini – yang mungkin terjadi dan diharapkan – tentu saja akan menemukan refleksinya di dalam komposisi pemerintahan revolusioner. Dengan komposisi semacam itu, partisipasi atau bahkan dominasi perwakilan-perwakilan yang sangat beragam dari demokrasi revolusioner di dalam sebuah pemerintahan semacam itu tidak akan dapat dihindari.” (Lenin. “Social-Democracy and the Provisional Revolutionary Government”)

Dalam kata-kata ini, Lenin mengindikasikan bukan hanya basis kelas dari kediktatoran, namun juga menggambarkan sebuah bentuk pemerintahan kediktatoran tertentu dimana perwakilan-perwakilan dari demokrasi borjuis-kecil mungkin akan mendominasi..

Pada 1907, Lenin menulis:

“Untuk meraih kemenangan, ‘revolusi agraria kaum tani’ yang kalian bicarakan harus, sebagai sebuah revolusi tani, mengambil alih pusat kekuasaan seluruh negara.” (Lenin. “The Agrarian Programme of the Social-Democracy in the First Russian Revolution, 1905-1907”)

Formulasi tersebut bahkan melangkah lebih jauh. Ini dapat dipahami dalam makna bahwa kekuasaan revolusioner harus secara langsung dikonsentrasikan ke tangan kaum tani. Akan tetapi, dalam interpretasi yang lebih jauh lagi yang muncul karena arus perkembangan peristiwa, formula tersebut juga mencakup Revolusi Oktober yang membawa kaum proletar ke tampuk kekuasaan sebagai “agen” revolusi kaum tani. Sebegitu luasnya kemungkinan interpretasi formulasi kediktatoran demokratik proletariat dan tani. Kita dapat mengatakan bahwa, pada titik tertentu, kekuatan dari formulasi ini ada pada karakter aljabarnya, akan tetapi bahayanya juga terdapat di sana, yang memanifestasikan dirinya sendiri di antara kita dengan cukup nyata setelah Revolusi Februari 1917, dan di Cina[3] yang membawa bencana.

Pada Juli 1905, Lenin menulis:

“Tidak ada yang berbicara mengenai perebutan kekuasaan oleh partai – kita berbicara hanya mengenai partisipasi, sebisa mungkin partisipasi memimpin di dalam revolusi …”[4]

Pada Desember 1906, Lenin mempertimbangkan kemungkinan untuk setuju dengan Kautsky mengenai masalah perebutan kekuasaan oleh partai:

“Kautsky mempertimbangkan bahwa bukan hanya ‘sangat mungkin’ bahwa ‘kemenangan akan jatuh ke pangkuan Partai Sosial Demokrat dalam jalannya revolusi,’ tetapi juga menyatakan bahwa tugas kaum Sosial Demokrat adalah ‘untuk menanamkan pada para pengikutnya kepastian kemenangan tersebut, karena kita tidak akan bisa berjuang dengan sukses jika sebelumnya kita sudah menolak kemenangan’.” (Lenin. “The Proletariat and its Ally in the Russian Revolution”)

Jarak antara kedua interpretasi yang diberikan Lenin sendiri ini tidaklah lebih kecil dibandingkan dengan jarak antara formulasi Lenin dan saya. Kita akan melihat ini bahkan lebih jelas nantinya. Di sini kita akan mengajukan sebuah pertanyaan: Apa makna kontradiksi-kontradiksi di dalam Lenin ini? Kontradiksi-kontradiksi ini merefleksikan satu “misteri besar” yang sama di dalam formula politik revolusi: kaum tani. Bukan tanpa alasan para pemikir radikal kadang-kadang menyebut kaum tani Rusia sebagai Sfinks sejarah Rusia (baca: misteri di dalam sejarah Rusia – Ed.). Permasalahan mengenai karakter kediktatoran revolusioner terikat erat dengan permasalahan mengenai kemungkinan terbentuknya sebuah partai tani revolusioner yang bertentangan dengan kelas borjuasi liberal dan mandiri dari kelas proletar. Signifikansi dari permasalahan yang belakangan ini tidak sulit untuk dipahami. Jikalau kaum tani mampu membentuk partai independen mereka sendiri dalam periode revolusi demokratik, maka kediktatoran demokratik ini dapat tercapai dalam makna yang sebenarnya dan paling langsung, dan masalah mengenai partisipasi minoritas kaum proletar di dalam pemerintah revolusioner akan memiliki arti yang penting tetapi subordinat. Semuanya akan berbeda jika kita mulai dari fakta bahwa kaum tani, karena posisinya yang berada di tengah dan karena komposisi sosialnya yang heterogen, tidak dapat memiliki sebuah kebijakan yang independen ataupun sebuah partai yang independen. Di dalam periode revolusioner mereka akan terpaksa memilih antara kebijakan kaum borjuasi atau kebijakan kaum proletar. Hanya evaluasi karakter politik kaum tani ini yang membuka kemungkinan kediktatoran kaum proletar yang tumbuh secara langsung dari revolusi demokratik. Dalam hal ini, sejatinya tidak ada “penyangkalan”, “pengabaian” atau “peremehan” terhadap kaum tani. Tanpa pentingnya persoalan agraria untuk kehidupan seluruh masyarakat dan tanpa sapuan yang mendalam dan besar dari revolusi kaum tani, tidak akan mungkin ada kediktatoran proletariat di Rusia. Kenyataan bahwa revolusi agraria menciptakan kondisi untuk kediktatoran proletariat muncul dari ketidakmampuan kaum tani untuk menyelesaikan persoalan sejarahnya sendiri dengan kekuatannya sendiri dan di bawah kepemimpinannya sendiri. Di bawah kondisi-kondisi sekarang ini di negeri-negeri borjuis, bahkan di negeri-negeri yang terbelakang, sepanjang mereka telah memasuki era industri kapitalis dan tersatukan oleh rel kereta dan kabel telegraf – ini tidak hanya berlaku di Rusia tetapi juga di Cina dan India – kaum tani bahkan semakin tidak mampu memimpin atau punya peran politik yang mandiri dibandingkan pada saat periode revolusi-revolusi borjuis yang sebelumnya. Kenyataan bahwa saya selalu dan terus menekankan gagasan ini, yang membentuk salah satu fitur terpenting dari teori Revolusi Permanen, juga membuktikan bahwa saya tidak meremehkan kaum tani, bahwa tuduhan tersebut berdasarkan bukti yang tak memadai dan bahkan palsu.

Apa pandangan Lenin mengenai partai tani? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita membutuhkan sebuah tinjauan evolusi pemikiran Lenin yang komprehensif mengenai revolusi Rusia di periode 1905-17. Saya akan membatasi diri saya pada dua kutipan.

Pada 1907, Lenin menulis:

“Adalah mungkin … bahwa kesulitan-kesulitan objektif dari unifikasi politik kaum borjuis kecil akan menghalangi formasi partai semacam itu dan meninggalkan demokrasi kaum tani untuk waktu yang lama dalam kondisi ketidakpastian, tidak berbentuk, lembek, dan seperti kaum Trudoviki[5]“ (Lenin. “Revolution and Counter-Revolution”)

Pada 1909 Lenin mengatakan hal yang sama dengan cara yang berbeda:

“Tidak ada keraguan sama sekali bahwa sebuah revolusi yang mencapai … tingkat perkembangan yang sangat tinggi seperti kediktatoran revolusioner akan menciptakan sebuah partai kaum tani revolusioner yang jauh lebih kuat dan terbentuk dengan kokoh. Bila kita berpikir sebaliknya, maka ini berarti kita berasumsi bahwa di dalam tubuh seorang yang dewasa, ukuran, bentuk dan tingkat perkembangan dari organ-organ penting tertentu dapat tetap berada di dalam tahapan kanak-kanak.” (Lenin. “The Aim of the Proletarian Struggle in Our Revolution”)

Apakah asumsi tersebut terkonfirmasikan? Tidak. Akan tetapi inilah yang mendorong Lenin, hingga saat verifikasi sepenuhnya oleh sejarah, untuk memberikan sebuah jawaban aljabar untuk masalah pemerintahan revolusioner. Biasanya, Lenin tidak pernah memformulasikan hipotesanya melewati realitas. Perjuangan untuk membangun partai politik kaum proletar yang mandiri adalah tujuan utama dari hidup Lenin. Akan tetapi, para epigone yang menyedihkan ini, dalam perburuan mereka untuk mencari sebuah partai tani, justru berakhir dengan subordinasi kaum buruh Cina pada Kuomintang, pencekikan komunisme di India atas nama “Partai Buruh dan Tani”, Internasional Petani yang palsu, Liga Melawan Imperialisme yang palsu, dan sebagainya.

Garis politik rejim Soviet hari ini tidak berusaha sama sekali untuk meneliti kontradiksi-kontradiksi di dalam tulisan-tulisan Lenin yang disebutkan di atas, yang sebagian eksternal dan sebagian nyata, namun akan selalu muncul dari persoalan itu sendiri. Sekarang telah muncul di antara kita sebuah spesies unik, yakni para profesor “Merah”, yang sering sekali dibedakan dari para profesor reaksioner yang sebelumnya bukan oleh pendiriannya yang lebih teguh tetapi oleh kebodohannya yang lebih parah. Secara akademik, Lenin dibersihkan dari semua kontradiksi, yakni dari dinamika-dinamika pemikirannya; kutipan-kutipan standar Lenin disusun di dalam kategori-kategori yang berbeda, dan lalu rangkaian kutipan tersebut disirkulasikan sesuai dengan kebutuhan “pada saat-saat tertentu”.

Harus selalu diingat bahwa persoalan revolusi di sebuah negeri yang secara politik “perawan” menjadi sangat akut setelah sebuah interval sejarah yang besar, setelah sebuah periode reaksioner yang cukup panjang di Eropa dan di seluruh dunia, dan untuk alasan ini saja persoalan revolusi ini mengandung banyak misteri. Melalui formula kediktatoran demokratik buruh dan tani, Lenin mengekspresikan keunikan dari kondisi-kondisi sosial Rusia. Dia memberikan interpretasi-interpretasi yang berbeda untuk formulasi ini, namun tidak menolaknya hingga dia telah menyelidiki sampai akhir kondisi-kondisi unik revolusi Rusia. Dimana terdapat keunikan ini?

Peran besar dari persoalan agraria dan masalah tani secara umum, yang adalah pondasi dari semua masalah, dan banyaknya kaum intelektual tani dan mereka-mereka yang bersimpati terhadap kaum tani dengan ideologi Narodnik mereka, dengan tradisi “anti kapitalis” mereka dan karakter revolusioner mereka – semua ini secara keseluruhan menandakan bahwa jika sebuah partai tani revolusioner anti-borjuis mungkin terbentuk, maka kemungkinan besar ini akan terbentuk terutama di Rusia.

Dan kenyataannya, di dalam usaha-usaha untuk menciptakan sebuah partai tani, atau sebuah partai buruh dan tani – yang berbeda dari partai liberal atau proletar – setiap variasi politik sudah dicoba di Rusia, secara ilegal dan parlementer ataupun kombinasi keduanya: Zemlya i Volya[6] (Tanah dan Kebebasan), Narodnaya Volya[7] (Kehendak Rakyat), Cherny Peredel[8] (Black Redistribution), Narodisme legal (Populis), “Sosialis-Revolusioner”, “Sosialis Rakyat”, “Trudovik[9], “Sosialis-Revolusioner Kiri”, dsb. Selama setengah abad kita sudah punya sebuah laboratorium besar untuk menciptakan sebuah partai tani “anti-kapitalis” yang mandiri dari partai proletar. Seperti yang sudah diketahui dengan baik, keberhasilan terbesar dicapai oleh Partai Sosialis-Revolusioner (SR) yang pada 1917 adalah partai yang mewakili mayoritas besar kaum tani. Tapi apa yang terjadi? Partai tersebut menggunakan posisinya hanya untuk mengkhianati kaum tani ke tangan kaum borjuasi liberal. SR masuk ke dalam sebuah koalisi dengan para imperialis dari Entente[10] dan bersama-sama dengan mereka meluncurkan sebuah perjuangan bersenjata melawan proletariat Rusia.[11]

Pengalaman yang benar-benar klasik ini menunjukkan bahwa partai-partai borjuis kecil yang berbasis kelas tani hanya mampu mempertahankan penampilan mandiri selama periode sejarah yang menjemukan ketika masalah-masalah sekunder ada di dalam agenda. Tetapi ketika krisis revolusioner di dalam masyarakat mengedepankan masalah-masalah fundamental mengenai hak kepemilikan, partai “tani” borjuis kecil otomatis menjadi alat di tangan kaum borjuasi untuk melawan kaum proletar.

Jika perbedaan pendapat lama saya dengan Lenin dianalisa bukan atas dasar kutipan-kutipan yang dicomot secara serampangan dari tahun, bulan dan hari ini atau itu, namun dengan perspektif sejarah mereka yang tepat, maka menjadi cukup jelas bahwa perselisihan ini, setidaknya dari sisi saya, bukanlah mengenai apakah aliansi kaum proletar dengan kaum tani dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas demokratik, namun perselisihan ini adalah mengenai bentuk partai politik dan bentuk negara yang akan dicapai oleh kerjasama revolusioner antara kaum proletar dan kaum tani, dan apa konsekuensinya untuk perkembangan revolusi yang lebih lanjut. Tentu saja saya berbicara mengenai posisi saya sendiri di dalam perselisihan tersebut, bukan posisinya Bukharin dan Radek pada waktu itu, yang harus mereka jawab sendiri.

Seberapa dekat formula “Revolusi Permanen” dengan formula Lenin secara jelas digambarkan oleh perbandingan berikut ini. Pada musim panas 1905, yaitu sebelum pemogokan umum Oktober[12] dan sebelum pemberontakan Desember[13] di Moskow, saya menulis sebuah kata pengantar untuk salah satu pidato Lassalle[14]:

“Sangatlah jelas bahwa kelas proletar, seperti hal kelas borjuasi pada masanya, memenuhi misinya dengan didukung oleh kaum tani dan borjuis kecil perkotaan. Kelas proletar memimpin pedesaan, menariknya ke dalam gerakan, membuat kaum tani menjadi berkepentingan untuk memastikan keberhasilan rencana-rencananya. Namun kelas proletar secara tak-terelakkan akan menjadi pemimpin gerakan ini. Ini bukanlah ‘kediktatoran proletariat dan tani’ namun kediktatoran proletariat yang didukung oleh kaum tani.” (Trotsky. “The Year 1905”)

Sekarang coba bandingkan kata-kata tersebut, yang ditulis pada 1905 dan saya kutip dalam artikel Polandia tahun 1909, dengan kata-kata Lenin yang ditulis pada 1909, tidak lama setelah konferensi partai. Di bawah tekanan Rosa Luxemburg, Lenin telah mengadopsi formula “kediktatoran proletariat yang didukung oleh tani” ketimbang formula lama Bolshevik. Terhadap kaum Menshevik, yang berbicara mengenai perubahan radikal posisinya, Lenin menjawab:

“… formula yang telah ditetapkan oleh Bolshevik di sini adalah: kelas proletar yang memimpin kaum tani di belakangnya.

“… Bukankah jelas bahwa gagasan dari semua formulasi ini adalah satu dan sama? Bukankah jelas bahwa gagasan ini mengekspresikan dengan tepat kediktatoran proletariat dan tani – bahwa ‘formula’ kediktatoran proletariat yang didukung oleh tani, seluruhnya tetap berada di dalam batasan kediktatoran proletariat dan tani?” (Lenin. “The Aim of the Proletarian Struggle in Our Revolution”)

Dengan demikian Lenin meletakkan sebuah kerangka pada formula “aljabar” tersebut yang tidak mengikutsertakan sebuah partai tani yang mandiri dan bahkan peran dominannya dalam pemerintahan revolusioner: proletariat memimpin kaum tani, proletariat didukung oleh kaum tani, yang berarti kekuasaan revolusioner dikonsentrasikan ke dalam tangan partai proletariat. Tapi, inilah poin utama dari teori Revolusi Permanen.

Hari ini, yakni setelah ujian sejarah telah selesai, yang paling banyak dapat dikatakan mengenai perbedaan lama antara Lenin dan saya mengenai persoalan kediktatoran adalah sebagai berikut:

Sementara Lenin, yang selalu berangkat dari peran kepemimpinan kaum proletar, menekankan dan mengembangkan dengan beragam cara pentingnya kolaborasi demokratik revolusioner antara buruh dan tani – dia mengajarkan ini kepada kita semua – saya, yang selalu berangkat dari kolaborasi tersebut, memberikan penekanan dengan beragam cara pada pentingnya kepemimpinan kaum proletar, tidak hanya di dalam blok kolaborasi ini namun juga di dalam pemerintahan yang akan dibangun untuk memimpin blok tersebut. Tidak ada perbedaan lainnya yang dapat ditarik dari masalah ini.

Berhubungan dengan ini, mari kita ambil dua kutipan: yang pertama dari “Hasil dan Prospek”, yang digunakan oleh Stalin dan Zinoviev untuk membuktikan antagonisme antara pandangan saya dan Lenin; yang kedua dari sebuah artikel polemik yang ditulis oleh Lenin untuk melawan saya, yang digunakan Radek untuk tujuan yang sama.

Berikut ini kutipan yang pertama:

“Partisipasi kaum proletar di dalam pemerintahan ini juga sangatlah mungkin secara objektif, dan secara prinsip boleh dilakukan, tetapi hanya sebagai partisipasi yang dominan dan memimpin. Tentu saja kita bisa menggambarkan pemerintahan semacam ini sebagai kediktatoran proletariat dan tani, sebuah kediktatoran proletar, tani, dan kaum intelektual, atau bahkan sebuah pemerintahan koalisi kelas buruh dan borjuis kecil; tetapi pertanyaannya masih sama: siapakah yang akan mempunyai hegemoni di dalam pemerintahan ini, dan melalui pemerintahan ini maka mempunyai hegemoni di seluruh penjuru bangsa? Dan ketika kita berbicara mengenai pemerintahan buruh, kita merespon bahwa hegemoni ini harus dimiliki oleh kelas buruh.” (Trotsky. “Hasil dan Prospek”, Bab 5: Kaum Proletar Berkuasa dan Kaum Tani)

Zinoviev (pada 1925!) mengajukan keberatan secara berisik karena saya (pada 1905!) menempatkan kaum tani dan intelektual pada level yang sama. Tidak ada kesimpulan yang lain yang dia dapati dari kalimat-kalimat yang dikutip di atas. Referensi mengenai kaum intelektual dihasilkan dari kondisi periode tersebut, yang pada saat itu kaum intelektual memainkan peran yang secara politik sepenuhnya berbeda dengan yang dimainkannya hari ini. Pada saat itu, hanya organisasi yang sepenuhnya intelektual yang berbicara atas nama kaum tani; kaum Sosialis-Revolusioner secara resmi membangun partai mereka atas dasar “trio” kaum proletar, kaum tani, dan kaum intelektual. Menshevik, seperti yang saya tulis pada saat itu, mencengkram buntut setiap intelektual radikal untuk membuktikan berseminya demokrasi borjuis. Saya sudah menyatakan ratusan kali pada saat itu mengenai impotennya kaum intelektual sebagai sebuah kelompok sosial yang “independen” dan mengenai pentingnya kaum tani revolusioner.

Namun bagaimanapun juga, kita tidak sedang membicarakan satu kalimat polemik saja, yang saya sendiri tidak bermaksud mempertahankannya. Esensi dari kutipan tersebut adalah: bahwa saya sepenuhnya menerima pandangan Leninis mengenai kediktatoran demokratik dan hanya menuntut definisi yang lebih detil mengenai mekanisme politiknya, yakni, pengecualian di dalam koalisi semacam itu dimana kaum proletar hanya akan menjadi sandera dari mayoritas borjuis kecil.

Sekarang mari kita teliti artikel Lenin tahun 1916 yang – seperti yang telah ditunjukkan oleh Radek sendiri – diarahkan “secara formal untuk melawan Trotsky, namun sebenarnya untuk melawan Bukharin, Pyatakov[17], penulis dari kalimat-kalimat berikut (yaitu Radek) dan sejumlah kamerad lainnya”. Ini adalah pengakuan yang sangat penting, yang sepenuhnya memastikan kesan saya pada waktu itu bahwa Lenin mengarahkan polemik melawan saya hanya dalam permukaannya saja. Untuk isinya, seperti yang nanti akan saya tunjukkan, dalam kenyataannya tidak sepenuhnya ditujukan kepada saya. Artikel ini mengandung (dalam dua baris) tuduhan mengenai “penyangkalan kaum tani” saya yang kemudian menjadi senjata utama dari para epigone dan pengikutnya. “Inti” dari artikel tersebut – seperti yang dikatakan oleh Radek – ada di dalam kalimat-kalimat berikut:

“Trotsky tidak mempertimbangkan,” kata Lenin, mengutip kata-kata saya sendiri, “bahwa jika kaum proletar menarik di belakangnya massa non-proletar dari pedesaan untuk menyita tanah para tuan tanah dan menggulingkan monarki, maka ini adalah penyelesaian ‘revolusi nasional borjuis’ dan bahwa di Rusia inilah bentuk kediktatoran demokratik revolusioner proletar dan tani.” (Lenin. “On the Two Lines in the Revolution”, 1915)

Dari semua yang telah dikatakan di atas, jelas bahwa Lenin tidak mengarahkan kritiknya atas “penyangkalan” saya terhadap kaum tani pada “tempat yang benar”, namun sebenarnya kritik ini ditujukan untuk Bukharin dan Radek, yang sebenarnya melompati tahapan demokratik. Ini juga ditunjukkan oleh kutipan yang dikemukakan oleh Radek sendiri, yang dia sebut sebagai “inti” dari artikel Lenin. Dalam kenyataannya, Lenin secara langsung mengutip dari artikel saya dimana hanya sebuah kebijakan yang mandiri dan tegas dari proletariat dapat “menarik di belakangnya massa non-proletar pedesaan untuk menyita para tanah tuan tanah dan menggulingkan monarki”, dsb. Lalu Lenin menambahkan: “Trotsky tidak mempertimbangkan bahwa … inilah bentuk dari kediktatoran demokratik revolusioner.” Dengan kata lain, Lenin menegaskan di sini dan membenarkan bahwa Trotsky dalam kenyataannya menerima keseluruhan isi sesungguhnya dari formula Bolshevik (kolaborasi buruh dan tani, dan tugas-tugas demokratik dari kolaborasi tersebut), namun menolak untuk mengakui bahwa inilah bentuk kediktatoran demokratik, bentuk penyelesaian revolusi nasional. Oleh karena itu, dari sini dapat terlihat bahwa perselisihan dalam sebuah artikel polemik yang tampaknya “tajam” ini bukanlah mengenai program tahapan selanjutnya dari revolusi dan kekuatan-kekuatan kelas penggeraknya, tetapi sebenarnya mengenai hubungan politik antara kekuatan-kekuatan tersebut, karakter politik dan partai dari kediktatoran ini. Karena ketidakjelasan pada waktu itu mengenai proses-proses revolusi itu sendiri dan juga karena polemik faksional yang dibesar-besarkan, kesalahpahaman dalam polemik dapat dimengerti dan tidak dapat dihindari pada masa itu. Akan tetapi, yang tidak dapat diterima adalah bagaimana Radek dengan sengaja menabur kebingungan semacam ini ke dalam masalah yang sudah selesai.

Polemik saya dengan Lenin secara esensi adalah mengenai kemungkinan kemandirian (dan tingkat kemandirian) kaum tani di dalam revolusi, terutama sekali mengenai kemungkinan terbentuknya sebuah partai tani yang mandiri. Di dalam polemik tersebut, saya menuduh Lenin melebih-lebihkan peran independen kaum tani. Lenin menuduh saya meremehkan peran revolusioner kaum tani. Ini mengalir dari logika polemik itu sendiri. Tapi apakah tidak menjijikkan bila hari ini, dua dekade kemudian, ada orang yang menggunakan kutipan-kutipan lama tersebut, merobeknya dari konteks hubungan partai pada waktu itu dan mengambil makna absolut dari setiap polemik yang berlebihan atau setiap kesalahan episodik, ketimbang menganalisa perbedaan-perbedaan ini dengan sudut pandang pengalaman revolusioner besar yang sudah kita lalui untuk mempelajari apa poros yang sesungguhnya dari perbedaan-perbedaan ini, dan mana perbedaan yang riil dan bukan hanya perbedaan secara verbal saja?

Karena terpaksa membatasi diri saya hanya menggunakan beberapa kutipan, di sini saya akan mengacu pada ringkasan tesis-tesis Lenin mengenai tahapan-tahapan revolusi, yang ditulisnya pada akhir 1905 namun diterbitkan untuk pertama kalinya pada 1926 dalam volume kelima “Lenin Miscellanies[18]. Saya ingat bagaimana semua kaum Oposisi, termasuk Radek sendiri, menganggap publikasi tesis-tesis tersebut sebagai hadiah besar bagi kelompok Oposisi Kiri, karena ternyata di dalam tesis-tesis tersebut Lenin terbukti bersalah atas kejatahan “Trotskisme” sesuai dengan semua ayat-ayat hukum Stalinis. Poin paling penting dari resolusi Sidang Pleno Ketujuh Komite Eksekutif Komunis Internasional yang mengutuk Trotskisme tampak secara terbuka dan sengaja diarahkan melawan tesis-tesis pokok Lenin. Para Stalinis sangat marah atas penerbitan buku tersebut. Sang editor volume Miscellanies tersebut, yaitu Kamenev, mengatakan kepada saya secara blak-blakan jika sebuah blok antara kami berdua tidaklah dalam persiapan dia tidak akan pernah, dalam kondisi apapun, mengijinkan penerbitan dokumen tersebut. Akhirnya, dalam sebuah artikel oleh Kostrzewa[19] di “Bolshevik”, tesis-tesis ini dipalsukan supaya Lenin tidak diserang sebagai penganut Trotskisme karena posisinya terhadap kaum tani secara keseluruhan dan kaum tani menengah khususnya.

Sebagai tambahan. saya mengutip di sini evaluasi Lenin sendiri mengenai perbedaan pendapatnya dengan saya, yang dia tulis pada 1909:

“Kamerad Trotsky sendiri menyetujui ‘partisipasi perwakilan-perwakilan populasi demokratik’ di dalam ‘pemerintahan buruh’, dalam kata lain, dia menyetujui sebuah pemerintahan perwakilan kaum proletar dan kaum tani. Di bawah kondisi apa partisipasi kaum proletar di dalam pemerintahan revolusioner dimungkinkan adalah masalah terpisah, dan mengenai ini kaum Bolshevik kemungkinan besar tidak akan setuju tidak hanya dengan Trotsky tetapi juga dengan kaum Sosial Demokrat Polandia. Bagaimanapun juga, masalah kediktatoran kelas-kelas revolusioner tidak dapat direduksi ke persoalan ‘mayoritas’ dalam pemerintahan revolusioner yang ini atau itu, atau ke kondisi-kondisi dimana partisipasi kaum Sosial Demokrat di dalam pemerintahan ini atau itu dimungkinkan.” (Lenin. “The Aim of the Proletarian Struggle in Our Revolution”)

Dari kutipan di atas, kembali dikonfirmasikan bahwa Trotsky menerima sebuah pemerintahan perwakilan kaum proletar dan kaum tani dan oleh karena itu tidak “melompati” kaum tani. Lenin lalu menekankan bahwa masalah kediktatoran tidak dapat direduksi ke masalah siapa yang memegang mayoritas di dalam sebuah pemerintahan. Pertama dan terutama, kita berbicara mengenai perjuangan bersama kaum proletar dan kaum tani, dan oleh karenanya ini berarti perjuangan kaum pelopor proletar dalam melawan kaum borjuasi nasional atau liberal untuk meraih dukungan dari kaum tani. Sementara, walaupun masalah kediktatoran revolusioner buruh dan tani tidak dapat direduksi ke masalah mayoritas ini atau itu di dalam pemerintahan, akan tetapi, setelah kemenangan revolusi, masalah kediktatoran ini secara tak-terelakkan akan muncul sebagai masalah yang menentukan. Seperti yang sudah kita lihat, Lenin berhati-hati dalam membuat sebuah kesimpulan (mengenai semua kemungkinan-kemungkinan), bahwa bila partisipasi partai di dalam pemerintahan revolusioner sudah tercapai, maka mungkin akan muncul sejumlah perbedaan pendapat dengan Trotsky dan kamerad-kamerad di Polandia mengenai kondisi-kondisi partisipasi tersebut. Oleh karenanya, ini adalah mengenai kemungkinan perbedaan pendapat, dimana Lenin mempertimbangkan secara teoritis kemungkinan partisipasi para perwakilan proletariat sebagai minoritas di dalam sebuah pemerintahan demokratik. Pada akhirnya, peristiwa-peristiwa menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang muncul di antara kita. Pada November 1917, sebuah perselisihan yang tajam terjadi di dalam jajaran kepemimpinan utama Partai Bolshevik mengenai pembentukan pemerintahan koalisi dengan partai Sosialis-Revolusioner dan Menshevik. Lenin, yang secara prinsipil tidak berkeberatan untuk membentuk sebuah koalisi atas dasar soviet-soviet, dengan tegas menuntut bahwa mayoritas Bolshevik harus dijaga dengan ketat. Saya berdiri di samping Lenin dalam hal ini.

Sekarang mari kita dengar dari Radek. Bagaimana dia mereduksi keseluruhan masalah kediktatoran demokratik proletariat dan tani?

“Dimana”, dia bertanya, “teori lama Bolshevik tahun 1905 terbukti benar secara fundamental? Dalam fakta bahwa aksi bersama buruh Petrograd dan kaum tani (para prajurit garnisun Petrograd) menggulingkan Tsarisme (pada 1917 – L. T). Bagaimanapun juga, formula 1905 hanya memprediksi secara fundamental korelasi antar kelas dan bukan sebuah institusi politik yang konkrit.”

Tunggu sebentar! Dengan mengatakan formula lama Leninis sebagai “aljabar,” saya tidak bermaksud bahwa kita boleh mereduksinya menjadi satu formula yang kosong, seperti yang dilakukan Radek dengan serampangan. “Hal yang fundamental sudah terealisasikan: kaum proletar dan kaum tani bersama-sama menggulingkan Tsarisme.” Namun “hal fundamental” ini tercapai tanpa pengecualian di dalam semua revolusi yang meraih kemenangan penuh atau kemenangan parsial. Tsar, para bangsawan feodal dan pendeta-pendeta selalu dan dimanapun ditumbangkan oleh kepalan tangan kaum proletar atau para pendahulu proletar, yakni kaum plebeian dan kaum tani. Ini terjadi bahkan sejak abad ke-16 di Jerman dan jauh lebih awal lagi. Di Cina juga kaum buruh dan tanilah yang mengalahkan “kaum militeris”. Apa kaitannya dengan kediktatoran demokratik? Kediktatoran semacam itu tidak pernah muncul dalam revolusi-revolusi sebelumnya, ataupun di dalam revolusi Cina. Kenapa tidak? Karena mengangkangi punggung kaum buruh dan kaum tani, dua kelas yang melakukan kerja kasar untuk revolusi, duduk sang borjuasi. Radek telah mengabstraksikan dirinya sendiri dengan sebegitu kasarnya dari “institusi politik” sehingga dia melupakan “poin yang paling fundamental” di dalam revolusi, yakni, siapa yang memimpin dan siapa yang merebut kekuasaan. Sebuah revolusi adalah perjuangan untuk merebut kekuasaan. Revolusi adalah perjuangan politik yang dilakukan oleh kelas-kelas bukan dengan tangan kosong tetapi melalui medium “institusi politik” (partai, dsb.).

“Orang yang tidak memahami sepenuhnya kompleksitas metode Marxisme dan Leninisme”, Radek dengan geram memaki kita orang-orang yang berdosa, dan menggagaskan ini: “Semuanya pasti akan berakhir di dalam pemerintahan bersama buruh dan tani; dan beberapa orang bahkan berpikir bahwa ini pasti akan mengambil bentuk sebuah pemerintahan koalisi partai buruh dan partai tani.”

Betapa bodohnya “beberapa orang ini”! Dan apa yang dipikirkan oleh Radek? Apakah dia berpikir bahwa sebuah revolusi yang mencapai kemenangan tidak akan merefleksikan dan mengambil satu bentuk korelasi kelas-kelas revolusioner tertentu? Radek telah memperdalam masalah “sosiologis” sampai ke titik dimana tidak ada yang tersisa darinya kecuali kulit verbalistik.

Bagaimana seseorang tidak boleh mengabstraksi masalah bentuk politik dari kolaborasi buruh dan tani akan dengan baik ditunjukkan oleh kalimat-kalimat sebagai berikut dari pidato Radek pada Akademi Komunis pada Maret 1927:

“Setahun yang lalu saya menulis sebuah artikel di Pravda mengenai pemerintahan ini (Guangdong)[20] dan menyatakannya sebagai sebuah pemerintahan tani dan buruh. Seorang kamerad di dewan editorial mengira bahwa itu adalah sebuah kekhilafan dari saya dan mengubahnya menjadi pemerintahan buruh dan tani. Saya tidak memprotesnya dan membiarkannya: pemerintahan buruh dan tani.”

Jadi, pada Maret 1927 (bukan pada 1905) Radek berpendapat bahwa ada sebuah pemerintahan tani dan buruh yang berbeda dengan pemerintahan buruh dan tani. Editor Pravda tidak memahami hal ini. Saya mengaku bahwa saya juga tidak dapat memahaminya. Kita mengetahui dengan baik apa pemerintahan buruh dan tani itu. Namun apa itu pemerintahan tani dan buruh, yang sepenuhnya berbeda dari pemerintahan buruh dan tani? Tolong jelaskan pertukaran dua kata yang misterius ini. Di sini kita menyentuh inti dari permasalahan ini. Pada 1926, Radek percaya bahwa pemerintahan Guangdong di bawah Chiang Kai-shek adalah sebuah pemerintahan tani dan buruh. Pada 1927 dia mengulangi formula tersebut. Namun, pada kenyataannya, terbukti bahwa pemerintahan tersebut adalah pemerintahan borjuis, yang mengeksploitasi perjuangan revolusioner buruh dan tani dan kemudian membantai mereka. Bagaimana kita bisa menjelaskan kekeliruan ini? Apakah Radek sekedar salah menilai? Karena jarak yang jauh, memang sangat mudah untuk salah menilai. Bila demikian, kenapa tidak mengatakan: Saya tidak paham, tidak dapat melihat, saya membuat kesalahan. Tetapi tidak, ini bukanlah kesalahan faktual karena kurangnya informasi, seperti yang telah jelas sekarang, tetapi ini adalah kesalahan dalam perspektif yang sangat mengakar. Pemerintahan tani dan buruh, yang berbeda dari pemerintahan buruh dan tani, tidak lain adalah Kuomintang. Tidak ada makna yang lainnya. Jika kaum tani tidak mengikuti kaum proletar, dia mengikuti kaum borjuasi. Saya percaya bahwa masalah ini telah cukup dijelaskan di dalam kritik saya terhadap gagasan Stalinis mengenai sebuah “partai dua-kelas, buruh-tani” (lihat “Criticism of the Draft Program of the Communist International”). Dalam bahasa politik Cina hari ini, “pemerintahan tani dan buruh” Guangdong, yang berbeda dari pemerintahan buruh dan tani, adalah juga satu-satunya ekspresi yang dapat dipahami dari “kediktatoran demokratik” sebagai lawan dari kediktatoran proletar; dengan kata lain, perwujudan kebijakan Stalinis sebagai lawan dari kebijakan Bolshevik yang dicap “Trotskis” oleh Komunis Internasional.


Catatan

[1] Revolusi Prancis 1848 adalah revolusi yang merobohkan kekuasaan monarki Raja Louis-Philippe dan membentuk Republik Kedua. Di bawah tekanan kaum proletar, pemerintahan ini memberikan sejumlah konsensi: hak untuk bekerja, upah minimum, jam kerja yang lebih pendek, pensiun untuk orang cacat, dll. Tetapi ini berakhir dengan pengkhianatan kaum borjuasi terhadap kaum proletar, dimana pada 21 Juni, sebuah insureksi rakyat pekerja direpresi, 50 ribu pekerja mati dan 25 ribu lainnya di tangkap. Louis Napoleon Bonaparte terpilih sebagai presiden Republik, dan dia kemudian membubarkan parlemen dan memproklamirkan dirinya sendiri sebagai kaisar, yang lalu berkuasa hingga 1871. Karl Marx menulis mengenai episode revolusi ini di bukunya “Brumaire XVIII Louis Bonaparte”.

[2] Revolusi Prancis 1789 adalah revolusi borjuis demokratik yang paling megah, yang menumbangkan sistem absolut monarki dan feodalisme.

[3] Stalin, melalui Komunis Internasional, menerapkan formulasi kediktatoran demokratrik buruh dan tani yang vulgar di Cina, sehingga menyebabkan kekalahan Revolusi Cina 1927, dimana anggota PKC dibantai oleh Kuomintang atas perintah Chiang Kai Sek di dalam peristiwa yang dikenal sebagai Pembantaian Shanghai 1927.

[4]The Paris Commune and the Tasks of the Democratic Dictatorship”, 4th edition, IX, 120, hanya memberikan kesimpulan dari artikel ini, yang tidak meliputi kutipan di atas karena manuskrip ini tidak tertulis dengan tulisan-tangan Lenin, walaupun manuskrip ini diedit secara menyeluruh oleh Lenin.

[5] Trudoviks adalah perwakilan kaum tani di Duma Keempat, secara terus menerus bimbang antara partai Kadet (Liberal) dan Sosial Demokrat – L. T

[6] Zemlya i Volya adalah organisasi revolusioner bawah tanah Narodnik pada 1870an di Rusia. Ia lalu pecah menjadi Narodnaya Volya dan Chernyi Peredel.

[7] Narodnaya Volya, atau Partai Kehendak Rakyat, dibentuk pada musim gugur 1879. Ia adalah pecahan dari kelompok Zemlya i Volya. Partai ini dibentuk setelah kaum Narodnik gagal membangkitkan kaum tani Rusia untuk memberontak dan justru menghadapi represi brutal. Mereka berubah arah untuk menggulingkan monarki dengan terorisme. Pada saat pendirian kelompok tersebut, mereka memutuskan hukuman mati untuk Tsar Alexander II. Partai ini mewarisi teori jalur terpisah (teori bahwa Rusia dapat melompat dari feudalisme ke sosialisme tanpa melalui kapitalisme, dan bahwa kaum tani adalah kelas revolusioner di Rusia) dari akar Narodnik mereka. Meskipun mereka percaya terhadap kaum tani sebagai kelas revolusioner, tidak ada kaum petani yang pernah menjadi anggota organ-organ yang memimpin di dalam partai tersebut. Taktik teroris yang diciptakan partai ini disebut sebagai teori aksi langsung, yang diarahkan untuk menunjukkan: “sebuah demonstrasi tak terinterupsi dari kemungkinan perjuangan melawan pemerintah, dalam hal ini mengangkat semangat revolusioner rakyat dan keyakinannya dalam keberhasilan dari tujuannya dan mengorganisir mereka yang mampu berjuang.” (Program People’s Will, 1879). Pada 1 Maret 1881 sebuah serangan yang dilakukan oleh partai ini membunuh Tsar Alexander II. Populasi Rusia sebagian besar ketakutan oleh kejadian ini dan Tsar meresponnya dengan kampanye teror dan represi terhadap semua gerakan kiri. Partai ini kemudian dibubarkan.

[8] Cherny Peredel dibentuk pada 1879 dari perpecahan kelompok Zemlya i Volya. Pecahan yang lainnya adalah Narodnaya Volya. Cherny Peredel memilih jalan gradualisme dan propaganda untuk mengembangkan kesadaran rakyat. Mereka tidak setuju dengan jalan terorisme. Pada 1881, sebagai akibat dari pembunuhan raja Alexander II, organisasi-organisasi kiri menderita represi dan ini menyebabkan kehancuran Cherny Peredel. Pada musim gugur 1881, partai ini bubar.

[9] Trudovik adalah sebuah kelompok petani dan intelektual revolusioner yang mendukung program agraria untuk kaum tani, untuk sepenuhnya mengintegrasikan mereka ke dalam negara Rusia kapitalis. Pada April 1906 sebuah kelompok 130-140 perwakilan petani di Duma Rusia mulai memisahkan diri dari PartaiKadet untuk membentuk sebuah partai yang mandiri. Di Duma, Trudovik tidak pernah independen dan terombang-ambing di antara Partai Kadetdan Sosial Demokrat revolusioner. Selama Perang Dunia Pertama kebanyakan kaum Trudovik mendukung perang tersebut. Setelah Revolusi Februari 1917, kaum Trudovik sepenuhnya mendukung Pemerintahan Sementara. Setelah Revolusi Oktober, kaum Trudovik menyerukan penggulingan Soviet dan akhirnya dilarang.

[10] Entente, atau pihak “Sekutu” adalah kekuatan imperialis yang berperang melawan Jerman dan Austria-Hungaria pada Perang Dunia Pertama. Sekutu ini terdiri dari Perancis, Inggris, Italia, Romania, Portugal, Amerika Serikat, dan Rusia sebelum Revolusi Oktober.

[11] Yang dimaksud di sini adalah Perang Sipil Rusia 1918-1922 dimana 18 pasukan imperialis bersama-sama dengan Tentara Putih berusaha menggulingkan pemerintahan Soviet. Partai SR bergabung dengan para imperialis tersebut untuk menggulingkan Soviet.

[12] Pada Oktober 1905, Soviet St. Petersburg dibentuk, dan organ ini menyerukan mogok umum.

[13] Pada Desember 1905, yakni akhir dari Revolusi 1905, antara 5 Desember dan 7 Desember, ada pemogokan umum di Moskow. Ini disusul dengan pengiriman tentara pada 7 Desember, dimana terjadi pertempuran di jalanan yang mengambil korban sekitar seribu orang.

[14] Ferdinand Lassale (1825-1864) adalah pendiri partai Sosialis Demokratik, dan ikut serta di Revolusi Prancis 1848.

[15] Kutipan tersebut, di antara ratusan lainnya, menunjukkan secara singkat bahwa saya memang memikirkan keberadaan kaum tani dan pentingnya persoalan agraria sejak permulaan Revolusi 1905, yakni jauh sebelum signifikansi kaum tani ini dijelaskan kepada saya oleh Maslov, Thalheimer, Thaelmann, Remmele, Cachin, Monmousseau, Bela Kun, Pepper, Kuusinen dan sosiolog Marxis lainnya. – L. T

[16] Pada Konferensi tahun 1909, Lenin mengajukan formula “proletariat yang memimpin kaum tani di belakangnya,” namun pada akhirnya dia menghubungkan dirinya dengan formula kaum Sosial Demokrat Polandia, yang memenangkan mayoritas pada konferensi melawan Menshevik. – L. T

[17] Yuri Pyatakov (1890-1937) menjadi Bolshevik sejak 1912, memainkan peran memimpin pada Revolusi Oktober dan perang sipil dan memegang banyak posisi partai dan pemerintahan. Dia bergabung dengan Oposisi Kiripada 1923, dikeluarkan pada 1927, namun menyerah pada tekanan ideologi Stalinis dan diterima kembali ke partai pada tahun 1928. Sebagai wakil ketua komisariat industri berat, dia membantu melakukan industrialisasi USSR pada 1930-an. Dia didakwa atas tuduhan pengkhianatan dan dieksekusi pada Pengadilan Moskowkedua.

[18] Karya yang dimaksud adalah “The Stages, the Trend, and the Prospects of the Revolution” oleh Lenin.

[19] Wera Kostrzewa (1876-1939), nama aslinya Maria Koszutska, adalah seorang komunis dari Polandia. Dia duduk sebagai anggota Komite Pusat Partai Komunis Polandia dari 1918-29 dan politbiro dari 1923-29. Dia mendukung Stalin dalam kampanye melawan Trotsky, tetapi akhirnya dia sendiri dipecat dari posisi kepemimpinan Partai Komunis Polandia oleh Stalin. Dia dipenjara pada 1937 saat gelombang pembersihan Stalinis, dan meninggal di penjara pada 1939.

[20] Pemerintahan Guangdong di Cina pada pertengahan 1920an, di bawah kekuasaan Kuomintang, digambarkan oleh kaum Stalinis sebagai pemerintahan revolusioner buruh dan tani. Bahkan setelah kudeta oleh Chiang Kai Sek pada 20 Maret 1926 dan membentuk kediktatoran militer. Komintern di bawah Stalin mengabaikan ini dan masih mengeluarkan pernyataan bahwa “Pemerintahan Kuomintang sekarang sedang bergerak mengorganisir semua administrasi kota dan distrik di propinsi Kanton (Guangdong) menurut sistem Soviet” (International Press Correspondence, 8 April 1926). Tidak lama kemudian, Chiang Kai-shek membantai puluhan ribu kaum komunis Cina pada awal 1927.