Pokok-Pokok Ajaran Tan Malaka (Murbaisme)

Biro Pendidikan Partai Murba (1960)


I. Ideologi

Tesis (10/VI-1946)

“Sosialisme” banyak coraknya, tetapi yang dinamai “scientific socialism”, atau sosialisme ilmiah pasti dibentuk oleh Marx dan teman pembentuknya, Engels.

Sesuatu “isme” itu tentulah dibentuk pada “satu masa”, dalam susunan dan keadaan tertentu dengan memakai “cara berpikir” yang “tertentu” serta “wujud dan penjuru menilik yang pasti” pula.

Sosialisme, bentukan Marx-Engels, timbul kurang lebih 100 tahun lampau dalam masyarakat kapitalisme muda, tetapi bergelora dengan cara berpikir dialektis berdasarkan kebendaan (materialisme) dengan wujud melenyapkan kelas borjuis menuju masyarakat sama-rata di antara kaum pekerja seluruh dunia.

Banyak sekali bahayanya mengakui diri “ist” yang sebenarnya dan mengandung “isme” tulen, sambil menuduh orang lain sebagai “ist” palsu dan pengikut “isme” lancung. Apalagi kalau masa revolusi dalam iklim yang termashur panas dalam segala-gala dan dalam masyarakat yang mengandung 93% buta huruf kita ini.

Banyak orang yang tak bisa membedakan “cara berpikir” (metode) dan buah (hasil) berpikir. Seorang guru yang mengajarkan “cara” menyelesaikan satu persoalan (perhitungan) mungkin salah perhitungannya, sedangkan muridnya mungkin benar. Mungkin si guru tadi “silap”, karena terburu-buru, salah baca, dan lain-lain, sedangkan “cara” (metode) perhitungannya sudah tentu benar. Demikian pula tak akan mustahil kalau sekiranya “perhitungan” Marx sendiri yang manusia juga dalam politik, ekonomi, dll. silap, karena belum nyata semua bukti politik, ekonomi, dll. di masa hidupnya itu. Meskipun begitu Marx tetap “guru” dalam artian yang sebenarnya dalam “cara berpikir” dialektika materialis itu. Dalam hal banding-membanding perhitungan politik, ekonomi, dll. di Indonesia dengan paham Marx 100 tahun yang lampau orang mesti berlaku hati-hati sekali. Janganlah dilupakan, bahwa suasana dan keadaan politik, ekonomi dan kebudayaan masyarakat Eropa dahulu dan sekarang berlainan dengan keadaan di Indonesia sekarang. Lagi pula kalau membawa-bawa Kautskyisme, Leninisme, Stalinisme, Trotskyisme ke Indonesia ini, janganlah ditelan paham, perhitungan atau sikap mereka itu bulat mentah begitu saja.

Karena paham perhitungan atau sikap mereka itu adalah hasil perhitungan politik ekonomi, kebudayaan yang bersejarah berlainan dari Indonesia kita dalam panas ini. Akhirnya kalau meraba-raba pertikaian di antara salah satu isme di atas dengan salah satu lainnya, janganlah lupa mengemukakan suasana persoalan mereka itu dalam arti seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya. Kalau tidak begitu maka kekacauan yang akan ditimbulkan oleh pengertian setengah-tengah itu lebih besar daripada tiada memajukan isme dan pertikaian isme itu samasekali. Jarang orang bisa menduga korbannya bisikan palsu saja dalam masyarakat yang mengandung 93% buta huruf ini. Yang beruntung tentulah musuh.

Lebih baik pakai saja “metode”nya Marx berpikir serta syarat penting dalam sosialisme, buat dilaksanakan atas bahan politik, ekonomi, kebudayaan, sejarah dan jiwa revolusioner rakyat Indonesia sekarang ini menentang imperialisme, buat mewujudkan masyarakat yang cocok dengan kekuatan lahir batin rakyat Indonesia dalam suasana internasional yang bergelora ini. (hal 11-12).

Tuduhan Trotskyisme

Tuduhan yang berdasarkan kebenaran memang perlu dijalankan buat membersihkan suasana yang keruh. Tetapi tuduhan yang jujur mesti berdasarkan bukti yang nyata.

Apakah Trotskyisme?

“Pertama adalah ‘kaum kiri’ yang besar mulut, orang yang tak tetap dalam politik seperti Lominadxe, Shatskin, dll. yang memajukan, bahwa NEP itu (Politik Ekonomi baru tahun 1922) ialah pembatalan kemenangan Revolusi Oktober, pengembalian ke kapitalisme.... [1]

“Kemudian ada lagi capitulaters (penyerah) tulen seperti Trotsky, Radek, Zinoviev, Sokolnikov, Kamenev, Shlyapikew, Bhukarin, Rykov dll. mereka yang tak percaya akan kemungkinan kemajuan sosialisme di negara kita, bertekuk lutut dengan “kemahakuasaan” kapitalisme dan dalam percobaan mereka memperkuat kedudukan kapitalisme di Soviet Rusia, menuntut pemberian konsesi (concession) yang berakibat jauh sekali buat negara Soviet. Mereka mengusulkan supaya kita membayar hutangnya Tsar, yang sudah dibatalkan oleh Revolusi Oktober. Partai Komunis Rusia mencap usul menyerah ini sebagai satu pengkhianatan.”[2]

Teranglah sudah bahwa satu dua perkara yang penting dalam perbedaan Stalinisme dan Trotskyisme, menurut buku yang baru saja kami peroleh ini, ialah perkara sikap Soviet Rusia dan CP (Communist Party – ed.) Rusia terhadap (1e) hutang pemerintah Tsar, dan (2e) kapitalisme asing di Rusia. Kedua hal itu ditolak oleh pihak Stalin, dan diakui oleh pihak Trotsky....

.... PARI semenjak hampir 20 tahun, berfilsafat Marxisme, yang dengan siasat Leninisme, menuju ke arah revolusi nasional dan revolusi sosial, ke masyarakat sosialistis...sampai ke masyarakat komunistis di seluruh dunia. (hal, 23, 24, dan 25 – Thesis)

Kita akui penuh, bahwa aliran yang kita pakai ialah aliran Marx, yang berdasarkan pertentangan dalam hal sosial, politik dan ekonomi. Dengan pisau analisis yang bersifat pertentangan (dialektis) dua kelas dengan masyarakat (proletariat melawan borjuis) inilah kita coba menaksir arahnya politik dunia bergerak menuju ke depan. (Thesis, dalam “Kata Pengantar”, hal. 2)

Catatan:

[1] Tan Malaka menyuguhkan cuplikan-cuplikan dari buku yang pernah dibacanya sebagai contoh mengenai tuduhan-tuduhan yang belum berdasarkan bukti yang nyata – editor.

[2] Nama-nama yang disebut sebagai pengkhianat di atas adalah nama-nama dari tokoh-tokoh yang diseret dalam drama pengadilan (Moscow Trial) Stalin. Rata-rata mereka dari kalangan Bolshevik Tua, kecuali Trotsky, dan jajaran pemimpin dinas rahasia Uni Soviet. Stalin menuduh mereka telah melanggar Pasal 58 UU KUHP Uni Soviet , yakni bersekongkol dengan kekuatan imperialis Barat. Setelah kematian Stalin, Moscow Trial ini diakui sebagai semua kalangan sebagai pengadilan akal-akalan Stalin, yang bertujuan untuk menyingkirkan lawan-lawan politiknya, terutama dari kalangan Bolshevik Tua, dan seluruh potensi yang akan melawan kekuasaannya – editor)