KOMUNISME "SAYAP KIRI"

SUATU PENYAKIT KANAK-KANAK

V.I. Lenin (1920)


IV

Dalam perjuangan melawan musuh-musuh manakah di dalam gerakan buruh Bolsyewisme tumbuh, menjadi kuat serta terbajakan?

Pertama-tama dan terutama sekali dalam perjuangan melawan oportunisme, yang dalam tahun 1914 secara pasti telah menjadi sosial-sovinisme, secara pasti telah memihak burjuasi menentang proletariat. Sudah tentu, ini adalah musuh Bolsyewisme yang pokok di dalam gerakan buruh. Ia adalah tetap musuh pokok juga secara internasional. Kaum Bolsyewik mencurahkan, dan terus mencurahkan sebanyak-banyaknya perhatian terhadap musuh ini. Segi aktivitas kaum Bolsyewik ini sekarang terkenal cukup baik di luarnegeri juga.

Sesuatu yang lain harus dikatakan tentang musuh Bolsyewisme lainnya di dalam gerakan buruh. Di luarnegeri sampai sekarang terlampau tidak cukup diketahui bahwa Bolsyewisme tumbuh, mendapat bentuk dan terbajakan dalam perjuangan yang bertahun-tahun lamanya melawan revolusionerisme burjuis kecil, yang berbau anarkisme atau meminjam sesuatu darinya, dan yang menyeleweng dalam segala sesuatu yang esensiil dari syarat-syarat dan kebutuhan-kebutuhan perjuangan klas proletar yang konsekwen. Bagi kaum Marxis sesungguhnya sudah jelas secara teori – dan pengalaman semua revolusi dan gerakan revolusioner di Eropa telah memperkuat kebenarannya yang penuh – bahwa pemilik kecil, majikan kecil (suatu tipe sosial yang terdapat secara luas, secara massal di banyak negeri Eropa), yang di bawah kapitalisme selalu mengalami penindasan dan, sering sekali, kemerosotan yang terlampau hebat dan cepat dalam kehidupannya, dan kebangkrutan, dengan mudah menjadi revolusioner ekstrim, tetapi tidak dapat memperlihatkan kesabaran organisasi, disiplin dan keteguhan. Seorang burjuis kecil yang “menjadi gila” karena kengerian-kengerian kapitalisme adalah suatu gejala sosial yang, seperti anarkisme, adalah khas bagi semua negeri kapitalis. Ketidak teguhan dari revolusionerisme serupa itu, kemandulan, wataknya untuk berubah dengan cepat menjadi sikap tunduk, apatisme, khayalan, dan malahan sampai menjadi kesukaan yang “gila” terhadap suatu aliran “mode” burjuis – semua ini diketahui umum. Tetapi pengakuan secara teori dan abstrak terhadap kebenaran-kebenaran ini sama sekali tidak membebaskan partai revolusioner dari kesalahan-kesalahan lama, yang selalu muncul karena alasan yang tak terduga-duga, dalam bentuk yang agak baru, dalam baju atau selubung yang belum dikenal, dalam situasi yang istimewa – situasi yang sedikit atau banyak istimewa.

Anarkisme tidak jarang merupakan semacam hukuman terhadap doa-dosa oprtunis dari gerakan buruh. Kedua cacat itu saling melengkapi. Dan jika di Rusia, sekalipun penduduknya lebih bersifat burjuis kecil dari pada penduduk di negeri-negeri Eropa, anarkisme mempunyai pengaruh yang relatif paling tidak berarti dalam persiapan-persiapan dan selama kedua revolusi ( tahun 1905 dan 1917), hal ini sudah tentu sebagian karena jasa Bolsyewisme, yang selalu melakukan perjuangan tidak kenal ampun dan kompromi melawan oportunisme. Saya katakan “sebagian”, sebab peranan yang lebih penting lagi dalam melemahkan anarkisme di Rusia dimainkan oleh kenyataan bahwa pada masa yang lampau (tahun-tahun 70-an dari abd ke XIX) ia telah mempunyai kesempatan untuk tumbuh dengan luarbiasa suburnya dan memperlihatkan sifat tak berguna dan ketidaktepatannya samasekali sebagai teori pembimbing bagi klas revolusioner.

Pada saat timbulnya dalam tahun 1903 Bolsyewisme mewarisi tradisi perjuangan yang takkenalampun menentang revolusionerisme burjuis-kecil, setengah anarkis (atau yang suka main mata dengan anarkisme), tradisi yang selamanya ada dalam Sosial-Demokrat revolusioner, dan terutama menjadi kuta pada kami dalam tahun 1900-1903, pada waktu dasr-dasar untuk partai massa dari proletariat revolusioner sedang diletakkan di Rusia. Bolsyewisme mewarisi dan melanjutkan perjuangan melawan partai yang lebih dari pada lain-lainnya menyatakan tendensi-tendensi revolusionerisme burjuis-kecil, yaitu Partai “Sosial-Revolusioner”, mengenai tiga soal yang pokok. Pertama, partai ini, yang menolak Marxisme, dengan keras kepala tidak mau (atau, lebih tepat lagi kalau dikatakan: tidak mampu) mengerti keharusan memperhitungkan secara benar-benar obyektif kekuatan-kekuatan klas dan hubungan-hubungan mereka satu sama lian sebelum mengadakan sesuatu aksi politik. Kedua, partai ini menganggap dirinya sangat “revolusioner”, atau “Kiri”, karena mengakui teror perseorangan hanya atas alasan berguna tidaknya, sedang orang-orang yang “secara prinsipiil” mau mencela teror dari Revolusi Besar Perancis, atau pada umumnya, teror yang dilakukan oleh partai revolusioner yang menang, yang dikepung oleh burjuasi seluruh dunia, orang-orang semacam itu sudah diejek dan ditertawakan oleh Plechanov dalam tahun 1900-1903, ketika dia masih seorang Marxis dan seorang revolusioner. Ketiga, kaum Sosialis Revolusioner” menganggap sangat “Kiri” untuk memperolok-olok dosa-dosa oportunis yang agak tidak berarti dari Partai Sosial-Demokratis Jerman, sedangkan mereka sendiri meniru kaum oportunis ekstrim dari partai itu, misalnya, mengenai soal agraria, atau mengenai soal diktatur proletriat.

Sambil lalu boleh dikatakan, bahwa sejarah sekarang telah memperkuat dalam ukuran sejarah yang luas, yang meliputi seluruh dunia, pendapat yang selalu kami pertahankan, yaitu, bahwa Sosial-Demokrat Jerman yang revolusioner (catatlah bahwa Plekhanov sudah dalam tahun 1900-1903 menuntut dipecatnya Bernstein dari partai, dan kaum Bolsyewik yang senantiasa meneruskan tradisi ini, dalam tahun 1913 menelanjangi seluruh kejadian, kenistaan dan pengkhianatan dari Legien [13]  ), -- bahwa Sosial-Demokrat Jerman yang revolusioner itu pernah paling mendekati suatu partai yang dibutuhkan oleh proletariat revolusioner supaya dapat mencapai kemenangan. Sekarang, dalam tahun 1920. Sesudah semua kegagalan dan krisis yang hina pada masa perang dan pada tahun-tahun permulaan sesudah perang, dilihat dengan jelas bahwa dari semua partai di Barat, Sosial-Demokrat revolusioner Jermanlah yang melahirkan pemimpin-pemimpin yang terbaik, serta pulih, sembuh, dan menjadi kokoh kembali lebih cepat daripada yang lain-lain. Ini dapat dilihat baik pada partai Spartakus [14]  maupun pada sayap Kiri yang proletar dari “Partai Sosial-Demokratis Merdeka Jerman” yang sedang melakukan perjuangan yang tak henti-hentinya menentang oportunisme dan tak bertulangpunggungnya kaum Kautsky, Hilferding, Ledebour dan Crispien. Jika kita sekarang mengadakan tinjauan secara umum pada periode sejarah yang lengkap dan sudah selesai, yaitu periode dari Komune Paris [15] sampai pada Republik Sovyet Sosialis yang pertama, maka kita akan melihat bahwa sikap Marxisme terhadap anarkisme pada umumnya nampak paling tegas dan tak dapat menimbulkan salahfaham. Pada akhirnya, Marxisme terbukti benar, dan sekalipun kaum anarkis dengan cepat menunjukkan sifat oportunisnya pandangan-pandangan mengenai negara yang pernah meraja-lela di kalangan kebanyakan partai-partai Sosialis, haruslah diterangkan, pertama, bahwa sifat oportunis ini adalah bertalian dengan pemutarbalikan, dan malahan penyembunyian dengan sengaja, terhadap pandangan-pandangan marx mengenai negara (dalam buku saya, Negara dan Revolusi, saya mencatat bahwa selama 36 tahun, yaitu dari tahun 1875 sampai 1911, Bebel merahasiakan surat Engels [16]  yang dengan terutama jelas, tajam, terus terang dan tegas menelanjangi oportunisme dari pandangan-pandangan Sosial-Demokrattis yang dipakai luas mengenai negara); kedua, bahwa pembetulan atas pandangan-pandangan oportunis ini, pengakuan akan kekuasaan Sovyet dan keunggulannya atas demokrasi burjuis parlementer, semuanya ini dilancarkan dengan lebih cepat dan luas justru dari kandungan  aliran-aliran yang paling bersifat Marxis di kalangan partai-partai Sosialis Eropa dan Amerika.

Perjuangan yang dilakukan oleh Bolsyewisme menentang penyelewengan-penyelewengan “Kiri” di dalam Partainya sendiri memperoleh ukuran yang sangat besar sekali dalam dua kejadian: dalam tahun 1908, mengenai soal turut ambil bagian atau tidak dalam “parlemen” yang paling reaksioner dan dalam kumpulan-kumpulan buruh yang legal, yang dibatasi oleh undang-undang yang paling reaksioner; dan kemudian dalam tahun 1918 (Perjanjian Perdamaian Brest [17]  ), mengenai soal apakah diperbolehkan suatu “kompromi”.

Dalam tahun 1908 kaum Bolsyewik “Kiri” dipecat dari partai kami karena mereka dengan keras kepala tidak mau mengerti keharusan ikut-serat dalam “parlemen” yang paling reaksioner  [18] . Kaum “Kiri” – di antara mereka banyak terdapat kaum revolusioner yang baik sekali yang kemudian dengan kehormatan memakai (dan masih memakai) nama anggota Partai Komunis – mendasarkan pendirian mereka terutama sekali atas pengalaman pemboikotan yang berhasil dalam tahun 1905. Waktu dalam bulan Agustus 1905 tsar mengumumkan diselenggarakannya sidang “parlemen” [19]  yang mempunyai kekuasaan sebagai nasehat, kaum Bolsyewik – bertentangan dengan semua partai oposisi dan bertentangan dengan kaum Mensyewik – menyerukan pemboikotan terhadapnya, dan benar-benar “parlemen” itu disapu oleh revolusi bulan Oktober 1905 [20] . Pada waktu itu pemboikotan terbukti benar , bukan karena tidak turut ambil bagian dalam parlemen-parlemen yang reaksioner adalah tepat pada umumnya, melainkan karena kami  dengan tepat memperhitungkan situasi yang obyektif yang sedang menuju perubahan dengan cepat dari pemogokan-pemogokan  massa menjadi pemogokan politik, lalu menjadi pemogokan revolusioner, dan kemudian menjadi pemberontakan. Lagi pula perjuangan pada waktu itu berpusat di sekitar soal apakah penyelenggaraan sidang badan perwakilan yang pertama itu diserahkan kepada tsar, atau berusaha merebutnya dari tangan kekuasaan yang lama. Sejauh tidak ada, dan tidak mungkin ada kepastian adanya situasi obyektif yang sama, dan begitu juga arah dan kecepatan perkembangannya yang sama, maka pemboikotan tadi menjadi tidak tepat lagi.

Pemboikotan Bolsyewik terhadap “parlemen” dalam tahun 1905 memperkaya proletariat revolusioner dengan pengalaman politik yang luarbiasa berharga dengan menunjukkanbahwa dalam perpaduan bentuk-bentuk perjuangan legal dengan ilegal, di dalam parlemen dengan di luar parlemen, kadang-kadang berguna dan malahan wajib menolak bentuk-bentuk parlementer. Tetapi sudah tentu usaha mentrapkan pengalaman ini dengan membuta , dengan meniru saja dan tidak krits pada syarat-syarat lain dan dalam situasi-situasi lain merupakan kekeliruan yang mahabesar. Pemboikotan “Duma” oleh kaum Bolsyewik dalam tahun 1906 sudah merupakan kesalahan, sekalipun yang kecil dan mudah dibetulkan [*]. Pemboikotan terhadap Duma dalam tahun 1907, 1908 dan tahun-tahun berikutnya adalah sautau kesalahan yang serius dan yang sukar diperbaiki, sebab, di satu pihak, kebangkitan yang cepat sekali dari pasang revolusioner dan peralihannya menjadi suatu pemberontakan tidak dapat diharapkan, dan, di pihak lain, seluruh situasi sejarah yang bersifat pembaharuan monarki burjuis menuntut dipadukannya aktivitas legal dengan aktivitas ilegal. Sekarang ini, ketika kita tinjau kembali masa sejarah yang telah selesai sepenuhnya dan  yang rangkaiannya dengan masa-masa berikutnya sudah menjadi nyata sepenuhnya, maka menjadi terutama jelaslah bahwa kaum Bolsyewik dalam tahun 1908-1914 kiranya tidak dapat memelihara (apalagi memperkuat, mengembangkan dan menambah) inti yang teguh dari partai proletariat yang revolusioner seandainya mereka tidak mempertahankan dalam perjuangan yang paling sengit kewajiban untuk menghubungkan bentuk-bentuk perjuangan legal dengan ilegal, kewajiban pasti ikutserta dalam parlemen yang paling reaksioner dan dalam beberapa lembaga lainnya yang dibatasi oleh undang-undang yang reaksioner (kumpulan-kumpulan asuransi, dan sebagainya).

Dalam tahun 1918 persoalannya tidak sampai pada perpecahan. Pada waktu itu kaum Komunis “Kiri” [21]  hanya membentuk suatu grup atau “faksi” yang khusus di dalam Partai kami, dan dalam pada itu tidak untuk waktu lama. Dalam tahun 1918 itu juga, wakil-wakil yang paling terkemuka dari “Komunisme Kiri”, misalnya , Kawan-kawan Radek dan Bucharin, secara umum mengakui kesalahan mereka. Mereka mengira bahwa Perjanjian Perdamaian Brest adalah suatu kompromi dengan kaum imeprialis yang tidak diperbolehkan menurut prinsip dan yang merugikan bagi partai proletariat revolisioner. Memang Perjanjian itu adalah suatu kompromi dengankaum imperialis, tetapi justru suatu kompromi dan justru pada waktu yang demikian yang membuatnya wajib dilakukan.

Kini, ketika saya mendengar serangan-serangan terhadap taktik kami pada waktu penandatanganan Perjanjian Perdamaian Brest, misalnya dari pihak kaum “Sosialis-Revolusioner”, atau ketika saya mendengar teguran yang diucapkan oleh Kawan Lansbury waktu percakapannya dengan saya – “ Pemimpin kami dari serikatburuh-serikatburuh Inggeris mengatakan bahwa jika bagi kaum Bolsyewik diperolehkan mengadakan kompromi-kompromi, maka mereka boleh juga mengadakan kompromi-kompromi”, maka biasanya saya jawab dengan pertama-tama memberikan contoh yang sederhana dan “populer”.

Bayangkan bahwa mobil saudara dijegat oleh bandit-bandit yang bersenjata. Saudara menyerahkan uang, pistol dan mobil saudara kepada mereka. Sebagai gantinya, bebas dari bertetangga baik dengan bandit-bandit itu. Itu tak dapat disangkal lagi adalah suatu kompromi. “Do ut des” (“saya memberikan” padamu uang, senjata, mobil, “supaya kau memberikan” pada saya kesempatan untuk pergi dengan selamat). Tetapi akan sukarlah untuk menemukan seorang yang berfikiran waras yang akan mengumumkan kompromi seperti itu sebagai yang “ tidak diperbolehkan menurut prinsip”, atau yang menyatakan bahwa orang yang mengadakan kompromi itu adalah sekutu bandit-bandit tersebut (sekalipun bandit-bandit itu dapat mempergunakan mobil dan senjata tadi untuk melakukan perampokanperampokan baru). Kompromi kami dengan bandit-bandit imperialis Jerman adalah kompromi semacam itu.

Akan tetapi ketika kaum Mensyewik dan kaum sosialis revolusioner di Rusia, Scheidermann-Scheidermann (dan sebagian besar Kautsky-Kautsky) di Jerman, Otto Bauer dan Friedrich Adler (tidak usah dikata lagi tentang Tuan-Tuan Renner & Co) di Austria, Renaudel-Renaudel dan Longuet-Longuet & Co di Perancis, kaum Fabian, kaum “Merdeka” dan kaum “Partai Buruh” (kaum “Labouris” [22]  di Inggeris, dalam tahun 1914 – 1918 dan dalam tahun 1918 – 1920 mengadakan kompromi-kompromi dengan bandit-bandit dari burjuasi “Sekutu”,  menentang proletariat revolusioner negeri-negeri mereka sendiri, pada waktu itu, semua tuan-tuan ini adalah memang berbuat sebagai sekutu dalam banditisme.

Kesimpulannya jelas: menolak kompromi “menurut prinsip”, menolak diperkenankannya  kompromi apapun pada umumnya, tidak pandang bagaimana macamnya, adalh kekanak-kanakan, yang bahkan sukar untuk dipandang secara serius. Seorang politikus yang ingin supaya berguna bagi proletariat revolusioner harus pandai membedakan justru kejadian konkrit dari kompromi-kompromi yang tidak diperbolehkan, yang di dalamnya terkandung oportunisme dan pengkhianatan, dan mengarahkan semua kekuatan kritik, semua ujung tombak penelanjangan yang tak kenal belaskasihan dan perang yang tak kenaampun, terhadap kompromi-kompromi yang k o n k r i t  i t u  , dengan tidak memberi kesempatan pada ahli-ahli Sosialisme yang “terlalu praktis” dan Jesuit-Jesuit parlementer yang telah banyak “makan  garam”  untuk  menghindarkan  diri dan  menyelinap  dari  tanggungjawab  dengan  omongan-omongan tentang  “kompromi pada umumnya”. Justru dengan cara ini Tuan-Tuan “pemimpin” serikatburuh-serikatburuh Inggeris, begitu juga perkumpulan Fabian dan Partai Buruh “Merdeka” mengelakkan diri dari tanggungjawab  atas  pengkhianatan  yang  telah  mereka  lakukan,  karena  telah mengadakan justru kompromi yang benar-benar merupakan macam oportunisme dan pengkhianatan yang paling jahat.

Ada kompromi dan kompromi. Orang harus pandai menganalisa situasi dan syarat-syarat konkrit dari tiap kompromi, atau tiap variasi kompromi. Kita harus belajar membedakan orang yang memberikan uang dan senajta kepada gerombolan bandit supaya dapat memperkecil kerugian yang dapat mereka timbulkan dan mempermudah urusan menangkap dan menghukum mati mereka, dengan orang yang memberikan uang dan senjata ikut serta dalam pembagian barang-barang yang dirampok. Dalam politik hal ini sekali-kali tidak selalu semudah seperti dalam contoh kekanak-kanak yang sederhana ini. Tetapi seseorang yang bermaksud mereka-reka bagi kaum buruh suatu resep yang seolah-olah dapat memberikan persediaan pemecahan-pemecahan yang sudah siap bagi semua kejadian dalam kehidupan, atau yang menjanjikan bahwa bahwa politik proletariat revolusioner tidak akan menjumpai kesulitan-kesulitan apapun dan situasi-situasi apapun yang ruwet, semata-mata akan menjadi seorang dukun palsu.

Supaya tidak memberikan kemungkinan untuk salah tafsir, saya akan mencoba menggambarkan dalam garis besarnya, sekalipun hanya dengan singkat sekali, beberapa ketentuan yang pokok untuk menganalisa kompromi-kompromi yang konkrit.

Partai yang mengadakan kompromi dengan kaum imperialis Jerman dengan menandatangani Perjanjian Perdamaian Brest telah mulai mengolah internasionalismenya dalam perbuatan sejak penghabisan tahun 1914. Ia tidak takut untuk menyerukan dikalahkannya monarki tsar dan untuk mengutuk “pembelaan tanahair” dalam peperangan antara dua binatang buas imperialis. Wakil-wakil petani ini dalam parlemen lebih suka menempuh jalan menuju  Siberia daripada jalan yang menuju jabatan-jabatan menteri dalam pemerintah burjuis. Revolusi yang menggulingkan tsarisme dan mendirikan republik demokratis menghadapkan partai ini pada suatu ujian baru yang berat: partai tersebut tidak mengadakan persetujuan-persetujuan apapun dengan imperialisnya “sendiri”, melainkan telah mempersiapkan dan melaksanakan penggulingan mereka. Sesudah merebut kekuasaan politik, partai ini menghancur leburkan samasekali milik tuantanah maupun kapitalis. Sesudah mengumumkan dan membatalkan perjanjian-perjanjian rahasia dari kaum imperialis, partai ini mengusulkan perdamaian kepada semua Rakyat, dan tunduk pada kekerasan dari binatang-binatang buas Brest baru sesudah kaum imperialis Inggeris-Perancis menggagalkan usaha mengadakan perdamaian, dan sesudah kaum Bolsyewik melakukan segala apa yang mungkin menurut kesanggupan manusia guna mempercepat revolusi di Jerman dan di negeri-negeri lainnya. Bahwa kompromi yang semacam itu, yang diadakan oleh partai serupa itu dan dalam keadaan yang demikian rupa, adalah benar sekali, dari hari ke haari menjadi semakin terang dan jelas bagi setiap orang.

Kaum Mensyewik dan kaum Sosialis-Revolusioner di Rusia (seperti semua gembong internasionale II di seluruh dunia dalam tahun 1914-1920) mulai dengan pengkhianatan, dengan membenarkan secara langsung atau tidak langsung “pembelaan terhadap tanahair”, yaitu pembelaan terhadap burjuasi perampok mereka sendiri. Mereka adakan koalisi dengan burjuasi negeri mereka sendiri dan berjuang bersama-sama dengan burjuasi mereka sendiri melawan proletariat revolusioner negeri mereka sendiri. Blok mereka, mula-mula dengan Kerenski dan kaum Kadet-kadet [23]  dan kemudian dengan Koltjak dan Denikin di Rusia, seperti blok dari kaum sepaham mereka  di luarnegeri dengan burjuasi negeri mereka masing-masing, adalah suatu penyeberangan kepihak burjuasi menentang proletariat. Dari awal dampai akhir, kompromi mereka dengan bandit-bandit imperialisme terletak dalam kenyataan bahwa mereka menjadikan diri mereka sendiri peserta-peserta dalam banditisme imperialis.

[*] Apa yang belaku pada orang-orang berlaku juga – dengan perbedaan-perbedaan yang sewajarnya – pada politik dan partai-partai:  Yang pinta bukanlah orang yang tidak membuat kesalahan-kesalahan. Tidak ada dan tidak mungkin ada orang yang serupa itu. Yang pintar adalah orang yang membuat kesalahan-kesalahan yang tidak sangat esensiil dan yang pandai membetulkan kesalahan-kesalahan itu dengan mudah dan cepat.