Hukum Revolusi

Tan Malaka (1948)


Banyak sekali disebut-sebut perkataan hukum revolusi di masa ini. Teristimewa semenjak peristiwa 3 Juli yang seolah-olah dilakukan olah “penjahat” Tan malaka cs. Sampai Jaksa Agungpun dalam pengadilan BTA yang sekarang memeriksa 3 Juli itu memakai perkatan hukum revolusi itu.

Apakah arti, sifat dan maksudnya hukum revolusi itu? Terutama pula, seperti sudah dimajukan oleh tertuduh Mr. Moch. Yamin, di tangan siapakah hukum revolusi itu? Sampai dimana dan sampai bilamanakah berlakunya undang-undang revolusi itu?

Dengan tanya yang lebih konkrit, tetapi sambil lalu saja: Apakah hukum revolusi itu boleh dilakukan oleh sembarang orang, atau sembarang gerombolan orang, buat menangkap, menyiksa, memfitnah atau membunuh musuhnya, dimana dan bilamana menurut kehendaknya dan semata-mata untuk memuaskan hawa nafsu saja? Kalau begitu, maka suatu Revolusi itu tak berapa bedanya dengan satu lapang dan masa pembatalan (Penyembelihan) manusia secara besar-besaran.

Kalau begitupun, maka hukum revolusi yang mendapat pujaan dari pada pujangga seperti: Goete dan Hegel di masa lampau dan dari pujangga dunia seperti: Bernard Shaw di masa lebih baru ini, jauh lebih rendah lagi derajatnya dari pada suatu perang rebut-merebut jajahan atau pembantaian manusia secara biadab.

Buat memberi jawaban yang agak memuaskan terhadap pertanyaan di atas, marilah lebih dahulu kita kemukakan beberapa “contoh” yang kita petik dari satu dua revolusi yang terkenal di dunia ini. Dari beberapa contoh itu kelak, kita dapat sekadarnya mengambil kesimpulan.

Contoh jenis pertama:

a. Marat, pemimpin-tulen Murba Perancis, pada revolusi besar 1789, dibunuh, ditikam, oleh gadis Charlotte Corday secara pencideraan. Gadis ini adalah pengikut Sarikat-Borjuis bernama Girondine. Murba Paris tiada lama sesudahnya menghukum bunuh (mengguilletine!) gadis itu. Pembunuhan atas Marat itu sangat memperuncing pertentangan antara Club Jacobin yang memimpin Murba dengan Club Girondine yang memimpin burjuis. Walaupun kedua golongan menentang Raja dan Ningrat, tetapi setelah pembunuhan atas Marat itu dilakukan, maka kerjasama antara kedua Club itu semakin lama, semakin rusak. Sengketa kedua golongan, ialah golongan Murba dengan golongan borjuis itu berakhir dengan hancur luluhnya semua pemimpin borjuis yang berada dalam Club Girondine itu.

b. Lenin, pemimpin Murba di Rusia pada permulaan revolusi Komunis (1917) ditembak oleh seorang perempuan bernama Dora Kaplan. Lenin yang tiada mengira akan pencederaan itu mendapat luka, yang sebenarnya tak dapat sembuh. Kaplan adalah penganut yang setia dari Partai Sosial Revolusioner, ialah Partainya Kerensky yang pernah menjadi Perdana menteri Rusia. Pencederaan Sosial Revolusioner itu mendorong Partai Komunis, mengambil tindakan tegas. Boleh dikata semua pemimpin Sosial Revolusioner yang bersalah dapat dibasmi dihancurkan oleh kaum Komunis.

c. Maximilian Roberspiere, pemimpin Rakyat yang paling kiri dalam Revolusi Perancis (1789) yang termasyhur di masa teror (dimana menindas musuh, ialah ningrat borjuis dengan kejam). Atas tuduhan yang kurang memuaskan, menghukum bunuh teman seperjuangan selama itu, ialah Danton, juga pemimpin rakyat yang paling kiri dan seperti Roberspiere termasyhur pula di seluruh Perancis dan Eropa. Dengan segera para pengikut Danton membalas dendam dan berhasil menghukum bunuh Roberspiere: “Darahnya Danton akan menutup napasmu, hai Roberspiere!” Kedua gerombolan dari Roberspiere dan Danton itu hancur lebur. Dengan demikian maka hancurlah pula golongan Republiken.

Contoh jenis kedua :

a. Raja Karel I, dihukum bunuh oleh Cromwell. Yang dibelakang ini adalah pemimpin kaum levellers, ialah kaum tani tengah (Yeomanry) yang dalam revolusi menghadapi raja  dan ningrat amat radikal di masa itu. Pembunuhan atas Raja Karel itu benar-benar menimbulkan dendam kesumat di antara golongan Ningrat di Inggris terhadap Partai Cromwell. Tetapi golongan ningrat tiada berjaya mengembalikan kekuasaan raja seperti bermula dan menghancurkan/menghancur-leburkan kaum tani dan kaum borjuis. Di kemudian hari kekuasaan raja dibatasi oleh undang-undang (Constituten) dan Negara Inggris diperintahi oleh kabinet yang bertanggung jawab kepada Parlemen. Raja cuma boneka saja.

b. Lodewijk ke XIV, Raja Perancis turunan Le Roi Soleil, Anak Matahari, yang berfilsafat “L’etat c’est moi” Negara adalah saya, dihukum bunuh oleh Parlemen Perancis, yang mengadakan pemeriksaan umum dan mengambil putusan dengan pungutan suarayang dicatat satu persatu. Walaupun golongan dan partai raja mencoba membalas dendam dan mengadakan kontra-revolusi, tetapi kekuasaan Raja tak bisa dikembalikan dengan menghancurkan kaum REPUBLIKEN. Kaum Republiken ini hancur, karena perselisihan dari dalam dirinya sendiri, seperti sudah tersebut di atas.

c. Keluarga Raja (Tsar) di Rusia, ketika kontra revolusi memuncak terbunuh dengan jalan yang tidak melalui pengadilan umum. Kaum Sosial Revolusioner yang memimpin kaum kontra revolusi yang dibantu oleh Kapitalis-imperialis luar negeri dihancurleburkan pula oleh kaum komunis. Tetapi kontra-revolusi yang dilakukan oleh kaum ningrat, borjuis dan kaum sosialis Rusia dalam percobaannya berkali-kali tak sanggup membalas dendam dan menghancurkankaum Komunis. Sebaliknya kaum ningrat dan Partai Tsar dan Partai Borjuis hancur-luluh. Ningrat bersama kaum borjuis tak dapat bangkit kembali.

Menurut contoh jenis pertama, maka dapatlah kita mengambil kesimpulan, bahwa  pembunuhan menurut hukum rimba yang dijatuhkan oleh Charlotte Corday atas Marat dan yang dicoba dijatuhkan oleh Dora Kaplan atas Lenin segera dibalas oleh Murba yang berdiri di belakang kedua pemimpin itu.

Murba yang ternyata menguasai perasaan terbesar dalam masyarakat, sanggup menghancur-leburkan kaum yang diwakili oleh Charlotte Corday ialah kaum borjuis itu. Tetapi golongan yang berdiri di belakang Roberspiere tak sanggup menghancur leburkan golongan rakyat yang membela pahamnya Danton.

Danton membalas dendam dan mengancurkan golongan pemimpin yang membela Roberspiere. Dengan perkataan lain baikpun hukum rimba yang dijalankan oleh perseorangan (Charlotte Corday dan Dora Kaplan) ataupun oleh suatu gerombolan dengan cara pengadilan yang tak sempurna (golongan Roberspiere) tak sanggup mendapatkan hasil yang hendak dicapainya ialah menghancur leburkan musuhnya.

Berdasarkan contoh jenis kedua, maka dapatlah pula kita mengambil kesimpulan bahwa walaupun yang dihukum bunuh itu (baik yang dengan hukum rimba ataupun secara teratur sekalipun) dilakukan atas raja yang ratusan tahun dianggap sakti, atau atas satu golongan yang selamanya ini berpengaruh besar, tetapi sudah mengambil sikap kontra-revolusioner (Kerensky) oleh karena yang dihukum bunuh itu memangnya perwakilan Ancien Regime (yang lama, yang lapuk), maka pembalasannya tak akan berhasil. Paham baru yang dianut oleh Murba-lah yang akan dibentuk oleh sejarah!

Inilah yang jaya memegang hukum revolusi !!

Jadi hukum revolusi itu, bukanlah suatu hukum yang bisa dijatuhkan begitu saja oleh perseorangan atau segerombolan orang, dan didorong pula oleh nafsu sendiri saja kepada orang atau gerombolan orang yang dianggap musuh.

Seperti benar salahnya “siasat politik”, pada tingkat akhirnya dalam revolusi diadili dan diputuskan oleh Murba, ialah golongan terbesar dalam masyarakat yang berklas, dan pahlawan yang sebenarnya dalam revolusi, maka hukum revolusi itupun baru diputuskan oleh Murba.

Murba yang tertindas terhisap, Murba yang berhasrat-berjuanglah yang pada tingkat terakhir menentukan sesuatu hukum revolusi itu.

Hukum atas alasan apa, dengan cara bagaiamana dan bilamanapun yang dijatuhkan oleh seseorang ataupun segerombolan orang atas orang lain atau gerombolan lain, adalah salah, dhalim dan berbahaya kalau hukuman itu merugikan kepentingan hasrat serta perjuangan Murba kaum terbesar dalam masyarkat ber-revolusi itu.

Hukum revolusi yang sesungguhnya yang bisa kekal, ialah hukum untuk Murba, dari Murba dan oleh Murba. hukum revolusi-pun seperti semua barang di dunia bersifat relatif, bersangkut paut! Dalam hal hukum revolusi adalah bersangkut paut dengan kepentingan Murba!

Belum dapat dilarang, dalam revolusi kita ini kalau ahli-hukum yang memegang kekuasaan itu bersumpah atau ayat hukum yang ditelurkan oleh Krabben, Kranenburg, Kleintjes atau ahli hukum kolonial yang lain menuduh, mengadili dan menghukum orang yang dianggapnya bersalah melanggar undang-undang.

Belum dapat pula dilarang dalam revolusi kita ini; kalau pembesar ini atau itu yang memegang kekuasaan dan uang negara, menuduh, meresmikan nama penjahat ini dan itu sebelumnya kesalahan “penjahat” itu dapat dipastikan oleh hukum revolusi yang sesungguhnya. Sebagian Murba tertipu buat selama-lamanya. Seluruhnya Murba bisa pula tertipu buat sementara waktu. Tetapi tak akan bisa tertipu seluruhnya Murba buat seluruhnya waktu!!

Demarkasi revolusi terang tercantum di depan kita! Di sebelah sana adalah penjajah yang dengan tentara dan kaki tangannya bangsa Indonesia sendiri, sedang menghancurkan Republik dan mengembalikan rakyat Indonesia ke Status Terjajah dengan perjanjian Linggarjati dan Renville.

Di sebelah sini adalah Murba dan pemimpinnya yang dengan jalan membatalkan Linggarjati dan Renville serta bermaksud mengusir tentara Belanda serta penjajah Belanda.

Siapa yang melewati garis demarkasi dan memasuki front musuh dan menentang front Murba adalah musuh revolusi.

Hukum revolusi yang sebenarnya harus jatuh/dijatuhkan pada mereka pelanggar demarkasi revolusi itu, yang menegakkan kembali yang lama, ialah penjajahan Belanda dan menghancurkan yang baru, ialah kemerdekaan 100 % yang sudah diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 dan dibela oleh rakyat Indonesia dengan pengorbanan yang tak kalah sifat dan bilangnya oleh Revolusi mana dan waktu bilapun juga.

Di tangan Murba lah terletaknya hukum revolusi; untuk membela kepentingan Murbalah hukum revolusi itu harus dijatuhkan!

Hukum revolusi, ialah hukumnya kaum Murba, yakni kaum terbesar dalam masyarakat untuk membela kepentingan, kemerdekaan serta keamanan masyarakat Murba itu sendiri !!!