Surat Marx dan Engels kepada A.Bebel, W.Liebknecht, W.Bracke dan lainnya (“Surat edaran”)


Di tulis oleh Marx dan Engels pada tanggal 17 dan 18 September 1879. Di cetak sesuai manuskrip yang di terjemahkan oleh Engels dari bahasa Jerman.

Di publikasikan untuk pertama kalinya dalam jurnal Die Kommunstische, Internasionale, XII. Jahrg. , Heft 23, bulan Juni 1931.


(3) Sebuah Manifesto dari Trio Zurich (Hochberg, Bernstein, dan Schram)

Sementara itu, terbitan Jahrbuch yang dikeluarkan oleh Hochberg telah sampai ke tangan kami. Didalamnya dimuat sebuah artikel yang berjudul “Sebuah Retrospeksi Atas Gerakan Sosialis Jerman”, dimana, seperti yang diungkapkan sendiri oleh  Hochberg, ditulis oleh 3 anggota Komisi Zurich (Hochberg, Bernstein dan Scharm — Lenin). Disini kami telah telah menangkap apa yang mereka maksud dengan kritik-kritik otentik yang mereka tujukan pada gerakan Sosialis secara keseluruhan. Dan disini kami juga telah menyertakan — apa yang mereka sebut sebagai — garis program otentik yang ditujukan bagi organ baru partai.

Dari permulaan kami kutipkan:

“Gerakan yang dianggap oleh Lassale sebagai gerakan yang sungguh-sungguh politis, yang telah dikumandangkan tidak hanya kepada buruh namun juga kepada para demokrat-demokrat yang tulus, yang berorientasi pada keutamaan atas nama ilmu pengetahuan yang bebas, dan atas nama semua manusia yang dikaruniai dengan kecintaan sejati atas kemanusiaan, ternyata di bawah naungan Johann Baptist Schweitzer  telah dipotong menjadi perjuangan sepihak dari buruh-buruh industri demi kepentingan buruh-buruh itu sendiri”

Aku belum akan menguji bagaimana dan sejauh mana hal ini secara historis akurat. Namun kritik yang dilancarkan disini adalah terhadap Schweitzer, karena dia “memotong” Lassaleisme. yang dianggapnya  sebagai gerakan — dermawan — borjuis yang demokratis. Disini gerakan gerakan itu telah digambarkan telah dipotong ke arah perjuangan sepihak demi kepentingan buruh-buruh industrial melawan borjuis. Dengan jalan memperdalam karakternya, sebagai perjuangan klas dari buruh-buruh industrial menghadapi kaum borjuis. Berikutnya Schweitzer dicela karena “menolak demokrasi borjuis. Kami ingin bertanya: “Apa urusannya Partai Sosial-Demokrat dengan (perjuangan) demokrasi borjuis? Kalau partai dianggapnya terdiri dari para demokrat yang “tulus” yang tidak dapat diharapkan untuk menerima ajakan mereka tersebut dan kalaupun ajakan itu hendak dipaksakan, bukankah ini semua berarti sebuah ajakan yang sengaja memancing pertengkaran?.

Berikutnya perhatikan lagi kutipan mereka: Partai Lassalist “memilih untuk menempatkan dirinya dalam cara perjuangan sepihak sebagai partai kaum buruh”. Orang-orang yang menulis artikel ini — (secara formal) — adalah juga anggota dari partai yang dimaksud, dan mereka pada saat ini sedang menikmati hak-hak menggunakan inventaris, forum-forum partai — dan terutama kesempatan yang disediakan oleh partai untuk menuliskan artikel tersebut — tidak ada lain adalah demi kebaikan tujuan dan martabat Partai. Disini kami melihat ketidakwajaran yang absolut. Kalau mereka benar-benar bermaksud sebagaimana yang telah dituliskan — tidak ada pilihan lain — mereka harus meninggalkan Partai, atau setidaknya mengundurkan diri, menanggalkan jabatan dan posisi yang telah diberikan Partai. Kalau mereka tidak bersedia melakukan hal-hal tersebut diatas, dan mereka secara terang-terangan menerima dan mengakui bahwa mereka sedang memanfaatkan posisi resmi mereka dalam organisasi untuk menghancurkan watak proletariat Partai,maka bila Partai membiarkan inventaris-inventarisnya, departemen-departemennya,  martabatnya dinjak-injak oleh mereka; maka partai juga telah mengkhianati dirinya sendiri(!).

Dalam pandangan orang-orang itu, Partai Sosial Demokrat tidak boleh menjadi sebuah partai yang sekedar berpihak memperjuangkan kepentingan kaum buruh, namun harus merupakan sebuah Partai terbuka yang — mencakup — semua untuk “tiap manusia yang diilhami dengan kecintaan sejati diatas kemanusiaan”. Menurut mereka, diatas segalanya partai harus membuktikan dirinya, dengan menanggalkan keinginan kasar kaum buruh; dan menempatkan kaum buruh dibawah bimbingan borjuis yang dermawan dan terpelajar “dalam rangka membangun citarasa” dan ” belajar tentang hal-hal yang patut dan baik” (Lihat hlm.85 artikel mereka).  Maka kemudian “perilaku tak terhormat” dari beberapa pemimpin akan mulai berubah ke arah “perilaku borjuis” yang terhormat. (Jika perilaku seperti ini yang hendak mereka maksudkan, maka ini bukan caci-maki yang terakhir yang akan mereka terima!)

Kemudian selanjutnya:

Sejumlah anggota dari lingkungan klas yang berpunya dan terpelajar akan kita datangkan. Hal ini perlu ditampilkan kalau agitasi yang kita gelar hendak meraih sukses yang menentukan”. Sosialisme Jerman telah “demikian terlekati dengan prioritas kerja untuk massa, dan karenanya telah melalaikan propaganda giat (!) terhadap lapisan atas masyarakat”. Ini semua dikarenakan, “partai demikian kekuarangan sumber daya untuk diwakilkan pada parlemen (Reichstag)”. Untuk itu, bagaimanapun, “benar-benar dibutuhkan dan menjadi sebuah keharusan untuk melimpahkan mandat kepada orang-orang yang mempunyai waktu dan kesempatan untuk membuat dirinya benar-benar berguna untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang relevan. Para pekerja — sederhana — maupun tukang-tukang ahli kerajinan dalam partai.... nampaknya hanya sedikit sekali yang memiliki persyaratan diatas”.

Maka Marilah kita beramai-ramai memilih kaum borjuis!

Singkatnya:  pertama, orang-orang itu hendak menyatakan bahwa klas buruh tak akan pernah sanggup membebaskan dirinya sendiri. Untuk itu mereka harus menempatkan dirinya di bawah kepemimpinan “kaum terpelajar dan berpunya” borjuis yang memiliki “waktu dan kesempatan” yang banyak untuk memikirkan kepentingan kaum buruh. Kedua, kaum borjuis bukanlah musuh yang perlu dilawan, namun justru harus dimenangkan lewat propaganda-propaganda yang giat.

Itulah sebabnya bila kita memperoleh dukungan laipsan atas masyarakat, atau sebagian dari elemen-elemen yang bagus, kita tidak boleh menakut-nakuti mereka dengan cara apapun juga. Disinilah Trio Zurich itu mengira bahwa mereka telah membuat penemuan yang spektakuler:

“Terutama tepat pada saat ini — dibawah tekanan dari UU anti sosialis partai seyogyanya menunjukan bahwa dirinya tidak memiliki kecondongan untuk menganjurkan jalan revolusi kekerasan yang berdarah. Namun sebaliknya....menunjukan dirinya mengikuti jalan legalitas, atau jalan reformis”.

Jadi bila sejumlah tak kurang dari limaratus ribu atau enam ratus ribuan pemilih dari partai Sosial Demokrat (yang merupakan sepersepuluh atau seperdelapan dari keseluruhan pemilih) — yang tersebar seantero Jerman—memiliki cukup kewarasan untuk tidak menumbukkan kepalanya ke tembok yang keras ... Dan tidak menunjukkan tanda-tanda hendak melakukan “revolusi berdarah”; ini berarti akan meninggalkan keuntungan dari beberapa peristiwa dashyat, sebuah gelombang revolusi bahkan kemenangan yang akan diperoleh dari konflik yang terjadi. Kami berharap agar kota Berlin tidak lagi membiarkan, peristiwa seperti yang dialami oleh Partai Sosial demokrat pada tanggal 18 Maret terulang lagi. Karena menurut mereka yang penting adalah - bukannya mengambil bagian dalam konflik, “demi kepentingan orang-orang yang berkelakuan tak pantas dari klas terbawah” - namun justru kita seharusnya “mengambil jalan legalitas” (lihat halaman 88 artikel trio Zulich) kalau memang begitu, bukankah yang dimaksudkan oleh “tuan-tuan dari Zurich itu adalah ... bahwa kita seharusnya menyingkirkan segala rintangan dan hambatan, dengan berhenti melakukan kerja-kerja pengorganisiran massa dan kalau perlu kita diminta untuk berpawai bersama — beriring dan bergandeng — dengan pongah bersama dengan tentara dan mesin-mesin pembantainya,  untuk melibas/menumpas habis massa buruh yang kasar dan tak berpendidikan ?

Namun baiklah kita lanjutkan dengan mengupaskan artikel mereka:

“karena itu, dengan semakin tegas dan objektifnya Partai dalam kritik-kritik dan tuntutan atas kondisi-kondisi yang ada saat ini ... semakin mustahil pula Partai untuk meraih keberhasilan pada saat ini (apalagi ditengah pemberlakuan UU anti Sosialis)... ”.

“Ketika para reaksioner dengan sengaja mengintimidasi kaum borjuis dengan membangkit-bangkitkan setan merah (hal.88)”.

Dalam rangka menentramkan borjuasi dari kehawatiran mereka terhadap proletariat-menurut para artikel tersebut — kita harus secara jelas meyakinkan bahwa setan merah tersebut  benar-benar tidak  ada. Apa sesungguhnya yang terdapat dibalik kehawatiran mereka terhadap setan merah tersebut. Apa hakekat dari kekatakutan itu sendiri? ..... kalau bukan suatu kengerian atas perjuangan dan perlawanan hidup mati — yang tak terhindarkan antara borjuasi dan proletariat! Jadi, tidakkah mereka lebih takut lagi membayangkan hasil akhir dari pertanyaan tersebut? Sekarang, kalau kita balik : Siapakah atau pihak manakah yang akan paling diuntungkan bila perjuangan klas ditinggalkan?....Apakah yang akan terjadi kalau kaum proletar menanggapi ajakan manis borjuasi tersebut untuk hidup berdampingan dengan bergandengan tangan? Sipakah yang akan paling diuntungkan, kalau semua ini dibiarkan begitu saja? Jawabnya jelas. Kaum borjuis. Dan kaum proletar hanya akan menjadi mangsa tipuan.

Untuk semua itu, mereka menganjurkan agar partai menampilkan profil yang sederhana, bersahaja....sehingga partai dapat dengan sepenuhnya terbebas dari “ekses-ekses maupun berbagai ketidaksesuaian” yang menjadi penyebab lahirnya UU anti sosialis ini, maka Perdana menteri Bismarck dan borjuasi....pada gilirannya akan memiliki cukup keramahan untuk mencabut kembali UU, karena keberadaannya tidak akan dibutuhkan lagi!

“Janganlah sampai orang-orang salah mengartikan maksud kami”: kami tidak (sungguh-sungguh) ingin mencampakan program partai kita. “Namun pikirkanlah....jika kita mengkonsentrasikan segenap tenaga dan energi — dalam rangka pencapaian tujuan-tujuan tertentu (dengan segera), yang merupakan prasyarat bagi realisasi/pelaksanaan aspirasi kita untuk tahun-tahun kedepan — maka akan begitu banyak hal yang bisa kita kerjakan.”

Maka, kemudian....para borjuis, borjuis kecil dan pekerja-pekerja yang tadinya begitu ketakutan dengan tuntutan-tuntutan kita yang sangat maju akan menyambut ajakan kita dan bergabung dalam jumlah yang sangat melimpah ruah.

Program (perjuangan klas pekerja bagi sosialisme) memang tidak perlu ditinggalkan, namun hanya perlu ditunda saja sampai jangka waktu yang tidak ada batasnya. Maka inilah konsekuensinya bila kita menerima usul Trio Zurich tersebut. Maka walaupun nampaknya kitra sendiri yang menerimanya. Namun implikasi/akibat-akibatnya sungguh tidak akan hanya ditanggung sendiri sepanjang hayat kita. Tapi bahkan akan berkelanjutan setelah kita mati. Implikasinya akan diwariskan kepada anak-cucu-cicit kita. Sementara pada saat yang sama “segenap energi dan kekuatan kita” dicurahkan pada hal-hal sepele dan melakukan antisipasi yang tambal sulam atas tatanan masyarakat kapitalis ... sehingga setidaknya akan timbul kesan bahwa kita mengerjakan sesuatu (tanpa pernah menukik pada akar permasalahannya, yakni penyingkiran borjuasi). Di sini aku harus benar-benar “memuji” Miguel si “komunis” yang dengan beraninya dapat memastikan perihal kehancuran—yang tak terhindarkan—dari masyarakat kapitalis; dalam rangkaian perkembangan beberapa ratus tahun ke depan. Semua ini dilakukannya dengan cara memperdaya kita semua, dalam konflik yang meletus pada tahun 1873. Sehingga benarlah, bahwa dia memang menyumbangkan “sesuatu” bagi tatanan yang ada saat ini; yakni dengan membuatnya lebih kuat dan lebih siap dalam menghadapi gempuran proletariat.

Berikutnya mereka menyatakan,  kecaman-kecaman yang selama ini dilancarkan untuk penataan yang lebih baik, adalah “kecaman yang terlampau dibesar-besarkan atas penyelenggara perusahaan” yang hanya sekadar  merupakan “anak zaman” (children of their time, yakni mereka yang terlahir dalam masa dan kondisi yang berlaku pada masa itu, pent). Sehingga pilihan yang terbaik adalah “dengan tidak mempermasalahkan Strusberg dan orang-orang semacamnya”. Sayang sekali argumen ini dikeluarkan begitu saja, tanpa mengindahkan fakta, bahwa semua orang adalah “anak dari zamannya” (child of his time). Sehingga kalau hal ini akan dipakai sebagai pembenaran yang sah ... Maka tidak ada lagi orang yang perlu dikecam ... Semua perdebatan, segala bentuk macam perjuangan dan tugas yang perlu kita pikul, tidak akan ada urgensinya lagi. Dengan tenang dan pasrahnya kita menerima saja gebukan, cambukan, injakan, pukulan, tikaman—singkatnya penindasan—yang secara bertubi-tubi diancarkan oleh musuh-musuh kita. Ini semua kita lakukan dan biarkan—karena kita sedemikian bijak dan arifnya—memahami dan memaklumi para musuh kita ini sebagai “anak-anak zamannya”, yang tidak dapat memilih untuk bertindak lain. Sehingga bukannya melakukan perhitungan atas kerugian yang telah ditimpahkan atas kita; kita memilih untuk menangisi kemalangan yang menimpa kita.

Kemudian sekali lagi—menurut mereka—Komune membawa kerugian-kerugian sebagai berikut:

“orang-orang yang seharusnya bersimpati pada kita, akan dikucilkan oleh orang-orang disekitarnya. Kebencian kaum borjuis kepada kita akan semakin meningkat. Lebih dari pada itu, Partai bukannya tanpa andil dalam lahirnya UU anti Sosialis pada bulan Oktober yang lalu, yang menyebabkan meningkatkannya kebencian borjuasi pada Partai kita, pada hal itu semua tidak perlu terjadi”.

Begitulah anda telah mendapatkan sedikit gambaran tentang program yang diperjuangkan oleh trio tukang sensor dari Zurich itu. Singkatnya, para tukang sensor tersebut tidak menawarkan sesuatu yang berharga bagi kita. Sudah jelas bagi kami ungkapan-ungkapan semacam itu dari hari ke hari tahun 1848. Semuanya itu adalah pencerminan dari pandangan dan kepentingan borjuasi yang ingin didengarkan suaranya, yaang penuh kekhawatiran bahwa kaum proletariat dengan posisi revolusionernya dapt “bergerak terlalu jauh”. Jadi yang sesungguhnya ditawarkan oleh Trio Zurich tersebut, tidak lain adalah mediasi atau musyawarah, sebagai ganti dari oposisi politik yang tegas. Juga usulan agar kita melakukan berbagai upaya untuk membujuk kaum borjuis dan menerangkan hati mereka, sebagai ganti dari perlawanan terhadap penguasa dan borjuasi. Bila diringkaskan maka, usul tersebut adalah agar kita tunduk dengan jinaknya kepada kaum borjuis. Serta anjuran agar kita mengakui bahwa kita memang patut dipersalahkan, dan karenanya pantas dihukum. Dengan demikian, segala konflik yang berbasiskan pada keharusan sejarah ... semua itu ditafsirkan sebagai “kesalahpahaman belaka”. Dan semua perdebatan ditutup dengan kepastian bahwa pada dasarnya kita sepakat dalam hal-hal yang prinsip. Orang-orang yang tampil sebagai demokrat-demokrat borjuis dalam kudeta ditahun 1848: pada saat ini bisa saja mengaku sebagai kaum Sosial Demokrat. Bagi kaum borjusi suatu republik yang demokratis adalah seperti sebuah tujuan dengan kemungkinan pencapaian yang sangat kecil; sebagaimana halnya penggulingan sistem kapitalis bagi kaum sosial demokrat. Dengan demikian bagi mereka republik yang demokratis, maupun penggulingan sistem kapitalis, tidak memilki urgensi apapun dalam proses politik masa kini. Karena menurut mereka, kita dapat menyelesaikan setiap masalah dengan musyawarah, melakukan kompromi, dengan bersandar kepada kebaikan hati semua orang yang dermawan. Hal yang sama berlaku bagi perjuangan klas antara borjuasi dengan proletariat. Hal ini memang nyata (karena telah diperdebatkan dalam berbagai mas media); namun keberadaannya ditingkat praktek dapat dikesampingkan. Partai Sosial Demokrat bukanlah sebuah Partai kaum pekerja, jadi Partai ini tidak perlu sampai menimbulkan kebencian dikalangan kaum borjuis kecil atau dari manapun. Prioritas Partai ini adalah untuk menyusun propaganda giat di kalangan borjuasi. Dari pada memberikan titik tekan pada tujuan-tujuan yang sedemikian jauh dan tinggi (yang membuat takut borjuasi), dan yang sudah jelas tidak akan mungkin tercapai dalam generasi kita ... lebih baik Partai ini menyalurkan segenap tenaga dan energinya pada reformasi versi borjuis kecil yang tambal sulam. Dengan tembal sulam seperti itulah, tatanan masyarakat yang lama akan ditopang dengan tiang penyangga baru: sehingga malapetaka dahsyat yang tadinya akan menimpa kita, dapat ditranformasikan menjadi sebuah perubahan gradual—sedikit demi sedikit—dan sedapat mungkin melenyapkan sumber malapetaka tersebut, dalam proses yang berlangsung secara damai. Mereka inilah orang-orang yang berlagak seolah-olah terlibat dalam aktivitas yang tak kenal lelah bagi pergerakan. Namun yang lebih parah lagi, yakni, mereka tidak hanya sekedar berdiam diri saja secara pasif ... akan tetapi justru secra aktif mencegah atau menghambat munculnya perkembangan gerakan yang lebih maju. Diluar itu, masih ada satu hal lagi yang dapat mereka lakukan, yakni berkaok-kaok mengumbar kata-kata kosong. Merka ini jugalah—yang karena ketakutannya atas berbagai kemajuan dalam gerakan yang terjadi pada tahun 1848 dan 1849 — dengan sengaja memotong pergerakan massa dalam setiap tahapannya yang berakibat pada kegagalan pergerakan. Orang-orang sama yang tidak pernah bekerja cukup keras yang kebingungan ketika menemukan diri mereka hanya berputar-putar dijalanan buntu. Mereka ini yang begitu mati-matian dalam usahanya untuk “memenjarakan” sejarah dalam cakrawala Philistinisme mereka yang kerdil, namun dengan begitu gampangnya terbungkuk-bungkuk menyerah pada penguasa tatanan baru.

Manifesto Komunis telah memberikan kecaman-kecaman yang sangat keras atas orang-orang semacam itu, yang mengklaim dirinya sebagai orang-orang sosialis. (Lihat bab tentang Jerman/Sosialisme “sejati”). Ketika perjuangan klas dikerdilkan sebagai fenomena “kasar” yang keberadaannya tiodak sungguh-sungguh dikehendaki (oleh para penulis artikel tersebut, pent) ... maka tidak akan ada lagi yang tersisa sebagai basis dari sosialisme, kecuali ungkapan-ungkapan kosong tentang “keadilan” ataupun tentang “cinta sejati atas kemanusiaan”.

Berbasiskan pada rangkaian perkembangan historis, orang-orang yang tadinya merupakan bagian dari klas yang berkuasa—secara tak terhindarkan akan tersesat ... tidak punya pilihan lagi selain bergabung dengan kaum proletar yang militan dan memberikan pasokan elemen pendidikan yang dimilikinya. Dengan jelas kami menyatakan hal ini dalam manifesto. Namun ada dua hal yang perlu dicatat:

Pertama. agar dapat mendatangkan kebaikan bagi pergerakan proletariat, maka orang-orang ini harus membawa elemen edukatif/yang mendidik. Namun hal ini tampaknya tidak berlaku dalam kasus Jerman. Betapa banyaknya-pun borjuis-borjuis Jerman yang “bertobat” namun nyatanya baik Zukunft atau Neue Gesselschaft; tidak pernah memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi pergerakan. Ini jelas suatu kekurangan yang fatal dalam material-material pendidikan yang sejati baik secara praktis maupun teoritis. Kami melihat adanya kecenderungan untuk memadukan gagasan-gagasan sosialis (yang ditekuni setengah hati) dengan beragam cara-cara pandang teoritik (yang belum teruji kesahihannya) yang didatangkan oleh orang-orang murtad tersebut entah dari Universitas-universitas, pendapat perorangan, sarjana-sarjana borjuis lain. Ini semua berjkaitan dengan proses pembusukan yang melanda sisa-sisa tradisi filsafat Jerman dewasa ini, inilah pula yanng membuat para pemikir dari teoritisi dari tradisi filsafat Jerman ini, saling berbantahan. Mereka hanya dapat saling berbantahan dan cuma dapat menawarkan satu kebingungan sebagai ganti dari kebingungan lainnya. Orang-orang tersebut bukannya mulai dengan mempelajari suatru bidang ilmu baru secara tajam dan tekun. Mereka masing-masing justru memangkas ilmu tesebut sesuai dengan selera mereka masing-masing juga. Tepatnya, sesuai dengan kekeliruan dan kekeruhan cara pandang yang lama. Bahkan lebih lanjut lagi, mereka menjadikan ilmu baru tadi sebagai pengetahuan perorangan, sebagai sesuatu yang diakuinya sebagai penemuan asli dirinya sendiri. Bahkan mereka berpretensi hendak mengajarkan ilmu “baru” itu pula. Begitulah, dengan demikian terdapat beribu-ribu pendapat, sama banyaknya dengan jumlah kepala mereka masing-masing. Sehingga yang bisa mereka sumbangkan tidak lain daripada kebingungan demi kebingungan, diantar mereka sendiri. Bagi elemen-elemen terdidik yang prinsip awalnya adalah mengajar, apa yang mereka yang belum pelajari dapat mereka dapatkan di dalam partai.

Kedua. kalau orang-orang seperti ini—yang berasal dari klas lain—bergabung denga gerakan proletariat, maka syarat pertama yang harus mereka sanggupi adalah kesediaan untuk tidak membawa serta sisa-sisa prasangka borjuis, borjuis kecil, dsbnya. Mereka harus sanggup menerima cara pandang proletariat sepenuh hati. Namun terbukti bahwa orang-orang seperti mereka ini, sarat dengan muatan konsep-konsep borjuis dan borjuis kecil. Di negri borjuis kecil seperti Jerman ini, konsep ini memang mendapatkan pembenarannya. Namun pembenaran ini hanya diluar lingkup Partai Sosial Demokrat. Kalau “tuan-tuan” di Zurich tersebut menggolong mereka sendiri sebagai anggota Partai Borjuis Kecil Sosial Demokrat, mereka boleh-boleh saja melakukannya. Namun kita tidak perlu berurusan dengan mereka, apalagi membenarkan mereka membangun sebuah klik demi kepentingan mereka sendiri. Kami ingin menegaskan bahwa dalam sebuah Partai kaum buruh, mereka inilah yang disebut sebagai elemen “perusak yang cabul”. Kalau memang ada alasan dan pertimbangan-pertimbangan secara keseluruhan untuk tetap membiarkan mereka sementara ini ... adalah tugas kami juga untuk mencegah pengaruh-pengaruh merusak mereka dalam kepemimpinan Partai. Sehingga perlu dicamkan bahwa pemisahan dengan mereka hanyalah masalah waktu saja dan waktu tersebut nampaknya telah menjelang tiba.  Bagaimana Partai bisa memberikan toleransi atau membiarkan saja sepak terjang para penulis artikel tersebut, memang merupakan sebuah hal yang tidak kami mengerti. Namun bila kepemimpinan Partai sampai jatuh ketangan mereka—sebagian atau seluruhnya—maka Partai akan jatuh dalam kebinasaan dan itu akan menjadi akhir bagi suara kaum proletarian (proletarian snap).

Sedang bagi kami sendiri hanya ada satu jalan yang layak untuk kita tempuh. Hampir selama 40 tahun terakhir ini, kami telah memberikan penekanan pada  perjuangan klas; sebagai kekuatan pendorong dalam sejarah dan secara khusus tercermin dalam perjuangan klas antar borjuasi berhadapan dengan proletariat, pengungkit (great lever) dalam sejarah revolusi sosial modern; karenanya adalah sesuatu yang mustahil bagi kita untuk bekerja sama dengan orang-orang yang justru berhasrat untuk menghapus perjuangan klas dari gerakan. Ketika Komunis Internasional pertama dibentuk, kita dengan lantang mengumandangkan teriakan perang: “pembebasan klas buruh haruslah merupakan kerja dari klas buruh itu sendiri. Karenanya — sekali lagi — kita tidak dapat bekerja sama dengan orang-orang yang secara terbuka menyatakan bahwa: kaum buruh terlampau bodoh untuk membebaskan diri mereka sendiri: dan satu-satunya pemecahan bagi mereka sendiri adalah pertolongan dari “atas”. Yakni pertolongan dan pembebasan yang datang dari kaum borjuis besar mapun borjuis kecil. Kalau organ baru Partai mengadopsi garis yang sejalan dengan pandangan orang-orang itu, sebuah garis yang nyata-nyata berkarakter borjuis, maka tidak ada lagi yang sisa simpatik dari kita, kita pun tidak perlu menangisi hal ini. Yang perlu dan harus kita lakukan justru, secara terbuka dan tegas menyatakan penolakan kita terhadap mereka. Dan kalau ternyata organ baru Partai malah melindungi mereka, maka kalau perlu kita akan mencabut solidaritas Internasional yang selama ini di atas namakan kepada Partai. Namun baiklah kita berharap bahwa langkah yang terakhir ini hanya akan kita ambil, kalau memang tidak ada pilihan lain.