Revolusi Permanen

Leon Trotsky (1928)


Pendahuluan Untuk Edisi Pertama Rusia (diterbitkan di Berlin)

 

Buku ini didedikasikan untuk isu yang erat kaitannya dengan sejarah tiga Revolusi Rusia[1]. Namun tidak hanya dengan sejarah itu saja. Isu ini sudah memainkan peran yang besar pada tahun-tahun terakhir ini di dalam perjuangan internal Partai Komunis Uni Soviet (PKUS); perjuangan yang kemudian terbawa juga ke dalam Komunis Internasional (Komintern). Isu ini juga memainkan peran yang menentukan dalam perkembangan Revolusi Cina[2] dan sejumlah keputusan penting mengenai masalah-masalah perjuangan revolusioner di negeri-negeri Timur. Isu ini berkaitan dengan teori Revolusi Permanen, yang menurut ajaran para epigone[3] Leninisme (Zinoviev[4], Stalin[5], Bukharin[6], dsb.) adalah dosa utama dari ‘Trotskisme’.

Masalah mengenai Revolusi Permanen kembali muncul pada 1924 setelah lama terkubur, dan sekilas kemunculan kembalinya tampak sangat tak terduga. Tidak ada pembenaran politik untuk mengungkit kembali masalah Revolusi Permanen. Masalah ini adalah masalah perbedaan pendapat di masa lalu. Namun ada motif psikologis yang penting. Mereka-mereka yang dikenal sebagai “Bolshevik Tua”, yang telah memulai perselisihan melawan saya, mulai dengan menyatakan diri mereka sendiri sebagai “Kaum Pelopor Bolshevik Tua”[7] sementara saya bergabung dengan Bolshevik sebelum 1917. Namun satu halangan besar untuk klaim mereka adalah Revolusi 1917. Walaupun sejarah perjuangan dan persiapan ideologi sebelum Revolusi 1917 sangatlah penting -- persiapan yang tidak hanya berkaitan dengan partai secara keseluruhan namun juga berkaitan dengan berbagai individu yang terlibat di dalamnya -- namun seluruh periode persiapan tersebut menemui masa pengujian terbesarnya pada saat Revolusi Oktober[8]. Tidak ada satupun epigone di atas yang lulus dari ujian ini. Pada saat Revolusi Februari 1917[9], mereka semua, tanpa terkecuali, mengadopsi posisi vulgar Sayap Kiri demokratik. Tidak satupun di antara mereka yang mengajukan slogan perjuangan buruh untuk kekuasaan. Mereka semua menganggap jalan menuju revolusi sosialis sebagai sesuatu yang konyol atau – bahkan lebih parah – sebagai ‘Trotskisme’. Dengan semangat ini mereka memimpin partai hingga saat kedatangan Lenin dari luar negeri dan publikasi Tesis April[10]-nya yang terkenal. Setelah itu, Kamenev[11], yang sudah berseteru langsung dengan Lenin, secara terbuka mencoba membentuk sebuah sayap demokratik Bolshevisme. Zinoviev, yang datang bersama Lenin, lalu bergabung dengan Kamenev. Stalin, yang posisinya sudah menjadi sangat lemah akibat garis politiknya yang sosial-patriotik, menyingkir ke tepian. Dia membuat partai melupakan artikel-artikel dan pidato-pidatonya yang buruk saat minggu-minggu bulan Maret yang menentukan. Perlahan-lahan dia mengubah garis politiknya sesuai dengan Lenin. Inilah mengapa muncul pertanyaan: Apa saja yang dipahami oleh para “Bolshevik Tua” itu dari Leninisme ketika tidak satupun dari mereka yang menunjukkan kemampuan untuk menerapkan secara independen pengalaman teori dan praktek partai pada saat yang paling penting dan kritis dalam sejarah? Perhatian terhadap pertanyaan ini harus dialihkan dengan cara apapun dan pertanyaan lain harus dimunculkan untuk menggantikannya. Untuk ini, mereka memutuskan untuk berkonsentrasi menyerang teori Revolusi Permanen. Musuh-musuh saya, tentu saja, sebelumnya tidak mengira bahwa dalam menciptakan pertentangan yang artifisial ini mereka terpaksa memutarnya pada diri mereka sendiri dan, dengan metode pembalikan, mereka harus menciptakan sebuah cara pandang dunia yang baru untuk diri mereka sendiri.

Tesis-tesis utama teori Revolusi Permanen sudah saya formulasikan bahkan sebelum peristiwa-peristiwa penting pada 1905. Rusia pada saat itu sedang mendekati revolusi borjuis. Tidak ada satupun kaum Sosial Demokrat Rusia (kita semua menyebut diri kita Sosial Demokrat pada waktu itu) yang meragukan kalau kita sedang mendekati revolusi borjuis, yakni sebuah revolusi yang dihasilkan dari kontradiksi antara perkembangan kekuatan produksi masyarakat kapitalis dengan sistem kasta dan pemerintahan dari periode perhambaan dan Abad Pertengahan yang sudah sekarat. Dalam perjuangan melawan kaum Narodnik[12] dan kaum anarkis, saya mendedikasikan tidak sedikit pidato-pidato dan artikel-artikel yang berkaitan dengan analisa Marxis terhadap karakter borjuis pada revolusi yang akan datang.

Karakter borjuis dari sebuah revolusi tidak dapat menjawab pertanyaan mengenai kelas-kelas mana yang akan menuntaskan tugas-tugas revolusi borjuis demokratik, serta seperti apa hubungan antar kelas-kelas tersebut. Tepat pada poin inilah persoalan-persoalan strategis yang pokok dimulai.

Plekhanov[13], Axelrod[14], Zasulich[15], Martov[16], dan semua kaum Menshevik Rusia, mengambil sebagai titik tolak analisa mereka bahwa peran kepemimpinan revolusi borjuis adalah milik kaum borjuasi liberal, sebagai kandidat alami pemegang kekuasaan. Menurut pola ini, partai proletariat mendapat peran sebagai Sayap Kiri dalam front demokratik. Kaum Sosial Demokrat harus mendukung kaum borjuasi liberal dalam melawan kaum reaksioner, dan pada saat yang sama membela kepentingan kaum proletar melawan kaum borjuasi liberal. Dalam kata lain, kaum Menshevik memahami revolusi borjuis secara prinsipil sebagai sebuah reformasi konstitusional-liberal.

Lenin mengajukan pertanyaan ini dengan cara yang sepenuhnya berbeda. Bagi Lenin, pembebasan kekuatan produksi masyarakat borjuis dari kekangan perhambaan menandakan, pertama dan terutama, solusi radikal terhadap persoalan agraria, yakni penghancuran sepenuhnya kelas pemilik-tanah dan redistribusi revolusioner kepemilikan tanah. Tidak dapat dipisahkan dari ini adalah penghancuran monarki. Dengan keberanian revolusioner yang sejati, Lenin menyerang persoalan agraria, yang mempengaruhi kepentingan vital mayoritas besar populasi dan pada saat yang sama menyusun persoalan dasar pasar kapitalis. Kaum borjuasi liberal, yang berhadapan dengan kaum buruh sebagai seorang musuh, terikat sepenuhnya pada kepemilikan tanah yang besar. Oleh karenanya pembebasan demokratik sejati dari kaum tani hanya dapat dicapai dengan kerja sama antara kaum buruh dan kaum tani. Menurut Lenin, kebangkitan bersama kaum buruh dan kaum tani melawan tatanan masyarakat yang lama, jika mencapai kemenangan, akan menuju pada pendirian “kediktatoran demokratik buruh dan tani”.

Formulasi tersebut sekarang diulang-ulang di dalam Komunis Internasional sebagai semacam dogma supra-historis, tanpa berusaha untuk menganalisa pengalaman-pengalaman sejarah seperempat abad terakhir – seolah-olah kita bukanlah saksi dan partisipan dalam Revolusi 1905, Revolusi Februari 1917 dan akhirnya Revolusi Oktober 1917. Bagaimanapun juga analisa sejarah semacam itu semakin penting karena belum pernah ada dalam sejarah sebuah rejim “kediktatoran demokratik buruh dan tani”.

Pada 1905, masalah ini bagi Lenin adalah sebuah hipotesa strategis yang masih harus diverifikasi oleh gerak nyata perjuangan kelas. Formulasi kediktatoran demokratik buruh dan tani memiliki sebuah karakter aljabar. Lenin tidak menuntaskan terlebih dahulu pertanyaan bagaimana hubungan politik antara dua elemen dalam kediktatoran demokratik tersebut: kaum proletariat dan kaum tani. Lenin tidak mengabaikan kemungkinan bahwa dalam revolusi kaum tani akan diwakili oleh sebuah partai yang mandiri – sebuah partai yang mandiri dalam makna ganda, bukan hanya dalam hubungannya dengan kaum borjuis namun juga dengan kaum proletariat – serta pada waktu yang sama mampu merealisasikan revolusi demokratik lewat aliansi dengan partai proletariat dalam perjuangan melawan kaum borjuasi liberal. Lenin bahkan mempertimbangkan kemungkinan – yang akan kita lihat nanti – bahwa partai kaum tani revolusioner dapat menjadi mayoritas dalam pemerintahan kediktatoran demokratik.

Setidaknya sejak musim gugur 1902, saat pertama kali berada di luar negeri, saya sependapat dengan Lenin mengenai pentingnya revolusi agraria bagi nasib revolusi borjuis kita. Saya setuju bahwa revolusi agraria, dan sebagai akibatnya, juga revolusi demokratik secara umum, hanya dapat dicapai lewat persatuan kekuatan buruh dan tani dalam perjuangan melawan kaum borjuasi liberal. Dan ini bertentangan dengan semua dongeng murahan dalam beberapa tahun terakhir ini. Namun saya menentang formulasi ‘kediktatoran demokratik proletariat dan tani’ karena saya melihat kekurangannya dalam menjawab: kelas mana yang akan berkuasa dan memegang kediktatoran? Saya berusaha keras untuk menunjukkan bahwa meskipun kaum tani memiliki kekuatan revolusioner dan sosial yang besar, dia tidak mampu menciptakan sebuah partai yang benar-benar mandiri dan bahkan tidak mampu mengkonsentrasikan kekuatan revolusionernya di tangan partai semacam itu. Seperti di dalam revolusi-revolusi sebelumnya, dari Reformasi Jerman pada abad ke-16[17] dan bahkan sebelumnya, kaum tani dalam pemberontakannya memberikan dukungan pada salah satu seksi kaum borjuis perkotaan dan tidak jarang memastikan kemenangan mereka. Jadi dalam revolusi borjuis kita yang telat ini, kaum tani dalam puncak perjuangannya dapat saja memberikan dukungan yang serupa kepada kaum proletar dan membantunya merebut kekuasaan. Dari sini saya menarik kesimpulan bahwa revolusi borjuis kita dapat menuntaskan tugasnya secara radikal hanya kalau kaum proletar, dengan bantuan jutaan kaum tani, terbukti mampu mengkonsentrasikan kediktatoran revolusioner ke dalam tangannya sendiri.

Apa yang akan menjadi isi sosial dari kediktatoran ini? Pertama-tama, dia harus mampu menuntaskan revolusi agraria dan rekonstruksi demokratik Negara. Dengan kata lain, kediktatoran proletariat akan menjadi alat untuk menuntaskan tugas-tugas sejarah revolusi borjuis yang telat ini. Namun persoalannya tidak hanya selesai di sini. Setelah meraih kekuasaan, kaum proletar akan dipaksa masuk lebih dalam menuju hubungan kepemilikan pribadi secara umum, yaitu untuk mengambil langkah-langkah sosialis.

“Tetapi apa kau sungguh-sungguh percaya”, tanya para Stalin, Rykov[18] dan semua Molotov[19] lainnya yang dari 1905 hingga 1917 berkali-kali keberatan, “bahwa Rusia sudah matang untuk revolusi sosialis?” Saya selalu menjawab: Tidak, saya tidak percaya. Tetapi ekonomi dunia secara keseluruhan, dan ekonomi Eropa khususnya, sepenuhnya sudah matang untuk revolusi sosialis. Apakah kediktatoran proletariat di Rusia akan menuju ke sosialisme atau tidak, serta dalam tempo apa dan melalui tahapan-tahapan seperti apa, ini semua akan tergantung pada nasib kapitalisme Eropa dan dunia.

Inilah fitur utama dari teori Revolusi Permanen pada permulaannya di awal 1905. Sejak saat itu, tiga revolusi telah terjadi. Kaum proletar Rusia naik ke tampuk kekuasaan di atas gelombang besar pemberontakan kaum tani. Kediktatoran proletariat menjadi sebuah kenyataan di Rusia lebih cepat dibandingkan negeri-negeri lain yang jauh lebih berkembang. Pada 1924, tidak lebih dari tujuh tahun semenjak prognosis historis teori Revolusi Permanen telah terbukti dengan sangat jelas, para epigone memulai serangan membabi-buta melawan teori ini, mencomot sepotong-sepotong pernyataan-pernyataan dan tanggapan-tanggapan polemik dari karya-karya saya di masa lampau, yang saat itu telah sepenuhnya saya lupakan.

Harus diingat bahwa revolusi Rusia yang pertama (Revolusi 1905) pecah lebih dari setengah abad setelah gelombang revolusi borjuis di Eropa dan 35 tahun setelah pemberontakan Komune Paris[20]. Eropa memiliki waktu untuk tumbuh terbiasa dengan revolusi. Rusia tidak memiliki pengalaman revolusi sama sekali. Semua persoalan mengenai revolusi adalah hal yang sepenuhnya baru. Tidaklah sulit untuk memahami berapa besarnya ketidaktahuan dan tebakan-tebakan mengenai revolusi Rusia di antara kita semua. Formulasi yang diajukan oleh tiap-tiap kelompok, dalam caranya masing-masing, adalah hipotesa. Seseorang pastilah tidak memiliki kemampuan untuk menganalisa sejarah dan tidak memahami metode analisa sejarah jika hari ini, setelah peristiwa Revolusi Rusia, mereka mempertimbangkan analisa-analisa dan evaluasi-evaluasi dari 1905 seolah-olah mereka ditulis kemarin hari. Saya sering mengatakan pada diri saya sendiri dan kawan-kawan saya: Saya yakin kalau analisa saya pada 1905 memiliki banyak kekurangan yang dapat dengan mudah terlihat sekarang, setelah Revolusi. Namun apakah orang-orang yang mengkritik saya hari ini mampu membuat prediksi yang lebih baik dan lebih jauh pada saat itu? Tanpa membaca ulang karya-karya lama saya, saya siap mengakui kekurangan-kekurangan mereka. Saya menjadi yakin akan hal ini pada 1928, ketika waktu luang di pengasingan di Alma-Ata[21] memberi saya kesempatan untuk membaca ulang serta mengkoreksi karya-karya lama saya mengenai masalah-masalah Revolusi Permanen. Saya berharap pembaca juga akan menjadi yakin setelah membaca halaman-halaman berikut ini.

Bagaimanapun juga, dalam batasan kata pendahuluan ini, kita perlu mengajukan setepat mungkin karakterisasi elemen-elemen penyusun dari teori Revolusi Permanen, dan keberatan-keberatan yang paling pokok terhadap teori Revolusi Permanen ini. Perselisihan ini telah begitu meluas dan mendalam sehingga sekarang ia mencakup semua masalah penting mengenai gerakan revolusioner dunia.

Revolusi Permanen, dalam penjelasan Marx, berarti sebuah revolusi yang tidak membuat kompromi dengan bentuk kekuasaan kelas apapun, revolusi yang tidak berhenti pada tahapan demokratik namun terus bergerak pada pelaksanaan langkah-langkah sosialis dan berperang melawan reaksi dari luar: yaitu, sebuah revolusi yang setiap tahapan suksesifnya berakar pada tahapan sebelumnya dan yang hanya berakhir pada likuidasi masyarakat kelas secara total.

Untuk membersihkan kekacauan yang telah diciptakan di seputar teori Revolusi Permanen, kita harus membedakan tiga garis pemikiran yang disatukan dalam teori ini.

Pertama, teori tersebut mencakup persoalan transisi dari revolusi demokratik menuju revolusi sosialis. Ini pada dasarnya adalah asal-mula historis teori tersebut.

Konsep Revolusi Permanen diajukan oleh tokoh-tokoh Komunis pada pertengahan abad ke-19, Marx dan para kawan pemikirnya, dalam pertentangannya dengan ideologi demokratik yang mengklaim bahwa dengan pendirian sebuah negara ‘rasional’ atau demokratik semua permasalahan dapat diselesaikan secara damai melalui langkah-langkah reformis atau evolusioner. Marx menganggap revolusi borjuis 1848 sebagai pengantar bagi revolusi proletariat. Marx ‘keliru’. Namun kekeliruan dia memiliki karakter faktual dan bukan metodologis. Revolusi 1848 tidak berubah menjadi revolusi sosialis. Namun karena itu pulalah revolusi tersebut tidak mencapai demokrasi. Sedangkan pada Revolusi Jerman 1918, tidak ada penuntasan demokratik dalam revolusi borjuis. Revolusi tersebut adalah revolusi proletar yang dipancung lehernya oleh kaum Sosial Demokrat; lebih tepatnya, revolusi tersebut adalah kontra-revolusi borjuis yang terpaksa menjaga bentuk demokrasi palsu setelah kemenangan atas proletariat.

‘Marxisme’ vulgar telah memunculkan sebuah pola perkembangan sejarah yang menurutnya setiap masyarakat borjuis cepat atau lambat akan membentuk sebuah rejim demokratik. Setelah rejim demokratik ini tercapai, kaum proletar di bawah kondisi demokrasi secara bertahap diorganisir dan dididik untuk sosialisme. Transisi menuju ke sosialisme ini sudah dipikirkan dalam berbagai bentuk: para reformis ini menggambarkan transisi tersebut sebagai sesuatu yang terjadi seiring kaum reformis mengisi demokrasi dengan isi sosialis (Jaurès[22]); para revolusionis formal mengakui tak-terelakannya penggunaan kekerasan revolusioner dalam transisi menuju sosialisme (Guesde[23]). Namun kedua pihak tersebut menganggap demokrasi dan sosialisme, di negeri manapun, sebagai dua tahap perkembangan masyarakat yang tidak hanya berbeda namun juga dipisahkan oleh jarak waktu yang sangat panjang. Pandangan tersebut juga mendominasi kaum Marxis Rusia yang pada periode 1905 berada di Sayap Kiri Internasionale Kedua[24]. Plekhanov, bapak Marxis Rusia, menganggap gagasan kediktatoran proletariat di Rusia sebagai sebuah khayalan. Pemikiran yang sama dibela bukan hanya oleh kaum Menshevik namun juga oleh mayoritas pemimpin Bolshevik, terutama sekali oleh pemimpin-pemimpin partai saat ini, tanpa terkecuali. Pada masa kejayaan mereka, mereka semua adalah kaum demokrat revolusioner yang tegas, namun bagi mereka persoalan revolusi sosialis, tidak hanya pada 1905 namun juga menjelang 1917, masih merupakan musik yang samar-samar dalam kejauhan.

Teori Revolusi Permanen, yang berawal pada 1905, memerangi gagasan-gagasan dan kecenderungan-kecenderungan tersebut. Teori Revolusi Permanen menjelaskan bahwa, dalam epos hari ini, tugas-tugas demokratik negeri-negeri borjuis terbelakang akan mengantarkan kita langsung ke kediktatoran proletariat, dan bahwa kediktatoran proletariat ini menempatkan tugas-tugas sosialis pada saat itu juga. Inilah gagasan utama Teori Revolusi Permanen. Sementara pandangan tradisional mengatakan bahwa jalan menuju kediktatoran proletariat harus melewati periode demokrasi yang panjang, teori Revolusi Permanen menegaskan bahwa bagi negeri-negeri terbelakang jalan menuju demokrasi adalah melalui kediktatoran proletariat. Dengan demikian demokrasi bukanlah sebuah rejim yang tetap statis selama puluhan tahun, namun hanyalah sebuah pengantar langsung menuju revolusi sosialis. Keduanya saling terkait satu sama lain oleh rantai yang tak terputuskan. Dengan demikian di antara revolusi demokratik dan revolusi sosialis terdapat sebuah perkembangan revolusioner yang bersifat permanen.

Aspek kedua dari teori ‘permanen’ berkaitan dengan revolusi sosialis. Dalam waktu yang sangat panjang dan di dalam perjuangan internal yang berkesinambungan, semua hubungan sosial mengalami transformasi. Masyarakat terus berganti kulit. Setiap tahap transformasi muncul langsung dari tahapan sebelumnya. Proses ini secara tak terelakkan akan mengambil sebuah karakter politik, yakni dia berkembang melalui benturan-benturan antara berbagai macam kelompok dalam masyarakat yang sedang bertransformasi. Pecahnya perang sipil dan perang melawan kekuatan asing diikuti oleh periode reformasi ‘damai’, lalu diikuti kembali oleh perang sipil, dan seterusnya secara bergantian. Revolusi dalam ekonomi, teknik, ilmu pengetahuan, keluarga, moral dan kehidupan sehari-hari berkembang di dalam aksi timbal-balik yang kompleks dan tidak memungkinkan masyarakat mencapai keseimbangan. Di situlah terdapat karakter permanen dari revolusi sosialis.

Karakter internasional dari revolusi sosialis, yang menyusun aspek ketiga dari teori Revolusi Permanen, muncul dari kondisi ekonomi dan struktur sosial masyarakat hari ini. Internasionalisme bukanlah prinsip yang abstrak namun ia merupakan sebuah refleksi teoritis dan politik dari karakter ekonomi dunia, dari perkembangan kekuatan-kekuatan produksi dunia dan perjuangan kelas skala dunia. Revolusi sosialis dimulai dari pondasi nasional – namun tidak dapat dituntaskan di dalam pondasi tersebut. Berjalannya revolusi proletariat di dalam kerangka nasional hanya merupakan sebuah kondisi sementara, meskipun seperti yang ditunjukkan oleh pengalaman Uni Soviet kondisi sementara ini dapat berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Dalam kediktatoran proletariat yang terisolasi, kontradiksi-kontradiksi internal dan eksternal niscaya tumbuh seiring dengan keberhasilan-keberhasilan yang dicapainya. Jika dia tetap terisolasi, negara proletar pada akhirnya akan menjadi korban dari kontradiksi-kontradiksi tersebut. Jalan keluar dari kontradiksi-kontradiksi tersebut hanya terdapat pada kemenangan proletariat di negeri-negeri maju. Dilihat dari sudut pandang tersebut, revolusi nasional tidaklah cukup; dia hanyalah satu mata rantai dari rantai internasional. Revolusi internasional merupakan sebuah proses permanen, walaupun ia mengalami kemunduran-kemunduran yang sementara.

Meski tidak selalu jelas, perlawanan para epigone diarahkan melawan tiga aspek teori Revolusi Permanen ini. Dan bagaimana mungkin tidak, ketika ini adalah tiga aspek yang saling bertautan dalam satu kesatuan? Para epigone secara mekanik memisahkan kediktatoran demokratik dan sosialis. Mereka memisahkan revolusi sosialis nasional dari internasional. Mereka menganggap bahwa penaklukan kekuasaan di dalam batasan nasional bukanlah tindakan awal namun tindakan akhir dari revolusi; setelah itu diikuti periode reformasi menuju masyarakat sosialis nasional. Pada 1905, mereka bahkan tidak menyetujui gagasan bahwa kaum proletar dapat menaklukan kekuasaan di Rusia lebih dahulu dibandingkan Eropa Barat. Pada 1917, mereka berkhotbah mengenai revolusi demokratik yang mandiri di Rusia dan menolak kediktatoran proletariat. Pada 1925-27, mereka mengarahkan revolusi di Cina ke arah revolusi nasional di bawah kepemimpinan borjuis nasional. Kemudian, mereka menyerukan slogan kediktatoran buruh dan tani di Cina, dan menentang slogan kediktatoran proletariat. Mereka memproklamirkan kemungkinan pembangunan sebuah masyarakat sosialis yang terisolasi dan mandiri di Uni Soviet. Bagi mereka revolusi dunia hanyalah sebuah kondisi yang menguntungkan, ketimbang sebuah kondisi yang dibutuhkan untuk kemenangan mutlak revolusi. Perpecahan yang mendalam dengan Marxisme dicapai oleh para epigone dalam proses perjuangan permanen melawan teori Revolusi Permanen.

Konflik ini, yang dimulai dengan membangkitkan kembali secara artifisial masalah-masalah masa lalu dan memalsukan sejarah, menuju pada transformasi total cara pandang dunia dari strata penguasa mengenai revolusi. Kita telah berulang-kali menerangkan bahwa evaluasi ulang terhadap nilai-nilai revolusi ini dilakukan di bawah pengaruh kebutuhan sosial dari kaum birokrasi Soviet; yakni birokrasi yang menjadi semakin konservatif, yang mengejar stabilitas nasional dan menuntut bahwa revolusi yang telah dicapai, yakni revolusi yang sudah menjamin privilese bagi kaum birokrasi, sudah cukup untuk pembangunan sosialisme secara damai. Kami tidak ingin kembali pada tema ini di sini. Cukup untuk dicatat bahwa birokrasi ini sangat sadar akan hubungan posisi material dan ideologis-nya dengan teori sosialisme nasional. Ini diekspresikan dengan sembrono saat ini, kendati, atau lebih tepatnya disebabkan karena mesin pemerintah Stalinis, di bawah tekanan kontradiksi-kontradiksi yang tidak diperkirakannya, dipaksa berayun ke kiri dan menghantarkan pukulan yang cukup besar terhadap Sayap Kanan yang dulu memberikannya inspirasi. Kebencian para birokrat terhadap kelompok Oposisi Marxis[25], yang slogan dan argumentasinya mereka pinjam secara serampangan, seperti yang kita ketahui, tidaklah berkurang sama sekali. Kaum Oposisi yang memohon supaya mereka diterima kembali ke dalam partai untuk mendukung jalan industrialisasi, dsb, dituntut oleh birokrasi Stalinis, pertama dan terutama, untuk mengutuk teori Revolusi Permanen, dan mengakui, bahkan jika secara tidak langsung, teori sosialisme di satu negeri. Hal ini mengungkapkan karakter taktikal dari gerak ke kiri birokrasi Stalinis, sambil mempertahankan pondasi nasional-reformisnya yang bersifat strategis. Kita tidak perlu lagi menjelaskan ini; bahwa di dalam politik seperti di dalam perang, taktik pada akhirnya adalah subordinat terhadap strategi.

Konflik ini telah melewati batasan perjuangan melawan ‘Trotskisme'. Perlahan-lahan meluas, konflik ini sekarang telah mencakup semua permasalahan revolusi di dunia. Revolusi Permanen atau sosialisme di satu negeri – pilihan ini mencakup masalah-masalah internal Uni Soviet, prospek-prospek revolusi di Timur, dan pada akhirnya, nasib Komunis Internasional secara keseluruhan.

Karya ini tidak menganalisa permasalahan ini dari semua sisi; kita tidak perlu mengulang apa yang telah tertulis di dalam karya-karya lainnya. Dalam “Criticism of the Draft Program of the Communist International”, saya telah membongkar secara teoritis bahwa sosialisme nasional tidaklah dapat dipertahankan secara ekonomi dan politik. Para teoritikus Komintern tetap bungkam mengenai hal ini. Bungkam memang satu-satunya hal yang bisa mereka lakukan. Di dalam buku ini, di atas segalanya, saya memulihkan teori Revolusi Permanen seperti ketika diformulasikan pada 1905 berkaitan dengan masalah-masalah internal revolusi Rusia. Saya menunjukkan dalam persoalan apa posisi saya sebetulnya berbeda dengan posisi Lenin, serta bagaimana dan kenapa dalam setiap situasi yang menentukan posisi saya bertepatan dengan posisi Lenin. Akhirnya, saya berusaha mengungkapkan pentingnya teori Revolusi Permanen bagi proletariat di negeri-negeri terbelakang dan oleh karena itu bagi Komunis Internasional secara keseluruhan.

Tuduhan-tuduhan apa saja yang telah dilontarkan oleh para epigone ini untuk melawan teori Revolusi Permanen? Jika kita singkirkan kontradiksi-kontradiksi dari para kritikus saya, maka secara keseluruhan tulisan mereka dapat direduksi menjadi beberapa proposisi sebagai berikut:

  1. Trotsky mengabaikan perbedaan antara revolusi borjuis dan revolusi sosialis. Pada 1905 Trotsky telah mengganggap bahwa proletariat Rusia secara langsung dihadapkan dengan tugas-tugas revolusi sosialis.
  2. Trotsky sepenuhnya melupakan persoalan agraria. Baginya, kaum tani tidaklah eksis. Dia membayangkan revolusi sebagai satu pertempuran antara proletariat dan Tsarisme.
  3. Trotsky tidak percaya bahwa kaum borjuasi dunia akan mentolerir sedetikpun keberadaan kediktatoran proletariat Rusia, dan percaya bahwa keruntuhan kediktatoran proletariat tidak dapat dihindari kecuali jika kaum proletar di Barat mengambil kekuasaan dengan cepat dan memberikan bantuan kepada kita. Oleh karena itu Trotsky meremehkan tekanan kaum proletar Eropa Barat terhadap kaum borjuasinya sendiri.
  4. Trotsky secara umum tidak percaya kepada kekuatan kaum proletar Rusia, kepada kemampuannya untuk membangun sosialisme secara mandiri; dan itulah mengapa dia meletakkan dan terus meletakkan seluruh harapannya pada revolusi internasional.

Tema-tema di atas bukan hanya terdapat di dalam tulisan-tulisan dan pidato-pidatonya Zinoviev, Stalin, Bukharin dan yang lainnya, namun juga diformulasikan di dalam resolusi-resolusi Partai Komunis Uni Soviet dan Komunis Internasional yang paling tinggi. Dan meskipun begitu, kita harus mengatakan bahwa kritik-kritik ini berdasarkan ketidakjujuran dan kebodohan.

Dua poin pertama dari kritik-kritik tersebut, seperti akan kita lihat nanti, adalah keliru sampai ke akar-akarnya. Tidak, saya memulai justru dari karakter demokratik borjuis dari revolusi Rusia dan tiba pada kesimpulan bahwa dalamnya krisis agraria dapat mendorong proletariat di Rusia yang terbelakang untuk mengambil kekuasaan. Betul, ini adalah gagasan yang saya pertahankan pada permulaan Revolusi 1905. Ini adalah gagasan yang digambarkan oleh penamaan revolusi sebagai ‘permanen’, yaitu sebuah revolusi yang tidak terinterupsi, sebuah revolusi yang langsung bergerak dari tahapan borjuis ke sosialis. Untuk mengekspresikan ide yang sama, Lenin kemudian menggunakan ekspresi yang luar biasa: yakni revolusi borjuis yang tumbuh menuju revolusi sosialis. setelah kematian Lenin (pada 1924), konsepsi ‘tumbuh menuju’ oleh Stalin dipertentangkan dengan Revolusi Permanen, yang digambarkan oleh Stalin sebagai sebuah lompatan langsung dari otokrasi ke sosialisme. ‘Teoritikus’ yang tidak-bermasa-depan ini bahkan tidak mencoba untuk mempertimbangkan: Apa yang dimaksudkan dengan ke-permanen-an dari revolusi, yaitu, perkembangannya yang tidak terinterupsi, jika semua yang dimaksudkan hanya sekedar lompatan?

Mengenai tuduhan ketiga, ini didikte oleh kepercayaan (yang berumur pendek) dari para epigone terhadap kemungkinan menetralisir kaum borjuasi imperialis untuk waktu yang tidak terbatas dengan bantuan tekanan kaum proletar yang terorganisir “secara cerdik”. Pada 1924-27, ini adalah gagasan utama Stalin. Komite Anglo-Rusia[26] adalah hasilnya. Kekecewaan terhadap kemungkinan untuk mengikat tangan dan kaki kaum borjuasi dunia dengan bantuan Purcell[27], Radic[28], LaFollette[29] and Chiang Kai-shek[30] berujung pada ketakutan yang besar akan bahaya perang. Komintern masih melalui periode ini.

Keberatan keempat terhadap teori Revolusi Permanen sebenarnya hanya mengatakan bahwa saya pada 1905 tidak mendukung teori sosialisme di satu negeri, teori yang pertama kali diciptakan oleh Stalin untuk birokrasi Soviet pada 1924. Tuduhan ini adalah sebuah keanehan historis. Seseorang mungkin dapat percaya bahwa lawan-lawan saya, bila mereka berpikir secara politik pada 1905, mendukung gagasan bahwa Rusia telah matang untuk sebuah revolusi sosialis independen. Namun sebenarnya, dalam periode 1905-17, mereka tanpa henti menuduh saya sebagai utopis karena saya mempertimbangkan kemungkinan bahwa proletariat Rusia dapat merebut kekuasaan sebelum proletariat Eropa Barat. Kamenev dan Rykov menuduh Lenin sebagai utopis pada April 1917. Mereka menjelaskan kepada Lenin dalam kata-kata yang sederhana bahwa revolusi sosialis harus pertama kali dicapai di Inggris dan di negeri-negeri maju lainnya sebelum tercapai di Rusia. Cara pandang yang sama juga dipertahankan oleh Stalin, hingga 4 April 1917. Hanya dengan perlahan-lahan dan dengan penuh kesulitan dia mengadopsi formula Leninis tentang kediktatoran proletariat yang berbeda dengan kediktatoran demokratik. Pada musim semi 1924, Stalin masih mengulangi apa yang dikatakan oleh orang lain kepadanya: Rusia, dengan sendirinya, tidak matang untuk pembangunan sebuah masyarakat sosialis. Pada musim gugur 1924, Stalin, dalam perjuangannya melawan teori Revolusi Permanen, untuk pertama kalinya menemukan kemungkinan pembangunan sebuah sosialisme yang terisolasi di Rusia. Hanya setelah itulah profesor-profesor Merah mengumpulkan kutipan-kutipan untuk Stalin yang menuduh bahwa Trotsky pada 1905 percaya – alangkah buruknya! – bahwa Rusia hanya dapat mencapai sosialisme dengan bantuan kaum proletar Barat.

Jika seseorang mengambil sejarah perjuangan ideologis selama seperempat abad ini, memotongnya menjadi bagian-bagian kecil, mencampur aduk mereka dalam satu wadah dan kemudian menyuruh seorang buta untuk merakitnya kembali, kekacauan historis dan teoritis yang dihasilkan oleh orang buta ini tidak akan lebih kacau dari apa yang disajikan oleh para epigone kepada para pendengar dan pembaca mereka.

Untuk menerangkan hubungan antara persoalan-persoalan kemarin dengan persoalan-persoalan hari ini, seseorang harus mengingat, bahkan jika hanya secara umum, apa yang telah dilakukan oleh Komintern, yaitu Stalin dan Bukharin, di Cina.

Dengan argumentasi bahwa Cina dihadapkan pada revolusi pembebasan nasional, peran kepemimpinan revolusi pada 1924 diserahkan kepada kaum borjuasi Cina. Partai borjuis nasional, Kuomintang[31], secara resmi diakui sebagai partai yang memimpin revolusi. Bahkan pada 1905 kaum Menshevik Rusia tidak bertindak sejauh itu dalam hubungannya dengan partai Kadet (partai borjuis liberal di Rusia).

Namun kepemimpinan Komintern tidak berhenti di situ saja. Mereka memaksa Partai Komunis Cina untuk masuk ke dalam Kuomintang dan tunduk pada disiplinnya. Dalam telegram khusus dari Stalin, kaum Komunis Cina didesak untuk membatasi gerakan agraria. Para buruh dan kaum tani yang bangkit memberontak dilarang untuk membentuk soviet-sovietnya sendiri supaya tidak mengasingkan Chiang Kai-shek, yang dibela oleh Stalin dari serangan Kaum Oposisi sebagai seorang “sekutu yang dapat diandalkan” pada saat pertemuan partai di Moskow di awal April 1927, yaitu, berapa hari sebelum kudeta kontra revolusioner di Shanghai.

Subordinasi Partai Komunis Cina terhadap kepemimpinan borjuis dan larangan terhadap pembentukan soviet-soviet (Stalin dan Bukharin berpendapat bahwa Kuomintang adalah “pengganti” soviet-soviet) adalah pengkhianatan terhadap Marxisme yang lebih besar dan lebih mencolok ketimbang semua yang dilakukan oleh kaum Menshevik pada 1905-1917.

Setelah kudeta oleh Chiang Kai-shek pada April 1927, sebuah sayap kiri Kuomintang di bawah kepemimpinan Wang Ching-Wei[32] pecah dari Kuomintang. Wang Ching-wei dengan cepat dipuji di koran Pravda sebagai sekutu yang dapat dipercaya. Secara fundamental, Wang Ching-wei memiliki hubungan yang sama dengan Chiang Kai-shek seperti hubungan antara Kerensky[33] dengan Milyukov[34]. Perbedaannya di Cina adalah bahwa Milyukov dan Kornilov[35] disatukan dalam satu orang, yaitu Chiang Kai-shek.

Setelah April 1927, partai Komunis Cina diperintahkan untuk masuk ke dalam Kuomintang “Kiri” dan untuk tunduk pada disiplin Kerensky Cina ini (Wang Ching-wei) ketimbang mempersiapkan perang terbuka melawannya. Wang Ching-wei “yang dapat dipercaya” ini menghancurkan Partai Komunis dan bersama dengannya gerakan buruh dan tani; sama brutalnya dengan apa yang dilakukan oleh Chiang Kai-shek, yang sebelumnya disebut sebagai sekutu yang dapat dipercaya oleh Stalin

Meskipun Menshevik mendukung Milyukov pada 1905 dan setelahnya, mereka tidak pernah masuk ke dalam partai liberal. Meskipun Menshevik bergandeng tangan dengan Kerensky pada 1917, mereka masih punya organisasinya sendiri. Kebijakan Stalin di Cina adalah sebuah karikatur buruk dari Menshevisme. Beginilah bab pertama dan bab yang paling penting dari Komintern.

Setelah konsekuensi tak-terelakkan dari malapetaka ini – yakni penurunan drastis dari gerakan buruh dan tani, demoralisasi dan perpecahan di dalam Partai Komunis – kepemimpinan Komintern memberikan perintah: “Belok ke Kiri!” dan menuntut transisi secepatnya menuju pemberontakan bersenjata buruh dan tani. Hingga kemarin Partai Komunis Cina yang masih muda ini, yang baru saja dihancurkan dan dilumpuhkan, masih berfungsi sebagai ban serep untuk Chiang Kai-shek dan Wang Ching-wei, dan sebagai akibatnya tidak memiliki pengalaman politik yang mandiri. Dan sekarang tiba-tiba partai ini diperintahkan untuk memimpin kaum buruh dan tani – yang hingga kemarin oleh Komintern ditahan di bawah bendera Kuomintang – dalam sebuah pemberontakan bersenjata melawan Kuomintang, yang pada saat bersamaan telah memiliki waktu untuk mengkonsentrasikan kekuasaan dan tentara di tangannya. Dalam waktu 24 jam sebuah soviet fiktif dibentuk di Guangdong. Sebuah pemberontakan bersenjata, yang dijadwalkan sebelum pembukaan Kongres Kelima Belas Partai Komunis Uni Soviet, mengekspresikan secara bersamaan heroisme kaum buruh Cina yang maju serta kriminalitas para pemimpin Komintern. Petualangan-petualangan yang lebih kecil terjadi sebelum dan sesudah pemberontakan Guangdong. Inilah bab kedua dari strategi Komintern di Cina. Ini adalah karikatur terburuk dari Bolshevisme. Para liberal-oportunis dan avonturis telah menghancurkan Partai Komunis Cina, yang bahkan dengan kebijakan yang tepat akan butuh waktu bertahun-tahun untuk pulih.

Kongres Keenam Komintern memformulasikan sebuah neraca perimbangan dari semua peristiwa yang telah terjadi di Cina. Kongres ini memberikannya persetujuan sepenuhnya. Ini tidaklah mengejutkan, karena Kongres ini memang diselenggarakan untuk tujuan tersebut. Ke depannya, Kongres ini memajukan slogan “kediktatoran demokratik proletariat dan tani”. Bagaimana kediktatoran ini akan berbeda dengan kediktatoran Kuomintang Kanan atau Kiri di satu sisi, dan kediktatoran proletariat di sisi yang lainnya – hal ini tidak dijelaskan kepada para Komunis Cina. Ini juga mustahil dijelaskan.

Kongres Keenam menyerukan slogan kediktatoran demokratik dan pada saat yang sama mengutuk slogan-slogan demokratik sebagai sesuatu yang tidak dapat diterima (majelis konstituante, hak pilih universal, kebebasan berpendapat dan kebebasan pers, dsb), dan oleh karena itu Komintern sepenuhnya melucuti Partai Komunis Cina di hadapan kediktatoran oligarki militer. Selama bertahun-tahun, kaum Bolshevik Rusia telah memobilisasi buruh dan kaum tani dengan slogan-slogan demokratik. Slogan-slogan demokratik memainkan peran besar pada 1917. Hanya setelah kekuasaan Soviet telah lahir dan berbenturan secara politik dengan Majelis Konstituante, yang tak-terdamaikan dan mendapat perhatian dari seluruh rakyat, maka barulah partai kita melikuidasi institusi-institusi dan slogan-slogan demokrasi formal (demokrasi borjuis) dengan mengedepankan demokrasi soviet yang sejati, yakni demokrasi proletar.

Kongres Keenam Komintern, di bawah kepemimpinan Stalin dan Bukharin, menjungkirbalikkan semua ini. Di satu sisi mereka menganjurkan slogan kediktatoran “demokratik” dan bukan “proletar” untuk Partai Komunis Cina. Namun di sisi yang lain, mereka melarang penggunaan slogan-slogan demokratik untuk mempersiapkan kediktatoran tersebut. Partai Komunis Cina tidak hanya dilucuti namun juga ditelanjangi. Dengan tujuan menghibur, Partai Komunis Cina akhirnya diijinkan di dalam periode dominasi kontra-revolusioner yang luas untuk menggunakan slogan soviet, sebuah slogan yang sebelumnya dilarang sepanjang masa kebangkitan revolusi. Seorang pahlawan dalam dongeng Rusia yang sangat populer menyanyikan lagu-lagu pernikahan saat pemakaman dan himne pemakaman saat pernikahan. Dia dipukuli di kedua acara tersebut. Jika ini hanya permasalahan memukuli ahli-ahli strategi Komintern, kita mungkin bisa menerimanya.. Namun sebenarnya ada hal yang jauh lebih besar yang dipertaruhkan di sini. Ini berkaitan dengan nasib kaum proletar. Taktik-taktik Komintern adalah sebuah sabotase yang tak-sadar, tapi terorganisir, terhadap Revolusi Cina. Sabotase ini sukses karena kebijakan Menshevik Kanan pada 1924-27 disamari oleh Komintern dengan otoritas Bolshevisme, dan pada saat yang sama dilindungi oleh kekuasaan Soviet dari kritik Oposisi Kiri dengan mesin represinya yang perkasa.

Sebagai akibatnya, kita saksikan penuntasan eksperimen strategi Stalinis, yang dimulai dari awal hingga akhir di bawah bendera perjuangan melawan Revolusi Permanen. Oleh karena itu cukup wajar kalau ahli teori Stalinis yang terutama yang memformulasikan gagasan subordinasi Partai Komunis Cina terhadap Kuomintang borjuis-nasional adalah Martynov[36]. Martynov yang sama ini adalah anggota Menshevik yang mengkritik teori Revolusi Permanen dari 1905 hingga 1923, tahun dimana dia mulai memenuhi misi historisnya di dalam jajaran Bolshevisme.

Fakta-fakta penting mengenai asal mula karya ini akan dibahas pada bab pertama. Di Alma-Ata saya, dengan tidak terburu-buru, sedang mempersiapkan sebuah karya polemik teoritis terhadap para epigone. Teori Revolusi Permanen akan menempati bagian yang besar dalam karya tersebut. Ketika sedang menulis buku ini, saya menerima manuskrip karya Radek[37] yang ditulisnya untuk membantah Revolusi Permanen dengan menggunakan garis strategi Lenin. Radek perlu menulis karya yang tak terduga ini karena dia sendiri terlibat dalam kebijakan Cina-nya Stalin: Radek (bersama dengan Zinoviev) membela subordinasi Partai Komunis Cina kepada Kuomintang bukan hanya sebelum kudeta Chiang Kai-shek namun juga setelahnya.

Untuk menyediakan basis bagi perbudakan kaum proletar pada kaum borjuasi, Radek tentu saja mengutip perlunya aliansi dengan kaum tani dan bahwa saya “meremehkan” aliansi tersebut. Mengikuti Stalin, dia juga membela kebijakan Menshevik dengan fraseologi Bolshevik. Dengan formula kediktatoran demokratik proletariat dan tani-nya Stalin, Radek sekali lagi menutupi fakta bahwa kaum proletar Cina telah dialihkan dari perjuangan mandiri untuk merebut kekuasaan sebagai pemimpin massa tani. Ketika saya mengekspos kedok ideologis tersebut, Radek merasa harus membuktikan bahwa perjuangan saya melawan oportunisme yang menyamar dengan kutipan-kutipan Lenin pada kenyataannya merupakan kontradiksi antara teori Revolusi Permanen dan Leninisme. Radek, yang berbicara sebagai pengacara untuk membela dosa-dosanya sendiri, mengubah pidatonya menjadi tuduhan dari seorang jaksa agung terhadap Revolusi Permanen. Ini hanyalah jembatan baginya untuk berkapitulasi pada Stalin. Saya punya banyak alasan untuk mencurigai ini karena Radek, beberapa tahun sebelumnya, telah berencana menulis sebuah brosur yang membela Revolusi Permanen. Biarpun begitu, saya tidak akan mengabaikan Radek. Saya mencoba menjawab artikelnya dengan jujur dan kategorikal, tanpa pada saat yang sama mencegah kemundurannya. Saya menerbitkan balasan saya untuk Radek seperti yang tertulis, mengisinya dengan beberapa catatan penjelasan dan koreksi tatabahasa.

Artikel Radek tidak diterbitkan di koran, dan saya percaya artikel tersebut tidak akan diterbitkan, karena dengan bentuk seperti yang tertulis pada 1928, artikel tersebut tidak akan lolos dari sensor Stalin. Bahkan bagi Radek sendiri artikel tersebut akan menjadi sangat fatal hari ini, karena artikel tersebut akan memberikan sebuah gambaran yang jelas mengenai evolusi ideologinya, yang sangat mengingatkan kita akan “evolusi” seseorang yang melempar dirinya sendiri dari lantai enam sebuah gedung.

Bab pertama karya ini cukup menjelaskan mengapa Radek mendapatkan porsi yang besar di sini, lebih dari yang seharusnya dia dapat. Radek tidak memunculkan satupun argumentasi baru untuk melawan teori Revolusi Permanen. Dia maju ke depan hanya sebagai epigone dari para epigone. Para pembaca oleh karenanya direkomendasikan untuk melihat Radek tidak hanya sebagai Radek, namun Radek sebagai perwakilan dari sebuah kelompok tertentu, dimana dia membeli keanggotaan untuk masuk ke dalam kelompok tersebut dengan bayaran menyangkal Marxisme. Jika Radek secara pribadi merasa bahwa terlalu banyak beban yang harus dipikulnya akibat karya ini, maka dia harus dengan caranya sendiri menyerahkannya kepada para epigone-epigoneyang lebih cocok. Itu adalah urusan internal kelompok mereka. Bagi saya, saya sama sekali tidak keberatan.

Bermacam-macam kelompok dari Partai Komunis Jerman telah meraih kursi kepemimpinan atau berusaha untuk mendapatkannya dengan menunjukkan kualifikasi kepemimpinan mereka, yakni dengan cara mengkritik Revolusi Permanen. Namun keseluruhan kritik tersebut, yang muncul dari Maslow[38], Thalheimer[39] dan yang lainnya, sangat menyedihkan dan bahkan tidak pantas dijawab. Para Thaelmann[40], Remmele[41] dan para pemimpin lainnya yang ditunjuk, bahkan membawa konflik ini ke dalam tingkatan yang lebih rendah. Semua kritik mereka menunjukkan bahwa mereka tidak mampu memahami duduk permasalahan Revolusi Permanen. Untuk alasan ini, saya akan mengabaikan mereka. Setiap orang yang tertarik pada kritik teoritis Maslow, Thalheimer dan yang lainnya, setelah membaca buku ini dapat membaca tulisan mereka dan menyaksikan kebodohan dan ketidakjujuran para penulis ini. Ini akan menjadi hasil sampingan dari karya yang saya tawarkan kepada para pembaca.

L. TROTSKY. Prinkipo[42], 30 November 1929.


Catatan

[1] Yang dimaksud adalah Revolusi 1905, Revolusi Februari 1917, dan Revolusi Oktober 1917

[2] Revolusi Cina pada 1927 diremukkan oleh Partai Kuomintang di bawah kepemimpinan Chiang Kai-shek. Para komunis Cina diperintahkan oleh Komintern untuk bersekutu dengan kaum borjuis nasional progresif di Partai Kuomintang. Stalin, dengan revolusi dua tahapnya, mengatakan bahwa saat ini tahapan revolusi di Cina adalah revolusi demokratik nasional di bawah kepemimpinan Kuomintang, sehingga kaum komunis harus memberikan dukungan penuh kepada Kuomintang. Kaum komunis Cina lalu dikhianati. Ribuan anggota mereka dibantai Kuomintang. Gerakan komunis dan buruh diremukkan. Masalah Revolusi Cina adalah isu utama dalam perdebatan antara teori Revolusi Permanen Trotsky dan teori revolusi dua tahap Stalin.

[3] Epigone, yang berarti pengikut atau peniru. Trotsky memakai istilah ini untuk merujuk pada para pengikut Stalin yang memalsukan sejarah Revolusi Rusia, dan lebih luasnya pada mereka-mereka yang menyatakan kesetiaan mereka kepada revolusi tetapi tidak memahami sama sekali dan tidak memiliki komitmen sama sekali pada gagasan yang menjadi pondasi revolusi tersebut.

[4] Gregory Zinoviev (1883-1936) adalah seorang Bolshevik Tua. Bersama Lenin dan Kamenev, mereka membangun Bolshevik sejak awal. Dengan Stalin dan Kamenev, ia menentang Trotsky pada 1923. Setelah sadar bahwa bahaya sesungguhnya di dalam Partai adalah Stalin dan kaum biokrasi, ia lalu bersatu dengan Trotsky untuk melawan Stalin pada 1926-27. Oposisi Kiri ini kalah dalam perjuangannya melawan Stalin dan birokrasi. Ia dipecat dari partai pada 1927, tetapi kemudian menyerah pada Stalin dan diijinkan masuk kembali ke dalam Partai. Dipecat lagi pada 1932, dia lalu dihukum 10 tahun penjara. Pada 1935, Zinoviev diadili di dalam Pengadilan Moskow dan dihukum eksekusi.

[5] Josef Stalin (1879-1953) menjadi anggota Bolshevik pada 1903. Setelah Revolusi Oktober, Stalin terpilih untuk menduduki posisi Komisar Untuk Masalah Kebangsaan. Sepanjang perang sipil, jabatan Stalin menanjak melalui manuver birokratik. Pada 1922, dia mendapatkan suara mayoritas untuk menjadi Sekretaris Umum Partai Komunis. Pada tahun yang sama Lenin menyerukan penggantiannya karena merasa Stalin telah memusatkan terlalu banyak kekuasaan. Lenin menjelaskan hal tersebut dalam tulisan yang dikenal sebagai “Lenin's Last Testament”. Setelah kematian Lenin pada 1924, gelombang reaksi melanda seluruh pemerintahan Soviet. Stalin memperkenalkan teori sosialisme di satu negeri, dimana dia menjelaskan bahwa sosialisme dapat dicapai oleh satu negeri tunggal. Pada 1927, setelah bertahun-tahun manuver birokratik, para anggota Oposisi Kiri yang dipimpin Trotsky dipecat dari partai dan dideportasi besar-besaran. Dari 1934 hingga 1939 Stalin memerintahkan serangkaian eksekusi dan pemenjaraan terhadap puluhan ribu hingga ratusan ribu pendukung Trotsky dan mereka-mereka yang dicurigai sebagai pendukung Trotsky.

[6] Nikholai Bukharin (1888-1938) bergabung dengan Bolshevik pada 1906. Dia adalah salah satu teoritis utama Partai Bolshevik dalam bidang ekonomi. Saat perseteruan antara Trotsky (Oposisi Kiri) dan Stalin, Bukharin yang memimpin faksi Oposisi Kanan membuat blok dengan Stalin untuk melawan Trotsky. Bukharin, pada masa Kebijakan Ekonomi Baru, mengedepankan teori pembangunan sosialisme dengan “tempo kura-kura” dan juga mendukung para petani kaya. Dialah yang pertama kali memformulasikan tesis “sosialisme di satu negeri”, yang lalu diadopsi oleh Stalin dan birokrasi. Gagasan “tempo kura-kura” ini didukung oleh Stalin, dan ditentang oleh Trotsky yang mengatakan bahwa diperlukan program industrialisasi yang cepat dengan rencana lima tahun. Setelah Oposisi Kiri kalah dan dipecat pada 1927, Stalin berbalik menyerang Oposisi Kanan dan memecat Bukharin pada 1929. Stalin dan birokrasi berbalik arah mengecam pembangunan sosialisme dengan “tempo kura-kura”, dan mencanangkan program industrialisasi luas dan kolektivisasi paksa. Bukharin, seperti banyak lawan Stalin lainnya, menyerah pada Stalin dan diterima masuk kembali. Namun akhirnya Bukharin diadili dengan tuduhan fitnah pada 1938, dan dieksekusi.

[7] Bolshevik Tua atau Pelopor Bolshevik Tua adalah sebutan bagi kader-kader tua yang telah bergabung dengan Bolshevik sejak awal, yakni jauh sebelum Revolusi Oktober 1917.

[8] Revolusi Oktober adalah revolusi sosialis pertama di dunia yang berhasil meletakkan kaum buruh di tampuk kekuasaan dan menghapus kapitalisme. Pada 24-25 Oktober 1917, kaum Bolshevik di bawah pimpinan Lenin dan Trotsky, dengan dukungan Soviet-soviet, menumbangkan Pemerintahan Sementara dan mendirikan negara buruh.

[9] Revolusi Februari adalah Revolusi Rusia yang terjadi pada 24-27 Februari 1917 dimana kerajaan Tsar ditumbangkan dan digantikan oleh kekuasaan ganda Soviet dan Pemerintahan Sementara.

[10] Tesis April adalah tesis yang dibacakan oleh Lenin pada dua pertemuan All-Russia Conference of Soviets of Workers and Soldiers Deputies pada 4 April 1917, setelah dia kembali ke Rusia. Tesis tersebut berisi program-program yang harus dijalankan oleh Soviet, tugas-tugas Bolsheviks serta menekankan pengambilalihan kekuasaan dari Pemerintahan Sementara ke Soviet-soviet. Tesis ini diformulasikan oleh Lenin untuk mempersenjatai ulang Partai Bolshevik, yang sebelumnya mengambil posisi mendukung Pemerintahan Sementara.

[11] Leon Kamenev (1883-1936) adalah anggota pendiri Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia dan setelah perpecahan bergabung dengan Bolshevik. Kamenev juga adalah teman lama Lenin. Pada 1923 Kamenev bergabung bersama Stalin dan Zinoviev membentuk troika untuk melawan Trotskisme. Tiga tahun kemudian Kamenev membentuk sebuah blok Oposisi Kiri (1926-27) bersama Trotsky untuk melawan Stalinisme. Sebagai akibatnya, Kamenev dipecat dari partai pada 1927. Setelah menyerah pada Stalin, Kamenev masuk kembali ke partai pada 1928. Pada 1932, Kamenev dikeluarkan kembali, namun kembali meminta pengampunan kepada Stalin untuk dapat masuk kembali ke Partai, dan kemudian dimaafkan. Tiga tahun kemudian, Kamenev dihukum penjara 10 tahun atas konspirasi untuk membunuh Stalin. Pada Pengadilan Moskow tahun 1936, ia dihukum mati

[12] Narodnik adalah gerakan revolusioner Rusia pada 1860an dan 1870an. Gerakan ini dimotori oleh kaum muda dan intelektual dari kota-kota, yang percaya bahwa kaum tani adalah kelas revolusioner yang akan menggulingkan monarki, menganggap komune desa sebagai embrio Sosialisme. Gerakan ini menemui kegagalan besar, dan lalu berkembang menjadi gerakan terorisme yang berusaha menggulingkan monarki Tsar dengan pembunuhan terhadap petinggi-petinggi negara.

[13] Georgi Plekhanov (1856-1918) adalah Bapak Marxisme Rusia. Dia adalah salah satu pendiri organisasi Marxis pertama di Rusia: Kelompok Emansipasi Buruh. Dianggap oleh Lenin sebagai gurunya, dia pada akhirnya berseberangan dengan Lenin mengenai masalah Revolusi Rusia 1917, dan menentang Revolusi Oktober.

[14] Pavel Axelrod (1850-1928) adalah salah satu pendiri Kelompok Emansipasi Buruh, yang bersama Plekhanov adalah pelopor gerakan Marxis awal di Rusia. Saat perpecahan Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia, dia bergabung dengan faksi Menshevik.

[15] Vera J. Zasulich (1851-1919) bergabung dengan Narodniksaat muda. Bersama dengan Plekhanov, dia menjadi pendiri kelompok Marxis pertama dalam gerakan buruh Rusia. Dia juga yang pertama memulai perjuangan melawan Narodnik. Bersama dengan Lenin dan Plekhanov dia menjadi editor koran Iskra. Dia kemudian bergabung dengan Menshevik.

[16] Yuli Martov (1873-1923) adalah pemimpin Menshevik. Awalnya dia bekerja sama dengan Lenin dalam menerbitkan koran Iskra. Ia akhirnya pecah dengan Lenin pada 1903, dimana dia berdiri di sisi Menshevik dan Lenin di sisi Bolshevik. Perpecahan ini awalnya hanya bersifat organisasional, yakni Martov ingin Partai Buruh Sosial Demokrasi Rusia bersifat luas dan tidak ketat keanggotaannya. Sementara Lenin ingin agar Partai keanggotaannya ketat dan selektif. Perlahan-lahan perbedaan politik juga mencuat, dimana Menshevik percaya dengan teori dua-tahap, yakni Rusia harus terlebih dahulu menjadi negara kapitalis baru bisa menuju sosialisme.

[17] Baca Frederick Engels, “The Peasant War in Germany”, 1850

[18] Alexei Rykov (1881-1938) adalah anggota Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia sejak 1899. Rykov terpilih menjadi Komisaris Dalam Negeri pemerintahan Soviet. Setelah kematian Lenin, Rykov dipilih menjadi Ketua Dewan Komisaris Rakyat dan selama enam tahun berada dalam posisi tersebut, dari 1924 hingga 1930. Rykov dieksekusi pada Pengadilan Moskow tahun 1938.

[19] Vyacheslav Molotov (1890-1986) menjadi Bolshevik sejak 1909. Molotov menjadi Presiden Komintern dari 1928-1934, Presiden Dewan Komisaris Rakyat 1930-41 dan Menteri Luar Negeri 1939-49. Dalam kapasitasnya sebagai Menteri Luar Negeri dia merupakan salah satu yang menandatangani Pakta dengan Hitler pada 1939. Untuk “menghormati” peran dia dalam perjanjian tersebut serta aneksasi Soviet terhadap Polandia Timur dan Finlandia dalam kesepakatan perjanjian tersebut, pejuang-pejuang Finlandia memberikan namanya untuk “Molotov cocktail” (yaitu, campuran peledak dari Jerman dan Rusia, minyak dan air). Pada tahun 1957 Molotov disingkirkan dari posisinya di Komite Sentral karena dia menentang program de-Stalinisasi oleh Khruschev.

[20] Komune Paris adalah revolusi pekerja pertama yang berhasil merebut kekuasaan walaupun hanya untuk sementara. Komune Paris berdiri dari 28 Maret hingga 28 Mei 1871. Setelah kekalahan Perancis dalam perang Franco-Prussian, pemerintahan Prancis mengakhiri perang melawan Jerman dengan syarat-syarat yang kejam, salah satunya pendudukan Paris yang secara heroik telah bertahan selama enam bulan melawan pengepungan oleh tentara Jerman. Rakyat pekerja Paris sangat marah terhadap pendudukan ini dan menolak untuk bekerja sama dengan tentara Jerman. Pada 18 Maret, pemerintahan Perancis yang baru, dipimpin oleh Thiers, setelah mendapatkan ijin dari Jerman, mengirim tentara ke Paris untuk merebut persenjataan di dalam kota, serta untuk memastikan agar rakyat pekerja Paris tidak dipersenjatai dan melawan Jerman. Rakyat pekerja Paris melawan. Akibatnya Pemerintahan “Pertahanan Nasional” Perancis menyatakan perang terhadap kota Paris. Pada 26 Maret 1871, dewan kota atau Komune Paris dibentuk yang terdiri dari para pekerja dan prajurit yang terpilih. Kurang dari tiga bulan setelah anggota-anggota Komune Paris dipilih, kota Paris diserang dengan kekuatan penuh oleh tentara pemerintah Perancis. Tiga puluh ribu pekerja tanpa senjata dibantai, ribuan orang ditembaki di jalan-jalan kota Paris. Ribuan lainnya ditangkap dan 7.000 pekerja diasingkan dari Perancis selamanya.

[21] Alma-Ata adalah kota terbesar di Kazakstan. Trotsky diasingkan di kota ini pada Januari 1928.

[22] Jean Jaurès (1859-1914) adalah seorang Sosialis dari Perancis. Dia berpendapat bahwa Marxisme terlalu menekankan peran materi dalam sejarah dan dia mendukung pendekatan gradual menuju sosialisme.

[23] Jules Guesde (1845-1922) adalah seorang sosialis dari Perancis dan pemimpin sayap Marxis dalam gerakan pekerja Perancis. Pada 1879-80, bersama dengan Lafargue dan yang lainnya dia mendirikan Partai Pekerja Perancis (Parti Ouvrier) yang poin-poin pokok programnya diformulasikan dengan bantuan Marx. Pada 1890an dia mulai menjadi seorang reformis and sovinis. Dia mendukung Perang Dunia Pertama dan pada 1914-16 menjadi anggota pemerintahan Prancis yang sedang terlibat Perang Dunia I.

[24] Internasional Kedua dibentuk pada 1881 oleh partai-partai buruh massa Eropa. Organisasi internasional ini mendasarkan dirinya pada gagasan Marxisme. Akan tetapi dalam perjalanannya, banyak para pemimpin Internasional Kedua mulai mengadopsi gagasan reformisme. Pada 1914, mayoritas seksi Internasional Kedua mendukung Perang Dunia Pertama, dan ini menandai kehancuran organisasi tersebut.

[25] Oposisi Marxis atau lebih dikenal sebagai Oposisi Kiri yang dipimpin oleh Leon Trotsky. Oposisi Kiri dibentuk di Rusia 1923 untuk merespon gelombang reaksi dari kaum birokasi. Salah satu pertentangan utama adalah kemungkinan mempertahankan revolusi Sosialis tanpa revolusi dunia. Oposisi Kiri mendukung Revolusi Permanen, sementara sayap kanan mendukung sosialisme di satu negara. Pada 1927, anggota-anggota Oposisi Kiri dipecat dari Partai Komunis Uni Soviet. Puluhan bahkan mungkin ratusan ribu pendukung Oposisi Kiri dan Trotsky dipenjara dan dieksekusi oleh birokrasi dan Stalin.

[26] Komite Persatuan Serikat Buruh Anglo-Rusia didirikan pada Mei 1925 oleh Kongres Serikat Buruh Inggris dan pemimpin Stalinis Uni Soviet. Pendirian komite tersebut menjadi debat di dalam Komite Sentral Soviet pada 1926, setelah para pemimpin Serikat Buruh Inggris mengkhianati pemogokan umum. Kelompok Oposisi Kiri berpendapat bahwa komite tersebut harus dibubarkan; sementara para Stalinis percaya ia harus tetap dijaga. Pada September 1927, serikat-serikat buruh Inggris keluar dari persatuan ini atas kehendak mereka sendiri.

[27] Albert A. Purcell (1872-1935) adalah seorang pemimpin reformis gerakan serikat buruh Inggris.

[28] Stefan Radic (1871-1928) adalah pendiri Partai Petani Kroasia. Setelah Perang Dunia Pertama, Radic mendominasi politik Kroasia. Dia dielu-elukan sebagai “pemimpin sejati rakyat” para penguasa Soviet karena segaris dengan orientasi Stalin terhadap kaum tani dan kebijakan “Kediktatoran Demokratik Proletariat dan Tani”.

[29] Robert M. La Follette (1855-1925) adalah senator Partai Republik AS dari Wisconsin yang banyak mendukung program-program reforma yang progresif. Kaum Stalinis di Amerika, lewat Partai Federasi Tani-Buruh, mendukung pencalonan La Follette sebagai kandidat presiden pada 1924.

[30] Chiang Kai-Shek (1887-1975) menggantikan Sun Yat Sen sebagai pemimpin Kuomintang setelah kematiannya pada 1925. Di bawah kepemimpinan Chiang Kai-Shek, pada 1927, dia memerintahkan pasukannya untuk membantai kaum komunis di Shanghai. Semenjak itu, dia berperang melawan gerilyawan Partai Komunis pada perang sipil dari 1927-1949. Setelah Revolusi Cina 1949, dia lari ke Taiwan dengan pasukannya.

[31] Partai Kuomintang adalah partai borjuis nasionalis Cina. Dari 1924-27 Kuomintang bekerja sama dengan Partai Komunis Cina, tetapi kemudian mengkhianati front ini dan membantai kaum komunis Cina.

[32] Wang Ching-wei (1884-1944) adalah pemimpin Kuomintang Kiri di kota industri Wuhan. Dia didukung oleh Komunis Internasional dan Partai Komunis Cina setelah pengkhianatan Chiang Kai-Shek .

[33] Alexander Kerensky (1882-1970) adalah pemimpin sayap kanan partai Sosialis Revolusioner. Saat Revolusi Februari pecah, Kerensky dipilih menjadi wakil ketua Soviet Petrograd. Dia lalu menjabat sebagai Menteri Keadilan dalam Pemerintahan Provisional yang baru dibentuk. Pada Mei 1917, dia menjabat sebagai Menteri Peperangan. Setelah kabinet koalisi pertama runtuh pada Juli 1917, dia naik menjadi Perdana Menteri Pemerintahan Sementara sampai ia digulingkan oleh Revolusi Oktober. Setelah digulingkan, dia mengasingkan diri ke Prancis.

[34] Pavel Milyukov (1859-1943) adalah pendiri Partai Konstitusional Demokratik atau Kadet, sebuah partai borjuis liberal di Rusia. Setelah Revolusi Februari, Milyukov menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dalam Pemerintahan Sementara. Pada 20 April, dia mengirim surat atas nama Pemerintahan Sementara kepada pihak Sekutu bahwa Rusia siap untuk melanjutkan perang hingga “kemenangan akhir”. Surat ini bocor dan dia dipaksa mundur pada Mei 1917 akibat demonstrasi besar-besaran dari rakyat Rusia yang mengehendaki berakhirnya perang. Pada Agustus 1917, Milyukov mendukung usaha kudeta Kornilov terhadap Pemerintahan Sementara. Mengikuti kegagalan ini, Milyukov meninggalkan Rusia, kemudian membantu Tentara Putih yang menyerang Uni Soviet.

[35] Lavr Kornilov (1870-1918) adalah seorang panglima tentara Rusia. Pada Agustus-September 1917 dia mencoba menggulingkan Pemerintahan Sementara dengan kudeta militer tetapi digagalkan oleh Soviet-soviet di bawah kepemimpinan Bolshevik.

[36] Alexander Martinov (1865-1935) adalah anggota Menshevik sayap kanan sebelum 1917 dan untuk beberapa tahun setelah Revolusi Oktober menjadi oposisi dari pemerintahan Soviet. Dia adalah pendukung kuat teori dua tahap, bahwa pemerintahan yang sepenuhnya kapitalistik harus terbentuk terlebih dahulu di Rusia sebelum sosialisme dimungkinkan. Dia bergabung dengan Partai Komunis pada 1923 dan menjadi lawan dari Oposisi Kiri. Dia adalah arsitek utama dari teori-teori Stalinis yang digunakan untuk membenarkan subordinasi kaum buruh pada kaum borjuasi “progresif”, dan termasuk juga konsep “blok empat kelas”.

[37] Karl Radek (1885-1939) adalah anggota Bolshevik sejak awal, dimana dia aktif di Galicia, Polandia, dan Jerman. Pada 1923 dia menjadi anggota Oposisi Kiri. Ia dipecat dari partai pada 1927. Radek masuk ke partai kembali pada 1930, namun kembali dikeluarkan pada 1936. Dia diadili pada Pengadilan Moskow Kedua dan meninggal di penjara.

[38] Pyotr Pavlovich Maslov (1867-1946) adalah anggota Menshevik. Dia menulis banyak karya mengenai persoalan agraria. Selama Perang Dunia Pertama dia mengambil posisi sosial-sovinis. Setelah Revolusi Oktober, Pyotr mundur dari politik dan melakukan kerja-kerja mengajar dan ilmu pengetahuan.

[39] August Thalheimer (1884-1948) adalah salah satu anggota pendiri Partai Komunis Jerman dan teoritikus utama partai. Dia dipecat dari Partai Komunis Jerman pada 1928, dan lalu membentuk partai tandingan, Partai Komunis Oposisi.

[40] Ernst Thälmann (1886-1944) adalah pemimpin Komunis Jerman dan pengikut Stalin. Di bawah kepemimpinannya, Partai Komunis Jerman gagal menghentikan Nazi dan Hitler akibat kebijakan mereka yang menolak membentuk front persatuan dengan Sosial Demokrat. Dia ditangkap Nazi pada 1933, hingga akhirnya dia dieksekusi di kamp konsentrasi Buchenwald.

[41] Adam Remmele (1877 – 1951) adalah seorang Sosial Demokrat Jerman

[42] Prinkipo, sebuah pulau kecil di Turki, adalah tempat pengasingan Trotsky selama 4 tahun, dari 1929, saat dia diusir dari Uni Soviet oleh Stalin.