Revolusi Permanen

Leon Trotsky (1928)


Pendahuluan Untuk Edisi Jerman

 

Seiring dengan penerbitan buku ini ke dalam bahasa Jerman, semua kaum intelektual kelas buruh dunia dan umat manusia “beradab” sangat tertarik mengikuti perubahan ekonomi di Rusia, dan gaungnya yang saat ini terjadi hampir di seluruh negeri bekas kerajaan Tsar. Perhatian terbesar muncul dari persoalan kolektivisasi tanah kaum tani. Ini tidaklah mengejutkan: dalam persoalan tersebut perpecahan dengan masa lalu mengambil karakter yang menyeluruh. Namun evaluasi yang tepat atas kolektivisasi tidak dapat dibayangkan tanpa konsep umum revolusi sosialis. Dan di sini, dalam tingkatan yang lebih tinggi, kita sekali lagi menjadi yakin bahwa teori Marxis tidak gagal dalam aktivitas praksis. Ketidaksepakatan yang paling kecil, yang paling “abstrak”, yang bila dipikirkan hingga akhir, cepat atau lambat akan terekspresikan di dalam praktek. Dan praktek tidak akan mengijinkan satu pun kesalahan dalam teori tanpa menghukumnya.

Kolektivisasi tanah kaum tani tentu saja sangat dibutuhkan serta merupakan bagian pokok dalam transformasi sosialis.. Namun luas dan tempo kolektivisasi tidak ditentukan hanya oleh keinginan pemerintah, tetapi dalam analisa terakhir ditentukan oleh faktor-faktor ekonomi: oleh tingginya tingkat ekonomi negeri tersebut, oleh hubungan antara industri dan pertanian, dan oleh sumber daya teknik pertanian itu sendiri.

Industrialisasi adalah tenaga penggerak seluruh kebudayaan moderen dan oleh karenanya adalah satu-satunya basis untuk sosialisme. Di bawah kondisi-kondisi yang ada di Uni Soviet, industrialisasi pertama-tama berarti penguatan basis proletariat sebagai kelas penguasa. Pada saat yang sama, industrialisasi akan menciptakan premis-premis material dan teknik untuk kolektivisasi pertanian. Tempo kedua proses tersebut saling berhubungan. Kaum proletar berkepentingan untuk mempercepat secepat mungkin proses-proses ini hingga pada tingkatan dimana masyarakat baru yang sedang dibangun tersebut terlindung dengan baik dari bahaya eksternal, dan pada saat yang sama sebuah sumberdaya diciptakan untuk secara sistematis memperbaiki taraf hidup rakyat pekerja.

Akan tetapi, tempo yang dapat dicapai dibatasi oleh tingkat kebudayaan dan materi negeri tersebut, oleh hubungan antara kota dan desa, serta oleh kebutuhan mendesak massa. Massa rakyat mampu mengorbankan hari ini demi hari depan hanya sampai pada batas-batas tertentu. Tempo yang optimal, yakni tempo yang paling baik dan menguntungkan, adalah tempo yang tidak hanya mendorong pertumbuhan industri dan kolektivisasi yang paling cepat, namun tempo yang juga menjamin stabilitas yang dibutuhkan oleh rejim sosial tersebut, yakni, pertama-tama menguatkan aliansi antara buruh dan tani dan oleh karenanya menyiapkan kesuksesan di masa depan.

Dari titik pandang ini, hal yang menentukan adalah kriteria sejarah umum bagaimana partai dan kepemimpinan negara mengarahkan perkembangan ekonomi dengan perencanaan. Di sini dua varian utama dapat muncul: (a) jalan yang digambarkan di atas yang menuju pada penguatan ekonomi kediktatoran proletariat di satu negeri hingga kemenangan-kemenangan selanjutnya dari revolusi proletariat sedunia (cara pandang Oposisi Kiri Rusia); dan (b) jalan menuju pembangunan masyarakat sosialis nasional yang terisolasi, dan hal tersebut dijalankan “dalam waktu secepat mungkin” (posisi pemerintahan Soviet saat ini).

Dalam analisa terakhir, terdapat dua konsepsi sosialisme yang sepenuhnya berbeda. Dari kedua konsepsi tersebut diperoleh garis-garis politik, strategi, dan taktik-taktik yang secara fundamental berbeda.

Karena terbatasnya kata pengantar ini, kita tidak dapat membahas secara detil persoalan mengenai membangun sosialisme di satu negeri. Untuk masalah ini, saya telah menulis banyak artikel, terutama “Criticism of the Draft Program of the Communist International”. Untuk saat ini kita hanya akan membahas elemen-elemen pokok dari masalah tersebut. Pertama-tama, mari kita coba mengingat bahwa teori sosialisme di satu negeri pertama kali diformulasikan oleh Stalin pada musim gugur 1924. Ini adalah teori yang sepenuhnya berkontradiksi tidak hanya dengan seluruh tradisi Marxisme dan ajaran Lenin, tetapi juga bahkan dengan apa yang ditulis oleh Stalin sendiri pada musim semi di tahun yang sama. Dari titik pandang prinsipil, perpecahan “ajaran” Stalin dari Marxisme mengenai isu pembangunan sosialisme tidak kalah penting dan drastisnya dengan perpecahan Sosial Demokrat Jerman dari Marxisme dalam isu perang dan patriotisme pada musim gugur 1914[1]. Kejadian tersebut terjadi tepat 10 tahun sebelum pembelokan Stalin. Perbandingan ini bukan hanya sebuah kebetulan saja. “Kesalahan” Stalin, seperti juga “kesalahan” kaum Sosial Demokrat Jerman, adalah sosialisme nasional.

Marxisme mengambil titik tolaknya dari ekonomi dunia bukan sebagai sebuah jumlah total bagian-bagian nasional namun sebagai sebuah realitas yang nyata dan independen yang diciptakan oleh pembagian kerja dan pasar dunia secara internasional, yang dalam epos kita hari ini mendominasi pasar-pasar nasional. Kekuatan produksi masyarakat kapitalis telah lama melampaui batas-batas nasional. Perang imperialis (pada 1914-1918) adalah salah satu ekspresi dari fakta ini. Dalam hal teknik produksi, masyarakat sosialis harus mewakili tahapan yang lebih tinggi daripada kapitalisme. Bermaksud membangun masyarakat sosialis yang secara nasional terisolasi, kendati semua keberhasilan yang sementara, berarti menyeret ke belakang kekuatan-kekuatan produksi bahkan jika dibandingkan dengan kapitalisme. Mencoba mengurung semua cabang ekonomi di dalam kerangka nasional, terlepas dari kondisi geografis, budaya dan sejarah perkembangan negeri tersebut yang menyusun sebuah bagian dari kesatuan dunia, berarti mengejar sebuah utopia reaksioner. Bila para pendukung teori ini berpartisipasi dalam perjuangan revolusioner internasional (dengan tingkat kesuksesan seperti apa adalah sebuah pertanyaan yang lain), ini adalah karena mereka, sebagai seorang eklektik yang menyedihkan, secara mekanis menggabungkan internasionalisme abstrak dengan utopia sosialisme nasional yang reaksioner. Mahkota dari eklektik-isme ini adalah program Komintern yang diadopsi di Kongres Keenam.

Untuk mengekspos secara terbuka salah satu kesalahan teoritis utama yang menjadi dasar konsepsi sosialisme nasional, kita harus mengutip pidato Stalin yang baru-baru ini diterbitkan, yang berbicara mengenai masalah internal Komunisme Amerika[2]. “Akan salah”, kata Stalin, dalam argumennya melawan salah satu faksi di Partai Komunis Amerika, “untuk mengabaikan keunikan-keunikan kapitalisme Amerika. Partai Komunis Amerika harus memperhatikan mereka dalam aktivitasnya. Namun akan lebih salah lagi untuk mendasarkan aktivitas Partai Komunis pada keunikan-keunikan tersebut, karena pondasi aktivitas setiap Partai Komunis, termasuk Partai Komunis Amerika, harus didasarkan atas karakter-karakter umum kapitalisme, yang sama di semua negeri, dan bukan keunikan-keunikan tertentu dari sebuah negeri. Inilah dasar dari internasionalisme Partai-Partai Komunis. Karakter-karakter unik hanya merupakan tambahan bagi karakter-karakter umum.” (Bolshevik, No. 1, 1930, hal. 8. Penekanan dari saya)

Tulisan di atas tidak memberikan penjelasan apapun. Dengan berpura-pura memberikan pembenaran ekonomi untuk internasionalisme, Stalin sebenarnya memberikan pembenaran untuk sosialisme nasional. Adalah keliru jika mengatakan bahwa ekonomi dunia hanyalah sekedar jumlah total bagian-bagian nasional dari tipe yang sama. Adalah keliru menyatakan bahwa karakter-karakter unik “hanya merupakan tambahan bagi karakter-karakter umum”, seperti kutil di muka. Dalam kenyataannya, keunikan nasional mewakili sebuah kombinasi orisinil dari karakter-karakter dasar proses dunia. Keorisinilan tersebut dapat menjadi faktor penting yang menentukan bagi strategi revolusioner dalam jangka waktu bertahun-tahun. Kita cukup mengingat bahwa proletariat dari sebuah negeri terbelakang telah merebut kekuasaan bertahun-tahun sebelum proletariat dari negeri maju. Tanpa menggubris Stalin, pelajaran sejarah telah menunjukkan bahwa adalah sepenuhnya salah untuk mendasarkan aktivitas Partai-partai Komunis pada beberapa “ciri-ciri umum”, yaitu, pada sebuah tipe kapitalisme nasional yang abstrak. Adalah sepenuhnya salah untuk menegaskan bahwa “itulah basis dari internasionalisme Partai-partai Komunis”. Dalam kenyataannya, basis internasionalisme ada pada kebangkrutan negara-bangsa, yang telah lama kadaluwarsa dan yang telah menjadi penghambat perkembangan kekuatan produksi. Kapitalisme nasional bahkan tidak dapat dimengerti, apalagi direkonstruksi, kecuali sebagai bagian dari ekonomi dunia.

Keunikan-keunikan ekonomi dari berbagai negeri bukanlah sebuah karakter yang subordinat. Kita cukup membandingkan Inggris dan India, Amerika Serikat dan Brazil. Namun karakter-karakter spesifik dari ekonomi nasional, seberapa pun besarnya, masuk menjadi bagian-bagian komponen ekonomi dunia, dan masuk ke dalam realitas yang lebih tinggi yang disebut ekonomi dunia. Dan di dalam ekonomi dunia tersebutlah, pada analisa terakhir, internasionalisme partai-partai Komunis bersandar.

Penjelasan Stalin mengenai keunikan-keunikan nasional sebagai sebuah “tambahan” sederhana untuk karakter umum adalah menyedihkan, dan ini bukanlah kontradiksi yang kebetulan di dalam pemahaman Stalin (yakni, ketidakpahamannya) atas hukum perkembangan tak-berimbang dari kapitalisme. Hukum ini, seperti yang kita ketahui, dinyatakan oleh Stalin sebagai hukum yang paling pokok, paling penting dan universal. Dengan bantuan hukum perkembangan tak-berimbang, yang telah dia ubah menjadi sebuah abstraksi kosong, Stalin mencoba untuk menyelesaikan semua teka teki keberadaan masyarakat. Tapi yang mengagumkan adalah dia tidak memperhatikan bahwa keunikan nasional tidak lain adalah produk paling umum dari ketidakseimbangan perkembangan sejarah, atau dalam kata lain hasil ringkasannya. Kita perlu memahami ketidakseimbangan tersebut dengan tepat, untuk mempertimbangkan dalam keseluruhannya, dan juga untuk meluaskannya ke masa lalu pra-kapitalis. Perkembangan kekuatan-kekuatan produksi yang lebih cepat atau lebih lambat; perluasan atau kontraksi dari seluruh periode sejarah – contohnya, Abad Pertengahan, sistem gilda, pencerahan absolutisme, parlementerisme; perkembangan tak-berimbang dari berbagai cabang ekonomi, berbagai kelas-kelas, institusi-institusi sosial, kebudayaan – semua ini berada pada basis ‘keunikan-keunikan’ nasional tersebut. Keunikan dari tatanan sosial sebuah bangsa adalah kristalisasi dari ketidakseimbangan formasi tersebut.

Revolusi Oktober menjadi sebuah manifestasi paling penting dari ketidakseimbangan proses sejarah. Teori Revolusi Permanen meramalkan Revolusi Oktober; dan oleh karenanya, teori ini bersandar pada hukum perkembangan tak-berimbang, bukan dalam bentuk abstraknya, namun dalam kristalisasi material dari keunikan sosial dan politik Rusia.

Stalin telah menyeret hukum perkembangan tak-berimbang bukan untuk meramalkan waktu perebutan kekuasaan oleh proletariat negeri terbelakang. Dia melakukan ini, pada 1924, untuk memaksakan tugas membangun masyarakat sosialis nasional kepada kaum proletar yang telah menang. Namun di sinilah hukum perkembangan tak-berimbang tidak dapat diterapkan, karena hukum ini tidak menggantikan ataupun menghilangkan hukum-hukum ekonomi dunia; sebaliknya hukum ini berada di bawah mereka.

Dengan memuja-muja hukum perkembangan tak-berimbang, Stalin menyatakan bahwa hukum tersebut adalah sebuah basis yang cukup untuk sosialisme nasional. Akan tetapi bukan sebagai sesuatu yang umum bagi semua negeri, namun hanya khusus untuk Rusia yang mesianik. Menurut Stalin, kita dapat membangun masyarakat sosialis yang mandiri hanya di Rusia. Dengan itu saja, dia telah meletakkan keunikan nasional Rusia bukan hanya di atas ‘karakter-karakter umum’ semua negeri kapitalis, namun juga di atas ekonomi dunia secara keseluruhan. Di sinilah awal kesalahan yang fatal dari seluruh konsepsi Stalin. Keunikan USSR sedemikian kuatnya sehingga memungkinkan pembangunan sosialismenya sendiri di dalam perbatasannya sendiri, terlepas dari apapun yang terjadi pada umat manusia lainnya. Untuk negeri-negeri lainnya, dimana cap mesianik belum dilekatkan, keunikan mereka hanyalah ‘tambahan’ bagi karakter umum, hanya kutil di muka. “Akan salah”, Stalin menggurui, “untuk mendasarkan aktivitas partai-partai Komunis pada karakter-karakter unik ini”. Moral ini berlaku bagi Partai Komunis Amerika dan Inggris, dan Afrika Utara dan Serbia, namun – tidak untuk Rusia, yang aktivitasnya tidak berdasarkan “karakter-karakter umum” namun pada “keunikannya”. Dari sini, muncul strategi dualistik dari Komintern. Sementara USSR “melikuidasi kelas-kelas” dan membangun sosialisme, semua proletariat negeri-negeri lainnya, dengan sepenuhnya mengabaikan kondisi nasional yang ada, berkewajiban untuk menjalankan aktivitas yang seragam menurut kalender (Tanggal 1 Agustus, 6 Maret, dsb.). Nasionalisme yang mesianik dilengkapi dengan internasionalisme abstrak yang birokratis. Dualisme ini ada di dalam seluruh program Komintern dan membuatnya tidak berprinsip sama sekali.

Jika kita ambil Inggris dan India sebagai variasi tipe kapitalisme yang terpolarisasi, maka kita berkewajiban untuk mengatakan bahwa internasionalisme proletariat Inggris dan India sama sekali tidak bersandar pada kesamaan kondisi-kondisi, tugas-tugas, dan metode-metode, namun pada saling-ketergantungan mereka yang tak terpisahkan. Keberhasilan gerakan pembebasan di India mensyaratkan gerakan revolusioner di Inggris dan sebaliknya. Di India ataupun di Inggris, tidaklah mungkin untuk membangun masyarakat sosialis yang independen. Kedua-duanya harus masuk sebagai bagian-bagian kompenen ke dalam sebuah kesatuan yang lebih tinggi. Hanya pada hal inilah bersandar pondasi internasionalisme Marxis yang tak tergoyahkan.

Baru-baru ini, pada 8 Maret 1930, Pravda[3] menjelaskan teori barunya Stalin yang salah kaprah, bahwa “sosialisme, sebagai sebuah formasi sosial-ekonomi” yaitu, sebagai sebuah sistem hubungan produksi tertentu, dapat sepenuhnya dicapai “dalam skala nasional di USSR”. Selain itu, juga ditulis bahwa “kemenangan akhir dari sosialisme” dalam arti jaminan dari intervensi pengepungan kapitalis – bahwa kemenangan akhir seperti itu “sebenarnya mengharuskan kemenangan revolusi proletariat di beberapa negeri maju”. Sungguh sebuah kemunduran teori yang sangat parah bila teori yang begitu buruk dapat dimunculkan di dalam halaman-halaman organ sentral partainya Lenin! Jika kita berandai-andai untuk satu menit saja kemungkinan merealisasikan sosialisme sebagai sistem sosial di dalam kerangka USSR yang terisolasi, maka ini adalah “kemenangan akhir” – karena dengan demikian tidak ada kemungkinan intervensi sama sekali. Tatanan sosialis mensyaratkan tingkat teknologi dan kebudayaan dan solidaritas populasi yang tinggi. Karena di USSR, bila pembangunan sosialisme telah sempurna, diasumsikan akan memiliki populasi antara 200.000.000 dan 250.000.000, kita lantas akan bertanya: Bentuk intervensi seperti apa yang dapat kita bayangkan? Negeri kapitalis atau koalisi negeri-negeri kapitalis mana yang berani berpikir untuk mengintervensi? Satu-satunya intervensi yang memungkinkan adalah intervensi yang datang dari dalam USSR sendiri. Namun apakah ini mungkin terjadi? Tentu saja tidak. Satu contoh dari sebuah negeri yang terbelakang, yang dengan beberapa periode Rencana-Lima-Tahun mampu membangun masyarakat sosialis yang perkasa dengan kekuatannya sendiri, akan menandakan kematian bagi kapitalisme dunia dan akan mengurangi hingga minimum, jika bukan nol, pengorbanan yang diperlukan untuk memenangkan revolusi proletariat dunia. Inilah mengapa keseluruhan konsepsi Stalinis sebenarnya menuju pada likuidasi Komunis Internasional[4]. Apa fungsi Komintern jika nasib sosialisme akan ditentukan oleh otoritas yang paling tinggi – yakni Komisi Perencanaan Negara USSR (State Planning Commission of the USSR)? Dalam hal ini, tugas Komintern, bersama dengan “teman-teman Uni Soviet”, adalah untuk melindungi pembangunan sosialisme dari intervensi, dalam kata lain memainkan peran tukang ronda perbatasan.

Artikel tersebut berusaha membuktikan kebenaran konsepsi Stalinis dengan argumentasi-argumentasi ekonomi yang terbaru: “… Dan justru saat ini,” kata Pravda, “ketika hubungan-hubungan produksi sosialis sedang mengambil akar yang semakin dalam, bukan hanya dalam industri namun juga dalam pertanian melalui berkembangnya pertanian negara, melalui peningkatan yang besar dari gerakan pertanian kolektif secara kuantitatif dan kualitatif, dan likuidasi kulak-kulak sebagai sebuah kelas di atas pondasi kolektivisasi total, justru sekarang terlihat kebangkrutan teori Trotskis-Zinovievis, yang pada intinya adalah ‘penyangkalan ala-Menshevik atas legitimasi Revolusi Oktober’ (Stalin)”. (Pravda, 8 Maret 1930)

Ini adalah kata-kata yang sangat luar biasa, dan bukan hanya karena nada mereka yang dangkal yang menutupi kebingungan mereka. Bersama dengan Stalin, penulis artikel Pravda ini menuduh konsepsi ‘Trotskis’ yang ‘menolak legitimasi Revolusi Oktober’. Namun justru atas dasar konsepsi tersebutlah, yakni teori Revolusi Permanen, bahwa sang penulis meramalkan keniscayaan Revolusi Oktober, tiga belas tahun sebelum revolusi itu terjadi. Dan Stalin? Bahkan setelah Revolusi Februari, yakni tujuh hingga delapan bulan sebelum Revolusi Oktober, dia maju sebagai kaum demokrat revolusioner yang vulgar. Stalin menggeser posisinya dengan hati-hati dan diam-diam dari posisi demokratik ke sosialis hanya setelah kedatangan Lenin di Petrograd (3 April 1917) untuk melawan ‘para Bolshevik Tua’ yang angkuh. ‘Perubahan’ internal Stalin ini, yang tidak pernah selesai, terjadi 12 tahun yang lalu (1917) setelah saya menyediakan bukti ‘legitimasi’ perebutan kekuasaan oleh kelas buruh Rusia sebelum permulaan revolusi proletariat di Barat.

Namun, dalam menguraikan prediksi teoritis mengenai Revolusi Oktober, saya sepenuhnya tidak percaya bahwa, dengan menaklukan kekuasaan Negara, kaum proletar Rusia akan mengeluarkan bekas kerajaan Tsar ini dari orbit ekonomi dunia. Kami kaum Marxis memahami peran dan makna kekuasaan Negara. Kekuasaan Negara bukan sebuah refleksi pasif dari proses ekonomi, seperti yang digambarkan oleh kaum Sosial Demokratik yang melayani negara borjuis. Kekuasaan dapat menjadi hal yang sangat penting, reaksioner maupun progresif, tergantung dari kelas mana yang memegang kekuasaan. Namun meskipun begitu kekuasaan Negara adalah instrumen tatanan suprastruktur. Beralihnya kekuasaan dari tangan Tsar dan kaum borjuasi ke tangan proletariat tidaklah menghilangkan baik proses maupun hukum-hukum ekonomi dunia. Memang benar, dalam jangka waktu tertentu setelah Revolusi Oktober, ikatan ekonomi antara Uni Soviet dan pasar dunia melemah. Namun akan menjadi sebuah kesalahan fatal untuk membuat sebuah generalisasi dari fenomena yang hanya merupakan tahapan sementara dalam proses dialektika. Pembagian tenaga kerja secara internasional dan karakter supra-nasional dari kekuatan-kekuatan produksi moderen tidak hanya akan bertahan namun akan menjadi dua kali lipat dan sepuluh kali lipat lebih penting bagi Uni Soviet, seiring dengan meningkatnya ekonomi Uni Soviet.

Setiap negeri terbelakang yang terintegrasi dengan kapitalisme telah melewati berbagai macam tahap ketergantungan yang meningkat atau menurun pada negeri-negeri kapitalis lainnya, namun secara umum kecenderungan perkembangan kapitalis adalah menuju perkembangan globalisasi secara kolosal, yang terekspresikan dalam tumbuhnya volume perdagangan luar negeri, yang tentu saja termasuk ekspor kapital. Ketergantungan Inggris terhadap India tentu saja memiliki karakter yang berbeda secara kualitatif dari ketergantungan India atas Inggris. Namun perbedaan ini ditentukan, pada dasarnya, oleh perbedaan tingkat perkembangan kekuatan-kekuatan produksi mereka dan sama sekali bukan oleh tingkat kemandirian ekonomi mereka. India adalah sebuah negeri koloni; Inggris adalah sebuah negeri metropolis. Namun jika hari ini Inggris menghadapi blokade ekonomi, dia akan lenyap lebih cepat daripada India jika India menghadapi blokade yang serupa. Ini adalah salah satu ilustrasi yang meyakinkan mengenai realitas ekonomi dunia.

Perkembangan kapitalis – bukan dalam formula-formula abstrak “Capital” jilid kedua, yang masih memiliki signifikansi sebagai sebuah tahap dalam analisa, namun dalam realitas sejarah – terjadi dan hanya dapat terjadi melalui ekspansi sistematis dari basisnya. Dalam proses perkembangannya, dan sebagai akibatnya dalam perjuangannya dengan kontradiksi-kontradiksi internalnya, setiap kapitalisme nasional semakin lama semakin mengandalkan kapital dari ‘pasar eksternal’, yakni kapital ekonomi dunia. Ekspansi yang tak terkontrol ini, yang muncul dari krisis internal permanen dari kapitalisme, merupakan sebuah kekuatan yang progresif, hingga pada saat dimana ia menjadi sebuah kekuatan yang fatal bagi kapitalisme.

Selain kontradiksi-kontradiksi internal kapitalisme, Revolusi Oktober mewarisi dari Rusia lama kontradiksi-kontradiksi, yang sama tajamnya, antara kapitalisme secara keseluruhan dan bentuk produksi pra-kapitalis. Kontradiksi-kontradiksi ini memiliki, dan masih memiliki, sebuah karakter material, yakni mereka terekspresikan di dalam relasi-relasi material antara kota dan desa, mereka terekspresikan di dalam keseimbangan atau ketidakseimbangan antar berbagai macam cabang industri dan di dalam ekonomi nasional secara keseluruhan, dsb. Sejumlah akar dari kontradiksi-kontradiksi tersebut dapat ditemui pada kondisi-kondisi geografis dan demografis negeri ini, yakni mereka terdorong oleh kelimpahan atau kekurangan salah satu atau beberapa sumber daya alam, distribusi populasi yang diciptakan oleh kondisi sejarah, dsb. Kekuatan ekonomi Soviet adalah nasionalisasi alat-alat produksi dan ekonominya yang terencananya. Kelemahan ekonomi Soviet, selain keterbelakangan yang merupakan warisan masa lalu, adalah keterisolasiannya pasca-revolusi, yakni ketidakmampuannya mengakses sumber daya ekonomi dunia, tidak hanya dalam basis sosialis namun bahkan dalam basis kapitalis, yaitu dalam bentuk kredit internasional dan “bantuan finansial” secara umum, yang memainkan peran yang sangat menentukan bagi negeri-negeri terbelakang. Sementara itu, kontradiksi-kontradiksi antara masa lalu kapitalisme dan masa lalu pra-kapitalisme Uni Soviet tidak hanya tidak menghilang dengan sendirinya, namun sebaliknya bertambah kuat karena bertahun-tahun penurunan dan kehancuran ekonomi (akibat Perang Dunia dan perang sipil – Ed.); kontradiksi-kontradiksi ini bangkit kembali dan menjadi semakin memburuk seiring dengan pertumbuhan ekonomi Soviet. Dan untuk menaklukkan atau bahkan mengurangi kontradiksi-kontradiksi ini, diperlukan akses ke sumber daya pasar dunia di setiap langkah.

Untuk memahami apa yang sekarang sedang terjadi di wilayah luas yang dibangkitkan ke kehidupan yang baru oleh Revolusi Oktober ini, kita harus mempertimbangkan bahwa selain kontradiksi-kontradiksi lama yang baru-baru ini dibangkitkan kembali oleh keberhasilan ekonomi ada juga sebuah kontradiksi baru yang sangat besar. Kontradiksi baru ini adalah kontradiksi antara karakter terkonsentrasi dari industri Soviet, yang membuka kemungkinan tempo perkembangan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan keterisolasian ekonomi Soviet, yang menyingkirkan kemungkinan penggunaan kapital ekonomi dunia secara normal. Kontradiksi baru ini, yang menekan kontradiksi-kontradiksi lama, memunculkan kesulitan-kesulitan besar seiring dengan keberhasilan-keberhasilan luar biasa. Hal tersebut terekspresikan secara langsung dan dalam bentuk kesulitan yang luar biasa, yang dirasakan setiap hari oleh setiap buruh dan tani, dalam kenyataan bahwa taraf hidup rakyat pekerja tidak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, bahkan semakin hari semakin memburuk akibat kelangkaan bahan makanan. Krisis-krisis ekonomi Soviet yang tajam ini adalah sebuah pengingat bahwa kekuatan-kekuatan produksi yang diciptakan oleh kapitalisme tidak dapat diadaptasi dalam pasar nasional, dan hanya dapat dikoordinasikan dan diharmoniskan secara sosialis dalam skala internasional. Dengan kata lain, krisis ekonomi Soviet bukan hanya sekedar penyakit yang timbul karena pertumbuhan ekonomi, namun ia adalah sesuatu yang jauh lebih signifikan – yakni batasan-batasan yang datang dari pasar dunia, yang mana di dalamnya menurut Lenin “kita tersubordinasi, kita terikat dan yang darinya kita tak dapat lari”. (Pidato pada Kongres Partai Kesebelas, 27 Maret 1922).

Dari yang sudah dipaparkan di atas, sama sekali tidak terkandung penolakan ‘legitimasi’ historis Revolusi Oktober, yang adalah kesimpulannya para epigone yang dangkal dan memalukan. Perebutan kekuasaan oleh kaum proletar internasional tidak mungkin merupakan sebuah tindakan tunggal yang bersamaan. Suprastruktur politik – dan revolusi adalah bagian dari ‘suprastruktur’ – memiliki dialektikanya sendiri, yang mengintervensi proses ekonomi dunia secara signifikan, namun tidak menghilangkan hukum-hukum dasarnya sama sekali. Revolusi Oktober adalah ‘sah’ sebagai tahap pertama revolusi dunia yang temponya secara tak terelakkan diperpanjang selama beberapa dekade. Interval antara tahap pertama dan kedua ternyata jauh lebih lama dari yang kita harapkan. Meskipun demikian, interval ini tetap merupakan sebuah interval, dan dengan cara apapun ia tidak berubah menjadi sebuah epos yang cukup untuk membangun sebuah negara sosialis.

Dari kedua konsepsi revolusi ini lahir dua panduan untuk masalah-masalah ekonomi Soviet. Gelombang kesuksesan-kesuksesan ekonomi yang pertama, yang sepenuhnya tak terduga oleh Stalin, memberinya sebuah inspirasi pada musim gugur 1924 dengan teori sosialisme di satu negeri sebagai kulminasi prospek praktis dari sebuah ekonomi nasional yang terisolasi. Di dalam periode ini Bukharin mengedepankan formulanya yang terkenal, bahwa dengan melindungi diri kita sendiri dari ekonomi dunia dengan cara monopoli perdagangan asing, kita akan berada dalam posisi untuk membangun sosialisme “meskipun dalam kecepatan kura-kura”. Ini adalah formula umum dari blok Sentris (Stalin) dan Kanan (Bukharin). Pada saat yang sama, Stalin terus-menerus mengatakan bahwa tempo industrialisasi kita adalah “urusan kita sendiri”, dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan ekonomi dunia. Arogansi nasional semacam itu pada dasarnya tidak dapat bertahan lama, karena ini merefleksikan tahapan pertama kebangkitan ekonomi yang singkat, yang sebagai akibatnya membangkitkan kembali ketergantungan kita pada ekonomi dunia. Kejutan pertama dari ketergantungan internasional, yang tak diduga oleh kaum sosialis-nasional ini, menciptakan sebuah kekhawatiran, yang lalu berubah menjadi kepanikan. Kita harus meraih “kemandirian” ekonomi secepat mungkin dengan bantuan tempo industrialisasi dan kolektivisasi yang secepat-cepatnya! – ini adalah transformasi yang telah terjadi dalam kebijakan ekonomi dari sosialisme nasional dalam dua tahun terakhir. Merayap dan perlahan-lahan digantikan sepenuhnya dengan avonturisme. Pondasi teori dari kedua kebijakan ini adalah sama: konsepsi sosialisme nasional.

Kesulitan-kesulitan dasar ini, seperti yang telah ditunjukkan di atas, berasal dari situasi objektif, terutama dari terisolasinya Uni Soviet. Kita tidak akan berhenti di sini untuk mempertimbangkan sebesar apa kondisi objektif tersebut merupakan produk kesalahan subjektif dari kepemimpinan Komintern (kebijakan yang keliru di Jerman pada 1923, di Bulgaria dan Estonia pada 1924, di Inggris dan Polandia pada 1926, di Cina pada 1925-27; strategi ‘Periode Ketiga’[5] yang keliru saat ini, dsb.). Namun goncangan yang paling tajam di USSR terjadi karena kepemimpinan yang ada mencoba mengambil keuntungan dari situasi yang buruk, dan dari keterisolasian politik negara buruh ini para pemimpin tersebut mencoba membangun sebuah program masyarakat sosialis yang secara ekonomi terisolasi. Dengan ini, mereka mencoba melakukan kolektivisasi sosialis terhadap tanah-tanah kaum tani dengan basis inventori pra-kapitalis – sebuah petualangan yang paling berbahaya yang mengancam merusak peluang kolaborasi antara kaum proletar dan kaum tani.

Sungguh luar biasa, ketika ini telah menjadi begitu jelas, Bukharin, sang ahli teori “tempo kura-kura” kemarin hari, telah menyusun sebuah himne “tempo cepat” industrialisasi dan kolektivisasi. Kita khawatir bahwa himne ini dalam waktu dekat juga akan dinyatakan sebagai dosa besar. Karena sekarang sudah ada melodi baru. Di bawah pengaruh pemberontakan dari realitas ekonomi, Stalin telah dipaksa untuk mengambil langkah mundur. Sekarang bahayanya adalah bahwa ofensif avonturisme kemarin hari, yang didikte oleh kepanikan, dapat berubah menjadi penarikan mundur yang panik. Zigzag seperti ini adalah hasil yang tak-terlelakkan dari karakter sosialisme nasional.

Sebuah program yang realistis untuk sebuah negara buruh yang terisolasi tidak boleh menargetkan pencapaian “kemandirian” dari ekonomi dunia, apalagi membangun masyarakat sosialis nasional “dalam waktu sesingkat mungkin”. Tugas yang sebenarnya adalah bukan untuk mencapai tempo maksimum yang abstrak, tetapi tempo yang paling optimal, yakni tempo yang paling baik, yang mengikuti kondisi-kondisi ekonomi internal dan dunia, yang menguatkan posisi proletariat, yang menyiapkan elemen-elemen nasional dari masyarakat sosialis internasional di masa depan, dan pada saat yang bersamaan, dan terutama sekali, secara sistematis meningkatkan taraf hidup kaum proletar dan menguatkan aliansinya dengan massa non-proletar pedesaan. Prospek ini harus terus diperkuat selama keseluruhan periode persiapan, yaitu hingga kemenangan revolusi di negeri-negeri maju membebaskan Uni Soviet dari keterisolasiannya saat ini.

Beberapa pemikiran yang dipaparkan di sini dikembangkan lebih detil dalam karya-karya saya yang lainnya, terutama “Criticism of the Draft Program of the Communist International”. Di hari ke depan, saya ingin menerbitkan sebuah pamflet khusus mengenai evaluasi terhadap tahapan perkembangan ekonomi USSR hari ini. Untuk karya-karya tersebut, saya berkewajiban untuk mengarahkan para pembaca yang menginginkan pendalaman lebih lanjut mengenai bagaimana masalah Revolusi Permanen dikedepankan hari ini. Namun, harapan saya, pertimbangan-pertimbangan yang telah diungkapkan di atas adalah cukup untuk mengungkapkan pentingnya perjuangan ideologi selama beberapa tahun terakhir ini, dan sekarang perjuangan ini terekspresikan dalam bentuk dua teori yang saling bertentangan: sosialisme di satu negeri melawan Revolusi Permanen. Siginifikasi permasalahan ini memberikan kita justifikasi untuk menghadirkan kepada para pembaca luar negeri sebuah buku yang sebagian besar didedikasikan untuk mengupas ulang secara kritis prognosis-prognosis pra-revolusioner dan perselisihan-perselisihan teori di antara kaum Marxis Rusia. Sebuah bentuk eskposisi yang berbeda mengenai masalah-masalah yang menarik bagi kita mungkin, tentu saja, dapat dipilih. Namun bentuk tersebut tidak pernah diciptakan oleh sang penulis, dan tidak dipilih oleh sang penulis atas kehendaknya sendiri. Ini dibebankan kepadanya sebagian oleh keinginan lawannya dan sebagian lagi oleh alur perkembangan politik. Bahkan kebenaran matematika, ilmu pengetahuan yang paling abstrak, dapat dipelajari dengan baik dengan mempelajari sejarah perkembangannya. Ini berlaku bahkan lebih baik untuk hal yang lebih kongkrit, yaitu kebenaran politik Marxis yang berdasarkan kondisi sejarah. Sejarah asal mula dan perkembangan prognosis revolusi di bawah kondisi pra-revolusioner Rusia akan membawa para pembaca jauh lebih dekat dan jauh lebih konkrit ke esensi tugas-tugas revolusioner kaum proletar dunia, ketimbang melalui eksposisi yang bersifat akademik dan pedantik, yang terpisah dari kondisi perjuangan yang melahirkannya.

29 Maret, 1930


Catatan

[1] Pada 1914, mayoritas kaum Sosial Demokrat dari Internasional Kedua mendukung Perang Dunia Kedua. Ini merupakan titik perpecahan antara Marxisme dan Reformisme.

[2] Stalin memberikan pidato ini pada 6 Mei 1929; pidato tersebut pertama kali dipublikasikan pada awal 1930, dalam kondisi yang menyebabkannya menjadi penting “secara programatik”. – Leon Trotsky

[3] Pravda adalah surat kabar harian Bolshevik yang berarti “Kebenaran” dalam bahasa Rusia. Ia diterbitkan di St. Petersburg dan didirikan pada April 1912 atas inisiatif pekerja St. Petersburg. Pravda mengalami dua kehidupan, sedikit banyak menandai sebelum dan sesudah revolusi. Sebelum revolusi, Pravda adalah koran massa kelas pekerja yang diterbitkan dengan sirkulasi luas dari koresponden dan penulis pekerja – dia berfungsi sebagai suara partai Bolshevik yang membawa analisa Marxis terhadap peristiwa-peristiwa politik kepada buruh dan tani. Pravda memiliki sirkulasi 40 ribu kopi tiap harinya, dan koran ini diorganisir dan diedit oleh Lenin ketika hidup di pengasingan di luar negeri. Setelah revolusi, Pravda menjadi koran berita pemerintahan Soviet, dan lalu di bawah Stalin koran ini tidak lagi memberitakan ‘kebenaran’ dan menjadi corong suara kaum birokrasi.

[4] Ini terbukti pada akhirnya, dimana pada 1943, yakni 13 tahun setelah karya ini ditulis, Komunis Internasional dibubarkan oleh Stalin.

[5] "Periode Ketiga" adalah teori kaum Stalinis dimana katanya kapitalisme telah memasuki krisisnya yang paling akhir dan akan tumbang sekarang juga. Dengan teori ini, para komunis seluruh dunia diperintahkan untuk mengambil garis-garis politik yang ultra-kiri dan avonturis. Di Jerman, kaum komunis Jerman diperintahkan untuk tidak membentuk front persatuan dengan kaum buruh Sosial Demokrat, dan akhirnya ini memungkinkan kemenangan Hilter dan Nazi.