Revolusi yang Dikhianati

Leon Trotsky (1936)


Bab XI. Mau Kemana Uni Soviet?

 

1. Bonapartisme Sebagai Sebuah Rejim Dalam Krisis

Pertanyaan yang sebelumnya kami angkat: “Bagaimana mungkin klik penguasa, dengan kesalahannya yang bertumpuk-tumpuk, mengkonsentrasikan kekuasaan tak terbatas di tangannya?”—atau, dengan kata lain: “Bagaimana menjelaskan kontradiksi antara kemiskinan intelektual dari kaum Thermidor dan kekuatan material yang digenggamnya?”—kini mengijinkan adanya satu jawaban yang lebih kongkrit dan kategorikal. Masyarakat Soviet tidaklah harmonis. Apa yang merupakan dosa bagi satu kelas atau strata adalah berkah bagi yang lain. Dari sudut pandang bentuk masyarakat sosialis, kebijakan kaum birokrasi sangatlah mencolok dalam kontradiksi dan ketidakkonsistenannya. Namun kebijakan yang serupa nampak sangat konsisten dari sudut pandang penguatan kekuasaan lapisan penguasa yang baru ini.

Dukungan negara atas kulak (1923-28) mengandung bahaya maut bagi masa depan sosialisme. Namun di saat itu, dengan bantuan borjuis kecil, birokrasi berhasil membelenggu tangan dan kaki garda depan proletariat dan merepresi Oposisi Bolshevik. “Kesalahan” ini dari sudut pandang sosialisme adalah keuntungan dari sudut pandang birokrasi. Ketika kulak mulai langsung mengancam birokrasi itu sendiri, mereka mengalihkan moncong senjatanya ke arah para kulak. Brutalnya agresi melawan kulak, yang menyeret juga petani menengah, tidak kurang merugikan perekonomian dibanding sebuah serbuan asing. Namun birokrasi telah mempertahankan posisinya. Setelah nyaris gagal menghancurkan mantan sekutunya, mereka mulai dengan seluruh kekuatannya membangun aristokrasi yang baru. Apakah ini berarti menggerogoti sosialisme? Tentu saja, tetapi pada saat bersamaan juga memperkuat lapisan penguasa. Birokrasi Soviet, sebagaimana kelas penguasa lainnya, siap menutup mata terhadap kesalahan paling kasar dari para pemimpinnya dalam bidang politik, asalkan para pemimpin itu menunjukkan kesetiaan tanpa syarat dalam mempertahankan hak-hak istimewa mereka. Semakin gelisah suasana hati para tuan baru ini, semakin kejam mereka dalam membasmi ancaman sekecil apapun terhadap hak yang baru saja mereka peroleh dengan adil. Dari sudut pandang inilah kasta kaum kaya ini memilih pemimpinnya. Di sanalah rahasia keberhasilan Stalin.

Akan tetapi, meningkatnya kekuasaan dan independensi dalam sebuah birokrasi tidaklah tak terbatas. Ada faktor-faktor sejarah yang jauh lebih perkasa daripada para marsekal bahkan juga para sekretaris jenderal. Rasionalisasi perekonomian adalah mustahil tanpa akuntansi yang akurat. Akuntansi yang akurat tidak cocok dengan kehendak semena-mena birokrasi. Kepentingan untuk memulihkan kembali rubel yang stabil, yang berarti melepaskan rubel dari kendali para “pemimpin”, dipaksakan kepada birokrasi oleh kenyataan bahwa kepemimpinan otokratik mereka semakin berkontradiksi dengan perkembangan kekuatan produksi – seperti halnya monarki absolutis pada jamannya menjadi tidak cocok dengan perkembangan pasar borjuis. Namun akuntansi uang mustahil tidak memberi karakter yang lebih terbuka bagi pertarungan antara berbagai strata dalam perebutan jatah pendapatan nasional. Masalah skala pengupahan, yang hampir tidak dipedulikan orang selama periode sistem kupon-makanan, kini merupakan soal hidup-mati bagi buruh, dan bersamanya juga masalah serikat buruh. Penunjukan pejabat serikat buruh dari atas niscaya akan mendapat perlawanan yang makin lama makin kuat. Di samping itu, di bawah sistem upah-per-unit-hasil, kaum buruh berkepentingan langsung untuk memiliki manajemen pabrik yang rapi dan baik. Kaum Stakhanovis makin hari makin mengeluhkan cacat organisasional dalam produksi. Nepotisme birokratis dalam hal penunjukan direktur, teknisi, dll., makin hari makin tidak dapat ditoleransi. Koperasi-koperasi dan usaha dagang negara makin hari makin tergantung pada pembeli. Pertanian kolektif dan masing-masing petani kolektif tengah belajar mengubah transaksi mereka dengan negara ke dalam bahasa angka-angka. Mereka makin enggan terus tunduk pada penunjukan pemimpin dari atas, pemimpin yang hanya memiliki satu keunggulan, yakni kedekatan pada klik penguasa setempat. Dan, akhirnya, rubel menjanjikan pengungkapan atas wilayah yang paling misterius itu: pendapatan legal dan ilegal birokrasi. Maka, di negeri yang dicekik secara politik, sirkulasi uang menjadi sebuah tuas yang penting untuk mobilisasi kekuatan oposisi dan meramalkan awal dari hari-hari terakhir absolutisme “yang tercerahkan” ini.

Sekalipun pertumbuhan industri dan penyertaan pertanian dalam bidang perencanaan negara sangat merumitkan tugas-tugas para pemimpin, jika kita ajukan masalah kualitas, birokratisme menghancurkan insiatif kreatif dan rasa tanggung jawab, tanpa itu semua kita tidak akan pernah mendapatkan kemajuan secara kualitatif. Kanker birokratisme mungkin tidak begitu terasa di industri-industri besar. tetapi mereka tengah merambat dan memangsa koperasi-koperasi, industri ringan dan penghasil makanan, pertanian kolektif dan industri lokal kecil—artinya, semua cabang ekonomi yang berdiri paling dekat dengan rakyat.

Peran progresif dari birokrasi Soviet terkait dengan masa-masa yang diabdikan untuk memperkenalkan Uni Soviet kepada unsur-unsur terpenting dari teknologi kapitalis. Tugas kasar untuk meminjam, meniru, dan mencangkok, dicapai berdasarkan basis yang diletakkan oleh revolusi. Maka sejauh ini tidak ada masalah tentang istilah-istilah baru di bidang teknik, sains atau seni. Uni Soviet dapat membangun pabrik-pabrik raksasa menurut pola Barat dengan komando birokratik—sekalipun, pastinya, dengan biaya tiga kali lipatnya. Tetapi, semakin jauh Anda berjalan, perekonomian semakin terjerat pada masalah kualitas, yang lolos dari cengkeraman birokrasi laksana bayangan. Produk-produk Soviet seperti diberi label kelabu, pertanda ketidakpedulian. Di bawah perekonomian terencana, kualitas menuntut demokrasi bagi produsen dan konsumen, kebebasan mengeritik dan inisiatif—kondisi yang tidak sesuai dengan rejim totaliter yang mengedepankan ketakutan, dusta dan penjilatan.

Di balik masalah kualitas berdirilah sebuah masalah yang lebih rumit dan besar, yang dapat diringkas dalam konsep kreasi independen, teknis, dan budaya. Para filsuf tempo dulu mengatakan bahwa pertarungan adalah bapa dari segala hal. Tidak ada nilai baru akan tercipta tanpa adanya kebebasan untuk bertarung dalam hal pemikiran. Pastinya, sebuah kediktatoran revolusioner pada hakikatnya berarti pengekangan kebebasan secara tegas. Tetapi, justru karena alasan itulah epos revolusi tidak pernah secara langsung menguntungkan bagi kreasi kultural: revolusi hanya membersihkan panggung untuk kreasi budaya. Kediktatoran proletariat membuka semakin lebar ruang bagi kejeniusan manusia bila kediktatoran itu semakin memudar. Budaya sosialis hanya akan berkembang sejalan dengan memudarnya Negara. Dalam hukum sejarah yang sederhana dan tak tergoyahkan itu, terkandunglah hukuman mati bagi rejim politik yang sekarang ada di Uni Soviet. Demokrasi Soviet bukanlah tuntutan dari sebuah kebijakan yang bersifat abstrak, apalagi moral yang abstrak. Tuntutan ini telah menjadi penentu hidup-matinya Uni Soviet.

Jika negara yang baru ini tidak memiliki kepentingan selain kepentingan masyarakat, memudarnya fungsi-fungsi alat pemaksa perlahan-lahan akan mendapatkan bentuk yang tidak menyakitkan. Namun negara bukan hanya terdiri dari jiwa-jiwa murni. Fungsi-fungsi yang spesifik melahirkan organ-organ yang spesifik. Birokrasi, secara keseluruhan, tidak terlalu berkepentingan dengan fungsi, melainkan lebih berkepentingan dengan upeti yang datang bersamaan dengan fungsi itu. Kasta penguasa ini mencoba memperkuat dan melestarikan organ-organ pemaksa. Untuk memastikan kekuasaan dan pendapatannya, mereka tidak peduli apapun atau siapapun. Semakin jauh perkembangan sosial bertentangan dengan kepentingannya, semakin kejam sikap birokrasi terhadap elemen-elemen termaju dari masyarakat. Sebagaimana Gereja Katolik, di masa kemundurannya birokrasi juga telah mengajukan dogma bahwa mereka tidak mungkin salah, namun mereka telah mengangkat dogma ini ke tingkat yang belum pernah diimpikan oleh Paus dari Roma.

Proses pendewaan Stalin yang makin lama makin dipaksakan, dengan semua unsur karikaturnya, adalah sebuah elemen yang diperlukan bagi rejim. Birokrasi membutuhkan seorang perantara-luarbiasa, seorang konsul pertama atau seorang kaisar. yang tidak dapat diganggu-gugat, dan mereka mengangkat orang ini ke atas bahu mereka, orang yang paling mewakilkan klaim kekuasaan mereka. “Kekuatan karakter” sang pemimpin ini [Stalin – Ed.], yang begitu mempesona pembaca yang dangkal di Barat, pada kenyataannya adalah jumlah total dari seluruh tekanan kolektif dari kasta yang tidak akan berhenti di hadapan apapun untuk mempertahankan posisinya sendiri. Masing-masing dari mereka berpikir: l’etat c’est moi—negara adalah saya. Dalam diri Stalin, setiap birokrasi dengan mudah menemukan perwujudan dirinya. Namun Stalin juga menemukan, dalam diri mereka masing-masing, sebagian kecil dari jiwanya sendiri. Stalin adalah personifikasi dari birokrasi. Inilah hakikat kepribadian politiknya.

Caesarisme[1], atau bentuk borjuisnya, Bonapartisme, memasuki gelanggang pada momen-momen tertentu dalam sejarah di mana pertarungan antara dua kubu mengangkat kekuasaan negara di atas bangsa dan menjaminnya, dalam tampilan, sebuah kemandirian sepenuhnya dari kelas-kelas; sekalipun, dalam kenyataannya, hanyalah kemandirian yang diperlukan untuk mempertahankan mereka yang berhak istimewa. Rejim Stalin, yang mengangkat diri di atas masyarakat yang teratomisasi secara politik, yang bersandar pada kekuatan kepolisian dan korps perwira, dan tidak mengijinkan pihak manapun mengendalikannya, jelas adalah sebuah variasi dari Bonapartisme—sebuah tipe baru Bonapartisme yang belum pernah ada dalam sejarah.

Caesarisme bangkit berlandaskan masyarakat perbudakan yang terguncang oleh pertikaian internal. Bonapartisme adalah salah satu senjata politik dari rejim kapitalis di masa-masa kritisnya. Stalinisme adalah satu variasi dari sistem yang sama namun berbasiskan sebuah negara buruh yang terrobek-robek oleh antagonisme antara aristokrasi Soviet yang terorganisir dan bersenjata melawan massa rakyat pekerja yang tidak bersenjata.

Sebagaimana sejarah menjadi saksi, Bonapartisme sanggup berjalan dengan damai dengan sistem pemilu universal, bahkan rahasia. Ritual demokrasi dari Bonapartisme adalah plebisit. Dari waktu ke waktu, satu pertanyaan diajukan pada warga negara: mendukung atau melawan pemimpin? Dan para pemilih merasakan moncong pistol di dadanya. Sejak masa Napoleon III[2], yang kini terlihat seperti seorang lugu dari pedesaan, teknik ini telah mendapatkan pengembangan yang luar biasa. Konstitusi Soviet baru, yang mendirikan Bonapartisme berbasiskan plebisit adalah mahkota termegah dari sistem ini.

Dalam analisa terakhir, Bonapartisme Soviet lahir berkat keterlambatan revolusi dunia. Namun di negeri-negeri kapitalis, penyebab yang sama melahirkan fasisme. Dengan demikian, kita sampai pada satu kesimpulan, yang sekilas pintas mengejutkan namun pada kenyataannya niscaya, bahwa penghancuran demokrasi Soviet oleh sebuah birokrasi yang maha digdaya dan pembasmian demokrasi borjuis oleh fasisme dihasilkan oleh alasan yang sama: keterlambatan proletariat dunia dalam memecahkan masalah yang dihadapkan kepadanya oleh sejarah. Stalinisme dan fasisme, sekalipun memiliki perbedaan besar dalam pondasi sosialnya, merupakan fenomena yang simetris. Dalam banyak cirinya, mereka memperlihatkan kemiripan yang sangat besar. Sebuah kemenangan gerakan revolusioner di Eropa akan segera mengguncang, bukan hanya fasisme, tetapi juga Bonapartisme Soviet. Dengan membalikkan punggung dari revolusi dunia, birokrasi Stalinis bertindak tepat sesuai cara pandangnya. Mereka hanya mengikuti kata hati mereka untuk tetap bertahan hidup.

2. Pertarungan Antara Birokrasi dan “Musuh Kelas”

Sejak hari pertama rejim Soviet, kekuatan penyeimbang bagi birokratisme adalah partai. Jika birokrasi mengelola negara, maka partai mengendalikan birokrasi. Dengan kewaspadaan tinggi jangan sampai ketidaksetaraan melampaui batasan yang diperlukan, partai selalu berada dalam keadaan pertarungan dengan birokrasi baik dalam bentuk terbuka maupun tertutup. Peran historis dari faksi Stalin adalah penghancuran duplikasi ini, menundukkan partai pada para pejabat resminya dan meleburkan para pejabat partai ke dalam jabatan-jabatan negara. Dengan demikian, terbangunlah rejim totalitarian yang sekarang ini. Layanan penting yang disajikannya bagi birokasi inilah yang menjamin kemenangan bagi Stalin.

Selama sepuluh tahun pertama perjuangannya, Oposisi Kiri tidak meninggalkan program penaklukan ideologis atas partai demi sebuah pertarungan memperebutkan kekuasaan melawan partai. Slogannya pada saat itu adalah: reformasi, bukan revolusi. Birokrasi, sebaliknya, bahkan di masa itu telah siap untuk melancarkan revolusi apapun untuk mempertahankan dirinya melawan reformasi demokratik. Di tahun 1927, ketika pertarungan mencapai titik yang pahit, Stalin menyatakan ini pada salah satu sidang Komite Sentral, diarahkan pada Oposisi: “Kader-kader ini hanya dapat disingkirkan melalui sebuah perang sipil!” Apa yang merupakan ancaman dalam kata-kata Stalin, berkat serangkaian kekalahan proletariat Eropa, akhirnya menjadi fakta sejarah. Jalan reformasi diubah menjadi jalan revolusi.

Pembersihan terus-menerus atas partai dan organisasi-organisasi Soviet memiliki tujuan mencegah agar ketidakpuasan massa tidak mendapatkan ekspresi politik yang koheren. Tetapi represi tidak dapat membunuh pikiran; mereka hanya mengusirnya ke bawah tanah. Banyak kaum komunis, juga warga non-partai, memiliki dua sistem pemikiran, yang satu resmi dan yang satu lagi rahasia. Kegiatan mata-mata dan pengaduan tengah menggerogoti relasi-relasi sosial sampai ke akarnya. Birokrasi dengan tegas menyatakan bahwa musuh-musuhnya adalah musuh sosialisme. Dengan bantuan pemalsuan dari lembaga-lembaga pengadilan, yang telah menjadi hal biasa sekarang, mereka menuduh musuh-musuh mereka dengan kejahatan apapun yang mereka dapat gunakan. Di bawah ancaman regu tembak, mereka menarik berbagai pengakuan yang mereka diktekan pada orang-orang yang lemah, lalu membuat pengakuan-pengakuan ini sebagai basis tuduhan bagi musuh yang lebih tangguh.

“Akan menjadi teramat bodoh dan kriminil,” demikian ajaran Pravda pada tanggal 5 Juni 1936—ketika berkomentar tentang “konstitusi paling demokratis di dunia”—walaupun telah tercapai penghapusan kelas-kelas, untuk berasumsi bahwa “kekuatan kelas yang bermusuhan dengan sosialisme telah menerima kekalahan mereka ... Pertarungan berlangsung terus.” Siapa gerangan “kekuatan kelas yang bermusuhan” ini? Pravda menjawab: “Sisa-sisa kelompok kontra revolusioner, Pengawal Putih dari berbagai alirannya, khususnya kaum Trotskyis-Zinovievis.” Setelah rujukan yang biasa mengenai “kegiatan mata-mata, konspirasi dan aktivitas terorisme” (oleh kaum Trotskyis-Zinovievis!), organ Stalinis ini memberikan janjinya: “Di masa datang kami akan menghantam dan menghancurkan dengan tangan besi semua musuh rakyat, para reptil-reptil Trotskyis itu, tidak peduli betapa pandainya mereka menyamarkan diri.” Ancaman-ancaman semacam itu, yang diulang setiap hari dalam pers Soviet, hanyalah pengiring dari kerja-kerja GPU. Seorang Petrov, anggota partai sejak 1918, partisipan dalam perang sipil, akhirnya menjadi salah satu pakar pertanian Soviet dan anggota Oposisi Kanan, yang melarikan diri dari pengasingan di tahun 1936, menulis dalam sebuah koran pelarian beraliran liberal, yang mencirikan kaum Trotskyis sebagai berikut: “Kaum kiri? Secara psikologis, merekalah kaum revolusionis terakhir, yang tulus dan bersemangat. Tidak berkompromi, tidak tawar-menawar. Orang-orang yang paling bermartabat. Tetapi pemikirannya idiot … selalu berkoar tentang pembumihangusan dunia dan hal lain semacam itu.” Kita akan kesampingkan dulu “pemikiran” mereka. Penilaian moral dan politik ini, yang datang dari musuh sayap kanan mereka, berbicara dengan lantang. “Kaum revolusionis terakhir, yang tulus dan bersemangat” inilah yang tengah diburu oleh para kolonel dan jenderal GPU karena ... aktivitas kontra-revolusioner mereka untuk kepentingan kaum imperialis.

Histeria kebencian birokratik terhadap Oposisi Bolshevik mendapat makna politik yang teramat tajam dalam kaitannya dengan pencabutan pembatasan atas orang-orang yang mempunyai latar-belakang borjuis. Dekrit-dekrit konsiliasi untuk pekerjaan, kerja dan pendidikan mereka didasarkan pada pertimbangan bahwa perlawanan mantan kelas penguasa ini telah mereda sejalan dengan semakin jelasnya stabilitas tatanan yang baru. “Saat ini tidak lagi perlu ada pembatasan semacam ini,” papar Molotov pada satu sidang Komite Eksekutif Sentral di bulan Januari 1936. Akan tetapi, pada saat bersamaan, diungkapkan bahwa “musuh kelas” yang paling jahat direkrut dari antara mereka yang selama hidupnya berjuang untuk sosialisme, dimulai dari rekan-rekan sejawat Lenin, seperti Zinoviev dan Kamenev. Berbeda dari kaum borjuasi, menurut Pravda kaum “Trotskyis” malah menjadi semakin ganas “ketika semakin jelas ciri-ciri sebuah masyarakat sosialis tanpa kelas terbangun.” Watak meracau dari falsafah ini, yang muncul dari kebutuhan untuk menutupi relasi yang baru dengan rumus-rumus lama, tentu saja tidak dapat menutupi pergeseran nyata dalam antagonisme sosial. Di satu pihak, pembangunan sebuah kasta “tuan terhormat” membuka kesempatan lebar-lebar bagi karir anak-anak borjuasi yang paling berambisi: tidak ada resiko dalam memberi mereka hak setara. Di pihak lain, fenomena yang sama menghasilkan ketidakpuasan yang tajam dan sangat berbahaya di tengah massa, khususnya di tengah kaum buruh muda. Karena itulah, kampanye pembasmian terhadap “reptil-reptil” dilancarkan. Pedang kediktatoran, yang dulu digunakan untuk mengganyang mereka yang ingin memulihkan hak-hak istimewa kaum borjuasi, kini diarahkan pada mereka yang ingin berontak melawan hak-hak istimewa kaum birokrat. Pukulan ini tidak dijatuhkan pada musuh kelas proletariat, melainkan pada garda depan proletariat. Seiring dengan perubahan mendasar pada fungsinya, polisi rahasia yang dulu direkrut dari antara kaum Bolshevik yang paling berbakti dan berani berkorban, kini terdiri dari seksi birokrasi yang paling korup.

Dalam pembasmian mereka atas kaum revolusionis, kaum Thermidor menumpahkan kebencian mereka pada siapapun yang mengingatkan mereka pada masa lalu dan membuat mereka kuatir akan masa depan mereka. Penjara, sudut-sudut terpencil Siberia dan Asia Tengah, kamp konsentrasi yang jumlahnya makin berlipat ganda, semua ini menyekap bunga-bunga Partai Bolshevik, orang-orang yang paling tangguh dan tulus. Bahkan di penjara isolasi di Siberia, kaum Oposisi masih terus dihukum dengan penggeledahan-penggeledahan, larangan berkirim surat dan kelaparan. Di pengasingan, para istri dipaksa berpisah dari para suami mereka, dengan satu tujuan: menghancurkan perlawanan mereka dan memaksa mereka meminta ampun. Tetapi bahkan mereka yang meminta ampun belum tentu diselamatkan. Begitu ada kecurigaan atau kisikan dari seorang informan, mereka akan dikenai hukuman berlipat ganda. Bantuan yang diberikan kepada para eksil oleh kerabat mereka juga dikenai hukuman. Saling membantu dihukum sebagai konspirasi.

Satu-satunya alat pertahanan diri dalam kondisi semacam ini adalah mogok makan. GPU menjawab ini dengan memaksa makan atau dengan sebuah tawaran pembebasan melalui kematian. Selama tahun-tahun ini, ratusan kaum Oposisi, baik berkebangsaan Rusia atau asing, telah ditembak, atau tewas karena mogok makan, atau bunuh diri. Dalam dua belas tahun terakhir, pihak otoritas telah beberapa kali mengumumkan pada dunia bahwa kaum Oposisi telah dicabut sampai ke akarnya. Namun selama “pembersihan” di bulan terakhir tahun 1935 dan paruh pertama 1936, ratusan ribu anggota partai lagi-lagi dipecat, di antara mereka beberapa puluh ribu “Trotskyis”. Yang paling aktif langsung ditahan dan dijebloskan dalam penjara dan kamp konsentrasi. Untuk yang lainnya, Stalin dengan terbuka menyarankan melalui Pravda agar organ-organ lokal tidak memberi orang-orang ini pekerjaan. Di negeri di mana satu-satunya pemberi kerja adalah negara, ini berarti kematian perlahan-lahan lewat kelaparan. Prinsip lama: mereka yang tidak bekerja tidak akan makan, telah diganti dengan yang baru: mereka yang tidak patuh tidak akan makan. Tepatnya berapa banyak kaum Bolshevik yang telah dipecat, ditangkap, diasingkan atau dibunuh sejak tahun 1923, ketika era Bonapartisme dimulai, akan kita ketahui jika kita sudah berhasil membongkar arsip polisi rahasia Stalin. Berapa banyak dari mereka yang tetap bertahan di bawah tanah akan terungkap ketika hari-hari terakhir birokratisme telah menjelang.

Apa artinya dua atau tiga puluh ribu kaum Oposisi dalam melawan sebuah partai beranggotakan dua juta? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita tidak boleh sekedar membandingkan angka. Dalam kondisi politik yang membara, sepuluh orang revolusionis di dalam satu resimen telah cukup untuk membawa para tentara untuk berpihak pada rakyat. Bukan percuma para staf jenderal begitu ketakutan dengan lingkaran-lingkaran bawah tanah yang kecil, bahkan juga pada satu-dua orang. Ketakutan para staf jenderal yang reaksioner ini, yang mengimbuhi keseluruhan birokrasi Stalinis, menjelaskan kegilaan represinya dan fitnah mereka yang begitu beracun.

Victor Serge, yang hidup melewati seluruh tahapan represi di Uni Soviet, telah membawa kabar mengejutkan ke Eropa barat dari mereka yang sedang menderita siksaan karena kesetiaan mereka pada revolusi dan permusuhan mereka pada orang-orang yang ingin mengubur revolusi itu dalam-dalam.

“Saya tidak membesar-besarkan,” tulisnya. “Saya menimbang setiap kata saya. Saya dapat mendukung setiap kalimat saya dengan bukti-bukti tragis dan dengan nama-nama. Di antara kaum martir dan pemrotes ini, yang kini kebanyakan sudah diam membisu, satu kelompok minoritas yang heroik terasa lebih dekat di hati saya daripada yang lain, yang mulia karena enerji mereka, ketajaman pikiran mereka, keteguhan mereka, pengabdian mereka pada Bolshevisme di masa jayanya. Ribuan kaum Komunis yang terawal ini, kamerad-kamerad dari Lenin dan Trotsky, para pendiri Republik Soviet ketika soviet-soviet masih berdiri, tengah melawan rejim yang busuk ini dengan prinsip sosialisme, tengah mempertahankan sekuat mungkin (dan yang dapat mereka lakukan adalah mengorbankan apapun yang ada pada diri mereka) hak-hak kelas pekerja … Saya membawa pada Anda berita tentang mereka yang disekap di sana. Mereka akan bertahan sampai akhir, apapun yang dituntut dari mereka. Sekalipun mereka tidak akan bertahan hidup untuk menyaksikan sebuah fajar revolusi yang baru … kaum revolusionis dari Barat dapat mengandalkan mereka. Api itu akan tetap menyala, sekalipun hanya di dalam penjara. Dengan cara yang sama, mereka juga mengandalkan Anda. Anda harus—kita harus—membela mereka guna membela demokrasi kelas pekerja di dunia, untuk membangkitkan kembali citra pembebasan dari kediktatoran proletariat, dan di satu hari mengembalikan Uni Soviet pada kebesaran moralnya dan kepercayaan kaum pekerja.”

3. Keniscayaan Datangnya Revolusi Baru

Ketika mendiskusikan memudarnya Negara, Lenin menulis bahwa kebiasaan mematuhi aturan-aturan kehidupan sosial dapat menggantikan semua bentuk pemaksaan jika tidak ada sesuatu yang memprovokasi kemarahan, protes dan pemberontakan, dan dengan demikian keharusan represi. Hakikat persoalannya terletak pada kata jika. Rejim Uni Soviet yang sekarang memprovokasi munculnya protes di tiap langkahnya, protes yang makin menyala setiap kali represi menjadi semakin keras. Birokasi bukan saja merupakan mesin pemaksa tetapi juga sumber provokasi. Kehadiran kasta penguasa yang rakus, pendusta, dan sinis ini niscaya menghasilkan kemarahan yang terpendam. Perbaikan kondisi material kaum buruh tidaklah mendamaikan mereka dengan pihak otoritas; sebaliknya, dengan meningkatkan rasa percaya diri dan membebaskan pikiran mereka ke arah masalah-masalah politik umum, kondisi ini menyiapkan jalan untuk terjadinya konflik terbuka dengan birokrasi.

Para “pemimpin” yang tidak dapat diganggu gugat ini senang mengeluarkan pernyataan tentang perlunya “belajar”, “menguasai teknik”, “mendidik diri secara budaya”, dan hal-hal mulia lainnya. Namun lapisan penguasa itu sendiri bodoh dan tidak berbudaya; mereka tidak mempelajari apapun secara serius, tidak setia dan kasar dalam hubungan sosial. Mereka berpura-pura mengayomi semua bidang kehidupan sosial, menggenggam kendali bukan hanya atas toko-toko koperasi melainkan juga atas komposisi musik, ini semua sungguh membuat mereka semakin tidak dapat ditoleransi. Rakyat Soviet tidak akan dapat mengangkat diri ke tingkat budaya yang lebih tinggi tanpa membebaskan diri dari kasta tersebut.

Apakah kaum birokrat akan menelan bulat-bulat negara kelas pekerja ataukah kelas pekerja yang akan menyingkirkan kaum birokrat? Demikianlah pertanyaan yang akan memutuskan nasib Uni Soviet. Sebagian besar kaum buruh Soviet saat ini bersikap bermusuhan pada birokrasi. Kaum tani sangat membenci mereka. Jika diperhatikan, berbeda dengan sikap kaum tani, kaum buruh nyaris tidak pernah berjuang melawan birokrasi secara terbuka, yang membuat desa-desa yang memprotes menjadi kebingungan dan mandul, ini bukan hanya karena represi. Kaum buruh takut kalau-kalau, dengan menggulingkan birokrasi, mereka akan membuka jalan bagi pemulihan kapitalisme. Relasi mutual antara kelas dan negara jauh lebih rumit daripada yang digambarkan oleh kaum “demokrat” yang vulgar. Tanpa sebuah perekonomian terencana, Uni Soviet akan terlempar mundur beberapa dekade. Dalam makna ini, birokrasi terus memenuhi fungsi-fungsi yang diperlukan. Tetapi, mereka memenuhi fungsi itu dengan cara sedemikian rupa sehingga menyiapkan ledakan yang akan mengguncang keseluruhan sistem, yang bisa saja menyapu bersih pencapaian-pencapaian revolusi. Kaum buruh bersikap realistis. Tanpa menipu diri mereka sendiri, mereka melihat dalam diri para penjaga ini sebagian dari apa yang telah mereka capai melalui revolusi. Mereka jelas akan mengusir orang-orang yang tidak jujur, yang congkak dan tidak dapat dipercaya segera setelah mereka melihat adanya peluang yang baru. Untuk ini, maka sebuah fajar revolusi harus menyingsing lagi di Barat atau Timur.

Berhentinya pertarungan politik terbuka digambarkan oleh para “kawan” dan agen-agen Kremlin sebagai “stabilisasi” rejim. Pada kenyataannya ini hanyalah stabilisasi sementara untuk birokrasi. Dengan ketidakpuasan tertanam dalam-dalam di tengah massa rakyat, generasi yang lebih muda merasakan, dengan sakit yang menyengat, beban “absolutisme tercerahkan” ini, yang lebih banyak absolutismenya ketimbang pencerahannya. Kewaspadaan birokrasi yang makin hari makin peka terhadap tiap berkas pemikiran yang hidup, dan ketegangan yang tak tertanggungkan dari himne puji-pujian yang dialamatkan pada sang “pemimpin”, merupakan saksi atas semakin terpisahnya negara dan masyarakat. Semua ini merupakan saksi akan semakin tegangnya kontradiksi internal, sebuah tekanan pada tembok-tembok negara, tekanan yang mencari jalan keluar dan niscaya akan menemukannya.

Dalam sebuah penilaian yang jujur atas situasi di Uni Soviet, tindakan-tindakan teroristik yang tidak jarang terjadi terhadap para perwakilan kekuasaan memiliki arti yang penting. Yang paling terkenal dari ini adalah pembunuhan Kirov[3], seorang diktator Leningrad yang cerdik dan tidak bermoral, seorang wakil tipikal dari korporasinya. Dilihat terpisah, tindakan teroristik adalah satu aksi yang paling tidak sanggup menggulingkan oligarki Bonapartis. Walapun para birokrat takut pada todongan senjata, birokrasi secara keseluruhan sanggup memanfaatkan tindakan teror itu untuk membenarkan kekerasan yang dilakukannya sendiri, dan secara insidental menuduh musuh-musuh politiknya sebagai pelaku pembunuhan tersebut (peristiwa Zinoviev, Kamenev, dan yang lain)[4]. Teror individual adalah senjata orang-orang yang tidak sabar atau putus asa, yang biasanya merupakan anggota generasi muda birokrasi itu sendiri. Namun, sebagaimana di masa tsar, pembunuhan politik adalah gejala yang tak terbantahkan akan suasana yang bergolak, dan meramalkan dimulainya sebuah krisis politik terbuka.

Dengan memberlakukan konstitusi baru, birokrasi menunjukkan bahwa mereka merasakan bahaya ini dan tengah mengambil langkah-langkah pencegahan. Walau demikian, telah terjadi lebih dari sekali di mana sebuah kediktatoran birokratik, yang mencari keselamatan dalam reformasi “liberal”, ternyata memperlemah dirinya sendiri. Sambil mengungkapkan Bonapartisme, konstitusi yang baru ini sekaligus juga membangun sebuah benteng semi-legal untuk perjuangan menentang Bonapartisme itu sendiri. Kompetisi antar klik-klik birokrasi dalam pemilu dapat menjadi permulaan perjuangan politik yang lebih luas. Cambuk melawan “organ kekuasaan yang buruk kerjanya” dapat diubah menjadi cambuk melawan Bonapartisme. Semua indikasi menunjukkan bahwa jalan ke depan niscaya akan membawa kita pada benturan antar kekuatan rakyat yang berkembang secara budaya dengan oligarki birokrasi. Tidak ada hasil damai dari krisis ini. Tidak satupun iblis yang rela memotong cakarnya sendiri. Birokrasi Soviet tidak akan menyerahkan posisinya tanpa bertarung terlebih dahulu. Perkembangan yang selanjutnya jelas akan membawa kita pada jalan revolusi.

Dengan tekanan enerjik dari massa rakyat dan perpecahan antar aparatus pemerintah yang niscaya terjadi, perlawanan dari mereka yang berkuasa mungkin akan terbukti jauh lebih lemah daripada yang nampak saat ini. Tetapi, tentang ini kita hanya dapat membuat hipotesa. Dalam keadaan apapun, birokrasi hanya akan dapat disingkirkan oleh sebuah kekuatan revolusioner. Dan, sebagaimana biasanya, semakin berani dan tajam serangannya, akan semakin sedikit korban yang jatuh. Untuk mempersiapkan hal ini dan agar dapat berdiri di barisan terdepan massa dalam sebuah situasi historis yang menguntungkan—itulah tugas dari seksi Soviet dari Internasional Keempat. Sekarang seksi ini masih lemah dan terpaksa bekerja di bawah tanah. Namun eksistensi partai secara ilegal bukan berarti non-eksistensi. Ini hanya bentuk eksistensi yang sulit. Represi hanya dapat terbukti efektif terhadap sebuah kelas yang tengah menghilang dari panggung, ini terbukti sepenuhnya oleh kediktatoran proletar dari tahun 1917 sampai 1923—namun kekerasan terhadap garda depan revolusioner tidak akan dapat menyelamatkan sebuah kasta yang, jika Uni Soviet ternyata dapat melangkah maju jauh ke depan, ternyata telah hidup lebih lama dari masa produktifnya.

Revolusi yang tengah dipersiapkan birokrasi atas dirinya sendiri bukanlah sebuah revolusi sosial, sebagaimana Revolusi Oktober 1917. Ini bukan masalah mengubah pondasi ekonomi masyarakat, mengubah bentuk-bentuk kepemilikan dengan bentuk yang lain. Sejarah telah mencatat di tempat lain bahwa bukan hanya revolusi sosial yang menggantikan rejim feudal dengan rejim borjuis, melainkan juga revolusi politik yang, tanpa menghancurkan pondasi ekonomi masyarakat, menyapu habis sebuah lapisan penguasa lama (1830 dan 1848 di Perancis, Februari 1917 di Rusia, dll.). Penggulingan kasta Bonapartis, tentu saja, akan memiliki konsekuensi sosial yang besar, tetapi dalam dirinya sendiri revolusi ini akan dibatasi dalam kerangka revolusi politik.

Inilah pertama kalinya dalam sejarah dimana berdiri sebuah negara yang dihasilkan oleh revolusi kelas pekerja. Tahap-tahap yang harus ditempuhnya belum dituliskan di buku manapun. Benar bahwa para teoritisi dan pendiri Uni Soviet berharap bahwa sistem Soviet yang sungguh transparan dan fleksibel akan memungkinkan negara dengan damai mengubah dirinya sendiri, mencair, dan memudar, sejalan dengan tahap-tahap evolusi ekonomi dan kebudayaan masyarakat. Lagi-lagi di sini, kehidupan terbukti lebih rumit daripada yang dapat diantisipasi oleh teori. Proletariat dari sebuah negeri terbelakang ditakdirkan untuk mencapai revolusi sosialis yang pertama dalam sejarah. Untuk keistimewaan sejarah ini, negeri ini harus, sesuai dengan semua bukti-bukti, membayar dengan revolusi tambahan kedua—melawan absolutisme birokratik. Program untuk revolusi yang baru ini sangat tergantung dari momen ketika ia pecah, dari tingkatan yang telah dicapai negeri ini, dan sangat tergantung dari situasi internasional. Elemen-elemen fundamental dari program ini telah jelas dan telah dipaparkan dalam keseluruhan buku ini sebagai sebuah inferensi objekif dari sebuah analisa tentang kontradiksi rejim Soviet.

Ini bukan masalah menggantikan satu klik penguasa dengan klik lainnya, namun mengubah metode pengelolaan ekonomi dan pemanduan perkembangan budaya negeri. Otokrasi birokratik haruslah digantikan dengan demokrasi Soviet. Pemulihan atas hak mengeritik dan kebebasan sejati untuk memilih adalah kondisi-kondisi yang diperlukan untuk perkembangan lebih lanjut dari negeri ini. Ini mengasumsikan pemulihan kebebasan hak berpartai di Uni Soviet, dimulai dengan partai Bolshevik, dan dikembalikannya serikat buruh pada tempatnya. Diberlakukannya demokrasi dalam industri berarti revisi radikal atas rencana-rencana industri demi kepentingan kaum pekerja. Diskusi bebas atas problem-problem ekonomi akan memangkas pengeluaran overhead dari kesalahan dan zigzag birokratik. Istana-istana megah yang mahal, teater-teater baru, kereta bawah tanah yang penuh kepameran—akan menadi prioritas kedua setelah pendirian perumahan bagi kaum buruh. “Norma distribusi borjuis” akan sangat dibatasi, dan sejalan dengan pertumbuhan kekayaan masyarakat akan digantikan oleh kesetaraan sosialis. Pangkat-pangkat akan dihapuskan segera. Pin-pin dekorasi akan dibuang ke tungku peleburan. Kaum muda akan menerima kesempatan untuk bernapas bebas, mengkritisi, membuat kesalahan dan tumbuh dewasa. Sains dan seni akan dibebaskan dari belenggunya. Dan, akhirnya, kebijakan luar negeri akan dikembalikan pada tradisi internasionalisme revolusioner.

Jauh dibanding sebelumnya, nasib Revolusi Oktober kini sangat tergantung pada nasib Eropa dan seluruh dunia. Masalah Uni Soviet kini tengah dipastikan di semenanjung Spanyol, di Perancis, dan di Belgia. Pada saat buku ini terbit, situasinya akan jauh lebih jelas daripada hari ini, ketika perang sipil[5] masih berlangsung di balik dinding-dinding Madrid. Jika birokrasi Soviet sukses, dengan kebijakan “front rakyat” yang khianat itu, dalam menjamin kemenangan pihak reaksioner di Spanyol dan Perancis—dan Komunis Internasional tengah melakukan segala yang mereka mampu ke arah itu—Uni Soviet akan mendapati dirinya di pinggir jurang kehancuran. Sebuah kontrarevolusi borjuis, bukan insureksi kaum buruh melawan birokrasi, yang akan berjaya. Jika, sekalipun terus disabotase oleh kaum reformis dan pemimpin “Komunis”, kaum proletariat Eropa dapat menemukan jalan menuju kekuasaan, maka bab baru akan dibuka dalam sejarah Uni Soviet. Kemenangan pertama dari revolusi di Eropa akan menjadi kejutan listrik bagi seluruh massa rakyat Soviet, meneguhkan mereka, membangkitkan semangat kebebasan mereka, membangkitkan lagi tradisi 1905 dan 1917, menggerogoti posisi birokrasi Bonapartis, dan membuat Internasional Keempat menempati posisi yang tidak kalah pentingnya daripada posisi Internasional Ketiga dalam Revolusi Oktober. Hanya dengan cara itulah Negara Buruh pertama di dunia dapat diselamatkan.


Catatan

 

[1] Julius Caesar (100SM-44SM) adalah seorang pemimpin militer dan politik yang menjadi kaisar dengan mengubah Republik Romawi menjadi Kekaisaran Romawi.

[2] Louis-Napoleon Bonaparte (1808-1873) adalah kaisar dari Kerajaan Prancis dari tahun 1852-1970. Konter-revolusi dari Revolusi Prancis 1848 di Prancis ini, dimana Louis Bonaparte melakukan kudeta dan menjadi Kaisar Prancis, ditulis oleh Marx dalam bukunya “Brumaire XVIII Louis Bonaparte”

[3] Sergei Kirov (1886-1934) bergabung dengan Bolshevik pada tahun 1905. Dia adalah pendukung loyal Stalin. Pada tahun 1930an dia mulai menentang beberapa kebijakan Stalin dan menjadi saingan Stalin di dalam partai. Pada tahun 1934 Kirov dibunuh dan ini digunakan oleh Stalin sebagai alasan untuk menghukum dan mengeksekusi “kaum Trotskyis” yang dituduh sebagai biang kerok aksi pembunuhan ini.. Diketahui selanjutnya bahwa Stalinlah yang memberikan perintah untuk membunuh Kirov.

[4] Rujukan ini adalah pada pengadilanJanuari 1935 yang diselanggarakan oleh rejim Soviet terkait dengan pembunuhan Kirov pada tanggal 1 Desember 1934. Disini Zinoviev dan Kamenev dipaksa mengaku terlibat secara moral dalam pembunuhan Kirov. Ini adalah pembukaan untuk Pengadilan Moskow yang terkenal itu, yang terjadi dari tahun 1936 hingga 1938 dengan satu tujuan utama untuk menghancurkan kekuatan Oposisi pimpinan Trotsky.

[5] Perang Sipil Spanyol (1936-1939) dimulai ketika sebuah kudeta yang dipimpin oleh Franco dilancarkan oleh pemimpin militer kanan, kaum borjuasi, dan kaum monarkis dalam melawan pemerintahan Republik Spanyol Kedua. Peperangan antara kaum fasis dan kaum revolusioner atau republikan ini akhirnya dimenangkan oleh Franco dan membawa Spanyol pada lembar gelap fasisme.