Penuntun Kaum Buruh

Semaoen (1920)


Sumber: Penuntun Kaum Buruh, Penerbit Jendela, 2000


PENGANTAR PENULIS

Dengan ini saya mengaturkan cerita hal serikat buruh pada saudara-saudara kaum Buruh Hindia (terkarang sebelum nama Indone­sia menjelma).

Bukan maksud kita mencerita­kan hal ini dengan ilmiah, tetapi saja sengaja me­ngarang secara gampang, supaya semua kaum Buruh mengerti de­ngan segera apa maksudnya buku ini.

Terutama buat propaganda, dan buat kaum Buruh yang belum punya kumpulan serikat buruh atau serikat buruhnya belum teratur beres, maka buku ini akan mendatangkan faedahnya kalau dipikir dan diusahakan betul oleh kaum Buruh.

Meskipun ini buku penting buat kaum Buruh. Buruh khusus yang terutama, tetapi juga kaum Buruh Pemerintah bisa menarik faedah dari sini, karena mereka punya nasib dan keadaan sama saja dengan sauda­ra-saudaranya buruh khusus.

Moga-mogalah buku ini menja­di penuntun bagi kaum Buruh Hindia (Indonesia).

Semarang, Mei 1920

SEMAOEN

 

DAFTAR ISI

BAB I: Penyebab Di Indonesia Ada Perkumpulan

BAB II: Tiga Macam Perkumpulan Penting

BAB III: Tiga Maksud Didirikannya Serikat Buruh

BABI IV: Cita-Cita atau Asas Serikat Buruh

BAB V: Ikhtiar, Alat, dan Senjata Serikat Buruh

BAB VI: Badan atau Bentuk Serikat Buruh (Organisasi)

BAB VII: Politik Yang Berfaedah Bagi Serikat Buruh

BAB VIII: Modal Pergerakan (Contributie) dan Pengurusan Buku-Buku Perkumpulan (Administratie)

BAB IX: Pengawasan Di Dalam Perkumpulan

BAB X: Propaganda dan Para Pengurus Yang Terlantar

 

BAB I: PENYEBAB DI INDONESIA ADA PERKUMPULAN

Pada zaman sekarang di Indone­sia ramai dibicarakan tentang berbagai macam "Perkumpulan" atau vereniging. Apa sebabnya di tanah air kita sekarang muncul sekian banyak perkumpulan? Pertanyaan memang mudah dibuat, tetapi susah untuk dijawab hanya dengan sepatah dua patah kata. Menjawab pertanyaan ini secara jelas sama halnya dengan menceritakan hakikat tanah air Indonesia dalam berpuluh-puluh halaman buku. Saya tidak bermaksud menulis sejarah Indonesia di sini, melainkan hanya akan membuka sedikit hal-hal yang menyebabkan munculnya berbagai macam perkumpulan, saya mulai:

Ketika di Indonesia belum ada sepur atau trem (kereta api), maka keadaan negeri ini sunyi, sepi, tentram, dan damai. Begitu juga penduduknya (rakyatnya) yang hidup, berpikir, berbudi, serta bekerja dengan sabar dan damai. Hampir semua rakyat Indonesia mempunyai sebidang tanah yang memberikan peng­hasilan dan penghidupan baginya. Sebagian menjadi tukang-tukang kayu, tukang emas, tukang tenun (membuat kain tenunan, saudagar kecil, dan sebagainya). Sebagian yang lain menjadi priyayi­-priyayi yang mengatur hubungan antara penduduk yang satu dengan penduduk lainnya, supaya tidak ada yang berbuat jahat dan merugikan kepentingan masing­-masing orang. Golongan priyayi yang mengatur negeri itu mendapatkan imbal­an berupa makanan dan penghidupan dari rakyat. Sebagian kecil lainnya menjadi dukun-dukun, guru-guru agama, nelayan, dan sebagainya. Pada waktu itu juga sudah ada bermacam-macam pekerjaan dan mata pencaharian. Tetapi sifat mata pencaharian pada waktu itu lain sekali dengan sekarang, sebab meskipun nama pekerjaannya berbeda-beda, tetapi hampir semua orang, yang bekerja itu merdeka dalam mengatur pekerjaannya masing­-masing. Yang bertani merdeka di ladangnya, bebas menentukan usaha sendiri, waktu untuk mulai bekerja, lamanya bekerja, dan sebagainya, asal saja aturan-aturannya itu cocok dengan hari, bulan, dan tahun. Yang membuat kain-­kain tenun juga merdeka mengatur pekerjaannya sendiri. Pendek kata hampir semua penduduk merdeka dan kuasa mencari penghasilan dan penghidupan. Merdeka mengatur sendiri pekerjaannya, "kuasa mengatur" pendapatan atau hasil dari pekerjaan mereka. Dan karena mereka mempunyai kemerdekaan atau ke­kuasaan itulah maka mereka dapat hidup damai, senang, dan sabar. Mereka (nenek moyang kita) belum pintar atau banyak memiliki pengetahuan yang beraneka macam sebagaimana orang zaman sekarang, tetapi mereka hidup senang dan selamat.

"Merdeka" dan "kuasa" adalah jalan pertama guna mendapatkan "kesenangan" dan "ketenangan" dalam semua hal.

Apakah sebabnya orang-orang kuno hidup secara merdeka dan kuasa me­ngatur sendiri pekerjaan dan penghasilan­nya?

Jawab: Karena masing-masing orang mempunyai alat atau perkakas bekerja sendiri, misalnya orang yang berladang mempunyai tanah, pacul, bajak, dan sebagainya. Yang membuat tenunan mempunyai perkakas sendiri, dan begitu seterusnya. Hampir semua orang mempunyai perkakas sendiri, untuk bekerja mencari penghasilan dan penghidupan. Pada waktu itu semua perkakas bentuknya kecil-kecil dan hanya bisa dipegang dan dipakai untuk bekerja oleh satu orang saja. Itukah sebabnya mengapa masing-masing orang juga merdeka dan kuasa mengatur pekerjaan dan penghasilannya?

Hampir semua orang menjadi tuan bagi dirinya sendiri, hampir tidak ada kaum buruh, dan kaum majikan (tuan yang memberi pekerjaan pada kaum buruh).

Dalam zaman kuno itu hampir semua penduduk dapat bekerja dan hidup menurut kehendaknya sendiri, sesuai dengan kepintarannya dan kesenangan hatinya sendiri, sehingga mereka mampu mencari makan makan sendiri, banyak atau pun sedikit. Karena hampir semua orang dalam mata pencaharian dan penghidupannya merdeka dan kuasa, menjadi tuannya bagi dirinya sendiri, maka pada zaman itu tidak perlu ada perkumpulan. Sebagian besar rakyat Indonesia pada zaman kuno itu tidak merasakan bahwa negerinya Indo­nesia diurus oleh rajanya sendiri atau oleh bangsa Belanda, mereka hanya merasa hidup merdeka dalam mencari makan! Nah, kurang apalagi? Dan karena di zaman kuno itu perkumpulan memang tidak diperlukan, maka perkumpulan sebagaimana yang sekarang muncul begitu banyak, tidak ada sama sekali.         

Saudara-saudara sekalian sekarang sudah saya tunjukkan hal-hal yang ada di zaman kuno yang menyebabkan tidak adanya berbagai perkumpulan pada waktu itu.

Tetapi pada zaman sekarang ini ada berbagai macam perkumpulan. Jadi banyaknya perkumpulan di zaman kita ini pasti ada sebabnya juga sehingga memaksa pada orang banyak supaya mereka ikut berkumpul-kumpul.

Apa sebabnya?

Jawab: Sebab pada zaman sekarang sifat pekerjaan dan mata pencaharian berbeda dibandingkan zaman dulu. Dulu orang merasa tidak perlu ikut berkumpul­-kumpul, tapi sekarang sangat perlu berkumpul-kumpul untuk kehidupan dan keselamatan orang banyak. Sifat dari pekerjaan dan mata pencaharian di zaman sekarang memaksa orang untuk berkumpul-kumpul, berikhtiar bersama guna keperluan hidupnya.

Di Indonesia hawanya tidak begitu dingin dan meskipun kita telanjang, asal bisa makan maka kita tentu masih bisa hidup. Terbawa oleh hawa dingin di Eropa, penduduk di sana terpaksa berusaha lebih giat untuk kelangsungan hidupnya daripada penduduk di Indone­sia (tropis). Usaha yang lebih keras itu sudah memberikan hasil berupa tanah yang luas, hasil-hasil kepandaian atau perkakas dan kepandaian mencari penghasilan untuk menjaga dan melangsungkan hidupnya.

Jadi terpengaruh oleh hawa dingin di Eropa maka penduduk di sana lebih cepat mendapatkan kemajuan dalam kehidup­annya, sedangkan karena terpengaruh hawa panas yang sering membuai tidur dan angan-angan manusia, maka di bagian dunia sebagaimana di Indonesia ini, orang-orangnya kalah cepat dan terlambat mendapat kemajuan dalam kehidupannya dan daIam menjaga kelangsungan kehidupan itu. Penduduk di negeri yang hawanya panas justru lebih cepat menerima ilmu-ilmu gaib sebagai suatu "agama" dan keselamatan "batin". Karena mereka terpengaruh oleh hawa panas, angan-angan atau pikiran mereka seringkali memikirkan dengan diam-­diam semua masalah kebatinan itu. Itulah sebabnya mengapa negeri-negeri berhawa panas seperti Arab, Hindu (India), Tionghoa (Cina) dan sebagainya, menjadi tempat-tempat penting dalam perkembangan ilmu gaib, atau sering dikatakan oleh Tuhan Allah yang Maha Kuasa menjadi tempat turunnya para Nabi atau Begawan besar.

Perbedaan antara hawa yang dingin dan panas itu menimbulkan adanya perbedaan dalam hal cepat dan lamban­nya kemajuan lahir dan batin. Daerah dingin seperti Eropa mengalami kemajuan lahir atau kemajuan hidup di dunia secara cepat, sedangkan daerah panas mempercepat kemajuan batin, kesabaran hati, dan halusnya budi.

Begitulah, terpengaruh oleh hawa dingin tadi maka ketika orang-orang di In­donesia belum mengetahui bentuk senapan, di Eropa sudah ada bedil. Selain itu ketika di Eropa sudah ada sepur atau trem (kereta api), di Indonesia belum ada kecuali dokar, kereta (kuda) atau cikar. Dulu di Eropa sudah ada pabrik-pabrik (mesin-mesin) kain, pabrik meriam, pabrik besi, pabrik perkakas rumah, kapal api dan sebagainya, tetapi di Indonesia masih sunyi dan belum ada berbagai alat atau perkakas kerja sebagaimana di Eropa.

Karena Indonesia sebelumnya sudah kalah dalam kemajuan perkakas kerja dan alat pendukung mata pencaharian serta penjagaan atas kehidupan itu, maka ia dalam perkara lahir "takluk untuk sementara waktu". Begitulah, Indonesia sampai sekarang masih takluk pada Belanda, tetapi akhirnya akan dapat terlepas juga kalau rakyat di sini sudah cukup pintar untuk menuntut atau menyamai kepintaran dan kepandaian orang Eropa.

Kelak kemajuan lahir ini akan membawa perubahan baru dalam ke­hidupan penduduk Indonesia yang terbelakang. Kain-kain, cangkir, piring, dan sebagainya dapat didatangkan dari Eropa ke sini dengan menggunakan kapal­-kapal api, dan kopi, teh, beras, tembakau, gula, dan sebagainya bisa dibawa dari In­donesia ke Eropa. Jadi di sini terjadi "tukar menukar penghasilan" dan karena Indo­nesia kalah dalam pengadaan alat-alat penunjang kehidupan, seperti senjata meriam, bedil, dan sebagainya, maka Indonesia seringkali rugi dan kalah kuat dalam tukar menukar penghasilan itu. Akibatnya, Indonesia terpaksa dikuasai oleh Belanda untuk sementara waktu, yaitu selama ia masih kalah pintar atau kalah pandai dalam hal ilmu dan pengetahuan lahir.

Pertukaran barang antara Eropa dan Indonesia menimbulkan "perdagangan yang ramai" . Begitulah, muncul pusat­-pusat perdagangan dan kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Di kota-kota ini semua barang-barang yang akan diperdagangkan (ditukarkan) di dalam negeri dan dikumpulkan di gudang-gudang itu pasti milik banyak saudagar. Kaum saudagar ini pada zaman dulu kebanyakan adalah orang Tionghoa, yang membuka toko atau tempat pen­jualan dan pembelian (penukaran) barang­-barang. Semakin lama maka barang­-barang yang diperdagangkan dari Eropa semakin banyak dan bersamaan dengan makin bertambahnya barang-barang itu, maka nafsu saudagar-saudagar untuk mencari keuntungan pun semakin besar juga, sehingga hal ini ikut menambah kepandaian mereka dalam usaha mencari keuntungan atau kekayaan itu. Rakyat In­donesia yang sabar dan halus budi tidak ikut-ikutan bernafsu besar sebagaimana bangsa-bangsa lain dalam mencari tambahan kekayaan itu, sehingga rakyat kita sendiri sampai sementara waktu kalah berusaha, rakyat Indonesia dalam hal urusan perdagangan tidak begitu maju seperti halnya orang Tionghoa.

Kaum saudagar dari Belanda, karena kepandaiannya dapat berkuasa dan memerintah wilayah Indonesia. Dengan kekuasaannya itu perdagangan mereka dikembangkan untuk lebih maju, antara lain karena dibangunnya jalan-jalan raya, seperti jalan raya dari Serang sampai Banyuwangi. Pada zaman kuno juga dikenal adanya "paksaan" untuk menanam kopi (cultuurstelsel), yaitu suatu aturan untuk memajukan perdagangan atau pertukaran barang antara pihak Eropa dan Indonesia. Kaum saudagar pada waktu itu sudah memahami bahwa dengan semakin maju dan pesatnya perdagangan, maka mereka bisa bertambah kaya. Keinginan ini men­dorong usaha dan tindakan pengadaan sepur dan trem (kereta api) di tanah air kita ini. Dengan adanya sepur dan trem maka perdagangan di Indonesia terbuka lebar. Begitulah, sesudah ada sepur dan trem maka perdagangan atau pertukaran barang-barang dari Eropa ke Indonesia atau sebaliknya akan bisa semakin cepat, sehingga keuntungan kaum saudagar itu pun bisa bertambah besar pula.

Di antara kita mungkin ada yang bertanya-tanya apa sebabnya nenek moyang kita (orang-orang kuno) pada waktu itu suka menukarkan barang­-barang yang dihasilkannya dengan barang-barang dari Eropa? Pertanyaan ini bisa dijawab dengan penjelasan bahwa Eropa (daerah berhawa dingin) se­bagaimana sudah saya terangkan di atas, lebih memiliki kepintaran dan kepandaian dalam kehidupannya. Karenanya, orang­-orang di sana pintar membuat barang­-barang yang unik, bagus, murah, dan halus. Sudah barang tertentu nenek moyang kita yang tertarik dengan keunikan, keindahan, dan kehalusan barang-barang dari Eropa itu kemudian merasa senang berdagang dan menukarkan barang-barang produksi Indonesia. Selain itu kita juga kalah dalam hal persenjataan sehingga gampang dipaksa menukarkan barang-barang pada orang-orang Eropa.

Sekarang ada seratus orang lainnya lagi mengecap kain dengan mesin cap. Mereka dalam satu bulan bisa memproduksi kain yang sudah dicap kira-kira 1000 lembar. Jelaslah kiranya bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh 100 orang yang bekerja hanya dengan tangan kalah 10 kali lipat dibandingkan dengan 100 orang lainnya yang bekerja dengan menggunakan mesin.

Untuk menyamai jumlah produk hasil mesin, maka 100 orang yang membatik itu harus bekerja selama 10 bulan. Jika orang yang bekerja dengan menggunakan mesin cap dapat bekerja dan bertahan hidup serta mendapatkan gaji dalam satu bulan, maka orang yang bekerja dengan membatik harus hidup dan mendapatkan upah dengan menunggu selama sepuluh bulan. Jelaslah bahwa ternyata ada resiko tertentu dari pekerjaan yang hanya menggunakan tangan saja, sehingga dengan demikian harga barang yang dibuat dengan mesin bisa lebih murah daripada barang yang dibuat dengan menggunakan tangan. Semakin baik mesin dan pabriknya, semakin mampu pula mereka membuat barang-barang yang bagus, halus, unik, dan murah.

Itulah sebabnya mengapa pertukaran barang-barang antara Eropa dengan Indo­nesia bisa maju, dan perdagangan di In­donesia bisa ramai, makin lama makin ramai dengan adanya sepur, trem, kapal api, dan sebagainya. Perdagangan pun berjalan semakin pesat. Keadaan di In­donesia semakin ramai, dan keuntungan serta kekayaan yang didapatkan semakin bertambah, terutama untuk para saudagar dan para pemilik pabrik.

Tetapi di mana ada untung, di situ pasti ada rugi. Di mana ada yang kaya, di situ ada yang miskin. Karena yang menjadi kaum saudagar dan tuan pabrik kebanyakan adalah bangsa lain, sedang­kan rakyat Indonesia cenderung bersabar dan tidak begitu bernafsu mengeruk kekayaan, maka yang rugi dan menjadi miskin adalah rakyat Indonesia. Begitulah, karena faktor alam atau hawa suatu negara maka rakyat Indonesia sekarang semakin miskin dan melarat dibandingkan zaman dahulu.

Tetapi perdagangan yang ramai seperti dijelaskan di atas juga menimbulkan hal lain bagi kehidupan penduduk Indonesia, terutama kehidupan rakyat. Rakyat Indo­nesia tidak saja kehilangan kekayaannya yang dulu-dulu tetapi juga kehilangan pekerjaan klasiknya, yaitu menenun kain, menjadi tukang yang membuat hiasan rumah, dan sebagainya, karena barang­-barang sekarang dibuat dengan mesin, sehingga bisa lebih murah dan lebih bagus.

Perdagangan semakin ramai dan maju, kaum saudagar dan para pemilik pabrik di Eropa pun semakin kaya, sehingga kekayaan kemudian bisa diputar untuk modal mendirikan pabrik-pabrik baru di semua benua Eropa. Selain itu di Eropa juga sudah banyak pabrik yang memproduksi mesin-mesin baru, jumlah mesin-mesin baru makin lama makin banyak, sehingga tidak bisa dijalankan semuanya di Eropa. Surplus kekayaan modal atau uang di Eropa itu mendorong pada saudagar Eropa untuk menanam modalnya di Indonesia, yaitu dengan mengadakan perkebunanteh, kopi, tembakau, karet, dan sebagainya. Begitulah maka tanah pertanian dan ladang milik rakyat Indonesia warisan nenek moyang kita, akhirnya terdesak oleh perkebunan-perkebunanitu.

Selain surplus uang, Eropa juga sur­plus mesin atau alat-alat industri, sehingga kaum saudagar Eropa yang ada di Indo­nesia lalu dapat membuat atau mendirikan pabrik. Maka, berdirilah pabrik-pabrik gula, penggilingan padi, dan lain-lain.

Adanya pabrik-pabrik gula memaksa para pemilik pabrik untuk menyewa tanah milik petani dan menyuruh petani itu bekerja dan berkuli (buruh) di tanah-tanah sewaan itu. Oleh karena itu maka terdesaklah pekerjaan bercocok tanam secara kuno (pekerjaan "tani merdeka") oleh pekerjaan pabrik-pabrik itu.

Jadi perdagangan Eropa berbalik arah ke Indonesia, seperti tampak dari adanya sepur, trem, kapal api; berdirinya perkebunan-perkebunankopi, karet, tembakau; dan berdirinya pabrik-pabrik gula, penggilingan padi, dan sebagainya. Hal ini jelas-jelas membuat penduduk In­donesia semakin miskin dan mendesak hampir semua pekerjaan merdeka yang dulu diusahakan oleh nenek moyang kita.

Jadi nyatalah, bahwa kemajuan dan keramaian di Indonesia pada zaman sekarang ini mendesak kemerdekaan mata pencaharian kuno, sehingga kesabaran, ketentraman, kesenangan, dan kedamaian nenek moyang kita juga akhirnya terdesak dan sirna. Karena itu pula penduduk In­donesia sekarang selalu ribut dari hari ke hari dalam kehidupan yang sukar, serba susah dan khawatir ini.

Apa sebabnya sekarang kita hidup dalam suasana penuh keributan, kesukaran, dan kesusahan? Sebab kita kehilangan kemerdekaan untuk mengatur sendiri pekerjaan kita, karena hal yang menyenangkan itu sudah terdesak oleh mesin-mesin dan pabrik-pabrik baru. Suatu model baru yang muncul bersamaan dengan terdesaknya mata pencaharian kuno oleh perdagangan yang diramai­kan oleh sepur, trem, perkebunanperkebunan, pabrik, kapal api, dan sebagainya. Maka mulai terbuka pula bagi rakyat di Indonesia pekerjaan lainnya yaitu kerja sebagai buruh. Ramainya perdagangan memaksa orang untuk bisa menjadi juru tulis, klerk, mandor, masinis, dan sebagainya. Karena itu pula di lndo­nesia lalu didirikan sekolah-sekolah agar perdagangan yang ramai itu mampu mencukupi kebutuhannya.

Sekolah-sekolah dibuka, rakyat mem­peroleh pengetahuan dan pengertian, terus pikirannya dan pandangannya terbuka, kemudian mereka bangkit, dan sejak itu pula rakyat sering berkumpul (begandring)untuk merumuskan usaha-usaha agar kerusakan­-kerusakan di Indonesia dapat diperbaiki. Dalam usaha itu bangsa Belanda yang bijaksana ikut membantu rakyat. Jadi, sesudah rakyat bangkit dan sering berkumpul, maka untuk memperkuat diri maka didirikanlah "perserikatan" (Vereniging) atau perkumpulan. Begitulah maka pada zaman sekarang terdapat banyak perkumpulan rakyat Indonesia yang sama­-sama bermaksud memperbaiki semua kerusakan, baik tanah air maupun penduduknya. Jadi munculnya sekian banyak perkumpulan disebabkan adanya pengaruh perubahan dalam kehidupan rakyat Indonesia sebagaimana saya terangkan diatas.

 

BAB II: TIGA MACAM PERKUMPULAN PENTING

Perkumpulan yang mengajak orang untuk berusaha secara bersama-­sama itu terdiri dari tiga macam perkumpulan yang penting, sebab kerusakan-kerusakan dan kesulitan­kesulitan dalam kehidupan rakyat juga berasal dari tiga hal:

a. Perdagangan yang ramai dikembang­kan juga oleh pemerintah pribumi, dan sebaliknya cara memerintah negara juga dilakukan sesuai dengan ke­perluan perdagangan. Perdagangan sudah membuka desa-desa yang dulunya tertutup, sudah menyebarkan penduduk dari satu desa ke desa lain atau kota lain. Perdagangan juga memaksa diadakannya aturan-aturan pemerintah yang cocok dan dapat melayani keperluan niaga. Oleh karena itu dengan semakin ramainya per­dagangan di Indonesia maka semakin rumit pula mengaturnya, begitu pula dengan biaya untuk mengatur semua itu semakin bertambah. Peraturan pemerintah dalam zaman per­dagangan rantai ini dapat merugikan kepentingan rakyat. Bisa jadi hanya akan lebih memperhatikan kepenting­an kaum saudagar besar saja. Hal-hal itu mungkin saja terjadi seandainya tidak ada pertimbangan dalam jalannya pemerintahan itu. Agar rakyat tidak benar-benar hancur maka harus ada aturan tentang pemerintah­an. Atas dasar itu pula maka berdiri­lah perkumpulan-perkumpulan politik: seperti, ISDP, SI, dan sebagainya. Perkumpulan-perkumpulan politik itu berniat menyusun kekuatan dengan kelompok-kelompok lain supaya memiliki pengaruh dan mampu memerintah. "Perkumpulan-perkum­pulan adalah suatu alat yang membangkitkan rakyat dan penduduk Indonesia supaya mereka turut memikirkan dan berikhtiar mewujud­kan pemerintahan atau aturan kenegaraan yang adil serta dapat memenuhi kebutuhan semua orang, bukan kepentingan satu pihak saja.

b. Ada yang mempunyai pemikiran bahwa perdagangan yang diurus seperti sekarang hanya akan menguntungkan kaum saudagar saja, sedangkan manusia yang bukan saudagar mengalami kerugian, hidupnya menjadi susah dan sukar. Oleh sebab itu maka manusia yang mau menjaga kepentingan orang-or­ang yang bukan saudagar (yaitu orang Indonesia pada umumnya), kemudian mengajak untuk berikhtiar supaya yang bukan saudagar itu bisa mengurus sendiri perdagangan di In­donesia lewat kerja sama dengan teman-temannya untuk mendirikan koperasi. Koperasi itu kalau memang dijalankan, diurus betul-betul, dan menguntungkan orang-orang yang bukan saudagar (konsumen), maka koperasi setiap tahun akan membayar keuntungannya pada para langganan. Jadi laba koperasi dibagikan pada semua orang, tidak hanya pada orang yang mempunyai uang saja.

c. Ada pula yang berpendapat bahwa kaum buruh hidupnya sangat sulit, sebab hasil perdagangannya sebagian diambil menjadi keuntungan kaum majikan atau keuntungan bagi orang yang memberi pekerjaan padanya. Oleh sebab itu kaum buruh kemudian bersama-sama mendirikan per­kumpulan dalam pekerjaannya, bersama-sama dengan semua kaum buruh agar mereka semakin kuat dan meminta keadilan atas hasil kerjanya. Jangan sampai kaum majikan saja yang semakin kaya, sedangkan kaum buruhnya hidup miskin. Perkumpulan-­perkumpulan inilah yang dinamakan Vakbond atau Vak Vereniging atau Serikat Buruh.

Jadi ketiga jenis perkumpulan, baik yang bernuansa politik, koperasi, maupun serikat buruh (Vakbond), sama-sama menjaga, memperbaiki, dan memakmurkan rakyat Indonesia.

Karena saya tidak bermaksud me­nerangkan hal-hal yang berkaitan perkumpulan politik dan koperasi, maka saya menuIis sedikit hal ini di atas hanya dengan maksud agar saudara-saudara pembaca tahu bedanya antara per­kumpulan politik, koperasi, dan serikat buruh. Oleh karena tiga macam perkumpulan yang berbeda-beda cara dan usahanya itu sama-sama bermanfaat untuk negara yang perdagangannya sangat ramai. Semua pembaca harus ikut serta dalam ketiga perkumpulan itu. Hanya jika akan memasuki perkumpuIan politik rakyat harus berhati-hati, nanti akan saya terangkan kenapa rakyat mesti hati-hati. Sekarang terlebih dulu saya akan menerangkan maksud dan usaha-usaha serikat buruh.

 

BAB III: MAKSUD DIDIRIKANNYA SERIKAT BURUH           

A. Sebab-sebab Munculnya Serikat Buruh

Sebelum saya menerangkan maksud-maksud serikat buruh , maka harus diketahui lebih dahulu apa yang menyebabkan munculnya serikat buruh.

Dalam bab I sudah saya terangkan sebab-sebab umum yang menimbulkan perubahan besar dalam kehidupan rakyat Indonesia, sedangkan dalam bab II sudah saya terangkan sedikit tentang serikat buruh (Vakbond) atau serikat pekerja (Vak Vereeniging). Di situ anda dapat mengetahui bahwa Vak adalah suatu perkumpulan dalam bidang pekerjaan, jadi yang menyebabkan adanya Vakbond adalah karena kesamaan pekerjaan.

Apa sebabnya orang yang bekerja itu sama-sama berkumpul?

Jawab: Dalam zaman perdagangan rantai ini, seperti dijelaskan dalam Bab I, terbukalah pekerjaan sebagai kaum buruh yang mempunyai bermacam-macam pangkat dan nama. Misalnya di per­usahaan percetakan ada buruh yang berpangkat letter-setter, pencetak, dan sebagainya. Di pabrik gula berpangkat mandor, kometir, kuli, dan sebagainya. Di bengkel berjuluk tukang besi, bas, dan sebagainya. Di jawatan kereta api dan trem ada yang berpangkat masinis, stokker remmer, kondektur, klerk, baan, kuli, dan se­bagainya.

Mereka semua sama-sama bekerja dan mendapatkan bayaran atau upah. Bayaran itu sebagai hasil atas pekerjaan yang dilakukan kaum buruh. Siapa yang memberi pekerjaan dan bayaran pada kaum buruh itu?

]awab: Saudagar (majikan) atau sekumpulan majikan yang mempunyai percetakan, pabrik gula, bengkel, kereta api, trem, dan sebagainya. Jelaslah bahwa dalam hal ini adanya perbedaan derajat (kelas):

1. Mereka yang bekerja sebagai buruh (golongan yang bekerja dan mendapat bayaran).

2. Mereka yang berusaha (berdagang) sebagai majikan yang memberi pe­kerjaan dan bayaran pada kaum buruh.

Dua kelas ini satu sama lain tidak bisa saling menyesuaikan kehendak, usaha, dan maksud-maksudnya. Kelas buruh berusaha untuk mencukupi kehidupan diri dan keIuarganya, berikhtiar supaya bisa mendapat pekerjaan yang layak.

Tetapi kelas majikan justru berikhtiar mencari keuntungan dari perusahaannya (perdagangan atau pabrik) dan mereka akan mendapat untung bila orang-orang yang menjadi buruhnya bisa memberi keuntungan, misalnya mereka senang menerima upah rendah, suka bekerja berat, dan sebagainya.

Usaha-usaha kelas majikan menarik keuntungan dari kaum buruh bisa diumpamakan begini: Kelas majikan membeli pekerjaan kaum buruh dan buruh menjual pekerjaannya pada kelas majikan. Sebagaimana di pasar ada transaksi jual beli, maka dalam konteks itu pun ada yang rugi dan ada yang untung.

Siapa sekarang yang rugi dan yang untung? Kelas majikan atau buruh?

Kalau di pasar lebih banyak pembeli daripada yang berjualan, dan banyak pula barang yang dijual, maka penjualnya bisa memperoleh laba karena mereka bisa berjualan semahal-mahalnya. Jadi selama kaum buruh yang menjual tenaga dan jumlahnya sedikit, maka kaum buruh bisa mendapat untung (upah besar) sebab kaum majikan terpaksa membayar semua permintaan buruh.

Tetapi kalau yang berjualan atau yang dijual lebih banyak daripada yang membeli, tentu barang jualan itu jadi murah, sebab kalau tidak begitu tidak bisa laku. Jadi kalau banyak kaum buruh yang menjual tenaganya maka yang untung adalah kaum majikan. Kaum buruh terpaksa menuruti kemauan kaum majikan, sebab kalau mereka tidak menurut maka tidak dapat pekerjaan dan tidak dapat makan atau hidup.

Sekarang pikirkan: Apakah di Indone­sia sekarang banyak kaum buruh yang menjual tenaga?

Saudara-saudara bisa mengetahui dan merasakan sendiri bahwa pada zaman sekarang terdapat lebih banyak kaum majikan pembeli tenaga sehingga mereka bisa membayar buruh sesuka hatinya. Dengan semakin majunya perdagangan, perusahaan, pabrik, dan mesin-mesin, maka jumlah kaum buruhpun semakin banyak. Mereka saling berebut mendapatkan pekerjaan (mencari pekerjaan berarti mendapatkan upah atau bayaran).

Apa sebabnya?

Begini: Dalam Bab I sudah saya jelaskan bahwa pekerjaan kuno seperti bertani, menenun kain dan sebagainya, terdesak oleh kerja-kerja mekanis. Begitulah, mesin-mesin dan pabrik-pabrik: mengganti dan menghancurkan pekerja­an yang dari dulu dijalankan oleh orang­-orang kuno. Misalnya, mesin yang dijalankan oleh 100 orang bisa menggantikan tenaga 1000 orang (ingatlah contoh pada Bab I). Jadi 9000 orang lainnya terpaksa kehilangan pekerjaan kuno yang merdeka itu.

B. Maksud Serikat Buruh

Tadi sudah saya terangkan sebab-sebab adanya serikat buruh, dan di situ sudah tampak maksud-maksud serikat buruh itu. Namun agar pengertian kita akan maksud dari serikat buruh itu semakin jelas, maka hal itu harus dibahas lebih luas lagi. Di atas sudah dijelaskan bahwa majikan yang mendapatkan keuntungan berhadapan dengan kaum buruh yang hidupnya sengsara.

Apa sebabnya kaum kapitalis men­dapatkan laba?

Jawab: Sebab mereka kuat dan berkuasa. Mereka kuat dan perkasa karena mempunyai perusahaan, menguasai perdagangan, pabrik-pabrik dan lain-lain. Hal itu secara lebih tegas memperkuat mereka dalam memberi pekerjaan dan bayaran pada kaum buruh.

Kekuatan dan Kekuasaan sebagai Ja1an Kemenangan

Kaum majikan yang membayar kaum buruh dengan upah murah kemudian menyuruh para buruh untuk bekerja keras, sesudah itu melepas buruh sesuka hatinya. Pendek kata kaum majikan berhasil mencapai maksudnya yaitu terus menambah kekayaannya. Hal ini disebabkan karena sudah menjadi kodrat bahwa kaum kapitalis selamanya hanya mencari keuntungan.

Sebaliknya kaum buruh tidak suka dikalahkan seperti itu dan mereka berusaha melawan kaum kapitalis agar bisa hidup selamat. Kaum buruh tidak minta kekayaan, tetapi hanya ingin hidup selamat dan tercukupi kebutuhannya. Mereka tidak ingin bekerja terlalu berat, dilepas oleh sesuka majikan. Untuk bisa mendapatkan gaji yang cukup maka mereka menolak bekerja terlalu berat, dan menolak dilepas begitu saja oleh kaum majikan. Dengan demikian usaha kaum kapitalis berlawanan dengan usaha kaum buruh. Di mana ada hal yang berlawanan atau perbedaan usaha, maka yang kuat dan berkuasalah yang mendapat keuntungan. Oleh karena itu kaum buruh harus merumuskan kekuatan dan kekuasaan untuk melawan kaum kapitalis.

Bagaimana caranya agar kaum buruh bisa kuat dan berkuasa?

Jawab: Kaum buruh punya kekuasaan untuk menjual tenaganya pada kaum majikan. Namun kalau kaum buruh seorang diri akan melawan kaum kapitalis tanpa menjual tenaganya tentu ia akan kalah. Begitu juga kalau buruh seorang diri mau melawan tanpa menjual tenaganya tentu ia akan kelelahan sebab kaum majikan masih dapat terus menumpuk kekayaan dengan cara menyuruh kaum buruh lainnya untuk bekerja.

Supaya hal semacam ini dapat dihambat maka kaum buruh mencari kekuatan atau kekuasaan. Secara bersama-sama, yaitu dengan jalan bergabung ke dalam satu serikat buruh . Jadi Serikat Buruh itu berusaha membangun kekuatan dan kekuasaan secara rukun supaya kaum buruh yang tergabung di dalamnya bisa melawan atau menyamai kekuatan dan kekuasaan kaum kapitalis. Jika kaum buruh dalam Serikat Buruh itu bisa mengalahkan kaum kapitalis, maka kaum buruh bisa hidup selamat. ItuIah maksud sebenarnya dari keberadaan serikat buruh, meskipun jalan dan usaha untuk mencapai maksud itu berlainan, ada yang salah jalannya, ada yang baru mendapat jalan, dan ada yang sudah mendapat jalan yang benar.

Supaya kerukunan dalam serikat buruh tidak berubah, maka harus ada peraturan atau ketentuan yang jelas. Bisa berupa pasal atau statuten tentang bagaimana maksud itu akan dicapai, karena selalu ada bermacam-macam keinginan meskipun perasaan hatinya sama. Sebagai contoh, di bawah ini saya tulis rnacam-macam maksud serikat buruh, misalnya seperti tersebut dalam hasal I dari Anggaran Dasar (statuten) berikut ini:

Bermaksud mengadakan perkumpulan yang didirikan atas dasar kerukunan antar karyawan (kaum buruh). Perkumpulan ini akan memperhatikan semua keperluan terutama keperluan lahir (harta, benda, dan penghasilan atau rezeki) dan dengan memperhatikan ini supaya ada peraturan-­peraturan yang baik, sehingga karyawan kereta api dan trem bisa maju dan meningkatkan budi pekerti dan martabatnya.

Maksud serikat buruh kereta api dan trem menumbuhkan kekuatan dan kekuasaan lewat kerukunannya untuk berkumpul menjadi satu adalah agar mereka bisa hidup selamat. Tetapi apa yang disebut keselamatan hidup manusia dan jalan mana yang harus ditempuh agar manusia hidup selamat? Pertanyaan ini dapat terjawab dengan meIihat cita-cita atau tujuan perkumpulan. Dan apa hasil nyata dari kehidupan yang selamat, lebih tegas lagi dalam azas perkumpulan? Saya akan menerangkan asas serikat buruh dalam Bab IV berikut.

 

BAB IV: CITA-CITA ATAU ASAS SERIKAT BURUH

Semua orang yang hidup, termasuk juga yang menjadi buruh, harus berusaha untuk hidup selamat. Kejelasan tentang cita-cita membuat hidup seseorang akan selamat. Adapun yang dinamakan kehidupan selamat biasanya adalah kalau seseorang merasa senang dan tentram, baik hati, pikiran, maupun badannya.

a. Hati atau jiwa manusia akan merasa damai dan tentram kalau ia dapat memenuhi kewajiban agama. Jiwa manusia akan terasa hidup jika memahami maksud dari agama.

b. Pikiran atau ingatan manusia bisa tenang dan tentram kalau ia men­dapatkan kemajuan dalam pandangan atau kalau pengetahuannya tentang berbagai hal makin meluas, sehingga pandangannya pun meluas juga. Ketenangan manusia ini disebabkan karena ia mendapatkan ilmu pe­ngetahuan.

c. Rasanya badan bisa senang dan ten­tram kalau badan itu bisa sehat dan kuat dengan makanan yang cukup di perut. Jadi seorang manusia dapat dikatakan benar-benar selamat kalau hati (jiwa), otak (pikiran), dan badannya mendapatkan "makanan" secukupnya, tidak kurang dan tidak lebih. Pendek kata, sempurna lahir dan batin.

Untuk mendapatkan tiga komponen itu maka manusia dihidupkan dari lahir sampai mati, dan di sepanjang umurnya ihi oleh Tuhan Yang Maha Esa diberi tiga Bagian tempo atau masa:

a. Masa anak-anak

b. Masa dewasa

c. Masa tua

I. Masa Anak-anak

Masa anak-anak (sejak lahir sampai usia 18 atau 23 tahun) manusia dikodratkan untuk menyempurnakan badannya, belajar membuka pengetahuan d an pikiran, serta mendapat ajaran tentang kebaikan hati. Pada masa ini manusia hidup dengan orang lainnya (bapak, ibu, guru, dan yang lainnya). Pada masa ini badan disempurnakan dengan makan, minum, bermain, tidur, dan belajar. Jadi anak-anak tidak harus bekerja untuk mendapatkan makanan karena kodrat dari Tuhan memang begitu. Dengan demikian maka diharapkan anak-anak jangan sampai bekerja untuk mencari makan sendiri.

Begitu juga kaum buruh harus berusaha untuk melarang anak-anak bekerja mencari makan sendiri. Dalam hal ini lalu muncul pasal dalam asas Serikat Buruh yang bunyinya demikian:

A. "Kaum majikan yang memberi pekerjaan dilarang mengambil anak-anak (sampai usia 23 tahun) untuk dipekerjakan sebagai buruh. Pekerjaan anak-anak harus dilarang. "

II. Masa Dewasa

Ketika orang sudah cukup umur (usia 18­-23 sampai 45-55 tahun), maka diharapkan semua manusia sudah mendapatkan pekerjaan sendiri, dan untuk keperluan itu mereka harus bekerja dengan badan dan usahanya sendiri. Adapun usaha itu dilakukan untuk menyempurnakan ingatan, pandangan, dan pengetahuan (otak), sebab fisiknya sudah terlebih dulu sempurna.

Pada masa ini juga manusia harus mempelajari agama, sehingga terbuka kebaikan jiwamya. Mereka juga harus bisa bekerja untuk mencari menghidupi anak istrinya karena memang demikianlah kodrat Tuhan Yang Maha Kuasa. Kaum buruh juga harus sudah mendapatkan pekerjaan ketika ia berumur 18 sampai 55 tahun, oleh karena itu maka dalam asas Serikat Buruh disebutkan antara lain:

B. "Kaum buruh yang mesti bekerja mulai dari umur 18 tahun sampai 55 tahun supaya jangan dibuat mainan sewenang-wenang, dihukum oleh dan dengan sesuka hati dan dilepas secara sewenang­- wenang oleh kaum majikan, yang memberi pekerjaan pada mereka. Kaum buruh harus dihorrnati dan dihargai dalam pekerjaannya sebagai suatu kewajiban bagi manusia. Kalau terjadi perselisihan dalam hal ini antara kaum majikan dan kaum buruh supaya diputuskan melalui pengadilan, yaitu kedua belah pihak masing-masing mempunyai pembela yang dipilih oleh kaum itu sendiri, kemudian keputusan diputuskan secara adil oleh hakim.

III. Masa Tua

Seseorang yang berumur 45 sampai 55 tahun sudah mulai merasa dirinya tua di mana seluruh anggota badannya sudah mulai melemah serta mudah merasa lelah. Mereka harus meluangkan waktu masa tua ini untuk mendekatkan diri pada agama serta menyempurnakan jiwa serta kesabaran hidup guna bekal hidup di akhirat. Adalah kodrat manusia untuk menjalankan apa yang menjadi kehendak penciptanya yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa. Setiap manusia mempunyai harapan masing-masing ketika mereka masih muda dan bekerja untuk menikmati hasil yang telah dicapai pada masa tuanya. Dalam azas Serikat Buruh hak-hak kaum buruh ini dinyatakan sebagai berikut:

C. "Kaum buruh yang berumur 45 tahun supaya mendapatkan pensiun dan setiap kaum buruh berhak mendapatkan hak dari majikan mereka dalam bentuk uang pensiun tiap bulannya sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak".

Dengan sangat jelas sudah saya tulis pasal A, B, dan C, tetapi ketiga pasal itu belum sepenuhnya mewujudkan harapan kaum buruh. Selain karena umur dibagi menjadi tiga masa, masing-masing masa itu dibagi lagi menjadi tahun, minggu, hari. Bagi kaum buruh dan Serikat Buruhnya yang diperhatikan untuk dirinya sendiri yaitu masa dewasa (18-45 tahun) atau masa selama mereka bekerja. Berhubung dengan (kodrat) ini maka selama harapan manusia untuk minta waktu istirahat sesudah bekerja bisa dilakukan dalam setiap tahun, setiap minggu, dan setiap hari. Adapun waktu istirahat itu diadakan untuk mendekatkan diri dengan melihat dan memikirkan kesenangan apa yang sudah diperbuat dan kesenangan apa yang akan diperbuat untuk sanak famili dan sebagainya. Sehubungan dengan hal ini maka dalam asas Serikat Buruh disebutkan:

D.1. "Minta tiap tahun dapat perlof (libur) sedikitnya 20 hari dengan gaji penuh ".

D.2. "Minta tiap tujuh hari dapat libur satu hari".

Istirahat setiap tahun dan dalam satu minggu satu kali tentu saja perlu, namun lebih perlu lagi mengatur waktu dalam masing-masing hari atau dalam waktu 24 jam itu. Karena hari terdiri atas siang dan malam dan manusia mesti tidur dan bangun, maka yang pertama diperhatikan adalah bahwa tidur diperlukan untuk menyenangkan atau menentramkan jiwa (batin).

Adapun waktu bangun, sebagian untuk menyenangkan pikiran atau mengaktifkan kembali ingatan. Misalnya, jika setengah dari waktu bangun dalam sehari dipergunakan untuk me­motong kayu (kerja fisik) maka yang setengah hari lainnya harus dipergunakan untuk berpikir, atau menyegarkan ingatan, seperti membaca koran, membaca buku, dan sebagainya.

Sebaliknya kalau yang setengah hari itu digunakan untuk bekerja dengan pikiran, misalnya menulis surat, buku, dan sebagainya, maka yang setengah hari sisanya harus digunakan untuk menyenangkan badan, seperti jalan-jalan ke alun-alun, membersihkan rumah, olah raga, dan sebagainya. Atau bisa juga digunakan untuk membaca buku-buku tembang atau syair, pantun, bermain-main dengan anak-anak, dan sebagainya.

Adapun pembagian hari menjadi tiga keperluan itu hanya dilakukan sepenuh­nya selama manusia itu sehat dan senang. Dalam satu hari (24 jam) dapat dibagi tiga sehingga masing-masing kegiatan adalah delapan jam (3x8 jam). Begitu pula halnya bagi kaum buruh. Mereka juga meng­harapkan adanya waktu yang cukup untuk tidur yaitu delapan jam, supaya fisiknya sehat. Karena harapan itulah maka dalam asas Serikat Buruh men­cantumkan:

E.1. Minta bekerja selama-lamanya delapan jam dalam satu hari. Kaum majikan harus mengaturnya demikian:

E.2. Kalau bekerja lebih dari 8 jam, maka sisa waktu kerja lainnya harus dihitung dua kali lipat dari waktu kerja biasa. Begitupun kalau kerja malam maka waktunya harus dihitung dua kali lipat waktu kerja di siang hari (Jadi satu jam malam dihitung dua jam siang).

E.3. Karena kaum buruh berhak untuk istirahat dan tidur kepada kaum buruh minimal 16 jam dalam satu harinya.

Saya sudah menerangkan bahwa pasal asas D dan E berisi tentang pembagian tahun, minggu, dan hari, sedangkan pasal A, B, C, menerangkan kepentingan manusia dalam masa hidupnya. Semua itu pada dasarnya menerangkan "kepentingan perut", yaitu masalah memberi makan diri sendiri dan anak istri.

Sudah barang tentu orang hidup mesti makan secukupnya. Selain itu harus menjaga badan dari gangguan luar dengan cara berpakaian dan membangun rumah. Untuk keperluan ini maka pekerjaan manusia harus berhasil atau digaji dan bayaran itu harus mencukupi keperluan-­keperluan itu. Karena itu maka semua or­ang yang bekerja, termasuk juga kaum buruh, mengharapkan supaya men­dapatkan gaji yang cukup menurut keperluan hidupnya, tidak lebih dan tidak kurang. Adapun berapa besarnya gaji itu harus dipertimbangkan dan dipikirkan oleh suara mayoritas. Dalam hal kaum buruh, urusan besarnya gaji harus dipertimbangkan oleh seluruh kaum buruh dalam golongan-golongannya.

Karena keadaan dunia dan keperluan manusia selalu berubah-ubah dan makin maju, maka atutan-aturan tentang gaji itu berubah-ubah pula disesuaikan keperluan kaum buruh di tiap-tiap masa atau zaman.

Sehubungan dengan hal-hal gaji maka dalam asas Serikat Buruh disebutkan:

F.1. Aturan gaji harus dibuat dengan kesepakatan semua kaum buruh yang diberi pekerjaan oleh kaum majikan. Kaum majikan tidak boleh mengatur hal itu sesuka hatinya sendiri dan mereka harus menuruti hasil keputusan mayoritas kaum buruh. Adapun kaum buruh harus menimbang masalah gaji disesuaikan dengan standar hidup yang pantas, hal ini dapat diselesaikan sesudah ditimbang oleh rapat kaum buruh dalam Serikat Buruh. Yang terutama harus ada yaitu ketentuan berapa besarnya gaji awal, kenaikan gaji tiap tahun, berapa besar gaji maksimal. Besarnya gaji agar disesuaikan juga dengan jumlah anak dalam keluarga.

Sampai di sini pasal itu baru mengenai urusan gaji, sedangkan manusia juga harus menjaga hal-hal yang sifatnya luar biasa, misalnya sakit, kepentingan mendesak, kecelakaan kerja, dan sebagainya. Padahal dalam hal-hal yang luar biasa itu manusia harus tetap hidup. Karenanya, manusia mengharapkan ada perhatian atas hal itu, begitu juga maka kaum buruh mempunyai cita-cita yang tercermin dalam asas:

G.1. Jika sedang dalam keadaan sakit, maka dalam enam bulan supaya dapat gaji penuh, dan dalam bulan-bulan selanjut­nya mendapat setengah gaji. Selain itu supaya dapat pertolongan obat dan dokter serta libur kerja dari kaum majikan.

G.2. Kalau ada perkara penting atau perkara yang mendesak, kaum buruh agar mendapat kesempatan sedikitnya 14 hari dalam satu tahun dengan gaji penuh.

G.3. Kalau terjadi kecelakaan kerja, maka kaum buruh diharapkan dapat pensiun tanpa memandang umur atau lamanya bekerja. Besarnya pensiun mesti sesuai dengan keperluan orang yang cacat akibat kerja itu.

Begitulah maka dalam asas-asas Serikat Buruh termuat cita-cita manusia yang mencari keselamatan dalam hidupnya dalam dunia. Sudah tentu asas itu masih boleh disaring atau boleh diubah serta di­perbaiki, boleh juga ditambah dengan aturan-aturan kerja lainnya, misalnya aturan tentang ganti rugi kalau kaum buruh dipindahkan atau diperbantukan di tempat lain. Namun demikian hal-hal yang penting bisa dikatakan sudah masuk dalam pasal A, B, C, D, E, F, dan G tersebut.

Sampai di sini saya sudah cukup menerangkan asas-asas Serikat Buruh, namun agar maksud dan asas Serikat Buruh itu bisa tercapai dengan baik, maka Serikat Buruh harus mempunyai cara-cara berusaha, alat, maupun senjata.

Lalu, apakah ikhtiar, alat, dan senjata Serikat Buruh itu?

 

BAB V: IKHTIAR, ALAT, DAN SENJATA SERIKAT BURUH

Ada berbagai macam ikhtiar, alat (daya-upaya), atau senjata serikat buruh, baik menurut pekerjaan, kepintaran, maupun kepentingan kaum buruh yang tergabung dalam serikat itu. Semua itu seyogyanya disesuaikan dengan kepentingan pekerjaan mereka. Namun umumnya dava upaya itu diatur sebagaimana dalam contoh berikut:

Pasal 11 (Anggaran Dasar):

Untuk mencapai tujuannya maka perkumpulan ini mengambil jalan yang sah seperti:

a. Mengumpulkan bukti-bukti yang berhubungan dengan pekerjaannya, umpamanya di jawatan kereta api dan trem. Bukti-bukti ini bisa dijadikan sarana untuk menuntut keadiIan dalam perbaikan semua aturan kerja pada pembesar-pembesar (majikan).

b. Memberi pertolongan dan bantuan uang, pada anggota-anggota serikat buruh. Pertolongan dan bantuan ini akan ditentukan dalam pasal-pasal aturan internalatau oleh pertemuan umumtahunan.

c. Menerbitkan media (surat kabar, majalah) yang akan memuat semua berita yang berhubungan dengan kerja­kerja serikat buruh.

d. Membantu dan mengumpulkan semua perkumpulan yang dianggap bisa menolong atau memberi jalan terang bagi tercapainya tujuan-tujuan serikat buruh.

e. Memberikan advokasi pada anggota yang mengalami perkara berkaitan dengan pekerjaannya.

f. Mengeluarkan undang-undangyang bermanfaat untuk semua kaum buruh, terutama untuk para sopir dan karyawan trem.

Kita telah menang, marilah kita tambah lagi kerukunan kita, agar lain kali bisa makin menang. Baik kalah atau pun menang, kaum buruh harus tetap bergerak dan meningkatkan kerukunan dan kekuatannya. Kalau menang, karena pergerakan akan menambah kerukunan, maka kalimat (a) dapat pula diterangkan.

Kalimat (b) menerangkan hal per­tolongan dan bantuan pada seluruh anggota. Apakah artinya ini? Yang pertama di sini saya ingatkan dengan keras bahwa pasal ini hanya masuk dalam usaha, dan bukan maksud dari Serikat Buruh. Karena itu tidak ada masaIah bagi suatu Serikat Buruh yang tidak merumuskan per­aturan ini. Namun demikian kita harus ingat bahwa di antara kaum buruh masih banyak yang belum mengerti maksud didirikannya Serikat Buruh, ada juga buruh yang plin-plan, dan yang penakut.

Tiga watak yang buruk ini seharusnya bisa dihilangkan oleh Serikat Buruh, supaya kerukunan bisa tetap kuat dan berani bergerak, sedang kalau semua tetap bersatu hati, maka mereka bisa selalu bermusyawarah untuk mencari kesamaan pengertian tentang maksud didirikannya Serikat Buruh itu. lnilah sebabnya mengapa banyak Serikat Buruh yang pekerjaannya juga merangkap hal-hal lain agar tetap menjaga kerukunan, misalnya lewat pertolongan kematian, atau "kas-perlawanan" (celengan untuk persediaan apabila terjadi pemogokan atau pemecatan anggota­-anggota Serikat Buruh oleh majikannya).

Begitu juga Serikat-serikat Buruh yang lain harus mempunyai kas tersebut. Bahwa seorang anggota yang sudah tercatat selama satu tahun dalam Serikat Buruh dan tidak pernah menenggak iuran, lalu meninggal dunia, maka ahli warisnya mendapatkan bantuan dari serikat buruh. Dengan demikian anggota-anggota serikat buruh yang tertarik oleh aturan ini merasa mantap hatinya dan merasa perlu menjadi anggota serikat buruh selamanya (selama ia menjadi buruh).

Aturan ini diadakan terutama untuk menarik kaum buruh yang belum mengerti dan kalau mereka sudah masuk maka mereka akan mudah mengerti maksud­-maksud dari serikat buruh yang sebenarnya. jadi aturan ini bisa dikatakan sebagai pancingan. Sudah barang tentu untuk memberi uang pertolongan itu harus ditarik iuran uang, tetapi pertolongan tidak diambilkan dari uang iuran biasa, sebab iuran biasa digunakan untuk modal organisasi. Serikat Buruh yang baru, mengharuskan semua anggotanya memberi iuran lagi (f 0,10) setiap bulan untuk "kas kematian" itu.

Karena hal ini disesuaikan dengan kepentingan gerak organisasi, maka tidak dimasukkan dalam Anggaran Dasar, tetapi cukup ditentukan oleh Pertemuan Umum. Jadi mudah untuk diubah kalau ada keperluan baru. Sekali lagi saya ingatkan, pertolongan kematian semacam itu hanyalah suatu usaha untuk memperkuat kerukunan, bukan maksud sebenarnya dari Serikat Buruh.

Serikat Buruh yang ingin kuat dan berkuasa harus mempunyai "kas perlawanan" atau boleh juga dinamai "kas pemogokan". Kas ini terdapat dari iuran uang lain, yaitu dari uang simpanan atau uang yang memang disiapkan untuk berjaga-jaga apabila ada pemogokan. Si pemogok akan dapat bantuan uang pemogokan dari per­kumpulan, tapi kalau pemogokannya itu terlebih dulu diputuskan oleh Pertemuan Umum. Jadi anggota-anggota tidak boleh mogok semuanya, sebab kalau mogok semua itu namanya tidak ada aturan, dan amat berbahanya bagi ke­selamatan pergerakan.

Selain bagi si pemogok "kas perlawan­an" itu juga harus digunakan untuk membantu jago-jago kaum buruh yang berani bergerak dan membela nasib kaum buruh, namun kemudian dipecat dari pekerjaannya atau mendapat fitnahan dan kesulitan.

Serikat-serikat buruh lainnya juga harus mempunyai "kas perlawanan" ini. Ada­nya kas semacam ini akan membesarkan hati anggota dan kaum buruh yang sudah masuk dalam Serikat Buruh, sebab mereka akan berani bergerak untuk merebut hak-hak mereka. Jadi kas-perlawanan itu merupakan suatu usaha atau senjata untuk menambah kekuatan Serikat Buruh.

Sebenarnya kas-perlawanan itu lebih perlu dari pada kematian. Jadi perkara-perkara ini cukup dijelaskan secara singkat dalam kalimat (b) tersebut.

Sekarang halnya kalimat (c) tentang penerbitan media organisasi, misalnya surat kabar (bulanan, mingguan atau harian, masing-masing menurut keperlu­an dan ketentuan organisasi). Media seperti ini penting sekali, sebab surat kabar Serikat Buruh itu bisa diumpamakan sebagai "tempat bicara" untuk Serikat Buruh. Sebagai "tempat bicara" maka yang dimuat di dalamnya biasanya:

1. Keterangan pengurus tentang maju mundurnya perkumpulan, maju mundurnya pergerakan, maju mundurnya pendapatan iuran (modal atau bondonnya perkumpulan) dan lain-lain.

2. Keterangan atau kabar-kabar tentang pertemuan-pertemuan di cabang­-cabang dan sebagainya.

3. Keterangan hasil-hasil dari pergerakan, apakah pembesar suka menuruti permintaan organisasi atau tidak.

4. Keluh kesah dari anggota-anggota tentang berbagai kesulitan dalam pekerjaan, agar kemudian bisa diada­kan perbaikan.

5. Seruan atau ajakan untuk bergerak serta keterangan atau tulisan-tulisan yang mampu membangkitkan kaum Buruh supaya mereka selalu rukun.

6. Keterangan mengenai untung rugi dan maju mundur perusahaan tempat Serikat Buruh itu bergerak.

7. Berbagai keterangan tentang pergerakan kaum buruh di luar negeri.

8. Keterangan yang mendidik kaum buruh agar pandai dan maju serta berpandangan luas sebagai senjata pergerakan di kemudian hari.

9. Semua penunjuk jalan atau Voorstel (pengharapan) yang akan mem­perbaiki hidup kaum buruh.

10.Keterangan lain yang perlu untuk mencukupi pergerakan organisasi.

11.Keterangan untuk propaganda (me­narik anggota-anggota buruh).

Pendeknya majalah itu menjadi tempat bicara pengurus dan seluruh anggota organisasi, agar dengan bicara di situ organisasi akan lebih kuat, lebih pandai, dan berpandangan luas, Iebih cerdik dalam berhadapan dengan kaum majikan serta untuk memberi peringatan pada majikan (pembesar) agar majikan selalu mengingat kepentingan kaum buruh. Serikat Buruh lainnya juga mempunyai majalah seperti ini, misalnya Si Totap dan Volharding.

Dalam kalimat (d) disebutkan bahwa dalam usaha Serikat Buruh mencapai maksudnya maka ia harus mengumpul­kan semua organisasi yang sekiranya akan membantu Serikat Buruh. Bagaimana caranya agar organisasi lain membantu Serikat Buruh, baik secara terang-terangan maupun dengan jalan lain. Apakah artinya kalimat ini? Sebagaimana saudara-saudara ketahui bahwa Serikat Buruh yang ingin merebut hak­-hak kaum buruh itu haruslah kuat, lebih kuat, dan lebih baik.

Bagaimanakah Serikat Buruh seharusnya berikhtiar untuk lebih memperkuat diri. Untuk menambah kekuatan itu maka Serikat Buruh perlu mengumpulkan organisasi-organisasi lain yang sekiranya bermanfaat bagi Serikat Buruh dan kaum buruh. Di Eropa dan di negeri yang sejak lama sudah ada Serikat Buruh, didirikan konfederasi-konfederasiyaitu organisasi yang menyatukan adanya berbagai Serikat Buruh. Begitu pula di negeri kita sekarang ini ada suatu konfederasiyang bernama Persatuan Perkumpulan Kaum Buruh Indonesia.

Maksud dari konfederasi itu memang untuk membuat pergerakan kaum buruh bertambah sukses menuju tercapainya kehidupan yang pantas. Konfederasi mempunyai asas sebagaimana Serikat Buruh, namun ditambah lagi dengan cita-cita politik. Kalau ada satu konfederasi maka sudah barang tentu semua Serikat Buruh menjadi anggota konfederasi itu karena konfederasi jelas-jelas akan membantu Serikat Buruh.

Perkumpulan lain yang bisa mem­bantu Serikat Buruh adalah organisasi politik, misalnya SI (Sarekat Islam) dan PKI. Kalau suatu Serikat Buruh ingin dekat dengan suatu organisasi politik, maka organisasi itu harus dapat bergerak untuk menguntungkan kaum buruh. Sebaliknya organisasi politik yang tidak meng­untungkan kaum buruh tidak perlu didekati oleh Serikat-serikat Buruh. Pergerak­an politik yang manakah yang akan membantu kaum buruh? Hal ini akan saya jelaskan dalam bab-bab selanjutnya.

Koperasi adalah organisasi yang bisa menguntungkan kaum buruh. Karenanya, koperasi bisa sehaluan dengan Serikat-serikat buruh. Serikat Buruh perlu mengumpulkan organisasi lain itu supaya ia bertambah kuat dan makin menguntungkan kaum buruh.

Kalimat (e) merupakan suatu jalan untuk menarik anggota-anggota baru dan membuat anggota-anggota lama tetap bertahan. Aturan ini tidak perlu dipakai oleh semua Serikat Buruh. Ada Serikat Buruh yang membuat aturan ini karena seringkali terjadi tabrakan kereta api dan sebagainya sehingga kaum buruh sepur dan trem itu gampang masuk penjara. Aturan itu diadakan supaya urusan perkara-perkara serupa ini bisa diselesaikan secara adil.

Anggota-anggota yang mendapat kesulitan dalam pekerjaan itu perlu mendapat pertolongan dari pengacara. Aturan ini boleh juga dicontoh oleh Serikat Buruh lain, di negeri kita sudah ada undang-undang yang mengatur nasib kaum buruh, dan mewajibkan kaum majikan untuk memperdulikan kepen­tingan kaum buruh. Jika ada undang-­undang itu sudah ada dan kaum maji­kan tidak melaksanakannya sehingga merugikan kaum buruh, maka kaum buruh harus mendapat bantuan dari pengacara. Hal ini juga perlu dipakai oleh serikat-serikat buruh yang anggota-­anggotanya yang membuat kontrak dengan kaum majikan.

Adapun kalimat (f) diperlukan agar Serikat Buruh dapat membantu melahirkan undang-undang untuk kepentingan kaum buruh, misalnya:

1. UU yang melarang kaum majikan mempekerjakan kaum buruh lebih dari 8 jam sehari.

2. UU yang memaksa kaum majikan me­ngakui Serikat Buruh sebagai wakil kaum buruh.

Pergerakan yang berusaha mendorong lahirnya UU semacam itu kebanyakan berupa pergerakan politik. Jadi hal ini sebenarnya berhubungan dengan kalimat (d).

Sekarang jelaslah bahwa ikhtiar, alat atau senjata Serikat Buruh untuk mencapai maksud dan cita-citanya itu bermacam­macam, tetapi semua usaha dilakukan untuk memperkuat Serikat Buruh. Agar perlawanan kaum buruh terhadap kaum borjuis bisa menang. Kadang-kadang kemenangan tadi didapatkan setelah pemogokan kaum buruh, namun sering juga tanpa lewat pemogokan melainkan dengan jalan damai. Biasanya kalau suatu Serikat Buruh sudah kuat, maka kaum majikan akan memenuhi segala permintaannya dan kaum buruh tidak perlu mogok.

Karena itu Serikat-serikat Buruh tidak perlu sering mogok, tetapi lebih dahulu mesti memperkuat organisasi. Pertama ia mesti berikhtiar dengan jalan lain, jika kemudian kaum majikan tetap tidak berubah dan pemogokan buruh dianggap efektif, barulah Serikat Buruh bisa melakukan pemogokan. Pemogokan adalah senjata kaum buruh yang tajam, tetapi kalau kaum buruh kurang pintar memakainya maka senjata itu bisa membunuh kaum buruh sendiri (senjata makan tuan).

 

BAB VI: BADAN ATAU BENTUK SERIKAT BURUH (ORGANISASI)

Untuk mencapai tujuan hidupnya manusia harus memahami perlunya suatu badan atau bentuk yang akan mendorong tercapainya tujuan itu. Sudah barang tentu tubuh manusia itu harus bersih. Organisasi yang didirikan untuk mencapai suatu cita-cita harus mempunyai badan dan wujud yang baik; artinya organisasi itu diatur dengan rapi dan sempurna. Karena suatu organisasi yang besar terdiri atas banyak orang maka orang-orang itu harus diikat menjadi satu oleh suatu kerukunan. Dan agar kerukunan itu bisa tetap ada maka organisasi perlu diatur, termasuk dalam hal ini pengaturan terhadap anggota-anggotanya sesuai aturan organisasi.

Siapakah yang mesti mengatur organisasi? Jawab: Anggota-anggotanya sendiri. Jadi seluruh anggota organisasi mempunyai wewenang untuk mengatur kerukunannya dan mengatur diri sendiri, sehingga mereka juga harus menurut atau melaksanakan kewajibannya menurut aturannya sendiri. Dalam hal ini terbukti bahwa dalam organisasi yang semua anggotanya mempunyai wewenang, bukan hanya satu atau dua orang pengurus saja tetapi semua anggota sama­-sama yang mempunyai wewenang tertinggi, merupakan palaksanaan dari konsep "rukun".

Lalu bagaimana caranya agar angota­-anggota di seluruh negeri merumuskan aturan organisasi secara bersama-sama? Caranya begini:

Di suatu tempat kalau sekiranya jumlah anggota mencukupi, maka semuanya bisa mengadakan sidang dan bermusyawarah bersama-sama tentang bagaimana sebaiknya mereka mengatur organisasi, pergerakan, dan sebagainya. Di tempat itu mereka berkumpul menjadi satu cabang organisasi. Tentang berapa banyak anggota yang diperlukan untuk mendirikan cabang, tentu saja ada aturannya sendiri. Di Serikat Buruh yang lain kalau ada 10 orang anggota atau lebih berkumpul di suatu tempat, mereka juga sudah harus mendirikan cabang, karena itu sesuai dengan pasal 6 dari Anggaran Dasar yang berbunyi: "Cabang dari perkumpulan bisa diadakan di tempat di mana paling sedikit ada 10 orang anggota dan seterusnya ".

Tetapi supaya keputusan kongres cabang itu bisa dijalankan maka cabang itu memilih orang-orang yang dipercaya dan yang terpandai dan terbaik untuk dijadikan pengurus (majelis). Cabang-­cabang dikepalai oleh ketua yang dipilih oleh anggota-anggotanya. Ketua dibantu oleh juru tulis pilihan yang disebut Sekretaris, dan dibantu juga oleh benda­hara. Ketua juga masih harus dibantu oleh dua atau lebih pembantu pengurus pilihan yang disebut komisaris. Pengurus cabang ini harus merumuskan peraturan-­peraturan cabang, pengurus-pengurus harus memimpin supaya cabang itu hidup, dan kerukunan antar anggota cabang dapat terjaga baik.

Di suatu negeri yang luas, bisa jadi cabang suatu Serikat Buruh pun akan banyak. Bagaimanakah caranya agar mereka bisa berhubungan satu sama lain? Begini :

Satu tahun satu kali atau kalau ada sesering mungkin, cabang mengadakan persidangan dan memilih wakil-wakil atau pemuka-pemukanya untuk dikirim ke suatu tempat. Pemuka yang dipilih oleh anggota-anggota tadi harus membawa usulan-usulan, apa yang dikehendaki oleh hasil persidangan cabang sebelumnya. Jadi wakil-wakil cabang membawa suaranya ke persidangan cabang-cabang lalu ke rapat besar (kongres), yaitu per­sidangan para wakil cabang di suatu tempat itu.

Di sanalah wakil-wakil cabang bermusyawarah dan menimbang bersama suara-suara anggotanya, lalu dipilih mana yang baik dan berfaedah untuk kaum buruh. Hal-hal yang disetujui lalu diputuskan secara sah. Biasanya Serikat Buruh yang besar setiap tahun satu kali mengadakan kongres tahunan. Kongres itu merupakan majelis tertinggi dalam keorganisasian, sebab keputusan yang dihasilkannya merupakan hasil musya­warah wakil-wakil cabang. Dengan demikian berarti keputusan itu juga merupakan kehendak mayoritas anggota. Agar tetap rukun maka anggota yang suaranya kalah dalam kongres harus menerima keputusan mayoritas itu.

Karena kongres diikuti begitu banyak orang, dan berasal dari tempat-tempat yang berjauhan satu sama lainnya, maka kongres harus memilih Pengurus Besar dan staf-stafnya. Susunannya seperti ini:

1. Ketua Umum (diikuti Ketua II)

2. Sekretaris Umum (diikuti Sekretaris II)

3. Bendahara (diikuti Bendahara II)

4. Pembantu-pembantu

Begitulah maka pasal 8 dari statuten Serikat Buruh menyebutkan begini: "Pengurus Besar terdiri dari 15 anggota yang dipilih oleh kongres tahunan".

Jadi Pengurus Besar ini ada di bawah perintah kongres. Sesudah kongres membuat keputusan, maka ia memilih dan memberi kuasa pada Pengurus Besar untuk menjalankan hasil-hasil keputusan itu. Jadi dengan perintah kongres, maka Pengurus Besar menjadi wakil organisasi.

Begitulah maka pasal 9 dari statuten mencatat:

"Selain Pengurus Besar tidak ada pihak lain yang berhak mewakili organisasi dalam segala urusan: membuat perjanjian, menjalankan urusan, baik menjadi pendakwa dalam hal pengadilan, menen­tukan hak-hak . . . dan sebagainya."

Pendek kata, hal-hal mengenai organisasi harus diatur dengan rapi dan baik, sehingga perkembangan semua urusan keorganisasian bisa diketahui lebih dulu dan bisa disetujui oleh mayoritas anggota. Untuk pemahaman lebih jauh sebaiknya anda mempelajari Anggaran Dasar dan .Anggaran Rumah Tangga Serikat Buruh.

Sedikit saya jelaskan di sini bahwa Anggaran Dasar berisi pokok-­pokok peraturan organisasi, sifatnya tetap dan disahkan oleh pemerintah. Tentu saja sekiranya perlu maka Anggaran Dasar itu juga boleh diubah oleh kongres dan kemudian perubahan itu harus meminta legalisasi pada pemerintah.

 

BAB VII: POLITIK YANG BERFAEDAH BAGI SERIKAT BURUH

Sudah beberapa kali saya me­nerangkan masalah politik. Suatu Serikat Buruh memang sering melakukan gerakan politik, tetapi politik itu harus yang memperhatikan kepentingan kaum buruh. Politik macam mana yang memperhatikan kaum buruh?

Tidak lain hanya politik sosialisme. Masalahnya begini:

Sebagaimana diketahui bahwa tuan-­tuan pemilik pabrik hanya bisa menumpuk kekayaan kalau kelas proletar dan kaum buruh terus-menerus menjadi buntung atau miskin.

Kelas borjuis merasa wajib untuk mencari keuntungan tanpa henti, sehingga kelas ini di mana-mana hanya memajukan dan memperhatikan kepentingannya sendiri. Adapun kepentingan rakyat dan kaum buruh tidak mereka perhatikan, kalaupun ada perhatian paling hanya sedikit, itupun jika kaum borjuis meng­anggap perhatian itu bisa mendukung kepentingan diri mereka.

Kelas borjuis ini makin lama makin kuat. Contohnya ialah perkumpulan­-perkumpulan pabrik-pabrik gula di Indo­nesia yang dinamakan Java Suiker Syndicaat Kelas borjuis yang besar bisa rukun, pandai, dan punya uang atau modal yang sangat banyak. Karena itu mereka. bisa berkuasa di dalam negeri. Mereka bersatu dengan satu golongan di kelasnya, menaikkan harga barang-barang kebutuhan, menurunkan upah kaum buruh. Sekarang mungkin agak berbeda karena mereka tidak begitu suka me­nurunkan upah-upah, namun lebih suka menaikkan harga-harga barang dan makanan yang diperlukan rakyat dan kaum buruh.

Karena kekuasaannya itu, maka kaum kapitalis punya pengaruh besar dalam pemerintahan, terutama di negeri jajahan seperti Indonesia ini. Mereka berpengaruh sangat besar dalam tata pemerintahan negeri (cara dan aturan mengurus negeri, membuat perundang-undangan, me­nentukan pajak, dan sebagainya). Karena kepandaian dan kecerdikan kelas borjuis, maka mereka bisa dengan licik memberikan alasan-alasan dan keterangan-keterangan yang sifatnya baik untuk seluruh rakyat, padahal sebenarnya hanya menguntung­kan kelas borjuis. Apalagi negeri seperti In­donesia, di mana pemegang pemerintahan tidak dengan dipilih oleh rakyat, sehingga di sini kelas rakyat jelata kalah dalam peng­aruh pemerintahan negeri.

Begitulah kelas borjuis menjalankan politik (mencari pengaruh dalam pemerin­tahan negeri) supaya pergerakan rakyat dan pergerakan kaum buruh dapat dimatikan atau dihalang-halangi dengan kekuatan pemerintah.

Agar pemerintah tidak hanya men­dapat keterangan dan alasan dari pihak kapitalis besar saja, maka rakyat jelata dan kaum buruh perlu berusaha mendapatkan pengaruh juga dalam pemerintahan, dan biasanya hal itu didapatkan dengan jalan pergerakan, supaya rakyat boleh memilih wakil-wakilnya untuk membuat undang­-undang negara, mengatur pajak, dan mengatur semua negara dan rakyat.

Gerakan politik dari kelas rakyat jelata ini dinamakan "gerakan demokrasi" (kerak­yatan). Namun kerakvatan dalam konteks pemerintahan saja belum mencukupi kepentingan rakyat kecil. Walaupun pengaruh mereka dalam pemerintahan makin besar, namun kelas kapitalis masih terus saja mencari keuntungan dengan merugikan kelas rakyat jelata dan kaum buruh. Kelas kapitalis masih berkuasa dan memainkan harga barang-barang yang dibutuhkan rakyat dan kaum buruh.

Mereka dapat berbuat apa saja karena mereka mempunyai pabrik-pabrik, mengu­asai perdagangan, sepur-sepur dan se­bagainya. Mereka mempunyai peralatan (modal, uang, mesin, dan sebagainya), membuat barang, dan memproduksi bermacam-macam bahan makanan. Jadi meskipun rakyat dan kaum buruh dapat meningkatkan pengaruhnya dalam peme­rintahan, namun selama kelas kapitalis masih mempunyai modal, pabrik, tanah dan sebagainya, maka selama itu pula kaum kapitalis tetap berkuasa. Oleh karena itu kelas rakyat jelata dan kaum buruh harus berusaha agar alat-alat, modal, pabrik, mesin, tanah, dan sebagainya itu jatuh ke tangan pemerintah yang bersemangat kerakyatan, yang dipilih oleh dan dari rakyat, agar semua perusahaan dan perda­gangan dapat diurus oleh pemerintah. Usaha-usaha ini dinamakan Sosialisme atau Komunisme.

Jadi sosialisme itu bermaksud meng­hilangkan semua kelas borjuis. Semua rakyat supaya "bekerja" pada pemerintah­an. Sedangkan pemerintah harus dipilih oleh rakyat. Dengan begitu maka tidak ada orang yang dapat memeras orang yang lainnya, karena semua orang bekerja bersama-sama sehingga di dunia ini ada "surga" untuk semua umat manusia, semua bangsa, dan semua agama.

Semua hidup rukun, tidak ada yang berebut rezeki. Negara dikepalai oleh wakil-wakil pilihan rakyat, sehingga tampak seperti suatu keluarga yang dipimpin oleh orang tua sendiri, sehingga sama halnya dengan badan sendiri. Inilah yang dinamakan Sosialisme atau Komunisme, dan orang-orang yang ber­gerak di dalamnya disebut Sosialis atau Komunis.

Menurut semua politik atau gerakan yang bertindak untuk kemuliaan dan bermanfaat bagi kelas proletar dan kaum buruh, surga dunia selama ini hanya untuk kelas borjuis saja. Politik kaum borjuis yang memusuhi tujuan gerakan sosialisme atau menjauhkan tercapainya maksud dari kelompok sosialis itu menghambat gerakan kaum buruh atas nama "cinta kebangsaan" (nasionalisme).

Hanya politik sosialisme yang akan dapat menggerakkan rakyat Indonesia mencapai kemerdekaannya untuk meme­rintah negaranya sendiri dan membagi secara adil pendapatan negara. Hanya politik sosialisme yang akan menolong rakyat jelata dan kaum buruh. Semua manusia yang mengatahui kebaikan serta kemuliaan orang yang hidup, tentu setuju dan harus turut serta membantu gerakan sosialisme. Karena itu pula vakcentrale (gabungan serikat buruh) PPKB (lihat Bab V) mempunyai asas sosialisme yang harus menjalankan politik sosialisme atau komunisme. Begitu juga gerakan politik yang menuju sosialisme ini harus berkum­pul dan diperkuat oleh Serikat-serikat buruh. Hanya politik sosialisme yang bermanfaat untuk Serikat-serikat buruh.

Maka bagi kaum buruh, awas!!! Jangan lupa untuk berpihak dan memajukan politik sosialisme. Selama ini banyak gerakan yang salah urus karena belum menjadi gerakan sosialisme. Karenanya, berputar dan bergeraklah secara cepat masuk ke dalam gerakan sosialisme.

 

BAB VIII: MODAL PERGERAKAN (CONTRIBUTE) DAN PENGURUSAN BUKU­-BUKU PERKUMPULAN (ADMINISTRATIE)

A. Iuran

Sebagaimana hal-hal yang sudah diterangkan, gerakan kaum buruh mempunyai maksud yang sangat besar dan untuk semua perkara yang berkaitan dengan organisasi, kongres, penerbitan majalah, dan sebagainya, kaum buruh perlu mengumpulkan harta, modal, atau uang. Untuk pengadaan modal itu maka anggota-anggota harus membayar iuran. Selain dengan jalan menggunakan "kas perlawanan" dan sebagainya, maka diperlukan juga adanya iuran agar organisasi bisa makin besar, kuat, baik, berpengaruh, dan cepat mencapai tujuan­nya. Iuran ini juga berguna untuk ke­pentingan kaum buruh.

Berani membayar iuran yang besar berarti berani untuk memerdekakan kaum buruh atau Serikat Buruh, dan berani me­nentang kaum majikan. Besar kecilnya iuran itu disesuaikan dengan keadaan anggota. Kalau para anggota sudah benar­-benar mengerti akan pentingnya iuran, ada baiknya anggota-anggota itu dengan senang hati memberi bantuan modal pada perkumpulannya. Tetapi kalau anggota­-anggota masih banyak yang belum mengerti, lebih baik ditarik sepantasnya. Adapun penarikan iuran itu diatur menurut besar kecilnya, umpamanya: serikat buruh yang besar menarik iurannya setiap satu bulan satu kali, dan serikat buruh yang kecil iurannya boleh diatur tiap setahun sekali atau enam bulan sekali, dengan catatan para anggota yang membayar iuran kecil itu tidak menerima majalah dari organisasi karena besar atau kecilnya iuran itu harus cocok atau sepadan dengan gerakan perkumpulan dan kecakapan anggota-anggotanya.

Jadi penentuan besar kecilnya iuran setiap satu tahun satu kali harus ber­dasarkan persetujuan rapat akbar. Atau dengan kata lain sesuai kemufakatan semua anggota-anggota (atau sebagian besar dari anggota-anggota).

B. Pengurusan Buku-buku Organisasi

Sudah barang tentu uang iuran tadi harus diurus dengan baik oleh anggota­-anggota pengurus cabang dan pengurus besar. Untuk keperluan itu maka organisasi harus menyediakan buku-buku untuk mencatat semua uang yang dipegang oleh bendahara, namanya adalah buku kas. Dalam buku kas itu di sebelah kiri harus dicatat semua uang yang masuk meskipun hanya setengah sen, di sebelah kanan dicatat semua uang yang keluar jumlah uang yang masuk harus cocok dengan jumlah uang yang keluar ditambah uang yang masih ada (saldo).

Semua uang yang keluar harus ada buktinya yaitu kwitansi, rekening atau wesel pos. Adapun cabang yang mengirim uang pada pengurus besar harus memberi keterangan nama-nama pemberi dan untuk pembayaran bulan apakah uang itu dikirim pada pengurus besar. Untuk keperluan itu harus ada buku penyetoran dan buku tunggakan.

Selain buku kas, buku setoran, dan buku tunggakan masih ada lagi buku­-buku yang dipersiapkan oleh pengurus besar dan pengurus cabang sesuai dengan kepentingan dari uang itu, supaya tertib dan mudah mengerjakannya. Semua rekening yang ada harus disimpan baik-baik sebagai bukti. Rekening kwitansi yang dibayar oleh anggota harus disimpan oleh anggota-anggota itu, rekening tersebut sebagai bukti bahwa sewa kantor pengurus besar sudah dibayar. Sampai sekian pembahasan tentang urusan buku keuangan.

Harus ada juga buku-buku tentang hal urusan atau catatan detail mengenai anggota-anggota organisasi. Dalam perkumpulan yang besar dan teratur baik, untuk keperluan ini biasanya tidak dilakukan dengan buku keanggotaan, melainkan dengan pengadaan "kartu-­kartu". Kartu-kartu tersebut disimpan oleh pengurus besar, disimpan dalam arsip, satu anggota memegang satu kartu. Pengurus cabang juga harus memiliki kartu itu. Bahkan kartu-kartu cabang itu bisa digunakan untuk rekening iuran. Setiap tahun pengurus besar harus mencatat keterangan-keterangan tentang perkembangan kekayaan atau laporan bendahara.

Surat-surat keorganisasian harus dimasukkan dalam "buku agenda". Surat­-surat yang keluar dan masuk diberi nomor, sedang di pengurus besar surat-­surat yang keluar dan masuk diarsipkan dan masing-masing arsip diberi tanda (letter) dan nomor, misalnya:

A I adalah tanda arsip tentang urusan persidangan.

A II adalah tanda arsip tentang urusan keanggotaan.

B I adalah tanda arsip tentang urusan belanja, dan begitu seterusnya.

Oleh karena itu maka surat-surat pengurus besar biasanya diberi nomor, misalnya: No.123/ A 1 (nomor surat dan nomor bundel arsip).

Surat-surat organisasi dibundel agar mudah untuk disimpan. Jika di kemudian hari surat itu dibutuhkan maka dapat lekas ditemukan.

Selain buku agenda harus ada pula buku notulen, yaitu buku yang memuat verslag semua persidangan (persidangan anggota, cabang, pengurus, dan kongres). Verslag (notulensi), ialah catatan jalannya per­sidangan, siapa orang yang dibicarakan di situ, tanggal persidangan, jumlah orang yang hadir, dan sebagainya. Catatan per­sidangan tersebut harus dibacakan pada persidangan esok harinya di depan anggota-anggota yang ikut persidangan sebelumnya, apakah catatan itu memang betul (nyata), dan kalau kurang betul akan diubah.

Perkara-perkara administrasi ini perlu diurus dengan baik, sebab dengan itu semua keterangan tentang organisasi dapat terdokumentasikan sehingga kaum buruh pun dapat mengetahui dengan jelas semua masalah keorganisasian. Selain itu semua catatan tadi perlu dibuat dalam laporan tahunan, yaitu keterangan tentang perkembangan organisasi dan pergerakan. Catatan tentang kemajuan-kemajuan pergerakan itu dibuat oleh kaum buruh setiap satu tahun sekali di media organisasi. Biasanya yang menulisnya adalah seorang penulis tertentu.

 

BAB IX: PENGAWASAN DI DALAM PERKUMPULAN

Sudah pasti semua pergerakan memiliki aturan tertentu untuk meng­amati atau mengawasi  langkah­-langkah gerakan. Siapa yang harus mengawasi itu? Tidak lain semua anggota, pengurus, dan pengurus besar. Anggota-­anggota harus mengawasi apakah pengurus-pengurus cabang dan pengurus besar benar-benar menjalankan kewajib­annya, berikhtiar dengan baik, dan memperhatikan keperluan para anggota. Dan apa betul mereka mengurus uang organisasi dengan baik. Semua anggota bisa mengawasi semua itu lewat majalah, media tahunan, dan semua gerakan serta usulan-usulan yang diajukan oleh pengurus. Bisa juga ketika berlangsung kongres karena setiap ada kongres biasanya utusan memberi peringatan dan pujian pada pengurus besar yang se­belumnya memberikan laporan tahunan sekretaris dan bendahara.

Adapun untuk mengawasi keuangan organisasi yang dipegang dan diurus dengan baik oleh bendahara, maka dalam persidangan anggota-anggota atau kongres biasanya dipilih tiga anggota (satu komisi) untuk menyelidiki urusan keuangan tersebut. Komisi ini disebut verificatie commissie (komisi verifikasi). Selain itu anggota-anggota komisi ini juga turut mengawasi administrasi di cabang­-cabang. Para pengurus harus menerima saja bila anggota-anggotanya melakukan hal tersebut, sebab hal ini justru menjadi bukti utama bahwa para anggota benar­-benar turut memikirkan organisasi.

Di sisi lain pengurus juga bisa membuktikan pada anggota-anggotanya bahwa ia dapat dipercaya sebagai orang tua dari seluruh anggota organisasi. Sebaliknya pengurus besar dan pengurus­-pengurus cabang harus mengawasi anggota-anggotanya untuk memenuhi kewajiban dan apabila mereka bersalah maka mereka harus diberi pengarahan dalam persidangan, supaya bisa diputus­kan bagaimana baiknya. Pendek kata satu sama lain saling tolong-menolong, awas mengawasi, dan inilah yang dinamakan kerukunan.

 

BAB X: PROPAGANDA DAN PARA PENGURUS YANG TERLANTAR

A. Propaganda

Sebagaimana dijelaskan dalam buku ini bahwa peranan serikat buruh di Indonesia pada zaman sekarang penting sekali untuk kemajuan negara. Meskipun begitu masih banyak kaum buruh yang belum mengerti soal ini, masih banyak buruh yang belum tertarik untuk bergabung ke dalam serikat-serikat. Hal ini tidak boleh terus dibiarkan. Semua orang Indonesia yang mengerti akan pentingnya pergerakan untuk kemajuan negara wajib membantu dan berusaha agar semua kaum buruh dapat berkumpul secara rukun dalam serikat-serikat buruh.

Di mana-mana sudah ada serikat buruh, misalnya di jawatan kereta api dan trem (VSTP), pegadaian (PPPB), pabrik gula (PFB), dan sebagainya. Di situ semua kaum buruh diwajibkan memperkuat serikat-serikat yang sudah ada dengan cara menjadi anggotanya, mendirikan cabang-­cabang, dan seorang buruh yang sudah menjadi anggota serikat buruh wajib menjelaskan semua maksud organisasi kepada para buruh yang belum menjadi anggota. Selamanya harus terus menerus ada propaganda untuk kemajuan serikat buruh.

Tetapi lebih dari itu Serikat Buruh yang terdiri dari para anggota yang sama-sama satu pekerjaan wajib diusahakan supaya serikat-serikat buruh yang kecil terkumpul menjadi satu dengan jalan kerukunan, dan tidak melupakan kepentingan kaum buruh kecil yang jumlahnya ribuan di Indone­sia. Pergerakan serikat buruh atau Vakbeweging (gerakan buruh) wajib dikembangkan, lewat progpaganda-propaganda, "satu untuk semua, semua untuk satu", rukun dan dengan kekuatannya berusaha mencari kemuliaan hidup untuk sebagian besar rakyat Indonesia dengan semboyan: rukun - kuat - kuasa – menang!

B. Pengurus yang Digaji

Mengingat pentingnya pergerakan ini untuk kemajuan negara, maka semua aturan serikat buruh, cara gerakan, dan cara membesarkan organisasi (lewat propa­ganda) itu harus dipimpin oleh orang-or­ang yang selama hidupnya mau berkorban dan memajukan gerakan buruh.

Orang-orang yang terus-menerus bekerja untuk kepentingan gerakan buruh ini harus memiliki kecakapan untuk memimpin pergerakan. Karena itu semua serikat buruh yang ada wajib membayar orang­-orang yang akan memimpin organisasinya. Biasanya di negara Eropa setiap ada 100 anggota harus ada satu pemimpin yang digaji oleh serikat buruh agar ia benar-benar dapat memperhatikan usaha-usaha serikat buruh sehari-hari. Saudara-saudara yang mengerti akan organisasi, apabila saudara-saudara benar-benar mencermati buku ini tampak sekali betapa sukarnya membangun organisasi dan aturan tentang vakbond. Serikat-serikat buruh yang anggotanya lebih dari 100 orang menerbitkan majalah dan menarik iuran bulanan tetapi tidak menyediakan uang untuk membayar pemimpin yang merdeka, akan cepat mati atau menjadi kurus dan terus sakit-sakitan. Pemimpin tersebut bekerja rangkap untuk mempertahankan hidupnya, sehingga ia tidak dapat mengurus organisasi secara baik.

Sebaliknya dalam hal memilih pe­mimpin yang dapat memelihara dan menangani serikat buruh, maka anggota­-anggota serikat buruh harus memilih (mencari orang yang cerdik, pandai, berpengetahuan luas, berbudi pekerti baik, setia pada pergerakan, tegas dalam melakukan pergerakan, dan pemberani). Seorang pemimpin harus mengerti bahwa ia akan menjalankan tugasnya tidak hanya demi nama organisasi, mencari pop­ularitas, kesenangan, dan kekayaan untuk dirinya sendiri. Seorang pemimpin harus mengerti bahwa ia harus bertingkah laku bailk, beradat, dan hidup sebagaimana bapak yang memimpin anggotanya. Ia harus menjadi contoh dalam hal kebaikan, kesetiaan, ketegasan, dan berani dalam bertundak. Ia harus mengorbankan dirinya untuk membantu orang-orang yang tertindas, terperas oleh siapa saja, dan juga tetap menuju ke tugas yang mulia. Walaupun banyak rintangan, kesusahan, dan kesulitan. Semua bayaran yang diperoleh dipergunakannya untuk membantu anggota-anggotanya. Janganlah mengharap imbalan, pujian dan hal-hal yang bersifat duniawi. Pemimpin harus mengharapkan satu ridho yaitu ridho dari Allah Yang Maha Kuasa. Dan janganlah mengharap imbalan dari manusia, hendaklah ia memakai pepatah:

"Dengan Tuhan Allah untuk Tuhan Allah (kebaikan) ".

"Seorang pemimpin tidak mendapat­kan apa-apa di dunia, waktu ia hidup di dunia, tetapi harus mencarinya di akhirat (kemudian hari), setelah ia meninggal. Inilah wasiat kekuatan bagi pemimpin."