Tiga Tahun Revolusi Indonesia

Partai Moerba (1948)


Sumber: Surat Kabar Partai Moerba 17 Agustus 1948


Pada tanggal 17 Agustus 1948 ini telah genap tiga tahun Rakyat Indonesia berevolusi melawan penjajah. Hari revolusi ini adalah hari besar segenap rakyat Indonesia.

Dalam revolusi tiga tahun ini kita telah mengalami PAHIT GETIR, ialah pengalaman PEDIH, karena perbuatan kontra revolusi yang berhasil menyusun kekuatannya, sesudah orang-orang yang terpilih oleh imperialis yang didatangkan dari negeri Belanda (LIMA SERANGKAI) dan Australia (SIBAR) bertemu di Indonesia dan bersama – sama dengan agen NICA (dari Molenvliet) mengatur SIASATNYA.

Revolusi Indonesia meletus bukan karena hasil kecerdasan otak seseorang pemimpin, seperti kata Tan Malaka dalam “Massa Aksi-nya”, tetapi memang sudah harus meletus karena keadaan nasional dan internasional pada waktu itu telah menentukan tingkatan pertentangan dalam masyarakat kita antara kelas menindas dan kelas tertindas, antara penjajah dan terjajah yang telah memuncak dan harus menimbulkan PERLAWANAN dengan SENJATA!!

Yang dibutuhkan pada waktu itu hanya orang-orang yang sanggup tampil ke muka memberi pimpinan Revolusi kearah kemenangan.

Untuk itulah orang-orang Revolusioner berkumpul dan berunding di Jakarta.

Sungguh berlainlah sifat pimpinan Revolusi Indonesia dengan revolusi Rusia. Revolusi Rusia dipimpin oleh satu parti pelopor yang tealah keuji keuletan, keliatan, serta kecakapannya, sedang pada waktu Revolusi Indonesia meletus tidak ada satu parti pun yang mempelopori perjuangan.

Disana sini orang revolusioner tampil kemuka, untuk mengabdikan diri kepada revolusi. Dan diantara orang- orang revolusioner itupun banyak yang tidak mengenal satu sama lain, hingga kadang-kadang timbul kecurigaan diantara mereka sendiri. AKIBAT propaganda licin yang dilakukan kontra revolusi. Siaran-siaran yang diberikan tanda Bintang Merah dengan “Palu Sabit”, yang diantaranya mengatakan bahwa Tan Malaka sudah ditendang dari Comintern banyak tersiar di Surabaya.

Borjuis Kecil Indonesia yang dimulai dari lahirnya proklamasi kemerdekaan 17 Agustus memang sudah bimbang dan ragu-ragu serta tidak berani menanggung konsekuennya revolusi (malah ada yang mempunyai rencana lima tahun untuk mencapai Indonesia Merdeka) telah membantu Kontra Revolusi dan selalu berusaha untuk menenangkan Rakyat yang sedang bergelora agar lambat laun Revolusi menjadi padam sama sekali.

HENTIKANLAH PERTEMPURAN!!!..

Begitulah semboyan borjuis kita dimana mana.

Berkat kepercayaan dan ketaatan Rakyat pada Pemimpin Borjuis, hati MURBA yang mengganas keras bergelora menjadi lunak jinak dan semboyan “hentikanlah pertempuran” ditaati oleh mereka hingga akhirnya kota – kota penting Surabaya, Semarang, Bogor, Bandung, Medan, Palembang, Padang satu demi satu jatuh ke tangan imperialis.

Borjuis kecil yang gentar ketakutan akan tuduhan luar negeri bahwa Republik Indonesia adalah bikinan Jepang dan Kolaborator – kolaborator Jepang diancam dinaikkan ke tiang gantungan, berusaha membantah tuduhan itu dengan perbuatan Demokratis, ialah menganjurkan berdirinya partai – partai politik.

Maka timbullah partai –partai politik seperti jamur dan timbullah pula pertentangan aliran partai dan golongan yang melemahkan tenaga BERTEMPUR.

Tan Malaka yang mengetahui gelagat perpecahan karena tipu muslihat Borjuis Kecil ini mencoba mempersatukan partai partai dan organisasi organisasi dalam SATU FRONT RAKYAT dengan disiplin MINIMUM PROGRAM.

Maka berhasillah Tan Malaka mengikat 141 organisasi partai dant badan perjuangan dalam PERSATUAN PERJUANGAN dengan disiplin minimum program 7 pasal yang sangat terkenal !

Maka berkobar kembalilah api revolusi dibawah pimpinan PP.

Perlawanan rakyat di segeenap tempat menjadi hebat hingga dunia internasional terpengaruh juga oleh sepak terjang persatuan perjuangan dalam memimpin revolusi!

Maka timbullah krisis yang disebabkan oleh pertentangan politik antara pemerintah dengan persatuan perjuangan. Politik pemerintah Sukarno-Hatta-Sjahrir menghendaki jalan damai, politik persatuan perjuangan didasarkan pada perlawanan MURBA dengan SENJATA, dan hanya mau berunding didasar Kemerdekaan Indonesia 100%.

Pertentangan politik ini sampai ke puncaknya setelah cabinet Sjahrir ke satu terpaksa minta berhenti, dan pemerintah terpaksa mengundang persatuan perjuangan untuk diajak berunding dalam siding KNI PUSAT di Solo pada akhir bulan Februari sampai awal Maret 1946.

Dalam sidang KNIP itu Persatuan Perjuangan menuntu agar minimum program yang 7 pasal itu dijadikan program pemerintah. Dan PP sanggup menyediakan menteri menteri nya.

Tuntutan PP itu tidak berhasil, malah pemerintah menyusun Program sendiri yang terdiri dari 5 pasal.
Krisis politik inilah yang menentukan selanjutnya persimpangan jalan antara pemerintah Sukarno-Hatta-Sjahrir-Amir
Sjarifudin dengan Persatuan Perjuangan.

Dengan timbulnya program pemerintah yang terdiri dari 5 pasal sebagai imbangan minimum program Persatuan Perjuangan maka dengan jelas perbedaan politik Pemerintah Soekarno-Hatta-Sjahrir-Amir Sjarifuddin dengan politik Persatuan Perjuangan.

Program Pemerintah HANYA benar dipandang menurut hukum LOGIKA, sedang minimum program Persatuan Perjuangan HANYA benar dipandang menurut hukum DIALEKTIKA.

Dipandang dari sudut LOGIKA nampaknya kedua program itu memang sama atau hampir sama. Tapi dipandang dari sudut DIALEKTIKA perbedaan kedua program itu seperti bumi dan langit!

PROGRAM PEMERINTAH dan MINIMUM PROGRAM PERSATUAN PERJUANGAN.

Guna mendapatkan beking Program Pemerintah itu, maka tenaga Pemuda dibutuhkan. Maka borjuis kecil pun berhasil menarik Pesindo ke pihak pemerintah meninggalkan PP. Dimana mana ditempelkan plakat-plakat oleh Pesindo yang mengatakan bahwa Program Pemerintah itu sama dengan minimum program Persatuan Perjuangan!

Untuk menjelaskan perbedaan Program Pemerintah dengan Minimum Persatuan Perjuangan, dibawah ini kita kutip keterangan Tan Malaka, kita ambil yang pokok saja.

Porgram Pemerintah berbunyi: 1. Berunding atas pengakuan Negara Republik Indonesia (100%).

Minimum Program Persatuan Perjuangan berbunyi: 1. Berunding atas pengakutan Kemerdekaan 100%.

Dilihat sepintas lalu makna kedua tuntutan itu sama tetapi sebenarnya lebih penting buat soal perundingan ini ialah perkara dasar atau syarat atau kapan perundingan itu bisa dilaksanakan.

Program Pemerintah berbunyi : 2. Mempersiapkan rakyat dan Negara di segala lapangan politik, ketentaraan, ekonomi dan sosial untuk mempertahankan Kedaulatan Republik Indonesia.

Minimum Program Persatuan Perjuangan berbunyi : 3. Tentara Rakyat (dalam arti sesuainya haluan Tentara dengan kemauan Rakyat).

Perbedaan pemerintah dan Persatuan Perjuangan disini amat jelas dan amat besar. Persatuan Perjuangan tidak lagi mempersiapkan “tetapi sudah” mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia, seperti niat pemerintah diatas.

Pasal 3 Program Pemerintah sepadan pula dengan pasal 2 Persatuan Perjuangan.

Program Pemerintah berbunyi: 3. Mencapai susunan Pemerintah pusat dan daerah yang demokratis.

Minimum Program Persatuan Perjuangan berbunyi: 2. Pemerintahan Rakyat (dalam arti sesuainya haluan pemerintah dengan kemauan Rakyat)

Sampai kemana “demokratisnya” Pemerintah pusat dan daerah yang dimaksud oleh pemerintah itu tiadalah jelas buat kami.

Dalam arti umumnya, pemerintah yang demokratis ialah pemerintah yang dipilih “oleh” Rakyat, “buat” Rakyat dan “dari” Rakyat.

Persatuan Perjuangan berpendapat “belum” waktunya sekarang dalam perang ini mempertimbangkan “merit” dan “demerit” semua para calon dalam suatu pemilihan demokratis. Pemilihan semacam itu terpaksa akan membawa perdebatan habis habisan dalam semua penyurat kabaran dan permusyawaratan kalau tidak ala Amerika sekurang kurang nya ala Perancis atau Belanda!

Pemilihan ke dalam organisasi Persatuan Perjuangan ialah, pemilihan rakyat yang revolusioner yang diantara para pemimpin yang revolusioner yang ikhlas dan berani menghadapi semua kemungkinan kekuatan musuh. Susunan pemerintah (pusat dan daerah) yang kelak dipilih atas dasar revolusioner oleh rakyat revolusioner dari golongan revolusioner buat tindakan revolusionerlah yang dikehendaki oleh Persatuan Perjuangan.

Inilah yang dimaksudkan dengan Pemerintah Rakyat, ialah rakyat Indonesia yang sedang berperang.

Program pemerintah berbunyi:

4. Berusaha segiat giatnya untuk menyempurnakan produksi dan pembagian pakaian dan makanan.

5. Tentang perusahaan dan perkebunan yang penting hendaknya oleh Pemerintah diambil tindakan tindakan sepenuhnya, hingga memenuhi maksud sebagai termaktub dalam UUD pasal 33 ( hal kesejahteraan social).

Program Persatuan Perjuangan:

6. Mensita (Confiscate/membeslah) dan menyelenggarakan pertanian musuh (kebun).

7. Mensita (membeslah) dan menyelenggarakan perindustrian musuh (pabrik, bengkel, tambang dan lain lain)

PROGRAM PEMERINTAH TAK MEMBERI JAMINAN KEKUASAAN.

Program pemerintah tak memberi jaminan kekuasaan kepada proletar mesin dan tanah dalam hal memasyarakatkan hak milik, produksi, distribusi, gaji dan kehidupan social. Dengan begitu, maka seandainya kemerdekaan 100% tercapai, kaum buruh tidak mungkin kembali ke bawah telapak kakinya Kapitalisme Nasional atau Asing. Dalam suasana program pemerintah maka hari depannya kaum proletar mesin atau tanah tetap tinggal gelap seperti di jaman penjajahan.

Minimum Program Persatuan Perjuangan, atas pasal 6 dan 7 nya dengan segala kesadaran member jaminan kekuasaan yang disebutkan diatas. Dengan kekuasaan atas hak milik produksi, distribusi dan sebagainya itu proletar mesin dan tanah mendapat halaman tempat berdiri untuk menjaga supaya mereka kelak jangan dilemparkan kembali ke bawah kapitalisme nasional dan internasional. Cuma terserah pada proletar Indonesia, apakah mereka kelak akan sanggup menggunakan kekuatan tersebut terus menerus.

Program pemerintah menutup (walaupun takut takut) pintu depan terhadap Imperialisme Asing, tetapi membuka pintu belakang seluas-luasnya buat Kapital asing. Dengan begitu maka “Negara Republik Indonesia” (merdeka 100%) yang dikehendaki pemerintah itu segera akan dirubuhkan (100%) oleh Kapitalisme Asing melalui pintu belakang.

Minimum Program Persatuan Perjuangan menutup pintu depan dan belakang terhadap imperialism asing. Dengan rencana ekonomi buat membikin mesin induk (industry berat) yang dilakukan dengan pertukaran barang Indonesia dengan mesin Amerika dan Eropa, maka Negara Republik Indonesia betul kelak akan menjadi Negara merdeka dan terus terjaga Kemerdekaannya (yang 100%) itu. Demikianlah analisa Tan Malaka tentang Program Pemerintah dan Minimum Program Persatuan Perjuangan menurut hukum dialektika.

PERSATUAN PERJUANGAN DIANGGAP BAHAYA

Setelah Sjahrir yang ditunjutk oleh Presiden menjadi formateur kabinet, dengan tugas menyelenggarakan program pemerintah 5 pasal tidak berhasil menarik pemimpin pemimpin buruh dari PP, maka PP yang serpak terjangnya telah didengar oleh dunia internasional oleh pemerintah Soekarno-Hatta-Sjahrir dianggap makin berbahaya.

Maka pada 17 Maret 1946 Tan Malaka ditangkap, yang menurut keterangan Amir Sjarifudin sebagai saksi dalam peristiwa 3 Juli, katanya atas putusan siding Kabinet karena anjuran Delegasi Indonesia di Jakarta (Sjahrir)

Dengang ditangkapnya Tan Malaka dan kawan kawan, PP menjadi lumpuh. Tetapi oposisi tetap berbahaya bagi pemerintah.

Maka dilakukanlah tipu muslihat: membentuk front nasional dengan nama Konsentrasi Nasional, untuk mengetahui siapa-siapa orangnya yang masih berbahaya itu.

Maka terjadilah peristiwa 3 Juli yang digunakan oleh Kontra Revolusi sebagai suatu alasan menangkap pemimpin pemimpin revolusioner!

Itulah kejadian kejadian sebelum Linggarjati, sebagai perintis ke jalan Linggarjati.

Setelah oposisi dapat dilemahkan dengan cara yang LICIK dan palsu itu maka sampailah saatnya bagi borjuis kecil untuk berunding dengan imperialis Belanda dengan aman dan tentram.

Tidak takut akan Pemogokan umum, karena Pemimpin-pemimpin yang dapat menganjurkan pemogokan sudah meringkuk dalam tahanan!

Tidak takut akan pemboikotan Kaum Tani untuk menyetorkan padi-padinya untuk India, karena pemimpin pemimpinnya telah menjadi jinak, ketakutan sebelum diadakan tindakan apa apa oleh mereka!

Walaupun masih ada oposisi disana sini dari kaum buruh pada waktu menghadapi pasal 14 Linggarjati, tetapi berkat jasa Pak Alimin, yang sebagai Paus datang dari Roma atau seorang alim ulama yang datang dari Istambul, Kaum Buruh yang telah melakukan tindakan revolusioner, mensita milik musuh, dapat dinina bobokan dengan botol botol kosong yang diberi etiket “ marxisme-leninisme” keluaran Moskow.

Setelah kontra revolusi berhasil menggoalkan Linggarjati, dengan terlebih dahulu menggoalkan peraturan presiden no 6 yang dibunga-bungai dan di menyan-menyani oleh Ir.Sakirman dengan kata kata: “Siapa menentang peraturan Presiden berarti menentang Revolusi”. Maka Kontra Revolusi sudah merasa menang dan berusaha mendirikan TIANG GANTUNGAN guna menghukum mati kaum oposisi yang sedang meringkuk dalam penjara!”

Tetapi naskah Linggarjati yang dibangga banggakan oleh “sayap kiri” menjadi gagal setelah Belanda belum puas juga dengan berhasilnya tuntutannya yang 4 setengah dari yang 5 itu!

POLITIK SAYAP KIRI GAGAL

Maka gagallah pula politik “sayap kiri” dengan Pak Alimin-nya. Propaganda Linggarjati mereka yang membayangkan kepada Murba : Pesawat udara, tank, kapal perang, tomygun dan lain lain, betul-betul “terlaksana”!. Meriam, tank, kapal perang, pesawat udara, tomygun datang membanjiri Republik untuk:…………………………… MERAMPOK, MEMBAKAR, dan MEMBUNUH MURBA!

Memang benarlah tahanan politik dalam penjara, pada waktu melihat gambar-gambar: pesawat udara, tank, kapal perang sebagai propaganda kosong. ‘Sayap kiri”, bahwa betul apa yang dibayangkan pemimpin pemimpin “sayap kiri” dengan Pak Alimin itu, akan datang untuk……………….MENEMBAK RAKYAT!

Maka terbukalah mata MURBA bahwa semua propaganda “sayap kiri” dengan Pak Alimin-nya itu KOSONG MELOMPONG belaka!!

Setelah politiknya menjadi bobrok (bangkrut), maka pemimpin pemimpin “sayap kiri” berganti “SIASAT”.
Mereka mengadakan perpecahan dalam karangan mereka sendiri dan digantilah nama “sayap kiri” dengan nama Front Demokrasi Rakyat (FDR).

Mereka merubah ”SIASAT“ setelah mereka menandatangani naskah Renville yang jauh lebih rendah dari Linggarjati, hingga Gromyco wakil Rusia di UNO menganjurkan agar naskah Renville itu dimasukkan ke dalam museum saja.

NASKAH RENVILLE MENCEKIK REPUBLIK INDONESIA

Mereka mengubah “SIASAT” setelah mereka menandatangani Naskah Renville yang mendapat tentangan hebat dari rakyat, dan Kabinet Amir terpaksa bubar!,

FDR menerima Naskah Renville dan mau melaksanakan juga seratus persen, asal KURSI-KURSI yang penting diduduki oleh FDR.

FDR yang menandatangani naskah Renville menolak usul kompromi KTN, telor Naskah Renville!
Memang! Dalam dunia politik sekarang ini pikiran orang penuh dengan kontradiksi AKIBAT dari pada kebimbangan dan keragu raguan serta kebangkrutan politik borjuis kecil kita.

Hanya golongan yang dengan tegas menolak dan tidak mau melaksanakan serta berusaha membatalkan Renville lah yang bisa berpikir secara KONSEKWEN!

Pada hari besar 17 Agustus 1948 ini ialah hari Proklamasi Indonesia yang ke III, situasi politik didalam maupun diluar negeri telah berubah.

Perubahan situasi sekarang ini menguntungkan MURBA Revolusioner. Maka dari itu wahai kawan kawan MURBA Revolusioner! Marilah kita semua saat ini meninjau kembali semua langkah langkah kita, agar dapat memperbaharui dan memperbaiki perjuangan kita seterusnya yang berdasar pada paham : DARI MURBA, OLEH MURBA, UNTUK MURBA!

HIDUPLAH REVOLUSI!

HIDUPLAH MURBA INDONESIA!

MERDEKA 100%!