PKI dan Konstituante (Pokok-Pokok Pikiran yang Dikemukakan Oleh PKI Dalam Kampanye Pemilihan Konstituante)

Depagitprop CCPKI


Sumber: Untuk Kemenangan Front Nasional Dalam Pemilihan Umum, D.N. Aidit. Djakarta: Jajasan "PEMBARUAN", 1955. Scan Brosur PDF


1. Pemilihan untuk DPR sudah selesai. Berkat kepercayaan yang besar dari Rakyat  kepada PKI, PKI keluar dari kotak suara sebagai salah satu pemenang. Tidak hanya itu, tetapi di pulau-pulau Jawa dan Sumatra, dua pulau besar yang terpenting di negeri kita, di mana terdapat lebih dari 75% dari seluruh penduduk (atau 63 juta dari 80 juta), di mana terdapat 80% dari semua pemilih yang terdaftar (atau 36 juta dari 43 juta) PKI dengan tidak bergabung dengan partai demokratis lainnya berhasil mengalahkan MASYUMI yang selama kampanye pemilihan DPR mereklamekan dirinya sebagai monopolis umat Islam. PKI  mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya pada semua sahabat  PKI dan anggota-anggota PKI yang sudah membantu memenangkan PKI dalam pemilihan DPR  y.l.

2. PKI mengetahui bahwa dengan memberikan suaranya, tidak peduli pada partai mana, pada umumnya Rakyat Indonesia lelaki dan wanita, kaum buruh, kaum tani, prajurit, intelgensia dan kaum pengusaha sudah menyatakan ketidakpuasan yang dalam terhadap keadaan sekarang, dan bersamaan dengan itu menyatakan keinginannya supaya ada perubahan politik dan perubahan keadaan, terutama perubahan mengenai penghidupan yang celaka. PKI memandang sangat adil jika Rakyat Indonesia, yang sekarang hidup celaka, menginginkan adanya perubahan. Ya, PKI akan tidak henti-hentinya berjuang supaya keinginan Rakyat akan perubahan politik dan keadaan dapat diwujudkan. Untuk ini PKI akan memperjuangkan, di dalam dan di luar parlemen, program yang telah dinyatakan di hadapan Rakyat ketika kampanye pemilihan, dan PKI juga sudah mengajukan supaya dibentuk Pemerintah Koalisi Nasional yang luas, di mana di dalamnya duduk wakil-wakil PNI, NU, PKI, Masyumi  dan partai-partai lain atas dasar program anti kolonialisme, sebagai hasil pemilihan DPR yl. PKI mengajukan ini karena PKI tahu bahwa rakyat menginginkan persatuan, tidak mau perpecahan. Rakyat tidak mau disuruh memusuhi Rakyat.

3. Beberapa pemimpin Masyumi sudah menyatakan tidak setujunya dibentuk satu pemerintah Koalisi Nasional yang luas, di mana di dalamnya juga duduk PKI dan Masyumi. Pemimpin-pemimpin Masyumi tersebut ingin satu Pemerintah sonder Komunis. Pemimpin-pemimpin Masyumi bebas menyatakan keinginannya, tetapi satu hal yang nyata, mereka tidak mewakili perasaan, pikiran dan hasrat bagian terbesar dari Rakyat. Sikap memusuhi kaum Komunis bukan sikap Rakyat Indonesia yang sejati, tetapi sikap kaum kolonialis Belanda, sikap kaum imperialis Amerika, pendeknya sikap musuh-musuh Rakyat Indonesia. Orang-orang demikian tidak berhak lagi berbicara tentang perdamaian nasional atau perdamaian dalam negeri, karena mereka mengambil sikap bermusuhan terhadap paling kurang 6 juta  pemilih Komunis. Kita yakin, bahwa pikiran yang jahat dan berbahaya ini adalah bukan pikiran dari semua pemilih dan anggota Masyumi, tetapi hanyalah pikiran pemimpin-pemimpin Masyumi yang tertentu. Perdamaian nasional bukanlah perdamaian nasional, melainkan permusuhan nasional, jika di dalamnya tidak termasuk paling kurang tiga aliran pokok: Islam, Nasionalis dan Komunis. Apalagi kalau diingat, bahwa jika dibanding dengan pemimpin-pemimpin Masyumi, pemimpin-pemimpin Komunis lebih nyata amalnya pada Republik Indonesia (D.N. Aidit, M. H. Luman, Wikana dll. juga ambil bagian penting dalam mencetuskan Proklamasi Agustus 45, orang-orang Komunis di daerah-daerah juga ambil bagian penting dalam memimpin perlawanan terhadap tentara Jepang, Belanda dan Inggris; ke mana pemimpin-pemimpin  Masyumi ketika itu? Wallahu allam!)

4. Sekarang Rakyat Indonesia menghadapi peristiwa yang bersejarah, yaitu pemilihan konstituante pada tanggal 15 Desember yad. PKI masuki kampanye pemilihan  DPR yl. dengan semangat persatuan dan semangat toleransi yang besar, tetapi juga dengan kewaspadaan dan militansi yang tinggi.  Walaupun sifat rahasia tidak terjamin sepenuhnya, walaupun hak sama semua warga negara  tidak terjamin, dan walaupun sangat menyolok watak terbatas dari pernyataan demokrasi dalam pemulihan yl., PKI toh tampil sebagai salah satu  pemenang dalam pemilihan DPR yl. Ini berkat politik persatuan, politik toleransi, berkat kewaspadaan dan militansi yang tinggi dan yang terpenting ialah berkat eratnya hubungan PKI dengan massa Rakyat pekerja. Dengan semangat dan perbuatan ini jugalah PKI memasuki kampanye pemilihan Konstituante.

Arti Memilih Palu-Arit Pada Tanggal 15 Desember 1955

1. Tidak lama lagi, tanggal 15 Desember yad,  Rakyat Indonesia yang mempunyai hak pilih dan terdaftar sebagai pemilih, akan beramai-ramai  menuju kotak suara untuk memberikan suaranya kepada orang atau partai  yang mereka percaya  untuk duduk dalam Konstituante.

2. Apakah konstituante? Konstituante ialah Dewan Pembuat Undang-Undang Dasar. Apakah selama ini Republik Indonesia belum mempunyai UUD? Sudah, tapi UUD Sementara, artinya belum disahkan oleh Dewan Pembuat UUD yang dipilih oleh Rakyat.. Jadi, selama lebih 10 tahun, sejak Proklamasi Republik pada 17 Agustus 1945, Rakyat Indonesia  harus tunduk pada UUD yang Rakyat sendiri tidak ikut ambil bagian dalam membikinnya. Keadaan pincang ini harus kita akhiri, kita mau UUD yang Rakyat ikut membikinnya.

3. Apakah UUD? UUD ialah undang-undang  yang  menjadi dasar atau induk daripada semua undang-undang (peraturan negeri yang dibikin oleh Parlemen), artinya semua undang-undang yang dibikin oleh Parlemen tidak boleh bertentangan dengan UUD. Jadi, kalau Konstituante nanti melahirkan UUD yang tidak mempertahankan kemerdekaan nasional, perdamaian, hak-hak demokrasi, hak-hak asasi manusia dan hak hidup yang lebih baik bagi Rakyat, maka ini berarti bencana besar bagi Rakyat Indonesia untuk waktu yang lama, karena dengan UUD yang tidak demokratis untuk selanjutnya akan bisa lebih leluasa  dibikin undang-undang  yang anti-Rakyat. Supaya tidak terjadi hal yang demikian, maka adalah penting bagi Rakyat untuk memilih wakil-wakilnya yang bisa dipercaya untuk duduk dalam Konstituante.

4. Undang-Undang  Dasar yang bagaimana yang diinginkan oleh PKI? Untuk menjawab ini perlu diketahui, bahwa dalam menetapkan Konstitusi yang bagaimana akan diperjuangkan oleh PKI, ”Panitia PKI Perancang Konstitusi Republik Indonesia” dan CC PKI berpokok pangkal pada pendirian: mempertahankan Republik yang diproklamasikan oleh Revolusi Agustus 1945. Jadi, dengan Konstituante yad, PKI tidak bertujuan rnembikin negara baru, tetapi mempertahankan negara yang kita proklamasikan bulan Agustus 1945. PKI menganggap tidak tepat jika ada orang berpikiran mau membikin negara baru lewat Konstituante yad.

5. Dalam kampanye pemilihan Konstituante memang akan banyak orang bicarakan tentang apakah Konstituante nanti akan melahirkan "Negara Islam" atau "Negara Pancasila”. Kalau dengan "Negara Pancasila" dimaksudkan Republik  Proklamasi, maka PKI menyetujuinya. PKI tidak menghendaki Republik Proklamasi diganti dengan "Negara Islam" atau "Negara DI”. Beberapa pemimpin Nasionalis suka mengatakan, bahwa mereka tidak setuju pada "Darul Islam” dan ”Darul Komunis”. Seolah-olah ada golongan yang mau mendirikan "Negara Komunis atau "Darul Komunis”. Dalam kamus kaum Komunis  tidak ada "Negara Komunis” atau "Darul Komunis”. Jadi dalam  konstituante  yad.  PKI tidak memperjuangkan terbentuknya  "Negara Komunis” tetapi  PKI juga tidak menghendaki terbentuknya "Negara Islam” atau "Negara DI”, "Negara Kristen”, ”Negara Marhaen'” atau negara apa saja yang bukan Republik Proklamasi.

6. Kita sudah berpengalaman dengan apa yang dinamakan "Negara Islam Indonesia” model Kartiwosuwiryo, Daud Beureureh dan Kahar Muzakar. Ini adalah "negara” yang dibikin di dalam negara Republik Indonesia yang sudah memiliki Kepala Negara sendiri (Kartosuwiryo), alat-alat negara sendiri dari pusat sampai ke desa-desa, perwakilan luar negeri sendiri (Hasan Tiro di Amerika), tentara (TII) dan kepolisian (PII) sendiri, parlemen sendiri (di Aceh anggotanya 72 orang) dsb, dsb.

Dalam periode 1950 — Agustus 1954 "Negara Islam Indonesia" ini, menurut apa yang tercatat di  Priangan  saja sudah membunuh 5.397 orang, menculik 1.448 orang, menganiaya 2.423 orang, sudah membakar habis  61.670  rumah,  sudah menggarong  59.845 rumah, sudah menimbulkan  kerugian 250 juta rupiah yang berupa harta benda Rakyat dan negara (sumber Jawatan Sosial Priangan). Yang tidak tercatat tentu berlipat ganda dari pada ini.

Tentang NII atau DI ini, pemimpin IVIasyumi, Kasman Singodimedjp, berkata: ”Antara Masyumi dan DI dalam ideologi tidak ada perbedaan." ("Antara” 16-9-54). Dan Moh. Rum (Masyumi) berkata:  "Cita-cita seperti dianut oleh Kartosuwirjo cita-cita  yang baik, hanya jalannya menyimpang dari jalan hukum." ("Abadi" 21-4-1954). Jadi, pada dasarnya Masyumi menyetujui "Negara Islam Indonesia" atau "Negara DI" dengan segala prakteknya, soalnya cuma hanya karena tidak menurut hukum. PKI tidak mungkin menyetujui ”Negara Islam" atau "Negara DI"  dengan segala prakteknya, soalnya cuma hanya karena tidak menurut hukum. PKI  tidak mungkin menyetujuinya "Negara Islam" atau "Negara DI"  seperti yang dianjur-anjurkan oleh pemimpin-pemimpin  Masyumi.

7. Jadi, pada pokoknya, PKI akan mempertahankan sifat-sifat anti-kolonialisme, sifat-sifat anti- demokratis dan semua sifat yang maju dari Republik Proklamasi. Sejarah sudah membuktikan bahwa Republik Proklamasi adalah senjata untuk melawan kolonialisme Belanda; dapat mempersatukan seluruh Rakyat dengan tidak memandang perbedaan  keturunan, agama, keyakinan, suku bangsa, laki-laki atau wanita dsb.

8. Kembali kepada pertanyaan di atas (nomor 4): UUD yang bagaimana yang diinginkan oleh PKI?  Pada pokoknya PKI mempertahankan semua unsur yang demokratis, yang anti-kolonialisme, dan yang dapat mengikat bagian terbesar daripada Rakyat Indonesia yang ada di dalam UUD Republik Proklamasi. PKI mengakui, bahwa karena dibikin dalam keadaan tergesa-gesa  dan dibikin dengan tidak ikut sertanya wakil-wakil Rakyat yang dipilih, UU Republik Proklamasi adalah jauh dari sempurna. Oleh karena itu, PKI tidak berkeberatan  menerima pasal-pasal  yang demokratis dan  anti-kolonialisme  dari UUD Sementara tahun 1950 (bukan UUDS RIS tahun 1949) sebagai penyempurnaan UUD Republik Proklamasi. Isi dari pasal-pasal  yang menguntungkan Rakyat, yang anti kolonialisme dan demokratis daripada UUDS 1950, akan dipertahankan oleh  PKI  dalam Konstituante.  Pasal-pasal yang merugikan Rakyat dari UUDS ini misalnya pasal 142, yang mengatakan bahwa  undang-undang kolonial masih tetap berlaku, akan diperjuangkan dengan gigih oleh PKI supaya dihapuskan. Demikian juga pasal-pasal yang lain yang merugikan Rakyat.

9. Soal-soal yang terpenting yang akan dipertahankan dan diperjuangkan oleh PKI dalam konstituante nanti a.l, ialah:

a. Sifat negara: Republik Indonesia adalah merdeka, berdaulat, negara hukum dan demokratis. Kedaulatan ada pada rakyat dan rakyat melakukan kedaulatan dengan melewati DPR. Kedaulatan Rakyat adalah utuh dan tak dapat dibagi-bagi atau dilakukan oleh lebih dari satu kekuasaan (lihat al. pasal 1 UUD Republik Proklamasi 1945).

b. Kepala Negara: Presiden, dengan tidak pandang lelaki atau wanita, asal daerah dan agama. Untuk pemilihan Presiden yang pertama, PKI menyetujui  pencalonan Dr. Ir. Sukarno, penganjur Kongres Rakyat Seluruh Indonesia. Alasan: karena beliau menyetujui putusan  Kongres Rakyat, menerima kenyataan bahwa kongres Rakyat Seluruh Indonesia yang ke-1 (bulan Agustus 1955) mewakili bagian terbesar dari Rakyat Indonesia dan oleh karena itu menganjurkan supaya Rakyat Indonesia tunduk  pada putusan-putusan  Kongres Rakyat. Selain dari itu, dalam rapat raksasa, tanggal 12 November 1955 di Sumedang, Bung Karno dengan tegas menyatakan persetujuannya pada semboyan ”Hidup kerja sama Kaum Nasionalis, Agama dan Marxis”.

c. Hak-hak Demokrasi:  Semua warga negara mempunyai kemerdekaan berbicara, menerbitkan sesuatu, bersidang, berorganisasi, berpawai, berdemonstrasi dan mogok  (lihat antara lain dalam: pasal-pasal  19, 20 dan 21 UUDS 1950).

d. Hak-hak azasi Manusia: Tidak boleh seorang warga negara ditangkap kecuali dengan izin kejaksaan atau pengadilan negeri, tempat kediaman warga negara tidak boleh diganggu-gugat, rahasia dalam hubungan surat-menyurat dilindungi, kemerdekaan bertempat tinggal dan berpindah, hak atas kerja, hak atas pendidikan, hak atas istirahat, hak atas bantuan materiil waktu hari tua, waktu jatuh sakit atau dalam.keadaan tidak mampu atau tidak mempunyai pekerjaan, hak atas kebebasan beragama, keinsyafan batin dan pikiran, perlindungan atas hak milik (lihat antara lain pasal-pasal:  9,12,16,17,18,26,28,30, UUDS).

e. Otonomi luas dalam Republik Kesatuan: Republik Indonesia adalah negara Kesatuan yang bersuku bangsa banyak. Ini berarti, bahwa Indonesia harus mempunyai satu pemerintah sentral yang ditaati oleh semua daerah dan suku bangsa, tetapi di samping itu harus ada otonomi yang seluas-luasnya bagi tiap-tiap suku bangsa (untuk sementara mungkin menurut pembagian administratif biasa) untuk mengurus keuangan, ekonomi, perhubungan, kebudayaan dan politik khusus daerahnya. Semua suku bangsa, tidak peduli ia kecil atau besar  adalah sama, bersahabat dan saling membantu, jadi tidak boleh tindas-menindas dan tidak ada yang diistimewakan (lihat dalam pasal 31 UUDS).

f. Ekonomi: Republik Indonesia dengan berangsur-angsur berusaha untuk memakmurkan Rakyat Indonesia; usaha perseorangan di lapangan perekonomian diperbolehkan dengan syarat tidak merugikan kepentingan umum. Monopoli partikular yang merugikan ekonomi nasional harus dicegah: perekonomian harus ditujukan untuk melikuidasi ekonomi kolonial dan untuk membuka kemungkinan perkembangan ekonomi nasional, sebagai syarat untuk kesejahteraan hidup rakyat dan untuk perkembangan bakat kaum sarjana dan terpelajar Indonesia guna memajukan Ilmu dan kebudayaan (lihat a.l. dalam pasal-pasal 37 dan 38 UUDS).

g. Politik Luar negeri Republik Indonesia ditujukan untuk melepaskan diri sama sekali dari kolonialisme, untuk memelihara kedamaian dunia, untuk meluaskan hidup berdampingan secara damai, untuk kerja sama di lapangan ekonomi, dan kebudayaan yang saling menguntungkan, dan menentang dengan keras campur tangan (intervensi) asing mengenai urusan dalam negeri Indonesia (lihat a.l. Mukadimah UUDS).

10. Unsur-unsur dari Republik Proklamasi  dan juga  yang dimuat dalam UUDS 1950 yang dapat mengikat bagian terbesar daripada Rakyat akan dipertahankan dengan gigih oleh PKI dalam sidang konstituante. Unsur-unsur itu antara lain ialah:

a. Bendera Kebangsaan Merah Putih, bendera pusaka kita yang untuk pertama kali dikibarkan oleh  Raden WIJAYA  pada tahun 1292.  Kita tidak suka bendera kebangsaan ini diganti dengan bendera lain.

b. Lagu kebangsaan “Indonesia Raya", lagu yang sudah dan terus akan menjiwai pejuang-pejuang pembebasan nasional Rakyat Indonesia, yang mempunyai daya mempersatukan seluruh Rakyat Indonesia untuk Indonesia Merdeka dan Indonesia bahagia.

c. Bahasa Indonesia, bahasa persatuan daripada golongan-golongan  Rakyat yang berbahasa lebih dari 200 macam, bahasa pembebas yang sangat erat hubungannya dengan perjuangan pembebasan nasional Rakyat Indonesia. Bahasa Indonesia harus terus digunakan sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara, dengan tidak mengurangi hak semua suku bangsa untuk memakai bahasa daerahnya masing-masing  di sekolah-sekolah, pengadilan dan di mana saja.

d. Lambang Republik "Bhineka Tunggal Ika” (berbeda tapi satu, satu walaupun berbeda) yang sangat cocok dengan politik persatuan dari PKI. Walaupun Rakyat Indonesia terdiri dari banyak suku bangsa, menganut banyak agama, banyak filsafat, banyak keyakinan politik, tetapi semuanya adalah satu, yaitu Rakyat Indonesia yang berjuang untuk kemerdekaan nasional yang penuh perdamaian, demokrasi dan hari depan yang lebih baik

11. Dalam kampanye pemilihan Konstituante, Masyumi-PSI giat mempropagandakan Perwakilan yang terdiri dari dua Majelis atau dua Dewan (dua Kamar) yaitu Parlemen dan Senat. Adanya Senat di samping Parlemen, kata mereka, adalah sangat penting agar dengan demikian kepentingan Rakyat luar Jawa mendapat perhatian yang lebih baik. Dalam hubungan dengan ini mereka membangga-banggakan baiknya sistem Amerika Serikat yang  juga memakai sistem dua Dewan (Parlemen dan Senat). Pemimpin-pemimpin sosialis kanan, untuk membela sistem dua dewan ini, juga ada kalanya memakai "alasan" bahwa di Uni Soviet juga dipakai sistem dua Dewan, yaitu  Soviet  (dewan) dari Uni dan Soviet (dewan) Bangsa-Bangsa. Selain dari Indonesia bukan  Amerika  yang imperialistis  dan bukan Soviet  Uni yang sosialistis, dan oleh karena itu tidak boleh menjiplak  sistem dua dewan dari kedua negara ini, teori dua dewan dari Mayumi-PSI ini adalah sangat berbahaya karena :

A. Sistem 2 dewan dari Masyumi-PSI terang bertujuan untuk menghidupkan kembali federalisme dan membahayakan bentuk kesatuan  dari Republik Indonesia  (Amerika Serikat berbentuk federasi, terdiri dari 48 negara bagian, Soviet Uni adalah negara federasi yang terdiri dari 16 Republik Uni). Ini adalah kelanjutan dari politik separatis kaum imperialis untuk memisahkan Aceh, Sulawesi Selatan, dll. dari Pemerintah Pusat. Ini adalah ancaman buat kemerdekaan Indonesia.

B. Adanya Senat di mana duduk wakil-wakil daerah sama sekali belum merupakan jaminan bahwa mereka akan sungguh-sungguh mewakili kepentingan Rakyat daerah, karena mereka juga anggota-anggota partai dan akan tunduk pada disiplin partai.

C. Adanya Senat di samping Parlemen hanya akan memperlambat pembuatan undang-undang dan memperbanyak ongkos yang harus dikeluarkan untuk tiap-tiap undang-undang (ini bisa berakibat merajalelanya birokrasi dan pemborosan uang negara).

Kepentingan daerah atau suku bangsa-suku bangsa harus diperhatikan sungguh-sungguh, tetapi tidak dengan merusak bentuk kesatuan dan membahayakan kemerdekaan Republik Indonesia, dan tidak dengan menimbulkan birokrasi dan memboroskan uang negara. Untuk melawan politik pecah-belah kaum penjajah, kita harus dengan teguh mempertahankan bentuk kesatuan dari Republik Indonesia, sedangkan kepentingan daerah harus sungguh-sungguh diperhatikan dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah-daerah atau suku bangsa-suku bangsa untuk mengatur dirinya sendiri. Di samping itu dibaginya Indonesia dalam 16 Daerah Pemilihan menurut Undang-Undang Pemilihan, sudah menjamin adanya wakil-wakil daerah, dan supaya memadai  jumlah wakil luar Jawa dalam parlemen haruslah partai-partai memperhatikan soal-soal ini ketika menyusun calon-calon untuk Parlemen.

12. Dengan demikian menjadi jelaslah soal-soal terpenting dari yang akan diperjuangkan oleh PKI dalam Konstituante nanti. Sesudah UUD itu diterima oleh Konstituante, bagi PKI yang terpenting ialah supaya apa yang tertulis dalam UUD itu sungguh-sungguh dilaksanakan. Tidak seperti sekarang. Sekarang walaupun dalam UUDS dikatakan bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum, demokratis, kedaulatan ada pada Rakyat, hak-hak demokrasi dan hak-hak azasi manusia dijamin, otonomi yang luas juga dijamin, monopoli partikular yang merugikan ekonomi nasional dilarang, politik luar negeri ditujukan untuk perdamaian, tetapi dalam pelaksanaan boleh dikata tidak terbukti dan pelanggaran- pelanggaran kita lihat saban hari (sebutkan contoh-contoh  yang kongkrit tentang pelanggaran-pelanggaran terhadap UUDS yang dialami oleh Rakyat setempat).  Bagi PKI, UUD baru ada artinya kalau  dilaksanakan. Oleh karena itulah PKI mengajak seluruh Rakyat supaya aktif mengawasi pelaksanaan UUDS sekarang dan terutama UUD yang nanti  disahkan oleh Konstituante.  Selain dari itu,  pelaksanaan secara jujur dari pada pasal-pasal  UUD yang baik hanya mungkin  oleh pemerintah yang maju.  Oleh karena itu,  adalah soal yang penting bagi Rakyat untuk memperjuangkan adanya Pemerintahan yang maju.

13. Untuk dapat menciptakan UUD yang menguntungkan Rakyat dalam sidang Konstituante nanti, PKI mengajak seluruh Rakyat Indonesia  memilih wakil-wakilnya yang bisa dipercaya, yang tidak akan mengganti Republik Proklamasi dengan "Negara Islam” atau "Negara DI” seperti yang diinginkan oleh Masyumi atau yang akan  mengganti Republik kesatuan kita dengan Republik Federal seperti yang diinginkan oleh Masyumi-PSI dengan teori Dua Dewan-nya yang berbahaya itu.

14. PKI mengajak seluruh  rakyat Indonesia  lelaki dan wanita,  tidak pandang perbedaan agama, keyakinan, suku bangsa, keturunan dan kedudukan sosial untuk memenangkan Republik Proklamasi dalam pemilihan  Konstituante pada tanggal 15 Desember nanti, dengan jalan memenangkan PKI dan partai-partai demokratis lainnya dan mengalahkan Masyum-PSI yang anti-demokrasi dan anti-Komunis. Dalam kampanye pemilihan Konstituante PKI mengemukakan semboyan-semboyan sbb.:

Memilih Palu-Arit berarti  mempertahankan Republik Proklamasi  yang merdeka, berdaulat dan demokratis.

Memilih Palu-Arit berarti menyelamatkan Republik Kesatuan dan menolak Negara Federasi.

Memilih Palu-Arit berarti memperjuangkan kedaulatan Rakyat, di mana kekuasaan tertinggi hanya pada Rakyat.

Memilih Palu-Arit berarti menyelamatkan kebebasan berbicara, menulis, bersidang, berorganisasi, berpawai, berdemonstrasi dan mogok;

Memilih Palu-Arit berarti menyelamatkan kemerdekaan memeluk agama, berkeyakinan, berpikir memilih tempat tinggal dan surat-menyurat.

Memilih Palu-Arit berarti memperjuangkan hak atas kerja, pendidikan, istirahat, bantuan negara waktu hari tua, waktu sakit dan waktu tidak mempunyai pekerjaan bagi lelaki maupun wanita orang sipil maupun militer.

Memilih Palu-Arit berarti memperjuangkan adanya otonomi daerah yang seluas-luasnya.

Memilih Palu-Arit berarti memperjuangkan penghapusan ekonomi kolonial  dan perkembangan  ekonomi nasional.

Memilih  Palu-Arit berarti menyelamatkan perdamaian dunia.

Memilih  Palu-Arit berarti mengembangkan bahasa Indonesia  dan memperkuat persatuan bangsa.

Memilih  Palu-Arit berarti memperjuangkan perkembangan bahasa dan kesenian daerah.

Memilih Palu-Arit berarti menyelamatkan  bendera kebangsaan  Merah-Putih dan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

PKI yakin, bahwa semboyan-semboyan  ini mewakili perasaan, pikiran dan hasrat Rakyat Indonesia, dan oleh karena itu penting untuk diperjuangkan dalam sidang Konstituante yang akan datang.

PKI yakin, bahwa dengan bantuan yang sepenuhnya dari Rakyat Indonesia, semboyan-semboyan  tersebut  di atas akan menjadi kenyataan, akan dimuat dalam Undang-Undang Dasar (Konstitusi) Republik Indonesia sebagai hasil sidang-sidang Konstituante yang akan datang.

Departemen Agitprop,

Central Committee PKI,

Jakarta, 17 November 1955.