Bersatu untuk Menyelesaikan Tuntutan-Tuntutan Revolusi Agustus 1945

Dan Bahan-bahan lain dari sidang pleno ke-IV CC PKI yang diperluas (akhir Juli 1956)

D.N. Aidit (1956)


Sumber: Bersatu Untuk Menjelesaikan Tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945. Yayasan Pembaruan, Jakarta, 1956. Scan PDF.


Sekedar Pengantar

Kalangan-kalangan reaksioner dengan berbagai cara sering menggambarkan bahwa revolusi nasional kita mengalami semacam “jalan buntu”. Kalangan-kalangan reaksioner itu sering menggambarkan bahwa rakyat “tidak mempunyai kemampuan”, bahwa Pemilihan Umum yang lalu, “tidak merubah apa-apa”. Maka mereka pun berusaha keras “mematangkan” keadaan, agar hasil-hasil Pemilihan Umum yang lalu ditiadakan, agar yang berkuasa di Indonesia mereka sendiri, golongan kepala batu saja, singkatnya, mereka mau mengganti demokrasi yang mengharuskan koalisi-koalisi kelas-kelas sekarang ini dengan diktatur satu kelas saja.

Kaum progresif sendiri banyak yang bertanya-tanya, meskipun demokrasi pasti menang, tetapi bagaimana caranya kita memecahkan begitu banyak persoalan yang kita hadapi? Bagaimana menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus sampai ke akar-akarnya? Bagaimana melanjutkan Revolusi itu, bagaimana menjunjung tinggi panji-panji Revolusi itu, bagaimana memenangkan Revolusi itu?

Sidang pleno ke IV CC PKI yang diperluas baru-baru ini, mulai Laporan Umumnya sampai pada Resolusi-resolusinya memberikan jawaban yang tepat atas semua persoalan pokok itu.

Inilah sebabnya material sidang pleno CC PKI itu kita terbitkan seluruhnya di dalam penerbitan yang tersendiri, agar siapapun, terutama sekali para kader revolusioner, dapat mempelajari, menimbang, memahami dan akhirnya melaksanakan tugas-tugas nasional yang diletakkan di dalamnya.

 

Penerbit

Jakarta, 17 Agustus 1956.

 

 ISI

I. Situasi Internasional dan Dalam Negeri

II. Tiga Kekuatan ― Tiga Konsep Dalam Menyelesaikan Tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945

III. Politik Partai Komunis Indonesia

IV. Persatuan Dalam Partai Adalah Syarat Mutlak Untuk melaksanakan Tugas-tugas Partai

 

Bahan-bahan lain dari sidang pleno ke-IV CC PKI yang diperluas:

Masalah Pendidikan di dalam Partai (Njoto)

Resolusi Tentang Laporan Umum Politbiro kepada Sidang Pleno ke IV  Central Comite PKI yang Diperluas

Resolusi Tentang Tulisan Redaktur Ekonomi “Harian Rakyat” tertanggal 5 Juni, 21 Juni dan 12 Juli 1956 Tentang Kemungkinan Peralihan Indonesia ke “Sosialisme”

Resolusi Tentang Gedung Kebudayaan

Resolusi Tentang Penyempurnaan Sekretariat Central Comite PKI

Resolusi Tentang Kawan Alimin (1 Agustus, 1956)

Lampiran:
Keterangan CC PKI mengenai Siaran Kawan Alimin tgl. 25 Maret 1956
Keterangan Kawan Alimin (10 Juli, 1956)
Keterangan Kawan Alimin (3 Agustus, 1956)
Pernyataan keluar Kawan Alimin (8 Agustus, 1956)

 

------------------------------------------------------------------

Kawan-kawan,

Hampir satu tahun telah berlangsung sejak sidang pleno Central Comite ke III dalam bulan Agustus 1955 sampai sidang pleno Central Comite ke IV ini. Politbiro Central Comite pernah mempertimbangkan untuk mengadakan sidang pleno Central Comite dalam bulan November 1955, jadi segera sesudah Pemilihan Umum untuk Parlemen. Tetapi hal ini tidak mungkin berhubung dengan kesibukan Partai kita dalam menghadapi pemilihan untuk Dewan Konstituante. Karena sidang pleno Central Comite tidak mungkin diadakan pada waktu itu, padahal Partai kita menghadapi berbagai masalah penting, terutama yang berhubungan dengan penyimpulan keadaan politik dan keadaan Partai sesudah pemilihan Parlemen dan berhubung dengan penetapan tugas-tugas Partai dalam menghadapi pemilihan Dewan Konstituante, maka dilangsungkanlah dalam bulan November 1955 sidang Politbiro yang diperluas dengan anggota-anggota Central Comite bukan-anggota Politbiro yang bertempat tinggal di Jakarta.

Banyak perubahan yang sudah terjadi sejak sidang Central Comite yang ke III dalam situasi internasional maupun dalam situasi dalam negeri kita.

Dalam situasi internasional kita melihat proses perkembangan yang sangat cepat dan akan lebih dipercepat lagi berhubung dengan sukses-sukses yang dicapai oleh negeri-negeri kubu sosialis, dan berhubung dengan perkembangan-perkembangan baru daripada gerakan kemerdekaan dan gerakan demokrasi, terutama di negeri-negeri Asia-Afrika, Kongres ke XX Partai Komunis Sovyet Uni (PKSU) yang dilangsungkan dalam bulan Februari yang lalu merupakan pendorong yang penting dalam mempercepat perkembangan selanjutnya daripada gerakan kemerdekaan, gerakan demokrasi dan gerakan perdamaian, serta perkembangan di segala lapangan di negeri-negeri kubu sosialis, terutama perkembangan di Sovyet Uni itu sendiri.

Dalam situasi dalam negeri kita juga mengalami perkembangan-perkembangan yang menggembirakan sesudah Pemilihan Umum yang bersejarah untuk Parlemen dan Dewan Konstituante. Usaha-usaha kaum reaksioner untuk menghalangi perkembangan ini, antara lain dengan ngotot mempertahankan kabinet Burhanuddin Harahap yang nyata mengadakan tindakan-tindakan anti-demokratis dan melanggar azas-azas politik luar negeri Indonesia yang anti-kolonialisme dan anti-perang, ditentang dengan keras oleh fron Rakyat yang luas dan yang berakibat gulung tikarnya kabinet BH.

Sebagai pengganti kabinet BH yang reaksioner, yang mula-mulanya ngotot tidak mau turun panggung pada waktunya, maka berdirilah kabinet Ali Sastroamidjojo ke 2 yang programnya agak maju dan dapat disokong oleh Partai kita. Pada saat-saat pembentukan kabinet Ali Sastroamidjojo ke 2 terjadilah gelombang pasang gerakan Rakyat yang menuntut duduknya orang-orang Komunis di dalam kabinet. Politik kepala batu dari sebagian pemimpin-pemimpin Masyumi yang menolak turutnya orang-orang Komunis dalam kabinet, merupakan penghalang yang terutama bagi pelaksanaan tuntutan Rakyat yang adil ini.

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa Masyumi menerima program yang agak maju dari kabinet Ali Sastroamidjojo ke 2 bukanlah karena sungguh-sungguh setuju pada program tersebut, tetapi hanya semata-mata agar dirinya tidak terisolasi, supaya mendapat kedudukan dalam pemerintah dan supaya dimana mungkin menghalangi pelaksanaan bagian-bagian yang maju dari program pemerintah. Dengan demikian terbentuklah satu kabinet yang programnya agak maju tetapi komposisi dan personalianya tidak mencerminkan kemampuan dan kejujuran untuk melaksanakan program tersebut.

Berkat desakan rakyat dan Parlemen, dan berkat berhasilnya perjuangan menteri-menteri yang maju terhadap menteri-menteri yang reaksioner, kabinet Ali Sastroamidjojo ke 2 telah membatalkan seluruh persetujuan KMB secara sepihak (unilateral), sedangkan rencana kabinet BH adalah tanpa pembatalan apa yang dinamakan piagam “penyerahan kedaulatan”. Di samping itu, walaupun pembatalan persetujuan KMB oleh kabinet sekarang belum mempunyai akibat-akibat yang langsung terhadap kedudukan ekonomi dari kaum kapitalis besar Belanda, tetapi ini adalah lebih baik jika dibanding dengan rencana pembatalan persetujuan KMB oleh kabinet BH yang didahului oleh “statement of policy” (pernyataan politik) yang bukan saja menjamin keuntungan modal-modal imperialis tetapi juga mengundangnya untuk mengadakan penanaman-penanaman baru di Indonesia. Peristiwa pembatalan persetujuan KMB oleh kabinet Ali Sastroamidjojo ke 2 membuktikan kebenaran politik yang menuntut pembatalan persetujuan KMB yang selama 7 tahun dijalankan oleh PKI secara konsekuen dan membuktikan kesetiaan Rakyat terhadap cita-cita Revolusi Agustus 1945.

Setia pada programnya, Partai kita yang pada dewasa ini sudah menjadi Partai Komunis yang besar, mengambil bagian yang penting dalam mendorong maju politik luar negeri Indonesia, dalam mengeratkan kerja sama antara Rakyat-rakyat Asia-Afrika atas dasar anti-kolonialisme dan untuk perdamaian, dan dalam mendorong perkembangan situasi dalam negeri ke arah yang menguntungkan Rakyat Indonesia.

Selama dalam waktu hampir satu tahun sejak sidang pleno Central Comite ke III, Partai kita sudah melakukan banyak pekerjaan dan sudah dapat mengatasi banyak kesukaran, tetapi dalam keadaan seperti sekarang ini masih sangat banyak pekerjaan yang harus dilakukan oleh Partai kita dan masih banyak kesukaran-kesukaran yang harus diatasi. Situasi sekarang mendesak supaya Partai kita lebih giat dan lebih sistematis melakukan pekerjaan-pekerjaan yang urgen untuk pelaksanaan tuntutan-tuntutan politik, ekonomi, dan kultural dari Rakyat Indonesia serta untuk mendidik anggota-anggota Partai yang banyak itu agar mereka sungguh-sungguh memiliki ideologi Marxisme-Leninisme, agar mereka senantiasa mengetahui situasi politik negerinya dengan baik dan agar mereka menjadi elemen yang aktif, yang mempunyai daya cipta dan yang berdisiplin di dalam organisasi Partai. Hanya dengan bekerja demikian PKI akan tetap berdiri di barisan paling depan dalam melaksanakan tuntutan-tuntutan yang paling mendesak daripada massa Rakyat dan dalam melaksanakan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus sampai ke akar-akarnya.

I. Situasi Internasional dan Dalam Negeri

Sampai kemanakah Rakyat Indonesia dapat mengembangkan kekuatannya untuk menciptakan syarat-syarat guna melaksanakan tuntutan-tuntutan ekonomi, politik dan kultural yang paling mendesak dan untuk melaksanakan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945 sampai keakar-akarnya? Ini tergantung pada kebangkitan, persatuan dan perjuangan Rakyat Indonesia sendiri. Hal yang nyata ialah bahwa situasi internasional dan situasi dalam negeri memberi kemungkinan yang luas bagi Rakyat Indonesia untuk mengembangkan kekuatannya.

Bagaimanakah situasi internasional sekarang?

Untuk mengerti situasi internasional sekarang, laporan Central Comite PKSU kepada Kongres ke XX sangat membantu kita. Laporan Central Comite PKSU tersebut telah membeberkan dengan jelas beberapa pokok mengenai perkembangan internasional masa kini, telah menerangkan kepada kita jalannya kejadian-kejadian internasional sekarang dan telah menunjukkan perspektif bagi masa depan.

Situasi internasional sekarang sangat dipengaruhi oleh politik Sovyet Uni dan negara-negara kubu sosialis yang dengan konsekuen menjalankan politik Leninis tentang hidup berdampingan secara damai diantara negara-negara yang sistem sosialnya berbeda-beda, oleh kebulatan dan keyakinan negara-negara kubu sosialis dan gerakan Rakyat cinta damai di seluruh dunia untuk mewujudkan dalil bahwa perang mungkin dicegah dalam zaman sekarang dan oleh kebangkitan Rakyat negeri-negeri jajahan, setengah-jajahan dan Rakyat negeri-negeri yang baru merdeka.

Masalah dunia dan umat manusia masa kini yang terpenting ialah masalah mempertahankan perdamaian dunia. Terutama berkat inisiatif yang sangat banyak dari Sovyet Uni untuk menormalkan hubungan-hubungan antara negara-negara, termasuk hubungan antara Sovyet Uni dengan Inggris, Perancis dan juga dengan Amerika Serikat, sekarang tercipta keredaan tertentu dalam situasi internasional.

Memang benar, bahwa selama masih ada imperialisme dasar ekonomi untuk timbulnya peperangan masih tetap ada. Hal ini tidak kita bantah. Oleh karena itu, selama masih ada imperialisme, sedikitpun tidak boleh ada kekendoran untuk mempertahankan perdamaian. Kita harus terus mempertinggi kewaspadaan kita, harus aktif mengambil bagian dalam mengawasi dan menggagalkan intrik-intrik kalangan-kalangan yang tidak menginginkan adanya keredaan ketegangan internasional, kita harus menentang perluasan angkatan-angkatan bersenjata dari negara-negara besar, kita harus menentang dan mengutuk percobaan-percobaan senjata atom. Kecaman yang tidak tahu malu dari menteri luar negeri Amerika Serikat Duller dan wakil presiden Amerika Serikat Nixon baru-baru ini terhadap politik netral yang dianut oleh kebanyakan negara-negara Asia-Afrika sebagai sesuatu yang “immoral” (tidak bersusila) dengan jelas menggambarkan politik Amerika Serikat yang tidak menginginkan adanya keredaan ketegangan internasional.

Tetapi sekarang imperialisme sudah tidak lagi merupakan sistem dunia yang meliputi segala-galanya. Sekarang sistem sosialis sudah merupakan sistem dunia yang mempunyai alat-alat moril dan materiil untuk mencegah agresi, sedangkan sejumlah besar negeri-negeri di luar kubu sosialis yang berpenduduk beratus-ratus juta dengan giat bekerja mencegah peperangan, demikian juga gerakan buruh dan gerakan Rakyat untuk perdamaian di negeri-negeri kapitalis sendiri. Semuanya ini menunjukkan, bahwa sekarang sudah ada syarat-syarat sosial dan politik untuk mencegah kaum imperialis mengobarkan peperangan. Kenyataan-kenyataan ini memungkinkan dicegahnya perang dalam jaman sekarang.

Dalam keadaan sekarang dapat kita simpulkan, bahwa timbulnya front persatuan internasional anti-perang dan anti-kolonialisme adalah merupakan pergeseran demokratis dan progresif yang menguntungkan perdamaian dan kemerdekaan dan yang mengisolasi politik perang dan politik membela negara-negara penjajah dari Amerika Serikat.

Dalam keadaan demikian, maka kaum imperialis Amerika Serikat terpaksa harus mengurangi sifat kepalabatunya, misalnya dengan bersedia berunding dengan RRC pada tingkat duta besar, mengijinkan jenderal-jenderalnya berkunjung ke Moskow, menyetujui beberapa wakil Rakyat Sovyet berkunjung ke Amerika Serikat, memberikan “bantuan ekonomi” seperti yang sudah ditawarkan kepada beberapa negara netral, sikap pura-pura hendak bersahabat dengan negeri-negeri Asia, meskipun di pihak lain dengan sekuat tenaga mereka berusaha untuk menguasai negeri-negeri ini lewat persekutuan-persekutuan militer. Tentang ini juga dibuktikan oleh konferensi kepala-kepala pemerintah dari negara-negara Empat Besar yang dilangsungkan pada pertengahan tahun yang lalu, konferensi mana telah memberikan sumbangan-sumbangan untuk mengurangi ketegangan internasional dan untuk mempertinggi saling percaya dan kerja sama antara bangsa-bangsa sesuai dengan kehendak Rakyat-rakyat yang cinta damai di seluruh dunia.

Berdasarkan keadaan seperti tersebut di atas itulah kita harus melihat dan mengartikan terjadinya penerimaan yang secara istimewa oleh pemerintah Amerika Serikat terhadap Presiden Sukarno dalam kunjungannya baru-baru ini ke Amerika. Adalah satu hal yang bijaksana bahwa Presiden Sukarno dan pemerintah Indonesia telah menggunakan situasi baik ini untuk membela dan memperjuangkan tuntutan-tuntutan demokratis dan perdamaian dari Rakyat Indonesia.

Indonesia adalah salah satu negara yang paling berkepentingan dengan keredaan daripada ketegangan-ketegangan internasional, dengan terjaminnya perdamaian dunia dan dengan dikalahkannya kekuatan-kekuatan kolonial dimanapun juga di dunia. Indonesia adalah salah satu negara yang sama sekali tidak merasa diuntungkan dengan adanya persekutuan-persekutuan militer seperti SEATO, NATO, masyarakat Pertahanan Eropa dan Pakta Bagdad yang didirikan dengan paksaan golongan-golongan yang berkuasa di Amerika Serikat. Blok-blok militer ini adalah faktor-faktor kekuatan untuk memperuncing ketegangan internasional, satu hal yang tidak diinginkan oleh sebagian besar negara-negara di dunia. Bagi Indonesia dan bagi banyak negeri-negeri lain, memasuki blok militer tidak hanya berarti memperkuat blok perang, tetapi juga berarti mengorbankan kemerdekaan.

Dalam keadaan internasional seperti demikian, apakah tugas khusus Indonesia?

Sebagai anggota yang terkemuka dari kerja sama Asia-Afrika, Indonesia dengan politik luar negerinya yang maju mempunyai syarat-syarat yang sangat baik untuk turut memperjuangkan tujuan-tujuan damai, seperti pengurangan persenjataan, pelarangan percobaan-percobaan senjata atom, pemasukan RRC ke dalam PBB, menyokong perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa lain, memajukan kerja sama antara negara-negara, mengembangkan kontak-kontak perseorangan dan pertukaran delegasi-delegasi serta memajukan kerja sama antara organisasi-organisasi Rakyat seperti yang sudah terjadi dengan pelaksanaan Konferensi Mahasiswa Asia-Afrika dalam bulan Juni yang lalu. Dengan inisiatif yang lebih banyak dan kegiatan yang lebih besar di lapangan politik internasional, Indonesia tidak hanya akan berjasa dalam usaha menggagalkan maksud-maksud perang dari kaum imperialis, tetapi Indonesia juga akan lebih bisa menjamin kemerdekaannya dan lebih memungkinkan pembangunan ekonomi nasionalnya.

Dilihat dari sudut politik, kedudukan Indonesia dalam dunia internasional sekarang adalah kuat. Indonesia adalah anggota PBB yang sekarang suaranya tidak bisa diabaikan dan di samping itu Indonesia adalah salah satu negara yang terkemuka di antara negara-negara Asia. Hubungan-hubungan diplomatik Indonesia sekarang sudah makin luas dan kunjungan-kunjungan pemimpin-pemimpin Rakyat dan tokoh-tokoh negara ke luar negeri, termasuk kunjungan presiden Sukarno ke Amerika dan negara-negara Barat lainnya yang kemudian akan disusul oleh kunjungan ke negara-negara kubu sosialis, sangat memperkuat kedudukan internasional Indonesia.

Untuk lebih memperkuat kedudukan internasionalnya, Indonesia seharusnya dengan konsekuen melaksanakan putusan-putusan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang disimpulkan dalam “Dasa Sila” (“Sepuluh Prinsip”) dan yang sesuai dengan lima prinsip mengenai hubungan-hubungan internasional, yaitu saling menghormati keutuhan wilayah dan kedaulatan, non-agresi, tidak campur tangan dalam urusan-urusan dalam negeri masing-masing, memajukan hubungan-hubungan internasional atas dasar persamaan dan saling menguntungkan serta hidup berdampingan secara damai dan kerja sama ekonomi.

Ada sementara orang yang mengartikan kedudukan internasional yang kuat hanya penting dalam hubungan dengan tindakan-tindakan Indonesia yang bersifat ke luar. Sengaja atau tidak sengaja mereka mau memisahkan politik luar negeri yang maju dengan politik dalam negeri. Mereka mau bermuka dua, ke luar maju sedangkan ke dalam reaksioner. Politik bermuka dua ini ditentang oleh opini umum di Indonesia dan secara tepat dikatakan oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo dalam konferensi pers tanggal 12 Juli yang lalu, bahwa “politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif adalah hasil saling pengaruh antara keadaan-keadaan dan kebutuhan-kebutuhan dalam negeri serta sifat-sifat nasional yang khusus yang diproyeksikan atas susunan internasional daripada masalah-masalah dunia”. Politik luar negeri dan dalam negeri memang berbeda, tetapi bukanlah yang dapat dipisahkan.

Kedudukan internasional yang kuat dari Indonesia pertama-tama harus digunakan dalam hubungan dengan tugas memenuhi tuntutan-tuntutan ekonomi, politik dan kultural dari Rakyat Indonesia. Jika kedudukan internasional yang kuat dipadu dengan adanya persatuan Rakyat di dalam negeri yang juga kuat, maka Indonesia akan lebih bebas dalam menentukan politiknya yang berguna bagi Rakyat Indonesia.

Kewajiban untuk membikin politik luar negeri Indonesia langsung berguna bagi Rakyat dalam negeri akan lebih dapat dipenuhi jika pemerintah Indonesia sungguh-sungguh konsekuen menjalankan hubungan yang normal mengenai politik, ekonomi dan kebudayaan dengan semua negara, tanpa membeda-bedakan sistem politik dan sosial. Hubungan luar negeri Indonesia yang sekarang pada umumnya masih berat ke negara-negara Barat telah menyebabkan kurang kuatnya dorongan pemerintah untuk mengembangkan perdagangan dan untuk pertukaran para ahli Rakyat Indonesia, khususnya para pedagang, industrialis, sarjana dan mahasiswa. Hubungan luar negeri yang masih berat sebelah ini bertentangan dengan putusan-putusan Konferensi Bandung dan tidak sesuai dengan kedudukan Indonesia sebagai penganut dan penganjur politik luar negeri yang bebas dan aktif.

Salah satu alasan yang “klasik” yang sering dikemukakan oleh kaum reaksioner atau oleh kaum yang bimbang untuk tidak bertindak sesuai dengan keinginan Rakyat, untuk tidak bertindak sesuai dengan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus, untuk tidak bertindak terhadap kekuasaan imperialisme Belanda di lapangan politik dan ekonomi, ialah kekuatiran akan mendapat tekanan-tekanan dari Amerika Serikat dan akan adanya serangan bersenjata kaum kolonialis Belanda yang datangnya dari Irian Barat. Kekuatiran ini dengan sangat pandai digunakan oleh kaum imperialis dan oleh kaum reaksioner di dalam negeri, sehingga dengan demikian belum ada satu pemerintah Indonesia yang berani mengadakan tindakan-tindakan yang penting di lapangan ekonomi terhadap imperialisme Belanda. Dengan demikian, ekonomi Indonesia masih tetap dikuasai terutama oleh kaum kapitalis besar Belanda, perkembangan kebudayaan Indonesia masih tetap jelek. Alasan “klasik”, yaitu kuatir akan mendapat tekanan-tekanan dari Amerika Serikat dan kuatir akan adanya serangan bersenjata Belanda, juga digunakan oleh kaum reaksioner untuk membikin takut kaum yang bimbang supaya menolak duduknya orang-orang Komunis dalam satu pemerintahan yang programnya disetujui oleh PKI. Dengan demikian kekuatiran yang tidak beralasan telah menyebabkan perbuatan yang melemahkan persatuan Rakyat di dalam negeri. Padahal dengan persatuan yang kuat di dalam negeri dan dengan kuatnya kedudukan internasional negeri kita, Indonesia akan dapat mengatasi tiap tekanan dari negeri mana pun dan akan dapat membebaskan Irian Barat.

Singkatnya, pada waktu sekarang adalah menjadi tugas penting dari Partai kita untuk mendorong agar Indonesia menjalankan politik anti-kolonialisme dan politik perdamaian yang lebih aktif lagi, untuk lebih memperkuat kedudukan Indonesia di antara negara-negara di dunia, terutama di antara negara-negara Asia dan Afrika. Bersamaan dengan itu kaum Komunis harus mendorong agar kedudukan internasional Indonesia yang kuat pertama-tama ditujukan untuk kepentingan Rakyat di dalam negeri, terutama dalam hubungan melikuidasi kekuatan ekonomi kaum kapitalis besar Belanda.

Bagaimana situasi dalam negeri Indonesia sekarang?

Walaupun sudah hampir 11 tahun sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, keadaan bagian terbesar dari Rakyat Indonesia masih tetap sengsara, sedangkan di pihak lain kaum imperialis asing masih terus menguras kekayaan alam Indonesia dan menghisap Rakyat Indonesia. Bagian terbesar kaum tani masih tetap tidak mempunyai atau sedikit memiliki tanah dan tetap menderita di bawah penghisapan kaum tuan tanah. Hanya kaum komprador, koruptor, tuan tanah dan sebagian kecil kaum kapitalis nasional dan pejabat-pejabat pemerintah yang penting yang dapat menarik keuntungan buat diri sendiri dalam keadaan sekarang. Kenyataan-kenyataan yang pincang ini telah menyadarkan Rakyat Indonesia bahwa kemerdekaan yang dicita-citakan belumlah tercapai. Rakyat Indonesia bangun dan mengorganisasi diri kembali untuk meneruskan perjuangannya, untuk melaksanakan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustusnya sampai keakar-akarnya, sampai ada manfaatnya untuk bagian yang terbesar dari Rakyat Indonesia. Menangnya kekuatan demokratis dalam Pemilihan Umum untuk Parlemen dan Dewan Konstituante yang lalu, dikutuknya kabinet Burhanuddin Harahap yang reaksioner oleh massa Rakyat yang luas, terbentuknya kabinet Ali Sastroamidjojo ke 2, dibatalkannya persetujuan KMB yang khianat secara unilateral, dikutuknya perbuatan-perbuatan kaum birokrat dan koruptor serta perbuatan orang-orang mesum lainnya oleh massa Rakyat dan oleh pemuda-pemuda Indonesia, makin banyaknya hasil-hasil yang dicapai dalam memberantas gerombolan-gerombolan DI-TII dan gerombolan-gerombolan subversif Belanda, makin ditentangnya tindakan-tindakan sewenang-wenang orang-orang reaksioner terhadap Rakyat, adalah bukti-bukti yang menonjol daripada tumbuhnya kekuatan rakyat Indonesia pada waktu akhir-akhir ini, dan juga bukti tentang tetap setianya Rakyat Indonesia dan pemuda-pemuda Indonesia pada cita-cita Revolusi Agustus. Dengan Rakyat dan pemuda Indonesia yang demikian ini kita meneruskan perjuangan kita dan menyongsong hari depan kita yang gemilang.

Kaum reaksioner dalam negeri yang bersekongkol dengan kaum imperialis asing tidak henti-hentinya berusaha untuk melemahkan kekuatan Rakyat Indonesia, terutama dengan jalan mencegah adanya kerjasama secara revolusioner antara partai-partai Islam, partai-partai Nasionalis, dan Partai Komunis seperti yang diinginkan oleh bagian yang sangat terbesar dari Rakyat Indonesia dan juga yang dianjurkan oleh presiden Sukarno. Yang sangat melemahkan kekuatan nasional kita ialah politik anti-Komunis dan anti-persatuan dari orang-orang yang berkepala batu dalam pimpinan partai Masyumi-PSI. politik kepala batu ini menimbulkan adanya pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak azasi manusia dan hak-hak demokrasi oleh orang-orang reaksioner yang masih memegang jabatan-jabatan penting. Bukan tidak jarang gerakan-gerakan massa untuk perbaikan nasib dan persatuan serta perlawanan-perlawanan massa terhadap kaum kapitalis besar Belanda, terhadap gerombolan DI-TII dan tuan-tuan tanah, ditindas oleh orang-orang reaksioner yang dipengaruhi oleh politik kepala batu itu. Dengan demikian jelaslah bahwa politik kepala batu telah menjadi penghalang yang pokok bagi perkembangan kekuatan nasional untuk mencapai kemerdekaan ekonomi dan kebudayaan yang lebih luas bagi Indonesia, untuk membebaskan Irian Barat yang merupakan kira-kira 20% dari wilayah Republik Indonesia dan untuk menutup sama sekali kemungkinan diseretnya Indonesia ke dalam blok militer. Dari pengalamannya sendiri Rakyat Indonesia sampai kepada kesimpulan, bahwa kalau di jaman penjajahan kaum kolonialis Belanda adalah kekuatan yang langsung menghalangi terciptanya persatuan Rakyat dari berbagai aliran politik, maka role kaum kolonialis Belanda itu sekarang sudah dioper oleh orang-orang berkepala batu dari kalangan pimpinan Masyumi-PSI. Hal ini makin lama makin terang dan akhirnya pasti akan menjadi sangat terang.

Tetapi, mengemukakan kenyataan adanya politik kepala batu dari sebagian pemimpin-pemimpin Masyumi-PSI, sama sekali tidak berarti bahwa kaum reaksioner yang bersekutu dengan kaum imperialis berhasil dalam tiap-tiap usaha memecah-belah persatuan Rakyat dan dalam mempertahankan kekuasaan kaum kapitalis besar asing dan kaum tuan tanah. Dalam melaksanakan maksud jahatnya mereka, harus berhadapan dengan Partai Komunis Indonesia dan partai-partai demokratis lainnya, mereka harus berhadapan dengan Rakyat dan pemuda Indonesia yang sudah tergembleng dalam Revolusi Agustus dan dalam perjuangan tahun-tahun belakangan ini dan mereka harus menghadapi massa mereka sendiri yang makin lama makin sadar dan mulai menentang politik reaksioner mereka.

Di luar keinginan kaum reaksioner yang berkepala batu, dalam bulan Agustus tahun yang lalu telah dilangsungkan kongres pertama dari Kongres Rakyat Seluruh Indonesia yang menghasilkan sebuah program yang berisi tuntutan-tuntutan yang banyak persamaannya dengan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus. Juga di luar keinginan kaum reaksioner yang berkepala batu, dalam bulan Maret tahun ini telah terbentuk sebuah pemerintah yang programnya memuat tuntutan-tuntutan yang paling mendesak dari Rakyat Indonesia. Program Kongres Rakyat dan program Kabinet Ali Sastroamidjojo ke 2, walaupun yang satu lebih maju daripada yang lain, kedua-duanya dapat dijadikan pegangan dalam perjuangan sehari-hari Rakyat Indonesia sebagai program yang sudah disetujui oleh sebagian besar massa Islam dan massa nasionalis dan oleh seluruh massa Komunis.

Sudah tentu, dua program tersebut di atas, yaitu program Kongres Rakyat dan program kabinet Ali Sastroamidjojo ke 2, bukanlah program yang jika dilaksanakan bisa menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945 sampai ke akar-akarnya. Tetapi adalah sesuatu yang tak dapat dibantah, bahwa jika pemerintah Indonesia sekarang konsekuen melaksanakan programnya dan jika partai-partai, organisasi-organisasi dan perseorangan-perseorangan yang sudah menyatakan menerima program Kongres Rakyat dengan konsekuen melaksanakan program tersebut, maka tidak bisa tidak ia akan membawa Rakyat Indonesia lebih dekat kepada tujuan Revolusi Agustus yang bersifat nasional dan demokratis. Kaum Komunis Indonesia yang sudah menyatakan persetujuannya terhadap program Kongres Rakyat dan terhadap program pemerintah Ali Sastroamidjojo ke 2 akan terus bekerja supaya program-program ini dilaksanakan.

Demikianlah dengan singkat situasi internasional dan dalam negeri pada dewasa ini. Situasi internasional dan dalam negeri sekarang membukakan kemungkinan yang besar bagi Rakyat Indonesia untuk mengembangkan kekuatannya sendiri, untuk memperkuat persatuannya, untuk melaksanakan program-programnya yang maju atau agak maju, untuk dapat bertindak yang lebih menguntungkan buat Rakyat Indonesia sendiri di lapangan politik luar dan dalam negeri, di lapangan ekonomi dan kebudayaan.

II. Tiga Kekuatan ― Tiga Konsep dalam Menyelesaikan Tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945

 Pemilihan umum untuk Parlemen dan Konstituante dalam tahun 1955 tidak hanya sudah berakhir dengan kemenangan kekuatan demokratis, tetapi juga telah sangat membantu dalam menganalisis kekuatan-kekuatan berbagai kelas di Indonesia. Mengetahui kekuatan-kekuatan kelas berarti mengetahui imbangan kekuatan, berarti mengetahui kekuatan sendiri, kekuatan sekutu dan kekuatan lawan. Diketahuinya hal ini adalah sangat penting untuk menetapkan politik dan taktik Partai dan untuk mengetahui perspektif bagi Partai dan bagi perjuangan Rakyat kita.

Sesudah pemilihan umum dapat diketahui adanya 3 macam kekuatan politik di Indonesia yang hampir berimbang besarnya. Kekuatan-kekuatan itu adalah:

Pertama, kekuatan kepala batu, yaitu kekuatan kaum feodal dan kaum komprador yang bersekongkol dengan imperialisme asing. Kekuatan ini masih sangat besar.

Kedua, kekuatan progresif, yaitu kekuatan kaum buruh, kaum tani, burjuasi kecil kota dan intelektual revolusioner. Kekuatan ini sudah agak besar.

Ketiga, kekuatan tengah, yaitu kekuatan burjuasi nasional dan segala kekuatan patriotik dan anti-kolonialisme lainnya, termasuk tuan tanah golongan kiri (agak maju). Kekuatan ini agak besar dan berada di antara kekuatan kepala batu dan kekuatan progresif.

Dalam hubungan dengan Revolusi Agustus 1945, kekuatan-kekuatan di atas menyatakan persetujuannya pada revolusi tersebut dan menyatakan kesediaannya untuk melaksanakan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus. Sama dalam kata-kata, tetapi sangat berbeda dalam perbuatan. Oleh karena itu hampir sebelas tahun lamanya Rakyat Indonesia dibikin kabur pengertiannya tentang hakekat daripada Revolusi Agustus. Sekarang sudah waktunya untuk melenyapkan kekaburan ini. Ini hanya mungkin dengan membuka dan membeberkan konsep ketiga kekuatan di atas mengenai penyelesaian tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945.

Bagaimanakah konsep ketiga kekuatan di atas dalam hubungan dengan penyelesaian tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus? Atau, lebih tepat, sebelum menjawab pertanyaan ini: apakah hakekat daripada Revolusi Agustus? Apakah hakekat Revolusi Agustus secara ilmiah?

Revolusi Agustus seperti sudah disebut di atas dan seperti sudah sering diucapkan oleh pemimpin-pemimpin progresif Indonesia, adalah revolusi yang bersifat nasional dan demokratis. Revolusi ini bersifat nasional karena bertujuan untuk membebaskan diri dari kekuasaan kaum imperialis asing, dan revolusi ini bersifat demokratis karena anti-feodalisme. Memang adalah kenyataan, bahwa pada permulaan revolusi banyak soal-soal yang berhubungan dengan sifat Revolusi Agustus belum diajukan dan belum dirumuskan, juga semboyan-semboyan dan tugas-tugas daripada revolusi ini belum dilengkapi.

Kita sering mendengar ucapan-ucapan tentang “menyelesaikan Revolusi 1945”. Tetapi kita tidak mendapat keterangan yang jelas tentang apa yang harus diselesaikan berhubung dengan Revolusi Agustus. Kita juga sering mendengar ucapan bahwa untuk “menyelesaikan Revolusi 1945” kita harus menggalang “persatuan nasional yang revolusioner”. Tetapi apakah sebenarnya yang dimaksudkan dengan persatuan nasional yang revolusioner, kelas-kelas dan golongan-golongan manakah yang harus dipersatukan, kelas-kelas manakah yang harus menjadi basis daripada persatuan, kelas manakah yang harus memimpin persatuan, dan apakah yang menjadi sasaran dari persatuan nasional yang revolusioner itu? Semuanya ini harus dijawab, harus dijelaskan dan harus menjadi pengertian Rakyat.

Dalam kesempatan ini saya ingin mengemukakan beberapa kenyataan yang membuktikan bahwa Revolusi Agustus 1945 adalah revolusi yang bersifat nasional dan demokratis, artinya revolusi anti-imperialisme dan anti-feodalisme, revolusi yang menurut wataknya harus membawa Rakyat ke singgasana kekuasaan.

Kita mengetahui bahwa kira-kira satu setengah bulan sebelum proklamasi Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta diadakan sidang-sidang “Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan”. Di dalam sidang-sidang ini anggota-anggota “Badan Penyelidik” tersebut mengadakan pidato-pidato tentang kemerdekaan Indonesia. Banyak di antara anggota yang berpidato menuruti irama seperti yang diinginkan oleh balatentara Jepang. Tetapi ada juga diantaranya yang tidak seirama, dan malahan bertentangan dengan keinginan pembesar-pembesar Jepang ketika itu. Sangat menarik pidato Bung Karno di muka “Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan” pada tanggal 1 Juni 1945, di mana antara lain berbunyi sebagai berikut:

“Apakah yang dinamakan merdeka? Di dalam tahun 1933 saya telah menulis satu risalah, risalah yang bernama “Mencapai Indonesia Merdeka”, maka di dalam risalah tahun 1933 itu, telah saya katakan, bahwa kemerdekaan politik, politieke onafhankelijkheid, political independence, tak lain dan tak bukan ialah satu jembatan, satu jembatan emas. Saya katakan di dalam kitab itu, bahwa diseberangnya jembatan itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat”. Selanjutnya dikatakan pula: “diseberang jembatan, jembatan emas inilah, baru kita leluasa menyusun masyarakat Indonesia Merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal dan abadi”.

Jadi teranglah, bahwa dengan “Indonesia Merdeka” tidak hanya dimaksudkan merdeka di lapangan politik.

Indonesia merdeka yang bagaimana? Tentang ini selanjutnya dikatakan : “apakah kita hendak mendirikan Indonesia Merdeka untuk sesuatu orang, untuk sesuatu golongan? Mendirikan negara Indonesia Merdeka yang namanya saja Indonesia Merdeka, tapi sebenarnya hanya untuk mengagungkan satu orang, untuk memberikan kekuasaan kepada satu golongan yang kaya, untuk memberikan kekuasaan pada satu golongan bangsawan? Apakah maksud kita begitu? Sudah tentu tidak! Baik saudara-saudara yang bernama kaum kebangsaan yang di sini, maupun saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan negara yang demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak mendirikan suatu negara, semua buat semua. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya ― tetapi ‘semua buat semua’.”

Dari ucapan ini teranglah bahwa dengan “Indonesia Merdeka” yang dimaksudkan bukan sistem negara yang anti-Rakyat, bukan sistem negara yang menjamin kemerdekaan bagi kaum imperialis dan kaki tangannya, bagi kaum kapitalis dan kaum feodal untuk berkuasa dan berbuat sesuka-sukanya terhadap massa Rakyat pekerja. Kesimpulan ini diperkuat lagi oleh uraian selanjutnya sebagai berikut : “Jangan saudara kira, bahwa kalau Badan Perwakilan Rakyat sudah ada, kita dengan sendirinya sudah mencapai kesejahteraan ini. Kita sudah lihat, di negara-negara Eropa ada Badan Perwakilan, ada parlementaire democratie. Tetapi tidakkah di Eropa justru kaum kapitalis merajalela? Di Amerika ada suatu Badan Perwakilan Rakyat, dan tidakkah di Amerika kaum kapitalis merajalela? Padahal ada Badan Perwakilan Rakyat! …… Kalau kita mencari demokrasi, hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawarahan yang memberi hidup, yakni politiek-economische democratic yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial! Rakyat Indonesia sudah lama bicara tentang hal ini”.

Dalam sidang “Badan Penyelidik” tersebut Bung Karno juga berbicara tentang “internasionalisme” antara lain sebagai berikut : “Kita harus menujur persatuan dunia, persaudaraan dunia. Kita bukan saja harus mendirikan negara Indonesia Merdeka tetapi kita harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa”. Tetapi internasionalisme bukan kosmopolitanisme. Tentang ini dikatakan oleh Bung Karno : “jikalau saya katakan internasionalisme, bukanlah saya bermaksud kosmopolitanisme, yang tidak mau adanya kebangsaan, yang mengatakan tidak ada kebangsaan, yang mengatakan tidak ada Indonesia, tidak ada Nippon, tidak ada Burma, tidak ada Inggris, tidak ada Amerika, dan lain-lainnya.”

Pidato tersebut di atas mendapat sambutan hangat dari para anggota “Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan”. Kemudian ternyata, bahwa pokok-pokok pikiran yang diajukan dalam pidato tersebut banyak yang dicantumkan di dalam UUD Sementara Republik Indonesia tahun 1945.

Jadi, jika pidato Bung Karno tersebut dapat dikatakan mewakili perasaan, pikiran dan hasrat Rakyat Indonesia, dan jika UUD Sementara RI dapat kita anggap sebagai perumusan perasaan, pikiran, dan hasrat Rakyat Indonesia ketika akan mencetuskan revolusi Agustus 1945, maka, walaupun dengan samar-samar dan tidak lengkap dirumuskan semboyan-semboyan dan tugas-tugas revolusi, Revolusi Agustus adalah revolusi nasional dan demokratis atau revolusi anti-imperialisme dan anti-feodalisme. Oleh karena itu, setelah mengetahui bahwa semboyan-semboyan dan tugas-tugas revolusi belum dirumuskan secara lengkap dan secara ilmiah, maka adalah tugas kaum revolusioner untuk memperlengkapi semboyan-semboyan dan tugas-tugas daripada revolusi tersebut.

Bahwa revolusi Agustus memang berwatak anti-imperialisme dan anti-feodalisme dibuktikan pula dengan jelas oleh tindakan-tindakan massa di waktu revolusi itu berlangsung, misalnya tindakan-tindakan yang menjadikan perusahaan-perusahaan penting milik asing sebagai “milik Republik Indonesia”, tindakan menghapuskan pemerintahan perseorangan dengan membentuk dewan-dewan yang diberi nama “Komite Nasional Indonesia” dan membentuk badan-badan keamanan Rakyat sampai ke desa-desa, membagi-bagikan tanah-tanah perkebunan asing kepada kaum tani di beberapa daerah, dan sebagainya.

Sekarang sampailah waktunya untuk menjawab pertanyaan tentang konsep tiga kekuatan di atas dalam hubungannya dengan penyelesaian tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus.

Pengalaman Rakyat Indonesia selama hampir 11 tahun, dan terutama pada tahun-tahun terakhir ini, jelas sekali menunjukkan adanya tiga konsep.

Pertama, konsep kaum kepala batu, yaitu kaum komprador dan feodal, ialah supaya Indonesia dikuasai oleh kaum komprador dan kaum feodal, supaya Indonesia menjadi satu negara yang hanya bentuknya saja merdeka, tetapi hakekatnya tunduk kepada imperialisme, membela kepentingan kapitalis-kapitalis besar asing dan tuan-tuan tanah. Pembela-pembela dari konsep ini, dengan bertameng “Revolusi 1945” dan “anti-kolonialisme”, menjalankan politik anti-Komunis dan anti-Rakyat yang tidak tahu malu, walaupun mereka tahu bahwa kaum Komunis berdiri di barisan depan sejak permulaan dan selama Revolusi Agustus sampai sekarang dalam perjuangan melaksanakan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus.

Kedua, konsep kaum progresif, yaitu kaum buruh, tani, burjuasi kecil kota dan intelektual revolusioner, yang menuntut supaya hak-hak kaum imperialis di lapangan politik, ekonomi dan kebudayaan dihapuskan; mereka juga menuntut penghapusan milik feodal atas tanah, supaya diadakan perubahan tanah untuk melaksanakan semboyan “tanah untuk petani”; semuanya ini sesuai dengan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus.

Ketiga, konsep kekuatan tengah, yaitu konsep borjuasi nasional yang mempunyai pertentangan dengan kaum imperialis, kaum komprador dan tuan tanah, ialah supaya di Indonesia diadakan perubahan-perubahan dengan maksud membela kepentingan sendiri untuk perkembangan kapitalisme nasional yang menurut mereka sesuai dengan tujuan revolusi 1945.

Jadi, di dalam negeri kita sekarang ada pertentangan yang tajam antara tiga kekuatan ini, pertentangan yang satu lebih tajam daripada pertentangan yang lain.

Pada waktu sekarang kekuatan Rakyat, yaitu gabungan antara kekuatan progresif dan kekuatan tengah berusaha untuk membentuk negara yang merdeka di lapangan politik dan ekonomi. Tetapi usaha ini ditentang keras oleh kelas-kelas komprador dan feodal yang bersekongkol dengan kaum imperialis yang dengan ngotot berusaha untuk mengubah Indonesia menjadi negara embel-embel, yaitu negara yang hanya dalam bentuknya saja merdeka, tetapi yang pada hakekatnya menyerah pada imperialisme.

Kaum imperialis asing tidak henti-hentinya menusuk-nusuk kaum reaksioner dalam negeri supaya lebih giat mengadakan intrik-intrik dan tindakan-tindakan yang anti-Rakyat.

Garis politik PKI dalam menghadapi tiga kekuatan dan tiga konsep penyelesaian tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus seperti diterangkan di atas ialah : dengan sekuat tenaga dan dengan tidak jemu-jemunya mengembangkan kekuatan progresif, bersatu dengan kekuatan tengah dan memencilkan kekuatan kepala batu.

Apakah dengan garis politik ini berarti bahwa kaum Komunis memukul rata dan menganggap semua anggota dan pemimpin partai-partai yang mewakili kekuatan kepala batu, seperti partai-partai Masyumi dan PSI, sebagai orang-orang berkepala panas yang pikirannya siang dan malam hanya tertuju utnuk menghancurkan kaum Komunis dan meletakkan Indonesia di bawah kekuasaan kaum imperialisme asing? Tentu tidak demikian. Ada di antara mereka yang mengatakan dan merasa bahwa mereka hanya anti-Komunis, yaitu anti golongan yang paling konsekuen anti-imperialis, berarti mengurangi sifat anti-imperialis mereka dan ini sadar atau tidak sadar berarti membantu imperialis. Tetapi di samping itu sebagian besar daripada anggota-anggota partai ini dan sebagian dari pemimpin-pemimpin partai ini adalah berkepala dingin, tidak terlalu menonjolkan kepentingan sendiri, memandang imperialis asing sebagai lawan bersama dan sampai batas-batas tertentu tidak berkeberatan untuk bekerja sama dengan kaum Komunis. Dengan orang-orang demikian ini kaum Komunis harus bersatu. Dengan orang-orang demikian ini kaum Komunis harus bersatu. Kaum Komunis juga tidak memukul rata anggota-anggota dan pemimpin-pemimpin partai-partai yang mewakili kekuatan tengah. Di antara mereka tidak sedikit terdapat unsur burjuasi kecil dan intelektual-intelektual Revolusioner yang merupakan golongan kiri di dalam partai-partai tengah.

Satu kenyataan ialah, bahwa di dalam partai-partai yang mewakili kekuatan kepala batu dan kekuatan tengah terdapat berbagai golongan, yang pada pokoknya dapat dibagi ke dalam golongan kiri, tengah, kanan. Untuk dapat mempersatukan kekuatan yang sebanyak-banyaknya kaum Komunis harus menganalisa golongan-golongan tersebut agar setiap waktu dapat menentukan sikap yang tepat supaya dapat mempersatukan semua yang bisa dipersatukan, dan supaya yang dipencilkan hanya yang benar-bernar berkepala batu.

Mungkin ada orang yang bertanya : apa sebabnya kaum Komunis harus bersatu dengan burjuasi nasional yang bertujuan mengimbangkan kapitalisme nasional? Apakah ini tidak berarti memupuk mereka yang kemudian hari akan menjadi kapitalis-kapitalis monopoli yang akan membinasakan negeri?

Pada tingkatan keadaan seperti sekarang kaum Komunis Indonesia tidak memandang kapitalisme nasional sebagai bahaya. Kita bukan hanya tidak melawan mereka, tetapi malahan kita menuntut kepada tiap-tiap pemerintah supaya kepentingan pedagang dan industrialis nasional diperlindungi, diberi proteksi dan fasilitas dalam melawan saingan dari kapitalis-kapitalis besar asing. Kemelaratan Rakyat Indonesia sekarang bukan karena kebanyakan kapitalisme nasional, tetapi sebaliknya, antara lain karena kekurangan kapitalisme nasional dan kebanyakan imperialisme asing. Kaum Komunis Indonesia menyetujui adanya warganegara-warganegara Indonesia yang maju di lapangan industri dan perdagangan sebagai hasil usahanya sendiri, tidak karena menjadi komprador (agen) kapitalis monopoli asing dan tidak karena korupsi atau karena menggunakan saluran-saluran birokrasi. Komprador, koruptor dan kapitalis birokrasi adalah anti-nasional dan oleh karena itu harus ditentang oleh seluruh Rakyat Indonesia, juga oleh kapitalis-kapitalis nasional.

Kaum Komunis tidak mempunyai kekuatiran bahwa kapitalis-kapitalis yang benar-benar nasional kemudian hari akan menjadi kapitalis-kapitalis monopoli. Mungkin di antara mereka ada yang mengimpikan hal ini, dan jika ada maka akan tetap tinggal impian belaka, sebab matahari sudah terlalu tinggi untuk sampai bisa menjadikan impian ini satu kenyataan. Imbangan kekuatan dunia dan imbangan kekuatan dalam negeri yang semakin menguntungkan kekuatan progresif sekarang ini menjamin bahwa sekarang bukan masanya lagi untuk timbulnya monopoli-monopoli kapitalis nasional. Tiap-tiap usaha ke arah itu akan mendapat tentangan keras.

Kapitalis-kapitalis nasional mempunyai kemungkinan untuk berkembang dan perkembangan ini sampai batas-batas yang tidak merugikan Rakyat akan disokong oleh kekuatan progresif, asal perkembangan ini di dapat dari perlawanan terhadap imperialis asing dan terhadap feodalisme. Dengan kapitalis nasional yang menempuh jalan ini PKI harus bersatu. Kita sadar, bahwa politik ini tidak hanya akan dapat tentangan-tentangan dari kapitalis-kapitalis besar asing dan agen-agennya yang tidak ingin melihat kaum kapitalis nasional berkembang dengan wajar, tetapi juga akan dipersulit oleh kapitalis-kapitalis nasional sendiri yang pura-pura anti-penghisapan untuk menutupi penghisapan yang mereka lakukan terhadap kaum buruh.

PKI mendorong sifat progresif, sifat anti-kolonialisme dan anti-feodalisme dari burjuasi nasional. PKI mengritik sifat burjuasi nasional yang setengah-setengah, yang tidak konsekuen dan pincang. Politik anti-Komunisme dan politik memecah-belah dari golongan sayap kanan burjuasi nasional yang tempo-tempo suka tampak, tentu juga harus dikritik karena perbuatan ini adalah merusak persatuan nasional, persatuan antara kekuatan progresif dan kekuatan tengah. Perlu dijelaskan bahwa kaum Komunis menganggap tidak ada gunanya dan malahan merugikan untuk mengritik hal-hal yang tidak prinsipil, yang tetekbengek, yang tak mengenal kepentingan Rakyat banyak. Kritik hanya dilakukan kalau sangat perlu.

Jadi jelaslah bahwa konsep dari PKI dan semua kaum progresif dalam menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus ialah : Melaksanakan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus sampai ke akar-akarnya, ini berarti menghapuskan imperialisme dan feodalisme sampai keakar-akarnya. Ini adalah konsep Rakyat. Berdasarkan konsep ini mereka yang tidak anti-imperialisme dan tidak anti-feodalisme adalah bukan Rakyat tetapi anti-Rakyat, anti-Revolusi Agustus 1945.

Konsep PKI hanya mungkin dilaksanakan jika ada front persatuan, jika proletariat mempunyai banyak sahabat. Berdasarkan apa yang diuraikan di atas, ada 2 macam front persatuan dan 2 macam sahabat :

  1. proletariat dengan kaum tani dan burjuasi kecil kota. Ini adalah front persatuan atau persahabatan antara proletariat dengan orang-orang yang mempunyai sedikit milik (persekutuan proletariat dengan kaum tani dan kaum kerajinan tangan pada umumnya disebut persekutuan buruh dan tani).
  2. proletariat dengan orang-orang yang mengeksploitasi. Ini adalah persatuan atau persahabatan antara proletariat dengan majikan atau orang-orang pemerintah yang mewakili kepentingan burjuasi nasional.

Berdasarkan analisa tentang pengaruh partai-partai politik atas massa di negeri kita, kita memperjuangkan persatuan massa Islam (dan aliran keagamaan pada umumnya), massa Nasionalis dan massa Komunis dalam perjuangan melawan imperialisme dan feodalisme.

Berdasarkan analisa tentang khas-khas di negeri kita, kita memperjuangkan persatuan antara kaum buruh, tani, burjuasi kecil kota, kaum intelektual revolusioner dan burjuasi nasional, yaitu persatuan antara kekuatan progresif dengan kekuatan tengah.

Inilah kunci kemenangan daripada konsep Rakyat untuk menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus yang bersifat nasional dan demokratis sampai ke akar-akarnya.

III. Politik Partai Komunis Indonesia

Kongres Nasional ke V PKI antara lain sudah mensahkan sebuah dokumen yang penting, yaitu Program PKI. Program ini terbagi dalam dua bagian. Bagian pertama ialah program umum atau program pokok. Bagian kedua adalah tuntutan PKI kepada pemerintah Ali Sastroamidjojo (yang pertama), yaitu pemerintah yang ketika program itu dibikin sedang memegang tampuk kekuasaan. Bagian kedua ini ialah tuntutan-tuntutan sekarang, program khusus atau program tuntutan dari PKI. Program tuntutan ini dibikin berdasarkan Program Umum. Jadi, Program Umum dengan program tuntutan adalah berbeda, tetapi satu sama lain ada hubungannya, tidak terpisah.

Dengan program umumnya PKI mengemukakan apa yang menjadi tujuannya, apa yang diperjuangkannya dalam seluruh tingkat revolusi nasional dan demokratis, atau disebut juga tingkat revolusi burjuis demokratis. Pokok-pokok daripada program umum ini tdk akan berubah selama tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945 yang bersifat nasional dan demokratis belum dilaksanakan sampai keakar-akarnya. Jadi, program umum akan tetap menjadi program PKI selama Demokrasi Rakyat belum menjadi kenyataan. Program Umum PKI adalah program yang terus-menerus harus dipropagandakan oleh kaum Komunis dan simpatisan-simpatisan Komunis sampai selesainya pelaksanaan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus sampai keakar-akarnya. Program Umum PKI adalah program jangka panjang atau dasar kerja sama taraf tinggi antara PKI dengan semua partai, dengan semua golongan dan perseorangan yang demokratis dan patriotik lainnya dalam menyelesaikan seluruh tuntutan Revolusi Agustus.

Tetapi, PKI tidak hanya mempropagandakan program jangka panjangnya, tidak hanya mempropagandakan program umumnya. PKI juga menunjukkan jalan untuk memecahkan soal-soal konkrit sekarang. Di samping mempropagandakan program umumnya, PKI mempersatukan Rakyat berdasarkan tuntutan-tuntutan politik dan ekonomi yang kongkrit sekarang dan menjadikan tuntutan kongkrit sekarang dengan semua partai, semua golongan dan perseorangan yang demokratis dan patriotik.

Program Umum

Guna melaksanakan tuntutan Revolusi Agustus sampai ke akar-akarnya, guna memusnahkan sama sekali kekuasaan kaum imperialis asing dan kaum tuan tanah, guna membangun Indonesia baru yang merdeka di lapangan politik, ekonomi dan kebudayaan, guna membangun Indonesia yang demokratis, bersatu dan makmur, maka Rakyat Indonesia, PKI dan semua partai, semua golongan dan perseorangan yang anti-imperialisme dan anti-feodalisme sangat membutuhkan adanya sebuah program bersama yang dibikin atas persetujuan bersama. Dengan tujuan memenuhi kebutuhan akan program bersama inilah, PKI dalam kongres nasional ke V mensahkan sebuah program, program yang tentu saja masih bisa dirundingkan dengan partai-partai dan golongan-golongan lain yang menginginkan musnahnya sama sekali kekuasaan imperialisme dan feodalisme dari bumi Indonesia sebagaimana yang dituntut oleh Revolusi Agustus kita. Kesediaan PKI merundingkan programnya dengan partai-partai dan golongan-golongan lain mengandung arti bahwa PKI, atas dasar perundingan bersama, bersedia menerima perubahan-perubahan, menerima pengurangan-pengurangan dan penambahan-penambahan, tentu saja dengan tidak mengganggu gugat inti daripada program, yaitu anti-imperialisme, anti-feodalisme dan melaksanakan perubahan-perubahan demokratis.

Sebagaimana sudah disebut di atas, program bersama demikian dapat dibagi menjadi dua bagian, yang umum dan yang khusus. Lebih dulu kita akan membicarakan program umum dan kemudian program khusus atau program tuntutan.

Pendirian-pendirian pokok daripada kaum Komunis Indonesia mengenai pelaksanaan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus sampai ke akar-akarnya adalah sama dengan pendirian-pendirian bagian terbesar daripada Rakyat Indonesia. Pendirian-pendirian pokok ini adalah :

Pertama, sistem negara Indonesia tidak seharusnya sistem negara anti-rakyat yang dikuasai oleh tuan-tuan tanah dan komprador-komprador. Sistem anti-Rakyat, terutama ketika kekuasaan pemerintah Hatta, pemerintah Natsir, pemerintah Sukiman dan pemerintah Burhanuddin Harahap, telah dibuktikan kebangkrutannya. Sistem yang wajar ialah sistem negara Rakyat, sistem negara yang sumber kekuasaannya ada pada Rakyat, yaitu negara “dari Rakyat, oleh Rakyat dan untuk Rakyat”, atau yang disebut oleh Bung Karno negara “semua buat semua”. Negara ini adalah negara front persatuan, yang mendasarkan diri atas massa dan yang bertujuan kemerdekaan nasional yang penuh bagi Indonesia. Jadi, teranglah, mengingat terbelakangnya keadaan ekonomi Indonesia dan mengingat bahwa Rakyat Indonesia masih melawan penindasan imperialisme dan feodalisme. PKI tidak bermaksud mendirikan diktatur proletariat yang harus melaksanakan perubahan-perubahan sosialis. Hanya negara yang demikian inilah yang mampu mempersatukan semua tenaga anti-feodal dan anti-imperialis, yang mampu memberikan tanah dengan cuma-cuma kepada kaum tani, yang mampu menjamin hak-hak demokrasi bagi Rakyat, yang mampu membela industri dan perdagangan nasional terhadap persaingan asing, yang mampu meninggikan tingkat hidup materiil kaum buruh, yang mampu menghapuskan pengangguran dan yang mampu mengembangkan pekerjaan para sarjana dan seniman. Singkatnya, hanya negara yang demikian yang sesuai dengan watak Revolusi Agustus 1945 yang mampu menjamin kemerdekaan nasional serta perkembangannya melalui jalan demokrasi, kemajuan dan perdamaian.

Kedua, di Indonesia tidak seharusnya terus dipertahankan satu negara menurut resep demokrasi Barat atau diktatur demokrasi tipe lama. Seperti dikatakan oleh Bung Karno : “kalau kita mencari demokrasi, hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi … demokrasi yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial”. Alasan untuk tidak membangun negara demokrasi lama yang dikuasai oleh burjuasi nasional adalah sangat kuat. Di satu pihak burjuasi nasional mempunyai kedudukan yang sangat lemah di lapangan ekonomi dan tidak kuat di lapangan politik, sedang di pihak lain proletariat Indonesia dengan pemimpinnya PKI telah terbukti mempunyai kesadaran kelas yang tinggi dan terbukti mempunyai kemampuan yang tidak bisa diabaikan di lapangan politik, dan mereka memberi pimpinan kepada massa luas dari kaum tani, burjuasi kecil kota, kaum intelektual revolusioner dan elemen-elemen demokratis lainnya. Jadi teranglah bahwa yang dapat mendatangkan kesejahteraan sosial bukanlah sistem demokrasi lama yang dikuasai oleh burjuasi, bukan demokrasi “menurut resep revolusi Prancis” (juga ucapan Bung Karno dalam “Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan”), tetapi demokrasi untuk semua golongan Rakyat dan mengenai semua lapangan (politik, ekonomi dan kebudayaan). Sistem demokrasi yang demikian itu adalah demokrasi tipe baru, demokrasi untuk seluruh Rakyat, demokrasi Rakyat.

Hanya dengan mendirikan kekuasaan demokrasi Rakyat baru ada kemungkinan untuk mengakhiri kekuasaan kaum imperialis, tuan tanah dan burjuasi komprador di negeri kita, dan barulah bisa memulai dengan zaman baru dalam sejarah kemajuan Rakyat kita. Pemerintah demikian ini adalah sangat sesuai dengan tuntutan bagian terbesar sekali daripada Rakyat Indonesia karena, pertama, ia pasti akan mendapat dukungan kira-kira 200 juta kaum buruh dengan keluarganya (buruh industri, buruh kerajinan tangan, buruh perkebunan dan lain-lain golongan buruh); kedua, ia pasti mendapat dukungan dari berpuluh-puluh juta kaum tani dengan keluarganya yang merupakan 60 atau 70% dari rakyat Indonesia; ketiga, ia pasti akan mendapat dukungan dari banyak burjuasi kecil kota, kaum intelektual, burjuasi nasional, kaum ningrat (bangsawan) yang maju dan elemen-elemen patriotik lainnya.

Ketiga, politik pemerintah Rakyat yang kita perjuangkan harus menghapuskan kekuasaan imperialis di segala lapangan dan menghapuskan penindasan feodal. Tetapi, kita tidak menghendaki kekuasaan imperialis asing dan tuan tanah diganti dengan kekuasaan burjuasi dalam negeri atas Rakyat banyak. Kita ingin semua kelas yang anti-imperialis dan anti-feodal sama-sama berkuasa, kita ingin satu sistem politik front persatuan. Inilah syarat untuk mewujudkan Indonesia Merdeka yang “bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya ― tetapi, ’semua buat semua’”. Memang adalah aneh dan bertentangan dengan semangat Revolusi Agustus, jika kira-kira 20 juta kaum buruh dengan keluarganya dan berpuluh-puluh juta kaum tani dengan keluarganya mau disingkirkan dari kekuasaan negara, demikian juga adalah tidak adil jika kaum burjuis kecil kota, kaum intelektual dan kaum burjuis nasional yang anti-imperialis dan anti-feodal disingkirkan dari kekuasaan negara.

Keempat, mengenai struktur pemerintah, PKI memperjuangkan supaya dipakai sistem demokrasi yang memusat, artinya disatu pihak memberikan kekuasaan tertinggi untuk daerah-daerah kepada DPRD-DPRD, sedangkan di pihak lain harus ada pemerintah sentral yang kuat, yang mengurus urusan-urusan umum, yang sepenuhnya tunduk pada DPR (Parlemen). Kekuasaan daerah harus memperkuat kekuasaan pusat dan kekuasaan pusat harus membantu perkembangan demokrasi, ekonomi dan kebudayaan daerah. Pada prinsipnya kita harus dengan teguh mewujudkan Republik Kesatuan dengan pemerintah-pemerintah daerah yang demokratis dan otonomi suku bangsa yang luas.

Kelima, tentara dan kekuatan bersenjata lainnya adalah pembela yang penting dari negara. Walaupun kaum reaksioner sudah berusaha keras untuk mengubah komposisinya dan mengubah semangatnya, tetapi mayoritas daripada anggota-anggota Angkatan Perang Republik Indonesia sekarang masih tetap bersemangat Revolusi Agustus 1945. Selama peperangan kemerdekaan melawan tentara kolonial Belanda Angkatan Perang Republik Indonesia telah sehidup semati dengan Rakyat. Oleh karena itu sudah sewajarnya, bahwa perwira-perwira, bintara-bintara dan bawahan-bawahan daripada Angkatan Perang Republik Indonesia sekarang pada umumnya tetap setia kepada cita-cita Revolusi Agustus dan berjuang untuk pelaksanaan tuntutan-tuntutan daripada Revolusi ini. Oleh karena itu sukarlah membayangkan bahwa Angkatan Perang sekarang secara bulat dapat dijadikan alat untuk menindas Rakyat, sebaliknya adalah wajar jika Rakyat mengharapkan agar TNI dan kekuatan-kekuatan bersenjata RI lainnya menjadi pelindung daripada Rakyat. Seluruh rakyat harus waspada terhadap percobaan-percobaan kaum reaksioner yang mau mengadu domba tentara dengan Rakyat dan mau menempatkan suatu Dewan Militer (Junta Militer) di atas pundak Rakyat.

Keenam, mengenai ekonomi. Di bagian atas sudah dikatakan Bahwa yang harus ditentang sekarang bukannya industri dan perdagangan yang diselenggarakan oleh kapitalis-kapitalis nasional, tetapi yang harus ditentang ialah ekonomi imperialis dan feudal. Penghapusan sistem ekonomi imperialis dan feodal adalah juga syarat untuk perkembangan ekonomi kapitalis nasional. Di bawah kekuasaan kaum imperialis dan feodal tidak mungkin kaum kapitalis nasional mengembangkan diri secara wajar. Kaum Komunis sudah tentu akan lebih mengutamakan ekonomi negara dan membantu ekonomi individual Rakyat pekerja, tetapi di samping itu proteksi dan fasilitas harus diberikan kepada kapitalis nasional untuk berkembang dalam batas-batas yang tak dapat menguasai kehidupan Rakyat dan negara. Mengenai soal tanah harus dilaksanakan prinsip tanah untuk petani.

Demikianlah pendirian-pendirian pokok daripada kaum Komunis Indonesia tentang pelaksanaan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus. Demikianlah pokok-pokok daripada program umum PKI jang secara lengkap dimuat dalam Program jang disahkan dalam Kongres Nasional ke-V PKI. Sekarang menjadi jelas bahwa dengan program umumnya PKI telah memperlengkapi tugas-tugas dan semboyan-semboyan daripada Revolusi Agustus. Sekali lagi perlu diterangkan bahwa  pada waktunya PKI bersedia untuk merundingkan program ini dengan partai-partai dan golongan-golongan  demokratis lainnya, dengan pengertian bahwa PKI bersedia untuk menerima perubahan-perubahan dimana perlu, untuk mengurangi dan menambahnya dengan tujuan jang satu : menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus yang bersifat nasional dan demokratis sampai ke akar-akarnya.

Berkat sukses daripada perjuangan Rakyat Indonesia, perjuangan PKI dan partai-partai demokratis lainnya yang dicapai sejak Kongres ke-V PKI bulan Maret 1954 sampai sekarang, ada bagian-bagian dalam program umum PKI yang sudah tidak tepat lagi. Misalnya bagian supaya melepaskan Indonesia dari Uni Indonesia-Belanda. supaya mengembalikan MMB dari Indonesia, supaya membatalkan persetujuan KMB dan supaya ada hak pilih bagi warga negara yang sudah mencapai umur 18 tahun. Bagian-bagian yang sudah lewat waktu demikian ini sudah tentu tidak perlu dipropagandakan lagi. dan sudah tentu pula jika bagian yang dipandang kurang dalam program umum ini harus ditambah, sedangkan yang tak begitu tepat harus diparbaiki. Hal ini harus menjadi perhatian semua anggota dan terutama propagandis-propagandis PKI.

Program Umum ini jika dibanding dengan program masa depan atau program maximum daripada sistem sosialis dan Komunis, adalah program minimum. Tetapi jika dibanding dengan program khusus atau program tuntutan, program umum ini adalah program jangka panjang.

Tuntutan-tuntutan Sekarang

Di atas sudah dikatakan, bahwa berdasarkan program umum kita juga sudah menyusun tuntutan-tuntutan untuk waktu sekarang. Pada seluruh tingkat revolusi nasional dan demokratis, pada seluruh masa sebelum tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus diselesaikan sampai ke akar-akarnya, program umum kita, program Demokrasi Rakyat kita, pada pokoknya tidak akan berubah. Sebelum terlaksana tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus sampai ke akar-akarnya kaum Komunis dan simpatisan-simpatisan Komunis terus akan mempropagandakan program umum kita. Adalah lain halnya dengan program yang bersifat tuntutan. Program tuntutan kita berubah-ubah sesuai dengan perubahan dan perbedaan keadaan dalam berbagai tingkat-tingkat kecil yang berlaku dalam tingkat sbesar daripada revolusi nasional dan demokratis.

Sejak kita mempunyai program tuntutan seperti yang dimuat dalam Program PKI jang disahkan oleh Kongres Nasional ke-V Partai, kita pernah mengalami keadaan di mana di Indonesia masih ada MMB (Misi Militer Balanda) dan di mana misi militer ini sudah tidak ada lagi, di mana belum ada dan di mana sudah ada pemilihan umum untuk Parlemen dan Dewan Konstituante, dimana Partai menyokong pemerintah (Ali Sastroamidjojo ke I dan ke-2) dan dimana Partai beroposisi (terhadap kabinet Burhanuddin Harahap), dimana hak-hak demokrasi sangat sempit dan dimana hak-hak ini agak luas, dimana Indonesia masih terikat oleh Uni Indonesia-Belanda dan dimana Uni sudah dibatalkan, di mana masih ada persetujuan KMB dan dimana sudah tidak ada lagi persetujuan berat sebelah ini. Peruhahan dan perbedaan keadaan menyebabkan kita mengubah program tuntutan kita disana sini.

Demikian pula tuntutan-tuntutan kita berbeda berhubung dengan keadaan di mana dan untuk apa tunutan-tuntutan kita ajukan. Tuntutan-tuntutan kita yang dikemukakan sebagai program pemilihan umum (Program Pemerintah Koalisi Nasional) berbeda di sana sini dengan program yang kita perjuangkan dalam “Kongres Rakyat Seluruh Indonesia", demikian juga tuntutan-tuntutan yang kita ajukan kepada kabinet BH yang reaksioner berlainan dengnn tuntutan-tuntutan yang kita ajukan kepada kabinet Ali Sastroamidjojo yang agak maju.

Walaupun program tuntutan kita berubah-ubah berhubung dengan keadaan, tempat dan waktu, program umum kita adalah tetap, kecuali beberapa bagian-bagian kecil yang sudah lewat waktu yang dianggap tidak perlu dipropagandakan lagi. Program tuntutan kita mengalami perubahan tetapi ia tetap disusun dengan berpedoman kepada program tuntutan yang sudah disahkan oleh Kongres Nasional ke-V Partai dan tugasnya juga tetap yaitu untuk mempersatukan Rakyat dan untuk memenuhi tuntutan-tuntutan ekonomi dan politik daripada Rakyat yang sangat terbanyak pada tingkat-tingkat kecil dalam tingkat besar daripada Revolusi nasional dan demokratis.

Berkat hasil-hasil perjuangan Rakyat perjuangan PKI dan Partai-partai demokratis lainnya, beberapa bagian dari program tuntutan yang disahkan dalam Kongres Nasional ke·V Partai sudah terlaksana, misalnya bagian yang mengenai pemilihan umum untuk Dewan Konstituante, tentang soal melepaskan Indonesia dari Uni Indonesia-Belanda dan tentang mengirim kambali MMB. Tentu saja bagian-bagian yang sudah lewat waktu ini tidak perlu dituntutkan lagi, sedangkan yang sudah mungkin, walaupun tidak tercantum dalam Program PKI, supaya dituntutkan dan yang kurang tepat harus dibikin tepat.

Dewasa ini, Rakyat Indonesia berada dalam keadaan sebagai berikut :

(1) Dengan dibatalkannya persetujuaan KMB. Rakyat Indonesia sudah mendapatkan kemerdekaan politik di 80% daripada wilayah negerinya, sedangkan di Irian Barat yang rnerupakan 20% daripada wilayah Indonesia belum ada kemerdekaan politik bagi Rakyat Indonesia di sana, karena Irian Barat masih sepenuhnya dikuasai oleh kolonialisme Belanda; di lapangan ekonomi Indonesia masih sangat terbelakang dan sama sekali belum merdeka, karena masih bercokolnya sisa-sisa feodalisme dan masih berkuasanya kaum kapitalis besar asing ; negeri-negeri imperialis yang dipelopori oleh raja-raja perang Amerika berusaha keras untuk menarik Indonesia ke dalam blok militer;  (2) Rakyat Indonesia sangat rnembntuhkan persatuan dan sangat membutnhkan pelaksanaan perubahan-perubahan demokratis guna memperluas dan memperkuat persatuan nasional untuk merebut kemerdekaan ekonomi yang lebih besar dari tangan kaum kapitalis besar asing, untuk memasukkan Irian Barat kedaIam wilayah kekuasaan Republik Indonesia dan untuk mencegah masuknya Indonesia ke dalam blok militer; (3) pemirnpin-pemimpin Masyumi-PSI yang berkepala batu dan orang-orang reaksioner lainnya berusaha untuk memecah-belah persatuan Rakyat dengan menjalankan politik diktatur anti-Komunis dan menentang diadakannya perubahan demokratis, terutama dengan jalan memperzempit kebebasan-kebebasan demokratis untuk Rakyat dan organisasi-organisasi Rakyat juga dengan jalan rnelindungi dan membantu gerombolan DI-TII.

Apakah tuntutan-tuntutan PKI dan tuntutan-tuntutan Rakyat Indonesia dewasa ini, dalam keadaan-keadaan seperti sekarang ini?

Sesuai dengan Program PKI, sesuai dengan perimbangan kekuatan dan dengan keadaan jang berlaku sekarang, tuntutan-tuntutan dibawah ini adalah tuntutan-tuntutan Rakyat Indonesia yang paling mendesak, adalah tuntutan minimum dan tuntutan yang tepat.

***

Mobilisasi dan koordinasi seluruh kekuatsn nasional untuk merebut kemerdekaan ekonomi yang Iebih besar, untuk merebut Irian Barat dan untuk manyelamatkan perdamaian di Asia dan di dunia :

Kalahkan politik anti-persatuan dan politik diktatur anti-Komunis dari sebagian pemimpin-pemimpin Masyumi-PSI untuk pembentukan Pemerintah Koalisi Nasicnal di mana “4-Besar" (PKI, PNI, NU, Masyumi) dan partai-partai lain ikut didalamnya;

Beri kebebasan demokratis yang se-luas-luasnya kapada Rakyat dan organisasi-organisasi Rakyat dan batalkan semua undang-undang yang membatasi kebebasan gerakan patriotik;

Bentuk Undang-undang Dasar yang sesuai dengan semangat,  jiwa dan sifat Revolusi Agustus I945;

Jamin semua hak dan kebebasan kaum buruh dan pegawai negeri untuk membela kepentingan-kepentingannya yang sah dan batalkan semua undang-undang dan peraturan-peraturan yang bersifat melarang atau membatasi hak mogok kaum buruh dan pegawai negeri;

Sokong kaum penganggur dan larang pemecatan sewenang-wenang;

Perbaiki keadaan kaum tani dengan mewajibkan tuan-tuan tanah menurunkan sewa tanah, dengan mewajibkan para lintah darat mendaftarkan diri dan menurunkan bunga uang pinjaman, dengan meringankan pajak-pajak negara dan dengan menghapuskan tunggakan pajak bumi;

Perbaiki nasib buruh tani dan perlindungi hak kaum tani penyewa tanah, beri pinjaman yang berbunga rendah kepada petani-petani miskin dan bantu petani-petani mengorganisasi diri untuk mengembangkan produksi pertanian ;

Hapuskan setoran-setoran paksa kaum tani, hapuskan sistem pologoro dan rodi serta perbaiki nasib pamong desa;

Sahkan milik kaum tani atas tanah yang dulunya milik perkebunan-perkebunan asing tetapi yang sudah lama dikerjakan oleh kaum tani, dan larang perampasan tanah-tanah tersebut oleh fihak perkebunan asing;

Berikan dan bagikan dengan cuma-cuma tanah-tanah kosong yang tak dikerjakan kepada kaum tani tak bertanah dan tani-miskin;

Jamin hak kaum tani dan organisasi-organisasi tani dalarn menentukan sewa tanah kaum tani yang disewa untuk ditanami rosela, tebu dan tembakau oleh perusahaan asing atau oleh siapapun ;

Beli tanah-tanah partikelir dengan harga dan cara pembayaran yang ditentukan oleh pemerintah dan bagikan tanah-tanah sawah dan ladang dari bekas-bekas tanah partikelir itu kepada kaum tani tak bertanah dan tani miskin ;

Adakan jaminan pasar, perlindungan dan keringanan pajak bagi pengusaha-pengusaha kecil;

Bantu para nelayan dengan modal dan alat-alat penangkap ikan serta perbaiki upah dan turunkan setoran buruh nelayan ;

Adakan persiapan-persiapan yang pantas dalam melaksanakan transmigrasi, berikan tanah yang cukup dan baik serta bantuan kredit dan alat-alat kerja bagi para transmigran;

Tindas dan basmi gerombolan “Daru1 Is1am" dan gerombolan-gerombolan teroris lainnya;

Beri hak kepada kaum tani untuk dengan latihan dan pimpinan TNI mengangkat sanjata membela diri terhadap gerombolan “Daru1 Islam" dan gerombolan-gerombolan  teroris lainnya yang membunuh kaum tani dan yang menghancurkan desa-desa ;

Beri bantuan kepada kaum pengungsi yang menyelamatkan diri dari gerombolan-gerombolan teroris ;

Adakan perbaikan syarat hidup bagi para prajurit dan perlakuan-perlakuan istimewa terhadap pasukan-pasukan, perwira-perwira dan anakbuah-anakbuah tentara yang sungguh-sungguh menindas dan membasmi gerombolan “Darul Islam” dan gerombolan-gerombolan teroris lainnya ;

Jamin pekerjaan dan pendidikan kejuruan bagi para bekas pedjuang bersenjata (veteran);

Hapuskan sistim swapraja dan adakan pemilihan-pemilihan yang bersifat umum, rahasia dan bebas untuk DPRD-DPRD guna mendemokrasikan pemerintah provinsi, kabupaten, kota dan desa, adakan perimbangan keuangan jang adil antara pusat dan daerah serta bantu perkembangan ekonomi daerah dan kebudayaan tiap-tiap suku bangsa;

Hapuskan semua undang-undang dan peraturan-peraturan  kolonial (Igo, Igob, dll.) untuk mendemokrasikan pemerintah desa ;

Pecat dari jabatan-jabatan pemerintah pengkhianat-pengkhianat bangsa, orang-orang reaksioner, penggelap-penggelap dan koruptor-koruptor dan supaya orang-orang ini dihukum, tidak perduli meraka anggota partai pemerintah atau bukan ;

Tempatkan pada jabatan-jabatan pemerintah orang-orang yang bersedia mengabdikan dirinya kepada kepentingan Rakyat ;

Adakan hubungan jang baik antara tentara dan Rakyat dan antara opsir dan anak buah, singkirkan dari ketentaraan pengkhianat-pengkhianat bangsa, koruptor, dan elemen-elemen yang hendak merusak demokrasi parlementer dan mendirikan diktatur militer atau junta militer di negeri kita ;

Pertinggi panenan padi dan kapas dengan jalan menentukan kewajiban-kewajiban kepada pemilik-pemilik perkebunan asing untuk menanami sebagian dari kebunnya dengan padi atau kapas, dan dengan jalan memberikan bantuan yang berupa bibit, alat-alat pertanian, rabuk dan bimbingan teknis kepada kaum tani ;

Perluas pambangunan industri nasional dan lindungi industri nasional terhadap parsaingan barang-barang asing, adakan sistem cukai yang bersifat melindungi dan kontrol harga barang-barang supaya tidak terus membubung ;

Konsesi-konsesi tanah untuk pertambangan yang belum digunakan supaya segera dicabut kembali dan dimana mungkin diusahakan oleh pemerintah sendiri ;

Import dan export serta parusahaan-perusahaan penting di segala lapangan harus sepenuhnya dikontrol oleh pamerintah;

lmport untuk keperluan negara dan ekxport barang-barang hasil perusahaan-perusahaan negara supaya dilakukan langsung oleh pemerintah ;

Plan Lima Tahun pemerintah tidak boleh memberatkan beban Rakyat, sebaliknya yang harus diberatkan ialah kapitalis-kapitalis besar asing, tuan-tuan tanah dan hartawan-hartawan lainnya;

Jatuhkan hukuman yang berat kepada kaki tangan Belanda dan siapa saja yang melakukan gerakan-gerakan subversif dan yang mengadakan sabotase-sabotase di jawatan-jawatan pemerintah atau di lapangan-lapangan lain ;

Tambah anggaran belanja untuk Kementerian “Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan”, tambah jumlah sekolah dan gedung-gedung sekolah, kembalikan gedung-gedung sekolah yang dipakai untuk keperluan lain, jamin fasilitas-fasilitas di lapangan pendidikan bagi murid-murid dan mahasiswa, perbaiki nasib guru dan pergiat usaha pemberantasan buta-huruf ;

Hapuskan pendidikan kolonial serta laksanakan pendidikan nasional yang ilmiah dan kerakyatan ;

Jamin kedudukan yang sama bagi wanita dan laki-laki, dan jamin para pemuda dan anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang bermanfaat ;

Adakan kesempatan kerja yang lebih luas dan perlakuan-perlakuan istiwewa terhadap para ahli Indonesia yang dengan sungguh-sungguh bekerja untuk kemajuan ilmu dan kebudayaan ;

Adakan gedung-gedung atau rumah-rumah untuk pertemuan-pertemuan para seniman, untuk latihan-latihan dan pertunjukan-pertunjukan kesenian ;

Perbanyak klinik-klinik pengobatan dan giatkan pemberantasan penyakit yang banyak terdapat di kalangan penduduk ;

Batalkan pengakuan atas perjanjian San Francisco dengan Jepang, tuntut penggantian kerugian yang adil dari Jepang dan lawan persenjataan kembali Jepang, karena ini membahayakan keamanan Indonesia dan perdamaian di Asia dan Pasifik ;

Perhebat perjuangan pembebasan Irian barat dengan penyusunan kekuatan dalam negeri dan dengan menarik solidaritet internasional ;

Bantu rakyat Indonesia yang berada di Irian barat dalam mengorganisasi diri dan dalam semua bentuk perlawanannya terhadap pendudukan Belanda di Irian Barat ;

Jalankan politik luar negeri atas dasar mempertahankan perdamaian dunia, laksanakan putusan-putusan konferensi Asia-Afrika dengan konsekuen dan lawan tiap-tiap usaha yang mau menarik Indonesia ke dalam blok perang dan agresi ;

Luaskan hubungan ekonomi dan kebudayaan dengan semua negeri, tanpa memandang perbedaan sistem sosial dan politik, atas dasar kepentingan dan keuntungan bagi Indonesia, serta batalkan embargo keseluruhannya dalam perdagangan dengan Tiongkok.

***

PKI berpendapat bahwa tuntutan-tuntutan di atas adalah tuntutan-tuntutan yang sepenuhnya bisa dilaksanakan oleh pemerintah Ali Sastroamidjojo sekarang dan oleh pemerintah mana saja yang menghendaki bantuan Rakyat, yang mau menempuh jalan kemerdekaan nasional, demokrasi, kemajuan dan perdamaian.

Tuntutan-tuntutan di atas yang pokoknya adalah sama dengan program khusus atau program tuntutan PKI kepada kabinet Ali Sastroamidjojo yang pertama, tuntutan-tuntutan yang dirumuskan dan disahkan dalam Kongres ke V PKI. Di sana-sini diadakan perubahan-perubahan, diadakan penambahan-penambahan dan bagian-bagian yang sudah lewat waktu ditiadakan.

Program tuntutan di atas banyak yang sama dengan program kabinet Ali Sastroamidjojo yang ke 2 tetapi diformulasi lebih kongkrit dan di sana-sini lebih maju, terutama yang berhubungan dengan tuntutan-tuntutan yang mengenai kebebasan-kebebasan demokratis, mengenai perbaikan keadaan kaum tani, mengenai pendemokrasian alat-alat negara dan mengenai tuntutan-tuntutan perbaikan ekonomi negeri. Mengenai politik luar negeri boleh dikatakan hampir seluruhnya sama. Jika sudah ternyata bahwa program pemerintah Ali Sastroamidjojo ke 2 banyak persamaannya dengan tuntutan-tuntutan PKI dan tuntutan-tuntutan rakyat pada dewasa ini, maka sekarang yang terpenting ialah pelaksanaan daripada program tersebut. Ini banyak tergantung pada kesungguhan fihak pemerintah dalam melaksanakan programnya dan pada kuatnya gerakan rakyat dan persatuan rakyat. Sudah tentu pelaksanaan daripada program kabinet ali Sastroamidjojo akan lebih lancar jika dilaksanakan oleh Pemerintah Koalisi Nasional.

Program tuntutan di atas juga banyak persamaannya dengan program “Kongres Rakyat Seluruh Indonesia” yang disahkan oleh Kongresnya yang pertama dalam bulan Agustus 1955. Kongres ini sebagaimana dikatakan oleh Bung Karno adalah “mewakikli bagian terbesar daripada rakyat Indonesia dan oleh karena itu rakyat Indonesia supaya tunduk pada putusan-putusan Kongres Rakyat.”

Kenyataan bahwa tuntutan-tuntutan PKI sekarang banyak persamaannya dengan program kabinet ali Sastroamidjojo ke 2 dan dengan program yang diputuskan Kongres pertama daripada “Kongres Rakyat Seluruh Indonesia”, adalah membuktikan bahwa tuntutan-tuntutan PKI tersebut adalah sesuai dengan suara bagian yang sangat terbesar dari rakyat Indonesia dan dengan opini umum di Indonesia. Oleh karena itu adalah sesuatu yang objektif jika PKI menjadikan tuntutan-tuntutan tersebut sebagai alas (platform) untuk berunding dan bekerja sama dengan partai-partai lain, dengan golongan-golongan dan perseorangan-perseorangan yang anti kolonialisme, yang demokratis dan patriotik. Juga adalah objektif jika tuntutan-tuntutan tersebut dijadikan dasar untuk berunding dalam pembentukan pemerintah, dijadikan tuntutan-tuntutan pada pemerintah yang berkuasa dan dijadikan semboyan-semboyan aksi daripada massa. Bagi rakyat di Irian barat tuntutan-tuntutan tersebut belum dapat dijadikan semboyan aksinya. Soal Irian Barat menghendaki pemecahan tersendiri, dan di sana yang terpenting ialah memperjuangkan untuk adanya hak-hak asasi manusia, seperti kemerdekaan memeluk agama, berkeyakinan, berfikir, memilih tempat tinggal dan surat-menyurat, dan memperjuangkan terwujudnya hak-hak demokrasi seperti kebebasan berbicara, menulis, berapat, berorganisasi, berpawai, berdemonstrasi dan mogok.

Mengenai beberapa soal dari program tuntutan di atas perlu ada penjelasan. Dalam menjelaskan soal-soal tersebut kita sekaligus akan menjawab beberapa pertanyaan yang sering diajukan kepada PKI dan akan mengeritik pendapat-pendapat sebagian orang yang tidak tepat. Soal-soal yang perlu mendapat penjelasan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sikap terhadap kolonialisme Belanda

PKI berpendapat, karena kolonialisme Belanda suda lama menjajah, memeras dan menghina rakyat Indonesia secara sangat kejam dan kurang ajar, seluruh rakyat Indonesia harus mengambil sikap yang lebih tegas dan lebih keras terhadap kolonialisme Belanda daripada terhadap imperialis-imperialis lainnya. Sikap demikian ini menjadi keharusan yang lebih besar lagi berhubung dengan kekuasaan kaum kapitalis besar Belanda yang masih menguasai sebagian besar ekonomi Indonesia, berhubung kaum kolonialis Belanda sampai sekarang masih menduduki 20%daripada wilayah Republik Indonesia, yaitu Irian barat, dan masih melakukan kegiatan-kegiatan subversif untuk merobohkan Republik Indonesia. Sudah pada tempatnya jika rakyat Indonesia menganggap kaum kolonialis Belanda sebagai musuhnya yang nomor satu, dengan sama sekali tidak melupakan untuk melawan bahaya yang datang dari kaum imperialis lainnya, terutama Amerika.

Adalah adil dan akan mendapat sokongan penuh dari rakyat jika pemerintah Indonesia mengambil tindakan yang keras di lapangan ekonomi terhadap kaum kapitalis besar Belanda. Pada dewasa ini rakyat Indonesia, PKI dan partai-partai demokratis lainnya menuntut supaya pemerintah Indonesia menghapuskan hutang Indonesia kepada Belanda menurut persetujuan KMB, supaya pemerintah Indonesia bertindak yang keras untuk mengurangi keuntungan kaum kapitalis besar Belanda dan untuk membatasi pemindahan keuntungan mereka ke luar negeri. Pemerintah harus mengoper semua peruhaan bank, transport, listrik dan telekomunikasi Belanda dengan cara dan harga yang ditentukan oleh pemerintah menurut kemampuan negara. Mengenai tanah-tanah konsensi untuk perkebunan dan pertambangan yang sekarang sudah habis kontraknya, supaya tidak diperpanjang lagi kontraknya dan kebun atau tambangnya supaya dioper oleh pemerintah. Kebun-kebun Belanda yang tidak dirawat dengan pantas supaya juga dioper oleh pemerintah. Tanah-tanah yang sudah dikontrak oleh kapitalis-kapitalis Belanda tetapi tidak dikerjakan supaya diambil oleh pemerintah dan diberikan dengan cuma-cuma kepada kaum tani miskin dan tani tak bertanah. Tuntutan-tuntutan ini adalah tuntutan-tuntutan rakyat yang kuat dalam hubungan merealisasi pelaksanaan pembatalan KMB.

2. Kebebasan-kebebasan demokratis untuk Rakyat dan organisasi-organisasi Rakyat

Ini adalah tuntutan terpenting dari PKI kepada tiap-tiap pemerintah. Adanya kebebasan-kebebasan demokratis tidak hanya penting untuk PKI dan seluruh kekuatan progresif, tetapi juga penting bagi seluruh bangsa kita. Orang bisa berbicara tentang perjuangan untuk merebut kemerdekaan ekonomi yang lebih besar, tentang memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia, tentang mengalahkan gerombolan-gerombolan teror DI-TII dan tentang melaksanakan politik perdamaian, tetapi jika tidak ada kebebasan-kebebasan demokratis bagi rakyat dan organisasi-organisasi rakyat untuk dapat menyatakan perasaan, fikiran dan hasratnya, maka semua pembicaraan itu adalah omong kosong. Bung Karno sering menyatakan bahwa “politik ialah kekuasaan” dan kewajiban rakyat Indonesia adalah “membentuk kekuatan” (“machtsvorming”). Bagaimana kekuatan akan dapat dibentuk kalau kepada rakyat dan organisasi-organisasi rakyat tidak diberikan kebebasan-kebebasan demokratis yang seluas-luasnya. Semboyan “Irian Barat harus segera masuk ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia” tidak akan ada artinya jikalau rakyat dan organisasi-organisasi rakyat tidak diberi kesempatan seluas-luasnya memperkuat dirinya dalam organisasi-organisasi dan untuk melatih diri dalam aksi-aksi. Ada sebagian orang yang berpikiran pendek mengira, bahwa pemerintah akan mempunyai kewibawaan jika berani mengerahkan alat-alatnya untuk bertindak keras terhadap demonstrasi-demonstrasi dan aksi-aksi lainnya dari rakyat.

Kenyataan-kenyataan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, membuktikan bahwa tidak ada perbuatan “tangan besi” terhadap gerakan rakyat yang demokratis yang menguntungkan fihak yang berbuat. Mulai Hitler sampai Hatta dan Sakiman mengalami kegagalan dengan politik “tangan besi” terhadap rakyat. Politik “tangan besi” hanya memperbesar kebencian rakyat kepada tiap-tiap pemerintah yang berbuat demikian, ada atau pun tidak ada Komunis yang memimpin perlawanan rakyat. Politik “tangan besi” adalah daya terakhir dari suatu penguasa yang bingung dan putus asa.

PKI mengusulkan kepada pemerintah dan pejabat-pejabat pemerintah supaya dalam menghadapi aksi-aksi rakyat menempuh jalan berunding. Kehidupan berorganisasi rakyat Indonesia sudah agak tinggi, oleh karena itu adalah mudah untuk berunding dengan rakyat lewat pemimpin-pemimpin organisasi-organisasinya.

3. Front Persatuan Nasional

Front persatuan adalah syarat untuk melaksanakan program tuntutan-tuntutan sekarang dan untuk melaksanakan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus sampai ke akar-akarnya. Juga dalam masyarakat sosialis front persatuan tetap diperlukan yaitu persatuan antara Komunis dan bukan Komunis. Jadi teranglah, walaupun bagaimana besar dan banyaknya rintangan dari orang-orang yang berkepala batu, terutama dari sementara pemimpin-pemimpin Masyumi-PSI, PKI tidak akan henti-hentinya dan tidak akan jemu-jemunya bekerja untuk front persatuan. PKI menghargai semboyan tentang “kerja sama kaum Agama, Nasionalis dan Komunis”. Ini adalah semboyan yang cocok dengan kebutuhan yang mendesak dari rakyat Indonesia sekarang, yaitu persatuan. PKI menghormati tiap-tiap agama, tetapi PKI menentang digunakannya perbedaan agama untuk memecah belah persatuan nasional. Front persatuan yang diperjuangkan oleh PKI bukan front persatuan yang berdasarkan keagamaan atau filsafat, tetapi yang berdasarkan kepentingan bersama daripada seluruh rakyat Indonesia pada masa yang tertentu.

Sebagaimana sudah dikatakan, kewajiban PKI sekarang adalah bekerja keras untuk mengembangkan kekuatan progresif, bersatu dengan kekuatan tengah dan memencilkan kekuatan kepala batu. Kaum komunis tidak membantah bahwa memang ada pertentangan antara kekuatan progresif dan kekuatan tengah, terutama antara kaum buruh yang dihisap dengan kaum kapitalis nasional yang menghisap, antara PKI dan partai-partai burjuasi nasional. Tetapi adalah keliru jika pertentangan ini dipertajam. Sebaliknya, PKI berpendapat bahwa pertentangan-pertentangan yang terdapat di antara kekuatan progresif dan kekuatan tengah, di antara kaum buruh dan kaum kapitalis nasional perlu dan bisa diselesaikan secara berunding, secara saling memberi konsesi, secara saling menguntungkan. Dengan demikian dapat dicegah agar pertentangan antara kekuatan progresif dan kekuatan tengah tidak merugikan persatuan nasional, dan tidak menguntungkan kekuatan kepala batu, kekuatan musuh-musuh rakyat, yaitu kekuatan komprador dan tuan tanah yang bersekongkol dengan kaum imperialis.

Kaum komunis berpendapat bahwa dalam keadaan seperti di Indonesia sekarang yang revolusioner bukan hanya klas proletar, tetapi juga ada kelas-kelas dan golongan-golongan lain. Kemerdekaan kelas buruh tidak mungkin tercapai kalau tidak ada kemerdekaan nasional, ini adalah satu hal yang nyata. Di samping itu tiap-tiap komunis juga berkeyakinan bahwa front persatuan hanya bisa kuat jika berdasarkan persekutuan buruh dan tani dan dipimpin oleh kelas buruh. Setengah orang berkeberatan dengan pendirian kaum Komunis ini dan bertanya: “Mengapa harus berdasarkan persekutuan buruh dan tani dan mengapa harus dipimpin oleh kelas buruh?” Front nasional harus berdasarkan persekutuan buruh dan tani dan harus dipimpin oleh kelas buruh, bukanlah keinginan subjektif daripada kaum buruh dan kaum tani, dan bukanlah pula keinginan subjektif daripada kaum Komunis. Adalah satu kebenaran bahwa kaum buruh dan kaum tani merupakan bagian yang terbesar daripada rakyat Indonesia dan sebagai kelas atau golongan yang sama sekali tidak mempunyai kepentingan untuk bersekutu dengan tuan tanah dan imperialis. Kelas buruh adalah kelas yang berpandangan jauh, mempunyai semangat tidak mementingkan diri sendiri dan hanya mementingkan kepentingan umum serta paling konsekuen dan berdisiplin. Dalam tiap-tiap perjuangan kita membutuhkan pimpinan yang berpandangan jauh, tidak mementingkan diri sendiri, konsekuen dan berdisiplin. Front nasional, kalau tidak mau mengalami kegagalan, juga harus mempunyai pimpinan kelas yang demikian. Oleh karena itu sewajarnyalah pimpinan jatuh pada kelas buruh.

Kaum intelektual revolusioner, tidakperduli dari mana asal kelasnya, tidak perduli ia berasal dari burjuasi nasional atau ningrat, tidak perduli ia berasal dari burjuasi kecil atau proletariat, mereka sama-sama bisa mengabdi kepentingan kelas buruh, dan jika demikian mereka dimasukkan dalam kategori kelas buruh, kelas yang mempunyai kewajiban sejarah memimpin revolusi.

Burjuasi kecil kota, walaupun mempunyai sedikit milik, juga termasuk golongan yang menderita dan oleh karena itu merupakan sekutu proletariat yang dapat dipercaya.

Berbeda dengan kelas buruh, kaum tani dan burjuasi kecil kota, kaum burjuis nasional karena hubungan dagang dan hubungan-hubungan lainnya merupakan kelas dalam front nasional yang terdekat hubungannya dengan kaum imperialis dan tuan tanah, walaupun secara objektif mereka mempunyai sifat anti imperialisme dan anti feodalisme. Sebagai klas penghisap, di samping mempunyai perusahaan dagang dan industri mereka juga sering memiliki dan menyewakan tanah, jadi juga menghisap kaum tani.

Jadi jelaslah, kalau kaum komunis menginginkan front nasional yang berdasarkan persekutuan buruh dan tani dan yang dipimpin oleh kelas buruh, sama sekali bukan keinginan subjektif daripada kaum komunis dan sama sekali tidak mengandung keinginan menghina burjuasi nasional atau golongan-golongan lain di luar kaum buruh atau di luar kaum buruh dan kaum tani. Sebaliknya, untuk kepentingan burjuasi nasional sendiri, untuk perkembangan perekonomiannya, penting adanya front nasional yang berdasarkan persekutuan buruh dan tani dan yang dipimpin oleh kelas buruh, karena hanya front nasional yang demikian yang dapat mengalahkan feodalisme dan imperialisme. Hanya kalau feodalisme dan imperialisme sudah dikalahkan maka burjuasi nasional lebih mempunyai kesempatan untuk berkembang dan untuk mengabdikan diri kepada tanah air dan bangsa.

Untuk tidak mempertajam pertentangan dalam kubu front persatuan, PKI tidak akan bertindak yang merugikan partai-partai lain yang demokratis. Tentu saja jika partai-partai tersebut tidak berbuat yang merugikan kubu front persatuan. Kaum komunis harus pandai membatasi diri dalam hal mengkritik ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan orang-orang dari partai-partai yang demokratis. Ucapan-ucapan atau perbuatan-perbuatan yang mungkin menusuk perasaan, tetapi sifatnya tidak penting, tidak perlu dikritik. Kaum komunis hanya mengkritik ucapan-ucapan atau perbuatan-perbuatan yang bersifat memecah persatuan, memecah kekuatan massa dan yang menunjukkan keragu-raguan dalam melaksanakan politik anti-imperialisme dan anti-feodalisme. Yang penting juga adalah cara mengkritik, harus benar-benar kena soalnya dan tidak mengumbar nafsu dan perasaan.

4. Soal tanah dan gerakan tani

Dalam program tuntutan-tuntutan sekarang PKI tidak menuntut penyitaan atas tanah tuan tanah dan pembagian tanah tersebut kepada kaum tani. Pada dewasa ini politik PKI yang terpenting untuk kaum tani adalah politik turun sewa (turun setoran) dan turun bunga. Dengan politik ini, di satu pihak PKI tetap memperjuangkan kepentingan kaum tani, tetapi di pihak lain memungkinkan ikutnya sebagian dari tuan tanah, yaitu bagian yang agak maju untuk ikut memperkuat front persatuan dalam melawan kolonialisme, untuk ikut merebut kemerdekaan ekonomi yang lebih besar bagi Indonesia dan untuk mempertahankan perdamaian dunia. Tuntutan turun sewa dan turun bunga adalah tuntutan-tuntutan yang sangat mendesak dan sangat adil serta tidak begitu berat untuk dapat dipenuhi oleh tuan tanah dengan pensahan pemerintah, asal tuan tanah dan pemerintah mempunyai sedikit rasa keadilan dan tidak lupa pada jasa kaum tani selama Revolusi Agustus dan jasa-jasa kaum tani sekarang dalam menghasilkan bahan makanan yang terpokok, yaitu beras. Jika dipenuhi tuntutan turun sewa dan turun bunga, apalagi jika disertai bantuan-bantuan untuk mengerjakan tanah dari pihak pemerintah, maka tidak bisa tidak, sedikit atau banyak, akan meringankan penderitaan kaum tani dan ini akan menimbulkan kegembiraan bekerja di kalangan kaum tani. Hal ini sangat penting dalam hubungan dengan soal memperbesar produksi beras, soal yang sangat urgen bagi Indonesia sekarang.

Di samping itu PKI juga memperjuangkan kenaikan upah bagi buruh tani.

Kaum komunis Indonesia sudah dan terus akan mengutamakan pekerjaan di kalangan kaum tani, yang berarti bekerja di kalangan bagian terbesar dari rakyat Indonesia, berarti mempererat persekutuan buruh dan tani. Di atas segala-galanya, juga di kalangan kaum tani persatuan harus terus menerus diperkuat.

Sikap PKI terhadap tanah-tanah perkebunan asing yang tidak dikerjakan berbeda dengan sikap terhadap tanah-tanah tuan tanah Indonesia. Pada waktu sekarang, PKI terus akan menuntut supaya tanah-tanah perkebunan asing yang tidak dikerjakan diambil kembali oleh pemerintah walaupun kontraknya belum habis, dan supaya tanah-tanah itu dieberikan dengan cuma-cuma kepada kaum tani tak bertanah dan tani-miskin. Untuk memperbesar produksi beras dan untuk meringankan beban kaum tani, PKI juga menuntut supaya tanah-tanah kosong yang dapat dijadikan tanah-tanah pertanian dibagikan atau dapat dikerjakan oleh kaum tani.

PKI akan bekerja keras untuk mengorganisasi kaum tani dan memimpin kaum tani agar tanah-tanah yang sudah menjadi miliki kaum tani sebagai hasil perjuangannya terhadap perkebunan asing dan terhadap tuan-tuan tanah lainnya tidak jatuh lagi ke tangan tuan tanah. Untuk ini PKI akan menghidupkan kerja gotong royong di kalangan kaum tani atas dasar kepentingan bersama dan saing menguntungkan serta menuntut adanya bantuan-bantuan pemerintah kepada kaum tani agar dapat mengerjakan tanahnya lebih baik, dapat mengembangkan kerajinan tangan, peternakan dan perikanan.

5. Perekonomian nasional dan Plan Lima Tahun

Dalam program kabinet Ali Sastroamidjojo ke 2 maupun dalam program “Kongres Rakyat” dicantumkan tentang penggantian ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. Ini adalah baik. Tetapi yang lebih penting adalah pelaksanaan daripada program tersebut. Selama ini kita sering menemukan disalahgunakannya perkataan “ekonomi nasional” oleh sementara orang untuk memperkaya diri dan memperkaya partainya dengan merugikan kepentingan nasional, kepentingan seluruh bangsa. Orang-orang ini meyamakan arti “ekonomi nasional” dengan “ekonomi kapitalis nasional”.

Sebagaimana sudah dikatakan di atas, PKI sekarang tidak menentang pertumbuhan yang wajar daripada kapitalisme nasional, sebaliknya PKI memperjuangkan supaya kaum kapitalis warga negara Republik Indonesia mendapat proteksi dan fasilitas dari pemerintah dalam melawan saingan kapitalis-kapitalis besar asing. Tetapi, seharusnya istilah “ekonomi nasional” sekarang diberi arti yang lebih luas, yaitu ekonomi untuk kepentingan seluruh bangsa yang bebas dari kekuasaan kaum kapitalis besar asing, di mana ada jaminan perluasan sektor ekonomi negara dan adanya proteksi dan fasilitas kepada kapitalis-kapitalis nasional. Di atas segala-galanya ekonomi negara harus dinomorsatukan. Jadi adalah keliru sekali jika untuk kepentingan kapitalis-kapitalis nasional digerowoti kekuatan ekonomi negara dengan melalui saluran-saluran birokrasi, dengan menjalankan korupsi, dng mengobral kredit dari bank negara kepada kawan separtai, padahal orang yang mendapat kredit itu belum tentu benar-benar pedagang atau industrialis. Jika hal ini diteruskan, maka yang dihadapi oleh Indonesia tidak lain daripada keruntuhan yang lebih dalam.

PKI berpendapat jika misalnya ada perusahaan penting yang harus ditinggalkan oleh kapitalis asing, maka pertama-tama perusahaan-perusahaan penting yang mempengaruhi kehidupan ekonomi nasional harus dioper oleh negara dengan harga dan cara pembayaran yang ditentukan negara berdasarkan kemampuan negara. Kalau ini tidak mungkin, maka harus ditempuh jalan milik bersama antara negara dan partikulir dengan tidak usah ada ketentuan bahwa negara harus mempunyai saham yang terbanyak, malahan jika keuangan negara tidak mengijinkan saham negara cukup dalam bentuk jasa-jasa. PKI berpendapat, bahwa adalah merugikan kepentingan nasional dalam arti tidak memperkuat sektor ekonomi negara, jikalau perusahaan-perusahaan penting dipegang oleh kapitalis-kapitalis nasional, apalagi kalau kapitalis-kapitalis nasional itu harus mendapat kredit dari negara buat mengoper perusahaan-perusahaan asing.

Yang juga berbahaya adalah usaha-usaha sementara orang yang ingin membikin milik-milik negara seperti Radio Republik Indonesia, Perusahaan Film Negara, PFT dll., menjadi perusahaan partikelir atau setengah partikelir. Perbuatan ini tidak lain daripada usaha untuk memperlemah sektor ekonomi negara dan mengurangi atau meniadakan hak kontrol dan pimpinan langsung dari pemerintah. Usaha ini terang bertentangan dengan semangat dan tujuan Revolusi Agustus, karena perusahaan-perusahaan tersebut ketika revolusi direbut oleh kaum buruh dengan semboyan “Milik Republik Indonesia”. Kita kuatir kalau usaha mempartikelirkan atau “meyayasankan” jawatan-jawatan pemerintah ini akan dilanjutkan dengan “mempartikelirkan” atau “meyayasankan” negara.

Pada pokoknya kewajiban Rakyat Indonesia adalah mencegah digerowotinya kekuasaan negara atas jawatan-jawatannya atau atas perusahaan-perusahaan yang sudah dimilikinya dan dengan sekuat tenaga memperbesar kekuasaan negara atas perusahaan-perusahaan yang penting dan memperluas jawatan-jawatannya. Usaha untuk mempartikelirkan milik-milik negara sering diberi alasan supaya dapat menaikkan upah buruh atau pegawai agar mendekati kebutuhan kaum buruh atau pegawai. Dengan alasan ini diharapkan politik mempartikelirkan milik-milik negara akan mendapat sokongan dari kaum buruh atau pegawai. Padahal, untuk memenuhi kebutuhan kaum buruh haruslah dicarikan jalan lain, yaitu jalan yang tidak hanya memberi pemecahan untuk satu atau beberapa perusahaan atau jawatan, tetapi untuk seluruh buruh atau pegawai negeri. Kalau satu jawatan bisa dipartikelirkan, maka ada alasan bagi jawatan-jawatan lain untuk juga dipartikelirkan! Apa jadinya Republik Indonesia kalau semua jawatannya atau bagian-bagian dari jawatannya sudah dipartikelirkan?

Sekarang ada usaha untuk membikin Plan Lima Tahun bagi Indonesia. Tentang ini belum banyak yang diumumkan sehingga bagi kita belum terang apa yang akan dibangun dan dari mana modal akan didapat untuk melaksanakan Plan Lima Tahun tersebut. PKI, sebagai Partai yang tidak duduk dalam pemerintah, tidak ikut merencanakan Plan Lima Tahun ini.

Menurut apa yang sudah dimuat dalam suratkabar-suratkabar Plan Lima Tahun diadakan dengan maksud untuk membangun ekonomi nasional. Agaknya dapat dipercaya bahwa Plan Lima Tahun diadakan untuk membangun ekonomi nasional. Juga kaum komunis akan menyokong Plan Lima Tahun jika ditujukan untuk membangun ekonomi nasional.

Plan Lima Tahun tentu membutuhkan modal. Sekarang timbul pertanyaan : dari mana modal didapat? PKI mengusulkan supaya modal untuk Plan Lima Tahun diambil dari keuntungan kapitalis-kapitalis besar asing, dengan jalan mengurangi keuntungan-keuntungan mereka lewat undang-undang atau peraturan-peraturan pemerintah. Di samping itu tuan-tuan tanah dan hartawan-hartawan Indonesia harus diwajibkan memodali Plan Lima Tahun dengan bermacam bentuk juga harus diatur dalam undang-undang atau peraturan-peraturan pemerintah. Jika untuk Plan Lima Tahun harus diadakan pinjaman atau penerimaan bantuan dari luar negeri, maka PKI dapat menyetujui asal tanpa ikatan apa pun, misalnya tidak seperti yang sudah pernah kita alami dengan pinjaman dari Exim-bank.

PKI juga mengusulkan supaya Plan Lima Tahun tidak berakibat bertambahnya beban rakyat pekerja, supaya tidak menimbulkan pajak-pajak baru bagi Rakyat pekerja, sebaliknya Plan Lima Tahun supaya membuka lapangan-lapangan pekerjaan baru bagi para penganggur yang sangat banyak itu. Rakyat pekerja Indonesia pada waktu sekarang sudah tidak sepantasnya lagi mendapat beban-beban yang lebih berat di atas pundaknya, karena sekarang sudah terlalu berat. Sebaliknya, kaum kapitalis besar asing, kaum tuan tanah dan hartawan-hartawan lainnya sudah sewajarnya memikul lebih banyak beban negara, karena mereka mendapat keuntungan dari menguras kekayaan alam dan dari menghisap rakyat negeri ini. Adalah sangat masuk akal jika kaum imperialis, tuan-tuan tanah dan hartawan-hartawan lainnya misalnya diwajibkan membeli sejumlah obligasi negara sesuai dengan besarnya kekayaan masing-masing untuk membelanjai Plan Lima Tahun.

Selanjutnya usul PKI adalah supaya Plan Lima Tahun ditujukan pada usaha-usaha persiapan industri berat milik negara, dan supaya dalam hubungan dengan Plan Lima Tahun ini pemerintah membuka kesempatan juga seluas-luasnya untuk melatih kader-kader teknik dengan melatih mereka di dalam negeri atau dengan mengirim mereka ke luar negeri dengan tidak memandang perbedaan sistem politik dan sosial daripada negeri-negeri tempat pemuda-pemuda kita belajar.

6. Perjuangan Parlementer

Kaum Komunis Indonesia sudah lama berpendirian, bahwa jalan yang harus ditempuh oleh Rakyat Indonesia dalam menuju ke Sosialisme tidak harus persis sama dengan jalan-jalan yang sudah ditempuh oleh Rakyat Rusia, Rakyat Tiongkok atau Rakyat-rakyat negeri-negeri lainnya yang sekarang sudah menjadi keluarga kubu Sosialisme. Dalam pidato peringatan ulangtahun PKI yang ke 32 (23 Mei 1952) di Jakarta, yang diucapkan atasnama CC PKI antara lain dikatakan : bahwa ”tiap-tiap bangsa akan melalui jalannya snediri menuju ke Sosialisme berdasarkan perkembangan daripada keadaan nasionalnya, daripada keadaan politik, ekonomi dan kebudayaan”. Juga dikatakan “bahwa kelas buruh bisa memenuhi kewajiban sejarahnya dalam negara yang demokratis, dimana Parlemen dan badan-badan lainnya diperbaharui, artinya diberi isi yang benar-benar demokratis serta disusun sesuai dengan keinginan rakyat”.

Ada sementara orang yang sampai sekarang masih berpendirian, bahwa ikutnya Partai Komunis dalam pemilihan umum dan adanya fraksi PKI di dalam Parlemen hanya sekedar untuk beragitasi dan berpropaganda saja. Tetapi, tiap-tiap orang yang mengetahui pekerjaan anggota-anggota PKI di dalam parlemen, baik Parlemen sebelum pemilihan umum maupun yang sesudahnya dapat menarik kesimpulan bahwa kaum komunis bekerja dengan sungguh-sungguh di Parlemen, tidak hanya mengenai pidato-pidato di rapat-rapat pleno terbuka yang dapat didengar atau dibaca oleh publik, tetapi juga dalam rapat-rapat tertutup, di dalam rapat-rapat seksi dan bagian-bagian kaum Komunis mencurahkan perhatiannya untuk memenangkan pikiran-pikiran dan konsep-konsepnya yang maju. Semuanya ini menunjukkan bahwa PKI tidak memandang Parlemen hanya sekedar sebagai forum propaganda saja.

Dalam program PKI yang diusahakan oleh Konres Nasional ke V PKI bulan Maret tahun 1954 antara lain dikatakan bahwa “PKI telah ambil bagian dan terus akan ambil bagian yang aktif dalam perjuangan parlementer. PKI, sadar sepenuhnya akan tanggungjawab politiknya, menjalankan pekerjaan parlementer dengan penuh kesungguh-sungguhan”.

Kaum Komunis menganggap pelaksanaan pemilihan umum pada akhr tahun 1955 sebagai hasil yang penting dari perjuangan rakyat. Demikian juga anggapan dari seluruh kaum progresif Indonesia. Penyair progresif, Klara Akustia, menyambut pembentukan Parlemen baru dalam sajaknya sebagai berikut :

DPR BARU

Kalung bunga ini untukmu

Amanat harapan bangsa

 

Biarkan saja

Kegetiran yang masih kami lalui

Hadapkan dada

Ke taman bunga kasih dan harga diri

 

Jadikan saja

Dirimu dan diri bangsa sekali lagi

‘Gustus patlima

Kenikmatan satu dalam hidup dalam mati

 

Kalung bunga ini untukmu

Amanat harapan jaya

Saya tidak tahu apakah penyair-penyair di luar kubu progresif juga menyanyikan terbentuknya Parlemen baru. Yang sudah terang, kaum progresif menyambut pembentukan Parlemen baru tidak hanya dengan perhitungan-perhitungan politik, tapi juga perasaan para seniman progresif ikut menyambutnya. Seluruh kaum progresif menyatakan dalam berbagai bentuk agar Parlemen baru setia pada cita-cita Revolusi Agustus 1945, dan jika ini terjadi segala derita Rakyat tidak akan sia-sia.

Hanya orang-orang yang berkepala batu yang tetap ngotot menyatakan, bahwa kaum komunis hanya melihat satu jalan untuk mencapai tujuannya, yaitu peperangan dalam negeri. Untuk memperkuat dalilnya, mereka mengungkit-ungkit peristiwa Madiun, sesuatu yang sekarang bagi kebanyakan orang sudah jelas duduk perkara yang sesungguhnya. Bukan rahasia lagi bahwa tindakan terhadap kaum Komunis di Madiun dalam bulan September 1948 pada mulanya sama sekali tidak berdasarkan putusan Parlemen (BP KNIP), tetapi kemudian sesudah dilakukan pengejaran-pengejaran guna membasmi kaum Komunis, barulah digunakan Parlemen sebagai stempel untuk mensahkan perbuatan yang sudah dilakukan terlebih dahulu.

Selain daripada itu orang yang sedikit saja mempunyai ingatan tidak mungkin melupakan peristiwa-peristiwa sebagai berikut : ketika Pemerintah Sukiman dengan razia Agustusnya dalam bulan Agustus 1951 melemparkan panji-panji demokrasi parlementer, bukankah PKI dan tenaga-tenaga demokratis lainnya, yang memungut panji-panji tersebut dan mengibarkannya kembali? Ketika terjadi peristiwa 17 Oktober 1952, di mana sistem parlementer Indonesia mengalami krisis yang dalam, dengan adanya percobaan perebutan kekuasaan dari luar Parlemen, bukankah kaum komunis berdiri di barisan depan dalam mempertahankan sistem demokrasi parlementer? Politik PKI yang mempertahankan sistem demokrasi parlementer mendapat sokongan dari rakyat, demokrasi dapat diselamatkan, sebaliknya pemerintah Sukiman yang memperkosa demokrasi parlementer terpaksa gulung tikar dan percobaan kaum militeris pada 17 Oktober 1952 mengalami kegagalan total.

Berhubung dengan adanya dalil tentang kemungkinan peralihan ke Sosialisme lewat parlemen seperti yang dimuat di dalam laporan Central Comite PKSU kepada Kongres ke XX PKSU, maka banyak diajukan pertanyaan kepada kaum Komunis, apakah mungkin di Indonesia peralihan ke Sosialisme dicapai dengan cara damai, dengan lewat parlemen? Tiap-tiap komunis harus dapat menjawab pertanyaan ini.

Pertama-tama harus dikemukakan, bahwa soal yang dihadapi Indonesia sekarang bukanlah soal peralihan langsung ke Sosialisme. Soal Indonesia sekarang adalah soal peralihan dari keadaan sekarang ke suatu sistem kekuasaan yang demokratis, suatu kekuasaan yang dengan konsekuen melaksanakan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945, melaksanakan penghapusan kekuasaan imperialisme dan kekuasaan feodalisme sampai ke akar-akarnya serta mengadakan perubahan-perubahan demokratis. Apakah mungkin peralihan dari keadaan sekarang ke keadaan seperti yang disebutkan itu berjalan dengan damai, berjalan lewat parlemen?

Mengenai pertanyaan yang terakhir ini jawab kaum komunis adalah: itu adalah satu kemungkinan, dan kemungkinan yang dengan sekuat tenaga harus kita jadikan kenyataan. Jadi, kalau tergantung kepada kaum Komunis, maka bentuk yang sebaik-baiknya, bentuk yang ideal daripada peralihan ke sistem kekuasaan rakyat yang demokratis, yaitu tingkat persiapan ke sistem sosialis, adalah bentuk yang damai, bentuk yang parlementer. Jadi jika tergantung pada kaum Komunis, jalan damailah yang dipilih, karena kaum komunis memang bukan pembunuh.

Sekarang timbul pertanyaan, apakah golongan-golongan dan partai-partai lain akan membiarkan peralihan ke sistem kekuasaan rakyat secara damai, secara parlementer? Pertanyaan inilah yang harus dijawab oleh partai-partai lain sebelum menuduh yang bukan-bukan terhadap kaum komunis. Kaum komunis tidak mengetahui semua yang sedang dipikirkan dan sedang direncanakan oleh kaum reaksioner, oleh karena itu kaum komunis harus senantiasa waspada dan tidak henti-hentinya membikin rakyat waspada terhadap rencana-rencana busuk daripada kaum reaksioner. Yang sudah terang, kaum reaksioner bermaksud jelek terhadap rakyat.

Pengalaman di Guyana, pengalaman di Guatemala, pengalaman di Pakistan Timur dan pengalaman di Indonesia sendiri dengan pemerintah Hatta dan pemerintahan Sukiman, menunjukkan bahwa bukan kaum Komunis, bukan kaum revolusioner, bukan kaum progresif yang tidak mau mencapai tujuan politiknya dengan melewati parlemen. Sebaliknya, adalah kaum reaksioner, adalah kaum kepala batu, adalah kaum komprador dan tuan tanah yang bersekongkol dengan kaum imperialis yang kuatir melihat kemajuan-kemajuan gerakan rakyat dan kemajuan-kemajuan partai Komunis, yang ketakutan bahwa parlemen dan badan-badan negara lainnya dapat diberi isi yang benar demokratis serta disusun sesuai dengan keinginan Rakyat. Karena kuatir pada kekuatan rakyat maka mereka menjadi nekad, mereka melemparkan panji-panji demokrasi parlementer dan bertindak dengan “tangan besi”.

Kaum komunis harus waspada dan harus senantiasa mempersiapkan diri dan mempersiapkan rakyat di segala lapangan agar kaum reaksioner tidak bisa menghalangi keinginan rakyat untuk mencapai perubahan-perubahan sosial yang fundamental secara damai, secara parlementer. Tindakan sewenang-wenang kaum reaksioner terhadap rakyat dan partai Komunis hanya dapat dipatahkan dengan kekuatan rakyat yang lebih besar daripada kekuatan kaum reaksioner dan dengan pimpinan yang teguh dari Partai Komunis yang bersatu dengan partai-partai demokratis lainnya.

Satu hal yang sederhana perlu diperingatkan, yaitu, jika kita ingin mengadakan peralihan ke keadaan yang lebih baik secara damai, secara parlementer, maka pertama-tama parlemennya harus ada. Anak kecil bisa mengerti, bahwa peralihan lewat parlemen tidak mungkin jika parlemennya tidak ada. Jadi satu kewajiban yg penting dari kaum komunis, kaum demokrat dan patriot-patriot sekarang adalah melawan tiap-tiap kekuatan yang ingin menghapuskan Parlemen, melawan percobaan-percobaan yang mau membikin Undang-undang Pemilihan yang tidak demokratis daripada yang sudah kita punyai sekarang.

Dalam program PKI juga dikatakan “bahwa perjuangan parlementer saja tidaklah cukup untuk mencapai tujuan membentuk suatu pemerintah demokrasi Rakyat”. Ini adalah satu kebenaran, karena pekerjaan PKI bukan pekerjaan parlementer saja, tetapi juga dan terutama pekerjaan-pekerjaan di kalangan massa kaum buruh, kaum tani, intelegensia, dan massa pekerja serta massa demokratis lainnya. Jadi pada pokoknya, pekerjaan PKI adalah mengubah imbangan kekuatan antara kaum imperialis, kelas tuan tanah dan burjuasi komprador di satu pihak, dan kekuatan rakyat di pihak lain dengan jalan membangkitkan, memobilisasi dan mengorganisasi massa. Inilah syarat untuk mewujudkan kepercayaan massa terhadap pimpinan politik kelas buruh yang dipimpin oleh pelopornya, sebagai syarat mutlak untuk peralihan ke sistem kekuasaan rakyat yang demokratis. Selama pimpinan politik ada di tangan burjuasi atau lebih-lebih jika di tangan tuan tanah (Ralat: "di tangan tuan tanah" mestinya "di tangan komprador dan tuan tanah), adalah tidak pada tempatnya untuk mengatakan adanya peralihan ke sistem kekuasaan Rakyat atau Sosialisme, walaupun dalam kekuasaan yang sedang berlaku ada parlemen dan ada didirikan beberapa industri berat di sana-sini.

7. Pemerintah koalisi nasional

Dalam rangka program tuntutan sekarang, mengenai bentuk pemerintahan yang diperjuangkan oleh PKI adalah Pemerintahan Koalisi Nasional, yaitu pemerintah demokrasi lama yang agak maju. Keadaan sekarang menempatkan rakyat Indonesia dalam kedudukan sebagai berikut: di satu pihak belum ada syarat untuk membentuk pemerintah rakyat yag demokratis yang bersedia dengan konsekuen melaksanakan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus sampai keakar-akarnya, tetapi di pihak lain PKI dan seluruh kaum progresif tidak suka jika terbentuk pemerintah yang reaksioner. Oleh karena itulah, dalam keadaan sekarang PKI menyetujui pembentukan suatu pemerintah demokrasi lama yang agak maju.

Diajukannya semboyan tentang pembentukan Pemerintah Koalisi Nasional oleh PKI dalam kampanye pemilihan umum dan waktu pembentukan kabinet Ali Sastroamidjojo ke 2 tidak hanya menunjukkan kesediaan kaum komunis untuk ikut bertanggungjawab terhadap segala keadaan di Indonesia bersama-sama dengan partai-partai lain, tetapi ia juga menunjukkan kesunggguhan kaum komunis dalam memperjuangkan persatuan nasional.

Diajukannya slogan tentang pembentukan Pemerintah Koalisi Nasional, artinya pemerintah di mana duduk kaum komunis, dipandang oleh massa sebagai sesuatu yang tepat dan adil. Pengalaman di sekitar pembentukan kabinet Ali Sastroamidjojo ke 2 menunjukkan bahwa slogan tentang pembentukan Pemerintah Koalisi nasional sudah diterima oleh massa yang luas, tidak hanya massa kaum buruh, kaum tani, burjuasi kecil kota dan intelektual revolusioner, tetapi juga slogan ini sudah diterima oleh sebagian dari pemimpin-pemimpin partai-partai tengah. Jika dalam pembentukan pemerintah Ali Sastroamidjojo ke 2 kaum komunis tidak ikut, itu adalah terutama karena politik kepala batu dari sebagian pemimpin-pemimpin Masyumi dan karena intrik-intrik dari wakil-wakil kaum imperialis yang ada di Indonesia, jadi bukan karena slogan mengenai pembentukan Pemerintah Koalisi nasional tidak tepat.

Umum sudah mengetahui, bahwa walaupun PKI tidak ikut dalam kabinet, tetapi karena program pemerintah Ali Sastroamidjojo ke 2 pada umumnya dapat dikatakan agak maju, maka PKI menyokong pemerintah ini agar ia dapat melaksanakan bagian-bagian yang maju daripada programnya. Ini menunjukkan sifat daripada politik PKI yang mendasarkan diri pada prinsip dan tidak pada soal dapat atau tidaknya kursi dalam pemerintahan.

Mungkin ada yang bertanya, apakah hakekat daripada Pemerintah Koalisi Nasional yang sekarang diperjuangkan oleh PKI? Pemerintah Koalisi Nasional yang sekarang diperjuangkan PKI pada hakekatnya adalah pemerintah demokrasi lama, tetapi di mana semua kelas revolusioner, termasuk proletariat yang diwakili oleh PKI, ikut didalamnya. Tetapi, ikutnya satu atau beberapa komunis dalam pemerintahan tidak mengubah watak demokrasi lama daripada pemerintah.

Suatu pemerintah bisa dinamakan pemerintah koalisi nasional jika ia memenuhi dua syarat : (1) program yang mewakili kepentingan rakyat dan (2) semua kelas revolusioner ikut didalamnya, termasuk proletariat. Jika tidak memenuhi 2 syarat ini maka bukanlah Pemerintah Koalisi Nasional, pemerintah yang mewakili semua kelas revolusioner. Pemerintah koalisi nasional ada 2 macam, yaitu demokrasi baru dan demokrasi lama. Yang dituntut oleh PKI berdasarkan program tuntutan sekarang adalah Pemerintah Koalisi Nasional yang bersifat demokrasi lama, dan yang dituju PKI berdasarkan Program Umumnya adalah pemerintah koalisi nasional yang berdasarkan demokrasi baru.

Mungkin ada orang yang bertanya : bagaimana sikap PKI selanjutnya terhadap kabinet Ali Sastroamidjojo ke 2, yang bukan pemerintah koalisi nasional, karena didalamnya tidak duduk PKI sebagai wakil proletariat, sebaliknya elemen-elemen kepala batu duduk didalamnya? Sebagaimana sudah dikatakan di atas, PKI dapat menyokong program kabinet Ali Sastroamidjojo ke 2, tetapi PKI tidak yakin bahwa komposisi kabinet akan dapat melaksanakan programnya dengan sungguh-sungguh. Oleh karena itu, sikap PKI menyokong kabinet Ali Sastroamidjojo disertai dengan kewaspadaan yang setinggi-tingginya terhadap kemungkinan-kemungkinan sabotase-sabotase dari orang-orang yang berkepala batu yang duduk dalam pemerintah.

Tidak duduknya PKI dalam kabinet Ali Sastroamidjojo mempunyai dua arti. Pertama, Masyumi berhasil mencegah terbentuknya persatuan nasional yang lebih kuat dengan tidak bulatnya persatuan itu dicerminkan dalam kabinet Ali Sastroamidjojo ke 2. kedua, tidak ikutnya PKI dalam kabinet Ali Sastroamidjojo berarti bahwa PKI hanya bertanggungjawab terhadap rakyat mengenai tindakan-tindakan yang maju daripada pemerintah, karena PKI hanya menyokong programnya yang maju. Sedangkan mengenai tindakan-tindakan pemerintah yang merugikan rakyat, PKI tidak mungkin dipersalahkan karena PKI tidak duduk dalam pemerintah dan PKI tidak menyokong duduknya orang-orang berkepala batu dalam kabinet.

Bagaimana selanjutnya, apakah PKI akan terus menuntut pembentukan Pemerintah Koalisi Nasional? Ya, pada krisis-krisis kabinet, PKI akan menuntut terbentuknya Pemerintah Koalisi Nasional, karena ini adalah sebagian daripada perjuangan PKI untuk memperkuat persatuan nasional dan menunjukkan kesediaan PKI untuk ikut bertanggungjawab terhadap semua keadaan rakyat dan bangsa Indonesia.

Tetapi, tentang ikut atau tidak ikutnya PKI tergantung kepada 2 soal: pertama, program yang mewakili kepentingan rakyat; kedua, komposisi kabinet yang sanggup menjamin pelaksanaan program. Walau diajak sekalipun, PKI pasti tidak akan mau ikut dalam kabinet yang programnya merugikan rakyat, dan juga belum tentu akan ikut dalam kabinet yang meskipun programnya maju tetapi komposisinya tidak menjamin pelaksanaan daripada programnya.

Dalam hal tidak ikut dalam kabinet, sikap PKI ada 2 macam. Pertama, PKI menyokong dengan syarat-syarat jika programnya maju, tetapi komposisinya tidak meyakinkan akan dpt melaksanakn program; kedua, adalah beroposisi jika programnya reaksioner atau sangat tidak memenuhi tuntutan-tuntutan politik dan ekonomi yang paling minimum pada waktu yang tertentu.

8. Masalah suku bangsa dan minoritas keturunan asing

Indonesia adalah negara kesatuan, di samping terdiri dari banyak pulau juga terdiri dr banyak suku bangsa, ada suku bangsa yang besar dan banyak yang kecil, mulai dari yang puluhan juta sampai yang hanya beberapa ribu orang. Masalah suku-suku bangsa ini harus mendapat pemecahan. Pemecahan masalah ini hanya mungkin jika memakai politik hak sama bagi semua suku bangsa, tidak perduli suku bangsa besar atau kecil.

Pelaksanaan daripada politik hak sama bagi semua suku bangsa adalah politik hak otonomi bagi suku bangsa suku bansa di bawah pemerintah pusat yang bersifat kesatuan. Hak otonomi berarti hak mengurus soal-soal sendiri bagi suku-suku bangsa, misalnya berhak mengurus soal-soal politik dan ekonomi dalam lingkungan suku bangsa masing-masing, berhak memakai bahasa masing-masing di samping bahasa Indonesia dan berhak mengembangkan kebudayaan masing-masing. Politik otonomi suku bangsa inilah satu-satunya politik yang dapat memecahkan masalah suku-suku bangsa.

Kenyataan sekarang menunjukkan bahwa soal otonomi yang sekarang banyak dibicarakan bukanlah otonomi yang berdasarkan sukubangsa, akan tetapi berdasarkan daerah administratif dan disebut “otonomi daerah”. Pembagian adminstratif pemerintahan sekarang pada pokoknya masih meneruskan pembagian adminstratif jaman kolonial dahulu. Dalam rangka program tuntutan-tuntutan sekarang, PKI dapat menyetujui “otonomi daerah”, jadi belum otonomi suku bangsa, asal untuk daerah-daerah itu diadakan pemilihan DPRD-DPRD secara demokratis, dan dibentuk DPD-DPD berdasarkan perwakilan berimbang. Tetapi ini adalah pemecahan sementara selama belum dapat dibentuk otonomi-otonomi berdasarkan suku bangsa.

Jadi, kita tidak boleh berhenti sampai pada “otonomi daerah” saja. Bersamaan dengan menerima “otonomi daerah”, kita harus menyelidiki dan menyimpulkan persoalan-persoalan suku-suku bangsa, misalnya soal batas-batas daerah di mana sesuatu suku bangsa hidup, soal kesatuan bahasa dan kebudayaan daripada tiap-tiap suku bangsa dsb. Berdasarkan hasil-hasil penyelidikan dan kesimpulan ini berangsur-angsur kita mendirikan otonomi-otonomi berdasarkan suku bangsa, sesuai dengan keinginan suku-suku bangsa dan sesuai dengan kepentingan seluruh bangsa.

Dalam memecahkan masalah suku bangsa kita harus mencegah timbulnya perasaan tinggi hati pada suku bangsa yang besar, kita harus mencegah sukubangsa-besar-isme. Juga kita harus mencegah suku bangsa yang besar dan yang sudah lebih maju memandang rendah suku-sukubangsa sainnya dan memaksakan keinginannya sekalipun mungkin dengan maksud untuk memajukan suku-suku bangsa lainnya itu. Pendeknya, tiap-tiap suku bangsa harus maju dengan tiada paksaan dari suku bangsa lain. Suku bangsa yang sudah maju harus mempunyai perasaan berkewajiban membantu suku-suku bangsa lain, tetapi pelaksanaan daripada kewajiban ini tidak boleh dengan memaksa. Sukubangsa yang besar harus menghormati sukubangsa yang kecil. Jikalau ada kekurangan-kekurangan di dalam perkerjaan mengatur negeri maka yang pertama-tama harus mengadakan self-kritik adalah suku bangsa yang besar dan sudah maju.

Di kalangan suku-suku bangsa kecil kita harus mencegah timbulnya sukubangsa-isme yang sempit, yang sifatnya tidak mau menerima segala sesuatu dari suku bangsa yang lain. Sukubangsa-isme sempit membikin lambat kemajuan suku bangsa itu sendiri. Di samping itu sukubangsa-isme sempit mudah digunakan oleh kaum imperialis untuk mengadu domba antara suku-suku bangsa dan untuk memecah-belah persatuan rakyat Indonesia. Ini berarti memecah belah dan sangat memperlemah kedudukan Republik Indonesia yang bersifat kesatuan. Juga perasaan merasa kecil-diri harus dicegah di kalangan suku bangsa tersebut, karena perasaan ini juga merupakan perintang bagi kemajuan suku-suku bangsa yang bersangkutan.

Di samping masalah suku-suku bangsa ada lagi masalah lain yang hampir sama persoalannya, yaitu masalah minoritas keturunan asing, misalnya keturunan Arab, Eropa, dan Tionghoa. Golongan minoritas ini berbeda dengan suku-suku bangsa karena minoritas keturunan asing ini walaupun mempunyai bahasa dan kebudayaan sendiri, tetapi tidak mempunyai daerah tempat tinggal yang tertentu. Oleh karena itu pemecahan masalah minoritas keturunan asing lebih sukar. Tetapi ini tidak berarti bahwa soal ini tidak bisa dipecahkan. Pemecahan soal ini juga hanya bisa dengan politik hak-sama, yaitu hak sama bagi semua warga negara. Jadi soalnya adalah, dengan konsekuen menjalankan apa yang tercantum dalam UUD tentang hak-sama bagi semua warga negara.

Berhubung dengan pemecahan masalah minoritas keturunan asing, di satu pihak harus dicegah timbulnya nasionalisme sempit di kalangan minoritas warga negara “bumiputera”. Yang terakhir ini harus menghormati minoritas warga negara keturunan asing. Di pihak lain harus dihilangkan rasa superior (tinggi hati) di golongan atas daripada minoritas keturunan asing yang di jaman penjajahan memang dipupuk oleh kaum penjajah untuk dapat diadu-domba dengan mayoritas “bumiputera”. Pendidikan patriotisme Indonesia, pendidikan cinta tanah air dan cinta rakyat Indonesia, harus diperdalam dan diperluas di kalangan minoritas keturunan asing. Ini tidak berarti bahwa pendidikan patriotisme Indonesia di kalangan warga negara “bumiputera” sudah tidak diperlukan.

9. Masalah kebudayaan, pendidikan dan inteligensia

Masalah kebudayaan harus kita kupas dengan pisau yang bermata dua. Di satu pihak sasaran kita adalah pikiran yang mau menolak semua yang datang dari luar dan di pihak lain sasaran kita pikiran yang tidak menghargai kebudayaan kuno kita sendiri. Kita memang harus menolak kebudayaan reaksioner yang datang dari luar negeri, karena kebudayaan ini tidak ilmiah dan meracuni pikiran rakyat. Tetapi, kebudayaan dari luar yang progresif, yang ilmiah dan kerakyatan harus kita terima sebanyak-banyaknya untuk memajukan kebudayaan kita sendiri. Dalam menerima kebudayaan asing kita tidak menjiplak, tetapi mengolah dan menyesuaikannya dengan kebutuhan rakyat Indonesia. Kebudayaan kuno kita yang progresif, yang ilmiah dan yang kerakyatan harus terus kita kembangkan, tetapi yang reaksioner, yang tidak ilmiah dan tidak kerakyatan, tidak seharusnya kita pupuk dan kita kembangkan. Dalam menerima kebudayaan asing dan dalam mengembangkan kebudayaan kuno kita harus kritis. Kita harus mengambil dan mengembangkan kebudayaan yang sesuai dengan kebutuhan rakyat dan harus menolak dan tidak melanjutkan yang bertentangan dengan kebutuhan rakyat. Tujuan kita adalah untuk menciptakan kebudayaan rakyat Indonesia Baru.

Untuk menciptakan kebudayaan rakyat Indonesia baru kita banyak membutuhkan pendidik-pendidik dan guru-guru yang bersemangat kerakyatan. Kita membutuhkan banyak sarjana, teknikus, insinyur, dokter, ahli, wartawan, sastrawan, penulis, dalang dan seniman-seniman rakyat serta pekerja-pekerja kebudayaan rakyat lainnya. Permintaan PKI kepada semua pekerja kebudayaan adalah supaya mereka dengan setia mencintai tanah air dan rakyat. Permintaan PKI kepada rakyat dan pemerintah adalah supaya menghargai pekerja-pekerja kebudayaan kita dan menghargai jasa-jasa mereka. Mereka adalah kekayaan rakyat yang berharga. Indonesia baru yang merdeka, bersatu, demokratis, maju dan makmur tidak mungkin dicapai dengan tiada pekerja-pekerja kebudayaan yang bersemangat kerakyatan, sebaliknya pekerja-pekerja kebudayaan tidak mungkin berkembang dan mekar jika tidak ada Indonesia baru, di mana rakyat adalah satu-satunya sumber kekuasaan.

Sejarah perjuangan rakyat Indonesia membuktikan bahwa semangat kerakyatan terdapat cukup besar di kalangan kaum intelektual dan para seniman Indonesia, ini misalnya dibuktikan oleh sejarah perguruan nasional. “Taman Siswa” dan “Perguruan Rakyat”. Pamong-pamong daripada perguruan-perguruan ini, yang di samping kaum intelektual juga terdiri dari seniman-seniman, tidak hanya menunjukkan bahwa mereka mempunyai semangat kerakyatan yang kuat, tetapi juga berani hidup menderita untuk mendidik anak-anak rakyat dan untuk memperjuangkan cita-cita rakyat.

Salah satu pekerjaan yang terpenting dalam meninggikan tingkat kebudayaan rakyat adalah pekerjaan memberantas buta huruf di kalangan rakyat yang masih berpuluh-puluh juta jumlahnya dan mengadakan wajib-belajar yang cuma-cuma sampai tamat Sekolah Rakyat.

IV. Persatuan Dalam Partai Adalah Syarat Mutlak Untuk Melaksanakan Tugas-tugas Partai

Kawan-kawan,

Dalam bagian pendahuluan laporan ini dikatakan, bahwa selama hampir satu tahun sejak sidang pleno Central Comite ke III, Partai kita sudah melakukan banyak pekerjaan dan sudah dapat mengatasi banyak kesukaran, tetapi dalam keadaan seperti sekarang ini masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan oleh partai kita dan masih banyak kesukaran yang harus diatasi.

Selama masa tersebut di atas kita sudah mencapai hasil-hasil dalam melaksanakan tugas-tugas yang ditetapkan dalam sidang pleno Central Comite ke III, yaitu tugas memenangkan partai dan front persatuan dalam pemilihan umum dan tugas mengembangkan kritik dari bawah serta meninggikan tingkat ideologi daripada Partai. Sukses-sukses yang sudah kita capai ini harus kita anggap sebagai pangkalan dari mana kita bertolak untuk menuju sukses-sukses baru. Sukses-sukses yang sudah dicapai harus kita kembangkan secara maksimal.

Partai kita sekarang menghadapi pekerjaan yang tidak kalah beratnya daripada yang sudah kita kerjakan. Kita harus terus memperbaiki pekerjaan kita di kalangan kaum tani, menyempurnakan pekerjaan di kalangan kaum buruh, bekerja lebih sungguh-sungguh di kalangan pemuda, wanita, intelegensia dan massa pekerja lainnya. Kita harus bekerja lebih baik di dalam Parlemen dan harus lebih pandai mengoorkinasi pekerjaan-pekerjaan parlementer dengan pekerjaan-pekerjaan di luar Parlemen. Kita harus berjuang keras untuk memenangkan Partai dan kekuatan-kekuatan demokratis lainnya dalam pemilihan untuk DPRD-DPRD, kita harus memenangkan konsep kenegaraan daripada Revolusi Agustus 1945 dalam sidang-sidang Dewan Konstituante yang akan datang. Di atas segala-galanya kita harus terus memperkuat persatuan nasional dan mengkonsolidasi Partai di lapangan ideologi, politik dan organisasi.

Walaupun berdasarkan hasil-hasil pemilihan Dewan Konstituante kekuatan-kekuatan yang menentang konsep kenegaraan Revolusi Agustus sudah gagal, tetapi bukanlah sudah hilang sama sekali kemungkinan bagi kaum reaksioner untuk menentang sifat-sifat demogratis dan kerakyatan daripada Undang-undang Dasar Republik Indonesia yang akan dibikin oleh Dewan Konstituante nanti. Untuk memenangkan di dalam Dewan Konstituante nanti konsep Undang-undang Dasar yang demokrasi dan kerakyatan, sesuai dengan semangat dan tujuan Revolusi Agustus, partai kita harus bekerja lebih keras. “Panitia PKI Parancang Konstitusi Republik Indonesia” yang dibentuk dalam Sidang Pleno Central Comite ke II sudah bekerja dan sebagian dari hasil pekerjaannya, yang berupa pokok-pokok pikiran mengenai Undang-undang Dasar Republik Indonesia, sudah dapat kita gunakan sebagai bahan kampanye untuk pemilihan Konstituante yang lalu. Tetapi masih banyak yang harus dikerjakan oleh Panitia ini dalam membantu Central Comite dan seluruh Partai kita untuk memenangkan konsep kenegaraan Revolusi Agustus.

Sesudah mengadakan perjuangan yang berat dan sengit untuk memenangkan Partai dalam dua pemilihan umum yang lalu dan untuk mengatasi berbagai kesukaran, maka kewajiban kita yang terpenting sekarang adalah memeriksa kembali barisan Partai, mencari dan menemukan kelemahan-kelemahan Partai agar dapat melikuidasi kelemahan-kelemahan itu dan dapat memperbaiki serta memperkokoh partai.

Partai kita sekarang sudah menjadi Partai Komunis yang besar yang mempunyai anggota dan calon-anggota lebih dari satu juta. Tidak banyak Partai Komunis yang besar di dunia, dan di dalam jumlah yang tidak banyak itu termasuk PKI. Seharusnyalah tiap-tiap Komunis Indonesia merasa bangga dan merasa mendapat kehormatan menjadi salah seorang anggota PKI yang besar. Partai yang sejak berdirinya selalu berdiri di garis paling depan dalam perjuangan yang adil dari bansa dan rakyat Indonesia untuk kemerdekaan nasional, dalam membela kepentingan sehari-hari daripada kelas buruh dan seluruh rakyat pekerja, dalam menggali dan mengembangkan kebudayaan yang tinggi dan tradisi yang revolusioner dari Rakyat Indonesia yang jaya. Kemenangan PKI dalam pemilihan-pemilihan umum yang lalu telah mengubah pandangan orang terhadap partai kita. Sekarang sikap Partai kita mengenai tiap soal diharapkan orang dan diperhatikan orang, sedangkan orang-orang yang progresif mengharapkan tuntutan lebih banyak dari Partai kita. Oleh karena itu, menjadi anggota Partai Komunis yang besar harus diartikan bertambah besarnya tanggungjawab terhadap bangsa dan rakyat, bertambah banyaknya pekerjaan dalam membela kepentingan sehari-hari daripada rakyat, bertambah besarnya keberanian, kewaspadaan, ketabahan, kebijaksanaan dan keuletan yang harus dimiliki.

Sesudah kita menjalankan rencana-rencana perluasan keanggotaan dan organisasi Partai, sehingga Partai kita sekarang menjadi Partai yang besar, maka pekerjaan di lapangan organisasi yang sangat mendesak sekarang ini adalah mengkonsolidasi hasil-hasil rencana peluasan itu. Kita harus bisa mengorganisasi dan mendidik anggota-anggota Partai kita yang sudah berjumlah lebih dari 1 juta itu. Untuk ini pembagian tiap anggota dalam grup dan menghidupkan grup itu menjadi syarat mutlak. Para calon-anggota yang sudah melalui masa-calonnya dengan baik, harus ditingkatkan menjadi anggota.

Untuk dapat mengorganisasi jumlah anggota yang sudah banyak itu, dan untuk bisa lebih memenuhi tugas memimpin perjuangan Rakyat, maka Comite-Comite Partai dengan segala Bagian-bagiannya harus lebih diaktifkan dan diperteguh lagi. Untuk ini Konferensi-konferensi dan rapat-rapat anggota untuk memilih anggota-anggota Comite dan Kepala Grup harus ditepati sesuai dengan Konstitusi Partai dan harus dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Dengan menepati ketentuan-ketentuan dalam Konstitusi Partai mengenai Konferensi-konferensi dan rapat-rapat periodik dari Comite dan dari grup, maka hal ini sekaligus berarti mengembangkan demokrasi intern Partai dengan lebih baik lagi.

Sebagai syarat untuk melaksanakan pekerjaan partai yang semakin luas dan besar ini, maka masalah keuangan menjadi masalah yang lebih penting lagi. Untuk ini pengumpulan uang iuran harus dikerjakan dengan lebih rapi lagi, begitu juga usaha memperluas donasi dan usaha-usaha yang produktif.

Sebagaimana sudah disimpulkan dan ditetapkan dalam Kongres Nasional ke V tugas-tugas urgen yang pokok daripada Partai sekarang adalah tugas menggalang front persatuan nasional di samping tugas meneruskan pembangunan Partai, dua tugas yang satu dengan lainnya tidak bisa dipisah-pisahkan. Oleh karena itu adalah sangat penting bahwa Partai kita bersatu pikiran mengenai front persatuan nasional dan meletakkan titik berat pendidikan di dalam Partai mengenai soal ini. Satunya pikiran kita mengenai front persatuan nasional akan sangat membantu dalam meneruskan pekerjaan membangun Partai. Perlunya pendidikan tentang front persatuan nasional lebih dirasakan lagi karena masih ada anggota Partai, berhubung dengan berbagai sebab, tidak menyetujui atau kurang meyakini benarnya politik persatuan. Ini misalnya dibuktikan oleh siaran kawan Alimin tertanggal 25 Maret 1956, siaran yang sudah dijawab dan dikritik oleh Sekretariat Central Comite tertanggal 3 Juni 1956. Tetapi bukanlah karena ada siaran kawan Alimin ini maka kita perlu menitikberatkan pendidikan dalam Partai mengenai front persatuan. Ada atau tidak ada siaran kawan Alimin, pendidikan di dalam Partai harus dititikberatkan pada front persatuan, karena kemenangan rakyat Indonesia adalah tergantung pada berhasilnya penggalangan front persatuan. Tidak ada front persatuan berarti tidak ada kemenangan bagi rakyat Indonesia. Maka itu kita harus setia pada politik front persatuan nasional yang harus kita lakukan secara aktif, dengan kesupelan yang maskimal dan dengan sopan santung.

Tetapi Partai kita tidak hanya harus bersatu mengenai front persatuan. Partai kita juga harus bersatu dalam soal-soal lain. Persatuan di dalam Partai hanya mungkin jika didasarkan atas persatuan pikiran, persatuan ideologi, yaitu pikiran atau ideologi Marxisme-Leninisme. Hanya jika ada persatuan pikiran dari orang-orang Komunis, barulah ada persatuan yang sungguh-sungguh di dalam politk dan organisasi Partai Komunis, barulah ada persatuan di dalam aksi-aksi rakyat yang dipimpin oleh Partai Komunis.

Persatuan dalam pikiran tidak jatuh dari langit atau tumbuh dari bumi. Tiap-tiap Komunis ketika ia disahkan menjadi anggota PKI memang sudah menerima Konstitusi dan Program Partai berarti menerima pendirian, pandangan dan metode kelas buruh. Tetapi tidak boleh dilupakan, bahwa mereka berasal dari bermacam-macam kelas, bahwa lingkungan keluarga mereka sekarang juga bermacam-macam dan bahwa tingkat kebudayaannya serta pengalaman revolusionernya berbeda-beda. Maka tidak heran, bahwa masih terdapat dan terus akan terdapat bermacam-macam pikiran di kalangan kaum Komunis. Jadi, soal persatuan dalam pikiran di kalangan kaum komunis adalah soal pendidikan bagi seluruh anggota Partai. Oleh karena itulah dalam sidang ini pada tempatnya kita mendiskusikan dan memutuskan soal-soal pokok mengenai tingkat-tingkat dan bentuk-bentuk pendidikan yang harus diadakan berhubung dengan tidak samanya tingkat kebudayaan dan pengalaman revolusioner anggota-anggota Partai, berhubung dengan isi daripada pendidikan dan berhubung dengan soal menghubungkan teori Marxisme-Leninisme dengan praktek revolusi Indonesia. Berdasarkan pengalaman-pengalaman kita mengenai pendidikan dalam Partai di masa yang lalu dan berdasarkan kemungkinan-kemungkinan yang ada kita membikin rencana pendidikan kita.

Dalam rencana pendidikan kita harus dimasukkan soal pendidikan untuk calon-calon anggota yang masih buta huruf, soal mendirikan Sekolah-sekolah Politik untuk calon-calon anggota dan anggota-anggota baru yang diselenggarakan oleh Comite-Comite Resort, soal mendirikan Sekolah-sekolah Partai yang diselenggarakan oleh Central Comite dan Comite-comite Daerah Besar, soal mendirikan Kursus-kursus Partai yang diselenggarakan oleh Comite-comite Seksi dan Subseksi. Demikian juga soal Konferensi-konferensi teori dan seminar-seminar, soal pendidikan untuk kader-kader tinggi dan soal mempelajari tulisan-tulisan klasik Marxisme-leninisme.

Central Comite mempunyai pengalaman dalam menyelenggarakan Sekolah Partai dan Comite-comite bawahan mempunyai pengalaman tentang menyelenggarakan Kursus-kursus Partai. Pengalaman-pengalaman ini harus disimpulkan dan digunakan untuk memperbaiki pendidikan dalam Partai selanjutnya.

Salah satu pengalaman dalam menyelenggarakan Sekolah-sekolah dan Kursus-kursus Partai adalah bahwa mata pelajaran terlalu banyak dan bahwa pendidikan tidak digabungkan dengan tugas-tugas kongkrit daripada Partai. Akibatnya ialah, bahwa kader-kader yang tamat Sekolah atau Kursus Partai tidak tahu menggunakan pengetahuan yang sudah mereka terima dalam pekerjaan mereka sehari-hari. Oleh karena itu, di waktu-waktu yang akan datang mata pelajaran untuk Sekolah dan Kursus Partai supaya dibatasi pada yang sangat perlu dan supaya dihubungkan dengan tugas-tugas kongkrit daripada Partai, misalnya mata pelajaran tentang sejarah perkembangan masyarakat, tentang soal-soal pokok revolusi Indonesia, tentang pembangunan Partai dan tentang front persatuan nasional. Mengenai soal-soal lain yang dianggap perlu bisa diadakan dalam bentuk ceramah.

Pengalaman yang lain dalam menyelenggarakan Sekolah-sekolah dan Kursus-kursus Partai adalah, bahwa para pendidik dan propagandis kita tidak memberikan semangat Komunis dan pandangan dunia Komunis kepada para siswa. Dalam kelas sering terdapat semangat anak sekolah atau semangat murid, bukan semangat pejuang revolusioner. Hal ini harus diatasi! Sekolah-sekolah dan Kursus-kursus Partai kita bukan mendidik anak-anak sekolah atau murid-murid, tetapi mendidik pejuang-pejuang revolusioner. Yang terpenting bukannya mengajarkan huruf dan teks yang bisa dilupakan, tetapi memberikan semangat dan pandangan-dunia Komunis yang tidak bisa dilupakan. Pendidikan harus membikin anggota-anggota Partai dalam keadaan bagaimana pun tetap yakin, bahwa jalan revolusioner yang sudah dipilihnya adalah jalan yang setepat-tepatnya, jalan hidup baru untuk masyarakat baru.

Ada kalanya situasi politik berkembang dengan sangat cepat di negeri  kita. Dalam keadaan demikian pendidikan tentang situasi kepada seluruh anggota dan calon-anggota Partai adalah sangat penting. Bahan untuk pendidikan situasi adalah harian-harian Partai, resolusi-resolusi serta dokumen-dokumen lainnya daripada partai. Hanya dengan adanya pendidikan tentang situasi anggota-anggota partai bisa mengetahui situasi secara tepat, dan hanya jika mereka mengetahui situasi secara tepat mereka bisa memberikan pimpinan kepada massa secara cepat pula. Ceramah tentang situasi harus mendapat tempat yang khusus di dalam Sekolah-sekolah dan Kursus-kursus Partai. Tetapi, pendidikan tentang situasi saja tentu tidak cukup, ia harus dihubungkan dengan program umum Partai, karena hanya dengan mengerti program umum Partai tiap-tiap anggota bisa mengetahui dalam tingkat revolusi bagaimana ia berada dan kemana revolusi menuju.

Jadi jelaslah, bahwa kita harus dengan rapat menggabungkan pendidikan partai dengan tugas partai dalam masa yang tertentu. Pendidikan dalam Partai harus dipandang sebgai persiapan ideologis dan sebagai usaha untuk menghilangkan rintangan-rintangan ideologis agar tugas Partai dpt dilaksanakan dengan baik. Cara belajar harus dihubungkan dengan praktek, harus dengan konsekuen menentang dogmatisme, karena hanya dengan demikian tiap-tiap anggota tahu tingkat revolusi dan kemana revolusi menuju.

Menganai isi pelajaran adalah tidak sama berhubung dengan keadaan-keadaan kongrit yang berbeda, tetapi hakekatnya adalah tetap, yaitu pendidikan tentang prinsip-prinsip fundamental marxisme-Leninisme, dan pendidikan mempertahankan pendirian, pandangan dan metode kelas buruh. Pendidikan semacam ini harus dilakukan dengan mengadakan perlawanan terhadap segala macam ideologi yang tidak sah, misalnya menentang kecenderungan ke kiri dan ke kanan dalam front persatuan, menentang ilusi bahwa dengan perjuangan parlementer saja tuntutan-tuntutan revolusi nasional dan demokratis dpt dilaksanakan sampai ke akar-akarnya, menentang ideologi tuan tanah dan burjuis di kalangan anggota-anggota Partai. Semuanya ini dinamakan melaksanakan pendidikan Marxisme-Leninisme dan melaksanakan pendidikan tentang pendirian, pandangan dan metode kelas buruh dengan melalui perjuangan.

Pendidikan harus kita mulai dengan mendidik kader-kader tinggi daripada Partai karena mereka adalah tulang punggung dalam melaksanakan Tugas-tugas Partai. Dengan tiada tulangpunggung yang terdiri dari kader-kader tinggi Partai yag menguasai prinsip-prinsip fundamental Marxisme-Leninisme, yang mempunyai pendirian, pandangan serta metode kelas yang tepat tidak mungkin kita melawan ideologi-ideologi yang tidak sah di dalam Partai, tidak mungkin kita mendidik seluruh anggota Partai dan tidak mungkin ada kesatuan dalam Partai di lapangan ideologi, politik dan organisasi. Di sinilah pentingnya Sekolah-sekolah Partai yang diselenggarakan oleh Central Comite dan oleh Comite-comite Daerah Besar.

Pada waktu-waktu yang tertentu di dalam Partai harus diadakan gerakan pembetulan utuk mengatasi pikiran-pikiran burjuis kecil yang berkedok Marxisme-Leninisme, pikiran-pikiran subjektivisme dan sektarisme. Gerakan demikian ini harus diikuti oleh seluruh anggota Partai sekarang gerakan demikian itu sedang kita lakukan dengan mempelajari “Keterangan 3 Juli 1956”, yaitu keterangan yang dikeluarkan Sekretariat Central Comite berhubung dengan siaran kawan Alimin tanggal 25 Maret 1956. dari gerakan mempelajari “Keterangan 3 Juli 1956” anggota-anggota Partai dapat menarik pelajaran betapa berbahayanya jika seseorang anggota Partai terlepas sama sekali dari kehidupan praktis daripada massa dan jika seorang anggota Partai sudah menjadi sangat ambisius yang didorong oleh individualisme yang berlebih-lebihan. Juga dari gerakan ini dapat ditarik pelajaran bagaimana seharusnya anggota Partai mengkritik politik dan pemimpin Partai, pelajaran tentang bahayanya oportunisme kiri dalam penggalangan front persatuan dan pelajaran tentang cara menghadapi anggota Partai yang membikin kesalahan. Di waktu yang lain, sesuai dengan kebutuhan Partai, kita harus mengadakan gerakan pembetulan yang lain.

Dalam hubungan dengan bahaya terlepasnya kehidupan Partai daripada massa, waktu sekarang perlu diperingatkan adanya tanda-tanda di kalangan fungsionaris Partai yang hendak memisahkan pekerjaan partai dengan pekerjaan massa, seolah-olah fungsionaris Partai hanya bertanggungjawab mengenai pekerjaan yang “semata-mata pekerjaan Partai”, sedangkan pekerjaan massa dianggap hanya pekerjaan daripada kawan-kawan yang memimpin organisasi-organisasi massa. Sebaliknya perlu juga diperingatkan tentang adanya tanda-tanda di kalangan kader-kader Partai yang bekerja memimpin organisasi massa, seolah-olah pekerjaan mereka bisa pisah dari pekerjaan dan garis politik umum daripada Partai.

Untuk melaksanakan garis politik umum daripada Partai di kalangan massa, maka kader-kader Partai yang bekerja di dalam organisasi massa, harus sungguh-sungguh berusaha untuk menguasai persoalan-persoalan massa dan untuk memimpin massa. Memang tidak bisa dicampuradukkan antara pekerjaan organisasi Partai dengan pekerjaan organisasi massa, tetapi tiap-tiap soal massa adalah soal kaum Komunis, jadi tidak ada apa yang dinamakan “semata-mata pekerjaan Partai.” Fungsionaris-fungsionaris Partai, sebagaimana juga semua anggota partai harus mau dan harus bisa memecahkan semua masalah massa yang di bawah pimpinannya.

Gejala yang mau memisahkan pekerjaan Partai dari massa dan yang mau memisahkan pekerjaan massa dari Partai harus segera dibasmi dengan jalan mengadakan kritik dan selfkritik tentang soal ini dalam Comite-comite yang bersangkutan.

Soal lain yang perlu dicanangkan di sini adalah tentang adanya gejala kekendoran ideologi di kalangan beberapa kader Partai dalam bentuk keinginan memetik hasil perjuangan Partai dan Rakyat untuk kepentingan sendiri. Mereka mengira, bahwa dalam keadaan yang relatif damai seperti sekarang ini orang-orang Komunis boleh membagi-bagi hasil perjuangan Partai dan rakyat untuk kepentingan sendiri. Sebagai contoh, misalnya, adanya kurang pengertian yang bercampur dengan perasaan iri hati atau tidak senang dari sebagian kader-kader Partai mengenai pencalonan dalam pemilihan Parlemen dan Konstituante, di mana nama mereka tidak dicantumkan. Karena pengertian dan perasaan yang tidak tepat ini sampai ada yang menusuk-nusuk anggota-anggota Partai lainnya supaya membenci pimpinan Partai yang mereka katakan “tidak adil”. Pada pokoknya, mereka lupa bahwa mereka adalah anggota partai kelas buruh, mereka lupa bahwa kelas buruh adalah berbeda dengan produsen kecil yang berdasarkan kerja individual. Mereka lupa bahwa kelas buruh tidak mempunyai alat produksi yang dimiliki perseorangan, bahwa kelas buruh bekerja secara terpusat di dalam pabrik-pabrik bahwa kelas buruh bekerja sama dan mengadakan pembagian pekerjaan dengan mempunyai tanggung jawab perseorangan menurut bagian pekerjaannya masing-masing, menggunakan mesin-mesin dan menjalankan produksi secara kolektif. Dalam produksi besar-besaran terpeliharalah kebiasaan kaum buruh untuk bersatu, saling membantu, berorganisasi dan berdisiplin. Sebagai anggota Partai kelas buruh, tiap-tiap Komunis harus memiliki sifat-sifat kelas buruh, yaitu sifat yang tidak mementingkan diri sendiri, mengakui harus adanya pimpinan yang memusat, mengakui perlunya ada kerja kolektif dan pembagian pekerjaan, perlunya hidup berorganisasi dan berdisiplin. Pendeknya, tiap-tiap Komunis harus berpandangan jauh, mempunyai semangat tidak mementingkan diri sendiri dan hanya mementingkan kepentingan umum, dan menuntut pelaksanaan masyarakat Komunis. Kepada kawan-kawan yang waktu-waktu belakangan ini mengalami kekendoran ideologi kita mengharapkan supaya mereka ingat kembali, bahwa mereka adalah anggota partai kelas buruh. Hal ini lebih penting lagi diingatkan karena di waktu-waktu dekat yang akan datang Partai kita akan mengisi tempat-tempat di dalam DPRD-DPRD, DPD-DPD dan kedudukan-kedudukan lainnya. Sudah tentu di masa datang yang jauh ingat akan hal ini adalah lebih penting lagi.

Dalam hubungan dengan pendidikan dalam partai adalah sangat penting bagi kita untuk memahamkan kesimpulan Kongres ke XX PKSU mengenai penentangan terhadap pemujaan perseorangan. Memang ada perbedaan yang penting mengenai akibat pemujaan perseorangan di dalam partai yang sudah memegang kekuasaan negara dan yang belum. Di negeri-negeri di mana Partai sudah memegang kekuasaan negara, sudah menguasai alat-alat keamanan dan alat-alat negara lainnya, maka kekuaasaan seseorang dengan mudah berakibat perbuatan sewenang-wenang yang luas terhadap kader-kader Partai dan terhadap kader-kader negara. Tentu tidak demikian halnya dengan partai Komunis yang belum memegang kekuasaan negara, tetapi ini tidak berarti bahwa pemujaan perseorangan tidak merupakan bahaya buat Partai Komunis yang belum memegang kekuasaan negara.

Di negeri kita, berhubung masih kuatnya sisa-sisa feodalisme dan masih luasnya produksi kecil-kecilan perseorangan, pemujaan perseorangan mempunyai tanah yang subur, baik yang datangnya dari massa yang ingin memuja maupun dari tokoh-tokoh yang ingin dipuja. Jika pemujaan perseorangan terdapat di dalam Partai kita, maka ia akan sangat menghambat perkembangan Partai dan perkembangan gerakan rakyat, ia akan menimbulkan birokrasi di dalam partai, ia akan menimbulkan kesewenang-wenangan dan akan menekan daya cipta anggota-anggota partai dan massa.

Oleh karena itu, belajar dari Partai Komunis Sovyet Uni, dalam hubungan pendidikan dalam Partai supaya kita tidak jemu-jemunya menekankan bahwa Partai kita harus senantiasa setia pada prinsip sentralisme-demokratis, pada prinsip pemaduan pimpinan kolektif dengan tanggunjawab perseorangan, bahwa Partai kita harus senantiasa mendasarkan diri pada kesadaran dan kecerdasan massa rakyat. Sentralisme adalah penting supaya Partai dan gerakan rakyat terpimpin dengan baik, tetapi sentralisme tanpa demokrasi bisa berarti kesewenang-wenangan beberapa orang atau seseorang, bisa berarti menekan daya cipta daripada massa. Demokrasi adalah penting supaya anggota-anggota partai dan rakyat aktif memperbincangkan persoalannya sendiri, supaya daya cipta daripada massa bisa berkembang, tetapi demokrasi tanpa sentralisme, tanpa pimpinan yang memusat, bisa menimbulkan liberalisme, bisa menimbulkan kekacauan dalam Partai dan di dalam gerakan rakyat. Jadi jelaslah, bahwa sentralisme-demokratis sama sekali tidak menyangkal adanya pimpinan, tidak menyangkal adanya peranan perseorangan dan peranan pemimpin yang tunduk kepada kemauan kolektif. Tunduk kepada kemauan kolektif berarti mengorbankan kepentingan perseorangan jika kepentingan perseorangan ini bertentangan dengan kepentingan kolektif.

Bentuk pimpinan yang tertinggi dalam Partai Komunis ialah pimpinan kolektif. Meninggalkan pimpinan kolektif berarti melanggar sentralisme-demokratis (Ralat: "melanggar sentralisme-demokratis" mestinya "meninggalkan garis massa, berarti melemahkan kesatuan dalam organisasi"), dan ideologi, berarti meninggalkan kehidupan praktis, dan akibatnya menimbulkan pikiran-pikiran dan perbuatan-perbuatan yang subjektif. Meninggalkan pimpinan kolektif berarti melanggar sentralisme-demokratis. Partai kita di masa yang lampau telah mengalami banyak kerusakan dan telah menjalankan berbagai kesalahan yang besar sebagai akibat dari ketidaksetiaan kepada prinsip sentralisme-demokratis dan kepada pimpinan kolektif. Di masa datang akan terjadi lagi hal demikian jika kita tidak setia kepada dasar sentralisme-demokratis dan pimpinan kolektif. Dalam hubungan dengan cara kerja kolektif saya anggap penting untuk mengingatkan seluruh Partai kita pada sebuah kesimpulan yang kita ambil di dalam sidang pleno Central Comite ke III yang bunyinya sebagai berikut:

“Dalam sidang pleno Central Comite ke II kita menekankan tentang pentingnya cara kerja kolektif. Pengalaman kita menunjukkan bahwa cara kerja kolektif baru besar artinya jika disertai oleh diskusi-diskusi yang kritis. Syarat untuk dari baik menjadi lebih baik, sebagai sudah dikatakan di atas, ialah mengamalkan kritik dan selfkritik. Untuk perkembangan Partai daripada kelas buruh dan untuk perkembangan gerakan rakyat, kritik adalah satu keharusan. Kita harus mengucapkan ‘selamat datang’ pada tiap-tiap kritik. Oleh karena itu kita harus menjalankan saling kritik. Ini tidak hanya bukti bahwa kita kuat, tetapi juga bukti bahwa kita ingin menjadi lebih kuat, karena oleh kritik kita menjadi lebih mampu untuk bekerja dan berjuang. Dengan mengamalkan kritik dan selfkritik di dalam Partai kepercayaan Rakyat kepada kita akan menjadi lebih besar, karena mengetahui bahwa dalam pimpinan Partai duduk orang-orang yang mempunyai kesungguhan, yang dengan sungguh-sungguh mempelajari semua persoalan dan mencarikan pemecahannya dilihat dari sudut keharusan dan kewajiban yang dihadapi oleh seluruh rakyat”.

Dalam sidang pleno kali ini baik diingatkan, bahwa sampai sekarang masih ada Comite-comite dan fraksi-fraksi Partai yang menganggap bahwa satu-satunya sasaran kritik dan selfkritik ialah sifat-sifat dan tingkah laku perseorangan, dan tidak menganggap bahwa sasaran yang utama daripada kritik dan selfkiritk adalah pekerjaan dari para kader Partai. Akibat daripada ini ialah, bahwa sering timbul ketegangan-ketegangan yang tidak seharusnya di antara kader-kader. Supaya maksud kritik dan selfkritik tercapai, yaitu mengoreksi pekerjaan yang salah dan membikin lebih baik yang kurang baik, maka selanjutnya kritik dan selfkritik harus terutama disasarkan pada pekerjaan. Dengan demikian kritik dan selfkritik tidak lagi menjadi “barang musiman” yang hanya diadakan kalau ada pemilihan badan pimpinan dan kalau ada ketegangan-ketegangan dalam sesuatu badan kolektif, tetapi ia benar-benar menjadi satu dengan Partai sebagai satunya kuku dengan daging. Kritik dan selfkritik harus dilakukan dengan tulus-ikhlas untuk memperbaiki diri dan membantu kawan memperbaiki diri dengan tujuan mempersatukan pikiran d dalam partai. Inilah yang kita namakan perjuangan ideologi di dalam Partai yang berpangkal pada persatuan dan melalui kritik-selfkritik menuju persatuan.

***

Kawan-kawan,

Dengan Partai yang bersatu dalam ideologi, bersatu dalam politik dan organisasi, kita yakin bahwa Partai kita akan dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk mewujudkan tuntutan-tuntutan Rakyat sekarang dan selanjutnya untuk melaksanakan semua tuntutan Revolusi Agustus, untuk melaksanakan semboyan “Hapuskan imperialisme dan feodalisme sampai ke akar-akarnya.”


 

Masalah Pendidikan Di dalam Partai

(Pengantar oleh Njoto untuk diskusi di dalam sidang pleno CC PKI yang diperluas, 1 Agustus 1956)

Kawan-kawan sekalian,

Kita semua sudah mendengar dan mendiskusikan Laporan Politbiro yang disampaikan oleh Kawan Aidit. Di dalam Laporan itu sudah dikemukakan soal-soal politik dan organisasi yang terpenting yang kita hadapi pada dewasa ini. Di dalam Laporan itu juga dikemukakan pentingnya dipecahkan masalah pendidikan di dalam Partai, mengingat bahwa Partai hanya bisa bulat, jika ada persatuan dalam pikiran. Dikemukakan di dalam Laporan itu bahwa “situasi sekarang mendesak supaya Partai kita lebih giat dan lebih sistematis … mendidik anggota-anggota Partai yang banyak itu agar mereka sungguh-sungguh memiliki ideologi Marxisme-Leninisme, agar mereka senantiasa mengetahui situasi politik negerinya dengan baik dan agar mereka menjadi elemen yang aktif, yang mempunyai daya cipta dan yang berdisiplin di dalam organisasi Partai”.

Soal “mendidik anggota-anggota Partai yang banyak” inilah yang sekarang saya bicarakan. Singkatnya: masalah Pendidikan di dalam Partai.

Kawan-kawan,

Sejak Partai kita menjadi partai massa dengan lebih dari sejuta orang anggota, masalah pendidikan menjadi masalah yang besar dan berat. Tetapi peristiwa-peristiwa yang terjadi dan tugas-tugas yang kita hadapi sejak sidang pleno CC yang lalu, terutama dua kali pemilihan umum untuk DPR dan Konstituante, tidak memungkinkan kita untuk menyelenggarakan pendidikan Partai yang teratur dan terpusat. Dalam keadaan yang demikian, pimpinan Partai mengeluarkan beberapa kali instruksi kepada organisasi-organisasi Partai bawahan, agar semua anggota dan calon-anggota selalu dididik tentang Konstitusi dan Program Partai, juga agar mereka mengikuti dengan baik pernyataan-pernyataan dan keterangan-keterangan Central Comite ataupun Politbiro. Dalam pada itu, kepada kader-kader Partai diinstruksikan untuk mempelajari buku-buku klasik, antara lain tulisan Kawan Lenin “Komunisme ‘Sayap Kiri’, Suatu Penyakit Kanak-kanak”, yang telah sangat membantu kita dalam memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan front persatuan, dan “Sejarah PKSU (B)”, yang juga penting dalam kita mempelajari revolusi kita sendiri.

Kita tidak dapat mengatakan bahwa usaha-usaha itu tidak membawa hasil. Tetapi kita juga tidak dapat mengatakan bahwa usaha-usaha itu membawa hasil yang cukup banyak.

Kiranya tidak salah jika saya katakan, bahwa makin besar Partai kita, makin besar pulalah pentingnya soal pendidikan. Makin besar tugas-tugas politik yang kita hadapi, makin besar juga pentingnya soal pendidikan.

Sudah di tahun 1938 Kawan Mau Ce-tung mengatakan: “Adalah tidak mungkin bagi sesuatu partai untuk memimpin gerakan revolusioner yang besar ke arah kemenangan jika ia tidak mempunyai pengetahuan tentang teori revolusioner, tidak mempuyai pengetahuan tentang sejarah dan pengertian yang tepat tentang gerakan yang aktual”. (“Peranan Partai Komunis Tiongkok di dalam Perang Nasional”).

Kawan Mau Ce-tung memberikan tekanan pada pengetahuan dan pengertian. Karena pengetahuan maupun pengertian tidak bisa disunglap, sekalipun dengan Lampu Wasiat, maka satu-satunya jalan untuk mendapatkan pengetahuan dan pengertian itu ialah belajar.

Kita tidak layak melupakan kata-kata yang sederhana tetapi esensial dari Frederich Engels, yaitu bahwa sejak Sosialisme itu menjadi ilmu, dia pun harus dipelajari sebagai ilmu pula. (“Perang Tani di Jerman”).

Bagaimana pengetahuan teori di dalam partai kita sekarang?

Terlebih dulu baiklah kita ingat, bahwa selama seperempat abad sejak berdirinya, Partai kita sebagai partai di salah satu negeri jajahan, hampir-hampir tidak bisa belajar teori sama sekali. Baik kaum kolonialis Belanda maupun kaum fasis Jepang mengadakan blokade dan embargo yang rapat terhadap setiap lektur progresif. Sampai-sampai bibliotik museum yang dikatakan “objektif” dan “ilmiah” tidak boleh mempunyai buku-buku Marx dan Engels. Demikianlah, buku-buku klasik ketika itu hanya bisa dihitung dengan jari tangan sebelah, sebagai hasil dari usaha-usaha penyelundupan. Keterbelakangan Partai kita di lapangan teori ini kentara pula dari isi majalah-majalah Partai seperti “Mowo”, “Nyala”, dan “Menara Merah”. Juga kawan-kawan yang dibuang ke Digul diblokade rapat-rapat oleh Belanda, dan mereka resminya hanya diijinkan membaca koran-koran Hindia-Belanda yang pro Pemerintah Kerajaan.

Keterbelakangan di lapangan teori ini barangkali paling terasa ketika kita melaksanakan Revolusi Agustus 1945-1948. sebagaimana jelas dari Laporan Politbiro, Partai apalagi massa ketika itu, tidak mempunyai pengertian yang jelas tentang watak, hukum maupun arah Revolusi. Keadaan keterbelakangan teori itu agak berubah ketika kawan-kawan yang pulang dari Australia, begitu juga yang pulang dari Nederland, membawa buku-buku Marxisme-Leninisme dalam jumlah yang lumayan. Tetapi sejak saat itu, Partai kita mengalami keadaan yang lain lagi: bukan sama sekali kegelapan teori, tetapi mendapatkan teori yang dipegang secara dogmatis, yang tidak diterjemahkan―ini istilah Kawan Lenin―ke dalam keadaan khusus Indonesia, pendeknya teori yang belum diolah sampai matang, teori yang setengah mentah.

Selama kurang lebih 10 tahun ini kita mulai giat belajar. Kadang-kadang agak teratur dan terpimpin, kadang-kadang lagi tidak teratur sama sekali. Tetapi bagaimanapun, harus kita catat bahwa selama 5 tahun yang terakhir ini kegiatan mempelajari Laporan-laporan sidang-sidang CC, serta pernyataan-pernyataan dan keterangan-keterangan Partai, mempunyai arti yang menentukan dalam memahami watak, hukum dan arah Revolusi kita. Apalagi sesudah Kongres Nasional ke V Partai kita menyusun Program Partai, yang mengandung pemecahan soal-soal pokok Revolusi kita. Dalam pada itu majalah kita “Bintang Merah”, dan buku-buku yang diterbitkan oleh Yayasan “Pembaruan”, begitu juga “Harian Rakyat”, besar sekali artinya bagi pendidikan di dalam Partai kita.

Sesudah semua kegiatan itu, kita sekarang masih menghadapi keadaan sebagai berikut :

Anggota-anggota Partai yang banyak belajar tetapi tidak bekerja, hampir tidak ada; anggota-anggota yang banyak bekerja tetapi tidak belajar, tidak banyak lagi; yang paling banyak sekarang ialah anggota-anggota yang bekerja tetapi sedikit belajar, atau setidak-tidaknya tidak cukup belajar.

Dalam keadaan begini, kita harus mendorong semua anggota dan calon-anggota kita untuk belajar, belajar dengan sungguh-sungguh, belajar dengan tak kenal bosan. Ada persamaan, tetapi juga ada perbedaan antara makan dan belajar. Kita selalu butuh makan, kita selalu butuh belajar. Tetapi kalau makan mengenal kenyang, dalam belajar kita tidak bisa kenyang.

Kawan-kawan,

Oleh sebab itu, sangat tepat pada waktunya sidang pleno CC yang diperluas ini membicarakan dan menetapkan bahwa mulai sekarang kita harus mengadakan gerakan belajar yang sistematis, terpimpin dan bertujuan. Baiklah mulai sekrang kita adakan kompetisi belajar di seluruh Partai, dan kita lihatlah siapa-siapa yang belajar, dan siapa-siapa yang belajar lebih banyak dan lebih baik.

Selama ini Comite-comite Partai di provinsi-provinsi, seksi-seksi, dll sudah mulai mengadakan bermacam-macam kursus, yang singkat maupun yang agak panjang. Di satu pihak mereka memakai instruksi-instruksi CC sebagai pegangan, di pihak lain mereka membuat eksperimen-eksperimen sendiri-sendiri tentang cara-caranya.

Apakah kesalahan-kesalahan yang masih terdapat di dalam penyelenggaraan kursus-kursus itu?

Sebagaimana diterangkan di dalam Laporan Politbiro, pada umumnya, kursus-kursu itu mengambil terlalu banyak acara. Juga sekolah Partai yang pernah diadakan oleh CC terlalu banyak mengambil acara. Akibatnya, kader-kader yang mengikutinya mendengar banyak, mendengar keterangan-keterangan tentang berbagai soal, tetapi yang masuk di kepala tidaklah banyak. Ini pengalaman yang pertama.

Pelajaran-pelajaran seringkali tidak cukup dihubungkan dengan masalah-masalah kongkrit yang ada di negeri kita. Pengetahuan-pengetahuan teori diberikan secara terlalu umum, terlalu abstrak. Akibatnya, kader-kader yang mengikutinya tidak mengetahui dengan jelas apa gunanya hal-hal yang dipelajari itu. Ini pengalaman yang ke dua.

Diberikan pelajaran tentang hal ini dan hal itu, tetapi tidak bersemangat dan tidak berjiwa Komunis. Akibatnya, komunisme dipelajari sebagai pengetahuan dan tidak sebagai pedoman aksi. Komunisme dipelajari bunyinya, dan bukan jiwanya. Ini pengalaman ketiga.

Sudah tentu kaeadaannya tidak di semua tempat demikian. Tetapi, dari pengalaman-pengalaman ini kita harus menarik pelajaran, agar kita tidak mandeg di satu tempat, tetapi maju.

Kesalahan-kesahalan yang merugikan ini bisa dihindari, jika kawan2 yang memimpin kursus-kursus ini terlebih dahulu mempunyai pergertian yang rampung tentang perkembangan masyarakat kita, tentang soal-soal pokok Revolusi kita, tentang soal-soal front persatuan nasional, dan tentang pembangunan Partai, dan di atas segala-galanya: memiliki semangat Partai yang tebal. Ini berarti, bahwa adanya adanya sejumlah tertentu kader-kader Partai yang menguasai soal-soal terpokok ini dan yang bersedia bekerja untuk mendidik anggota-anggota lain dengan sungguh-sungguh, sangat kita butuhkan.

Untuk tujuan ini Politbiro telah memutuskan untuk membuka kembali Sekolah-sekolah Partai dan Kursus-kursus Partai.

Sudah tentu, rencana ini tidak mungkin dijalankan serentak di semua tempat. Tetapi Comite-comite yang sudah bisa memulainya, harus memulainya.

Dalam pada itu baiklah dijelaskan bahwa adanya Sekolah-sekolah dan Kursus-kursus ini tidak berarti dihentikannya diskusi-diskusi periodik, termasuk diskusi-diskusi teori, yang diadakan oleh Comite-comite, Fraksi-fraksi dan Kelompok-kelompok tetapi jika rencana pendidikan ini sudah mulai berjalan, maka diskusi-diskusi periodik di Comite-comite, Fraksi-fraksi dan kelompok-kelompok itu pun harus dibikin sejalan, harus sesuai dan harus isi-mengisi dengan rencana Sekolah-sekolah dan Kursus-kursus ini.

Jika rancangan ini kita selesaikan, maka tiga tahun lagi kita akan mempunyai beberapa ribu kader yang dididik langsung oleh CC, oleh Provcom dan Comite-comite lainnya.

Hasil yang direncanakan ini jangan hanya kita lihat secara kuantitatif, tetapi juga kualitatif. Ia bukan hanya akan mempertinggi tingkat teori Partai kita, tetapi juga akan sangat mempertinggi daya juang partai kita.

Apakah hal-hal yang perlu dikuasai oleh kader-kader kita? Sebagaimana di atas sudah dikatakan, yang sangat kita perlukan adalah kader-kader yang sekurang-kurangnya mempunyai pengertian-pengertian yang pokok dan tepat mengenai sejarah perkembangan masyarakat, mengenai soal-soal pokok Revolusi kita, mengenai soal-soal front persatuan nasional, dan mengenai soal-soal pembangunan Partai.

Pertama, tentang Sejarah Perkembangan Masyarakat.

Soal yang fundamental ini, yang dalam peristilahan ilmiah disebut materialisme histori, adalah soal yang mutlak harus dimengerti. Masih banyak kawan-kawan yang belum mengerti dengan jelas bagaimana masyarakat ini berkembang, hukum-hukum apa yang menguasai perkembangan itu, dan ke mana arah perkembangan itu. Tidak mengerti ini berarti tidak mengerti bahwa kita ini pewaris dari sejarah yang sudah beribu-ribu tahun, dan tidak mengerti ini berarti tidak mengerti bahwa pada kitalah terletak tugas untuk “membuat” sejarah yang akan datang. Ya, tidak mengerti ini berarti tidak mempunyai pandangan kemuka. Lebih-lebih lagi: tidak mengerti ini bisa menyebabkan seseorang tidak yakin akan kemenangan Sosialisme. Dari sini jelaslah bahwa mempelajari dan memahami sejarah perkembangan masyarakat itu sesuatu yang tidak boleh tidak. Kita wajib mempelajarinya, agar kita mengerti peranan kerja di dalam sejarah. Kita wajib mempelajarinya, agar kita memahami perjuangan kelas, sebagai penggerak satu-satunya dari perkembangan masyarakat. Kita wajib mempelajarinya, agar kita memahami negara sebagai alat penguasa. Kita wajib mempelajarinya, agar kita memiliki pandangan kelas dan agar kita memiliki sikap kelas.

Kedua, tentang Soal-soal Pokok Revolusi Kita.

Soal yang sudah dirumuskan di dalam Program Partai ini, perlu dipahami dengan serampung-rampungnya. Masih terlalu banyak kawan-kawan yang belum cukup jernih pengertiannya tentang sifat setengah-jajahan dan setengah-feodal dari negeri kita, tentang sifat anti-imperialis dan anti-feodal dari reolusi kita, juga tentang sasaran revolusi kita, tentang tenaga-tenaga pokok dan sekutu-sekutu revolusi, akhirnya tentang hari depan revolusi. Tidak mengerti ini  berarti tidak mengerti sama sekali kemana revolusi menuju. Tidak mengerti ini berarti tidak mengerti sama sekali apa tugas-tugas kita sebagai kaum Komunis. Oleh sebab itu, mempelajari sampai menguasai soal-soal pokok revolusi kita sendiri, adalah mutlak perlu.

Ketiga, tentang Soal-soal Front Persatuan Nasional.

Soal yang setiap hari kita hadapi ini, memerlukan pengertian yang jernih pula. Kawan-kawan kita pada umumnya sudah menyadari secara umum tentang pentingnya front persatuan, tetapi kenyataan bahwa sering-sering masih timbul keragu-raguan membuktikan, bahwa hubungan yang jelas antara kepentingan kelas dan kepentingan nasional belum difahami dengan sungguh-sungguh. Pada saat-saat tertentu dan dalam keadaan-keadaan tertentu kita masih menjumpai aliran yang tidak suka bersatu, yaitu aliran kekiri-kirian, pada saat-saat dan keadaan yang tertentu lagi kita masih menjumpai aliran yang mau “menjelaskan semua soal lewat persatuan”, yaitu aliran kanan. Agar tidak menjalankan kesalahan dalam hal front persatuan, dan dengan demikian revolusi tidak dirugikan, perlu mempelajari sampai menguasai semua soal pokok yang berhubungan dengan front persatuan.

Keempat, tentang Soal-soal Pembangunan Partai.

Soal yang berpokok pada Konstitusi Partai ini pun perlu dipelajari sematang-matangnya. Soal teori Marxisme-Leninisme tentang organisasi, soal sifat dan tugas Partai, soal syarat-syarat keanggotaan Partai, soal struktur organisasi Partai, soal kritik dan selfkritik, dan soal cara kerja Partai yang berpedoman pada garis massa, semua soal ini perlu diketahui dasar-dasarnya dan dimengerti artinya. Dengan tidak mengerti semua ini tidak mungkin mengabdi dengan baik kepada Partai, dan tidak mengabdi dengan baik kepada Partai berarti tidak mengabdi kepada Rakyat dan Revolusi.

Demikianlah empat soal terpokok yang harus dipelajari oleh semua kader. Empat soal ini dirancangkan sebagai mata pelajaran yang diberikan di dalam semua Sekolah dan Kursus Partai. Sudah tentu luas dan mendalamnya pelajaran itu di masing-masing tingkat berbeda-beda, tetapi hakekatnya yang diusahakan ditanamkan hanyalah satu, yaitu : pendidikan tentang prinsip-prinsip fundamental Marxisme-Leninisme, dan pendidikan mempertahankan pandangan kelas, sikap kelas dan metode kelas, melawan semua ideologi yang salah.

Berhubung soal yang kedua dan ketiga, yaitu soal-soal pokok revolusi dan soal-soal front persatuan, baik kita ingat apa yang ditulis Lenin di tahun 1910, bahwa pada masa-masa tertentu “berbagai-bagai segi” di dalam Marxisme “muncul ke depan”. (“Beberapa ciri perkembangan bersejarah daripada Marxisme”). Di dalam tulisan ini juga Lenin menegaskan bahwa perkembangan keadaan yang cepat “tidaklah kebetulan, tetapi mesti menampilkan ke depan masalah-masalah Marxisme yang biasanya disebut sebagai masalah-masalah taktik.” Saya kira apa yang dikatakan Lenin ini berlaku buat Partai kita sekarang, justru karena perkembangan keadaan di negeri kita berlangsung pada umumnya cepat. Jika soal-soal pokok revolusi dan soal-soal front persatuan tidak difahami dengan baik, soal-soal taktikpun menjadi kabur dan tidak berketentuan. Sebaliknya, jika soal-soal pokok revolusi dan soal-soal front persatuan dipahami dengan baik, soal-soal taktikpun menjadi terang dan berketentuan. Jika soal-soal ini dipahami dengan baik, rasanya tidak akan ada fikiran yang menyalahkan apa yang dinamakan “kolaborasi kelas” seperti terjadi baru-baru ini.

Ya, soal taktik pada tiap-tiap ketika adalah soal selamat-tidak selamatnya Partai, soal selamat-tidak selamatnya Revolusi. Pengalaman mengajar kita, bahwa sesuatu kesalahan taktik bisa membawa akibat yang besar, akibat yang tidak mudah menyembuhkannya. Maka itu, agar dapat memimpin massa dengan baik, pada tiap-tiap saat taktik harus dikuasai. Inilah keterangannya mengapa penjelasan-penjelasan tentang situasi-situasi pada tiap-tiap saat itu penting sekali. Lebih-lebih dalam keadaan seperti sekarang ini, dimana pada umumnya perkembangan politik berlangsung cepat atau agak cepat.

Selanjutnya, kawan-kawan, mengenai mata pelajaran yang empat diusulkan tadi, khusus untuk Sekolah Partai Central perlu ditambah dengan satu mata pelajaran lagi, yaitu soal Filsafat.

Pengalaman mengajarkan kepada kita, bahwa barang siapa kuat dalam filsafat Marxisme, dia bisa menemukan jalan pemecahan, meskipun persoalan-persoalan yang dihadapinya sulit dan pelik. Yang dimaksudkan “belajar filsafat” dan “kuat dalam filsafat” di sini bukanlah mempelajari filsafat Marxisme secara intelektualis atau secara teoritis abstrak. Kalau kita mempelajari filsafat Marxisme, yang perlu bukanlah menghafal dalil-dalil materialisme-dialektik di luar kepala. Yang kita perlukan adalah belajar filsafat secara praktis. Artinya, yang langsung ditujukan untuk mengubah pikiran kita, agar kita memiliki metode berpikir yang ilmiah. Kepada kawan-kawan yang belajar filsafat harus dibangkitkan rangsang untuk membandingkan pikiran-pikirannya yang lama dengan pikiran materialisme dialektik, kemudian untuk menggunakan metode berpikir materialisme dialektik buat mengkritik cara berpikirnya yang lama, yang tidak ilmiah. Mengubah cara berpikir ini penting sekali, karena ia sekaligus berarti menghubungkan teori dengan praktek, yaitu teori filsafat dengan praktek berpikir.

Untuk Sekolah-sekolah Partai tingkat bukan Central buat sementara mata pelajaran filsafat belum diajarkan, antara lain mengingat bahwa kader-kader yang harus mengajarkannya belum cukup ada pada kita.

Tidak perlu diterangkan lagi bahwa belajar di Sekolah Partai saja tidaklah cukup, jauh daripada cukup. Sekolah-sekolah Partai hanya memberikan pengetahuan-pengetahuan yang pokok, memberikan pengetahuan yang fundamentil, yang kelanjutannya harus dipelajari terus-menerus dalam studi dan dalam praktek. Dalam hubungan ini perlu ditekankan, bahwa dasar kita belajar adalah studi sendiri. Sekolah-sekolah, kursus-kursus maupun konsultasi-konsultasi sifatnya membantu, memudahkan. Oleh sebab itu tidak tepat jika seseorang hanya menggantungkan pada Sekolah-sekolah dan Kursus-kursus Partai. Kita lebih-lebih harus mencela ekses-ekses seperti yang pernah terjadi dengan satu-dua siswa “Marx House” tempo hari, yang belajar “untuk mencari ijasah” saja.

Hal ini tidak akan terjadi, jika Comite-comite mengirimkan ke Sekolah-sekolah dan Kursus-kursus Partai itu bukan kader sembarang kader, atau kader yang kebetulan bisa dilepaskan, melainkan kader-kader yang pilihan, yang memiliki syarat-syarat yang dibutuhkan.

Departemen Agitasi-Propaganda Central Comite kini sedang menyusun dan berturut-turut akan menerbitkan diktat-diktat yang diperlukan. Diktat-diktat ini akan diterbitkan dalam jumlah besar-besaran dan diusahakan harga yang semurah-murahnya. Diktat-diktat ini sebagaimana diterangkan oleh kawan-kawan Provcom-provcom akan sangat penting artinya, dan memang demikian halnya. Sungguhpun demikian, pelajaran-pelajaran yang diberikan di Sekolah-sekolah dan Kursus-kursus Partai itu tidak akan mencapai hasil seperti yang diinginkan, jika kawan-kawan pengajarnya berpegangan secara mati kepada diktat-diktat yang ada dan tidak pandai menggunakan secara hidup. Dengan “menggunakan secara hidup” dimaksudkan, bahwa soal-soalnya harus senantiasa dihubungkan dengan pengalaman-pengalaman yang paling baru, bukan hanya pengalaman nasional, tetapi juga pengalaman lokal. Ini hanya mungkin, jika kawan-kawan pengajar itu bukan menjadi “pengajar-pengajar murni” yang terlepas dari perjuangan yang aktual, sebaliknya, mereka harus tetap menjadi partisipan (peserta) yang aktif dalam perjuangan sehari-hari, meskipun bagi mereka sudah ditentukan tugas yang khusus.

Peranan yang tidak kalah pentingnya akan dimainkan oleh majalah-majalah dan suratkabar-surat kabar Partai. Untuk selanjutnya, majalah-majalah dan suratkabar-suratkabar itu harus menyediakan ruangan yang lebih banyak untuk membantu berhasilnya rencana pendidikan ini. Harus diperbanyak adanya tulisan-tulisan yang khusus membicarakan soal-soal yang sedang dipelajari, dan yang membicarakan pengalaman-pengalaman yang sudah ada dalam menjalankan rencana pendidikan. Soalnya akan lebih baik lagi, jika anggota-anggota  Central Comite, juga pemimpin-pemimpin Provcom, memberikan sumbangan yang aktif dalam hal ini. Ini akan mempermudah jalannya pendidikan dan sekaligus akan mempertinggi otoritas majalah-majalah dan suratkabar-suratkabar itu.

Salah satu rubrik yang penting artinya ialah rubrik tanya-jawab, yang membuka kesempatan bagi pembaca untuk memajukan pertanyaan-pertanyaan dan yang oleh redaksi akan dijawab. Juga tidak kalah pentingnya konsultasi yang diberikan oleh Comite-comite anggota-anggota dan kader-kader yang sedang belajar. Comite-comite, terutama Bagian Agitpropnya, hendaknya sewaktu-waktu bersedia menerima pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan soal-soal yang sedang dipelajari dan sesudah menerima pertanyaan-pertanyaan itu memberikan jawaban-jawaban dan penjelasan-penjelasan.

Di samping semua hal di atas ini, masih ada beberapa hal yang sangat penting, yang erat hubungannya dan bahkan tak dapat dipisahkan dari rencana pendidikan keseluruhannya.

Pertama, soal seminar.

Soal ini sudah disinggung di dalam Laporan Politbiro. Soalnya ialah soal menjadikan umum pengalaman seseorang kader tertentu dan soal menghubungkan dengan erat teori dan praktek. Partai yang banyak anggotanya seperti Partai kita ini tentu banyak pula pengalamannya. Tetapi masih terlalu sering, pengalaman-pengalaman yang didapat, yang baik maupun yang tidak baik, tidak diteruskan atau diluaskan kepada Comite-comite atau kader-kader yang lain. Pengalaman-pengalaman masih banyak yang belum dijadikan umum, dan sebaliknya malahan “disimpan sendiri”. Ini dengan sendirinya tidak menguntungkan Partai. Ini dengan tidak disadari sudah menghambat kecepatan kemajuan partai. Untuk mengatasi hal inilah maka Partai perlu mengadakan seminar-seminar mengenai acara-acara tertentu. Seminar-seminar bisa diselenggarakan oleh Comite-comite Partai dengan mengundang kader-kader yang dipandang perlu di dalam seminar itu, kader yang berpengalaman misalnya dalam hal propaganda, dalam hal mengurus, dalam hal kesenian, dll., memberikan uraian berdasarkan pengalaman-pengalamannya, kemudian uraian itu didiskusikan. Dengan demikian, setiap pengalaman yang penting yang ada pada kita tidak “disimpan sendiri” melainkan “dijadikan milik bersama”. Ini juga penting dilihat dari sudut menghubungkan teori dan praktek, karena pengalaman itu pada hakekatnya adalah pemaduan teori dengan praktek, meskipun kadang-kadang salah memadukannya.

Kedua soal konferensi teori.

Selama ini pembicaraan-pembicaraan soal-soal teori di dalam Konferensi-konferensi Partai selalu “diboncengkan” kepada pembicaraan-pembicaraan soal-soal lain. Sebagai permulaan, hal itu baik. Tetapi untuk selanjutnya, lebih baik jika soalnya disendirikan dengan mengadakan konferensi-konferensi teori. Dengan demikian soal-soal teori tidak akan dibicarakan bergegas-gegas karena sudah terdesak waktu. Ini tentu saja tidak berarti bahwa soal-soal teori dianjurkan dibicarakan terlepas dari soal-soal praktis atau soal-soal kongkrit revolusi kita. Soal terlepas atau tidaknya tidaklah tergantung dari ada atau tidaknya konferensi teori yang tersendiri tetapi tergantung dari metodenya membicarakan dan mendiskusikan masalah-masalah teori itu.

Ketiga, soal mempelajari tulisan-tulisan klasik.

Juga soal ini sudah disinggung di dalam laporan Politbiro. Soalnya ialah soal mempelajari Marxisme-Leninisme secara sistematis dan bukan secara sepotong-sepotong, secara praktis dan bukan secara abstrak. Soalnya ialah soal mempelajari Marxisme-Leninisme menurut hakiki dan semangatnya, dan bukan menurut bunyi huruf-hurufnya. Selama dua-tiga tahun ini kita sudah mempelajari bagian-bagian dari “Dasar-dasar Leninisme”, sudah mempelajari “Negara”, “Materialisme Dialektik dan Histori”, “Anarkisme atau Sosialisme?”, “Tentang Praktek”, “Komunisme Sayap Kiri, Suatu penyakit Kanak-kanak”, “Sejarah PKSU (B)”, juga sudah mempelajari tulisan-tulisan seperti “Membasmi Liberalisme”, “Garis Massa” dan “Perjuangan Intern Partai”, dan terlebih dulu sudah mempelajari “Manifes Partai Komunis”. Tetapi apakah kita mempelajarinya sudah tidak sepotong-sepotong, sudah tidak abstrak dan sudah tidak menurut bunyi huruf-hurufnya saja? Saya kira belum. Oleh sebab itu kita harus memperbaiki cara kita mempelajari tulisan-tulisan klasik. Kita harus lebih banyak mempelajari tulisan-tulisan klasik, terutama sekali kader-kader yang tinggi. Pimpinan Partai pada waktu-waktu tertentu akan mengeluarkan seruan tentang tulisan-tulisan klasik apa yang harus dipelajari, sesuai dengan tugas-tugas politik partai pada ketika-ketika tertentu dan pimpinan partai akan mengeluarkan petunjuk-petunjuk sekedarnya tentang cara belajar dan tentang memperbaiki cara belajar.

Petunjuk-petunjuk yang pertama akan dikeluarkan tidak lama lagi berhubung dengan bahan yang diwaktu sekarang ini harus dipelajari dengan sungguh-sungguh, yaitu bahan-bahan Kongres ke XX PKSU.

Soal-soal lain lagi yang harus mendapat perhatian kita bersama adalah soal-soal sebagai berikut.

Soal majalah-majalah Partai. “Bintang Merah” akan segera terbit tepat waktunya, dan “Kehidupan Partai” akan kita terbitkan kembali. “Kehidupan Partai” ini terutama untuk membicarakan pengalaman-pengalaman praktis di lapangan organisasi, agitas, propaganda, dll. Di samping itu, karena “Untuk Perdamaian Abadi, Untuk Demokrasi Rakyat!” tidak terbit lagi, maka sangat kita perlukan adanya majalah yang khusus memuat tulisan-tulisan kawan-kawan luar negeri. Untuk itu pimpinan Partai merencanakan akan menerbitkan majalah baru, yang terbit dua bulan sekali. Ini malahan akan lebih efektif daripada “Untuk Perdamaian Abadi, Untuk Demokrasi Rakyat!”, pertama karena diterbitkan dalam bahasa Indonesia, dan kedua karena pilihan artikelnya bisa dilakukan yang berhubungan atau yang sesuai dengan masalah-masalah kita sendiri. Untuk memperbaiki mutu-mutu majalah-majalah Partai ini, untuk masing-masingnya akan kita bentuk Dewan Redaksi dengan pembagian pekerjaan yang diatur baik. Tetapi mengingat bahwa kader-kader redaktur kita masih sangat kurang, maka yang akan sangat membantu ialah jika anggota-anggota CC selalu memberikan sumbangannya kepada majalah-majalah tersebut, terutama “Bintang Merah” dan “Kehidupan Partai”. Sumbangan karangan-karangan untuk “Kehidupan Partai” juga sangat diharapkan dari anggota-anggota Provcom dan Secom.

Soal buku-buku roman revolusioner. Baru-baru ini Yayasan “Pembaruan” menyelesaikan penerbitan buku Maxim Gorki “Ibunda”. Buku ini akan sangat membantu pembentukan ideologi dari kader-kader dan anggota-anggota kita, oleh sebab itu kepada kader-kader dan anggota-anggota kita baik kita anjurkan membaca buku Gorki ini. Di waktu-waktu yang akan datang, buku-buku roman revolusioner akan lebih banyak kita terbitkan misalnya buku Ostrovski “Bagaimana Baja Ditempa” dan buku Julius Fuqik “Laporan Dari Bawah Tiang Gantungan”.

Demikianlah beberapa soal lain yang perlu diajukan dalam hubungan masalah pendidikan di dalam partai.

Pimpinan Partai yakin, bahwa rencana ini akan bisa kita laksanakan, asal: pertama soal pendidikan ini dijadikan soal s e l u r u h Partai, kedua, dibangkitkan inisiatif dan aktivitas yang sebanyak-banyaknya untuk menjamin pelaksanaannya; dan ketiga, dilakukan penyimpulan secara nasional, setidak-tidaknya setahun sekali.

Kawan-kawan sekalian.

Semua yang dikemukakan ini mempunyai tujuan agar kita sekalian mempersiapkan Marxisme sebagai Marxisme. Setengah abad yang lalu Lenin sudah berpesan kepada kita, bahwa Marxisme hanya bisa hidup jika ia diterjemahkan menurut keadaan-keadaan khusus setiap bangsa. Jelaslah bahwa jika kita mempersoalkan Marxisme terlepas dari ciri-ciri nasional bangsa kita sendiri, Marxisme yang demikian adalah Marxisme yang abstrak, Marxisme yang mati. Oleh sebab itu segala dogmatisme dan doktrinisme yang umumnya memuakkan, harus kita singkirkan. Kita harus menghidupkan Marxisme sehidup-hidupnya, sesegar-segarnya, serasi dengan jiwa dan gaya Indonesia, sehingga Marxisme itu bercorak, berwarna dan berbunyi Indonesia, sehingga setiap rakyat Indonesia akan merasakannya sebagai sesuatu yang tidak asing, sesuatu yang tepat.

Jika rencana yang dikemukakan ini bisa dilaksanakan maka kita akan maju jauh dalam menyatukan pikiran di dalam Partai, dalam membulatkan ideologi Partai. Sebagaimana dikatakan oleh kawan Aidit “persatuan dalam Partai adalah syarat mutlak untuk melaksanakan tugas-tugas Partai”.

Jika rencana ini kita laksanakan, maka kita akan terbebas dari perdebatan-perdebatan yang tidak perlu, dan kita akan mempersoalkan semua soal kita dengan titik pangkal yang satu dan sama, dengan landasan yang satu dan sama.

Ini akan lebih mendewasakan Partai kita.

Mari kita akhiri keadaan di dalam partai kita di mana kader-kader dan anggota-anggota kurang belajar atau terkadang tidak belajar sama sekali. Sebagaimana dikatakan kawan Chrusjov, tidak belajar itu menandakan kemalasan jiwa. Mari kita laksanakan rencana pendidikan, mari kita lakukan gerakan belajar ini dengan semboyan “barang siapa tidak belajar, dia sesungguhnya sudah mati sebelum mati.” Mari kita semua belajar, dengan teratur, terpimpin dan bertujuan.


Resolusi tentang laporan umum Politbiro kepada Sidang Pleno ke IV Central Comite PKI yang diperluas

Setelah mendengarkan dan mendiskusikan secara mendalam laporan Kawan D.N. Aidit, Sekretaris Jendral CC PKI atas nama Politbiro tentang “Bersatu Untuk Menyelesaikan Tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945”, sidang pleno ke IV Central Comite PKI yang diperluas, pada akhir Juli 1956 memutuskan :

Membenarkan dan menerima garis politik dari Politbiro dan aktivitas-aktivitasnya dalam melaksanakan putusan-putusan Kongres Nasional ke V PKI dan putusan-putusan sidang-sidang pleno CC yang lalu;

Membenarkan dan menyokong sepenuhnya tugas-tugas baru dalam lapangan politik, organisasi dan ideologi yang disimpulkan dalam laporan tersebut.

Sidang pleno CC mengkonstatasi dengan gembira tumbuhnya kekuatan rakyat Indonesia pada waktu akhir-akhir ini dan tetap setianya rakyat dan pemuda-pemuda Indonesia pada tujuan Revolusi Agustus.

Sidang pleno ke IV CC ini menyimpulkan dengan gembira timbulnya front persatuan internasional anti-perang dan anti-kolonialisme yang merupakan pergeseran demokratis dan progresif yang menguntungkan perdamaian dan kemerdekaan.

Di samping itu sidang pleno CC memperingatkan semakin beratnya tanggung jawab dan pekerjaan-pekerjaan yang dihadapi Partai, justru sesudah Partai menjadi Partai Komunis yang besar. Tanggung jawab itu akan dapat dipenuhi dan tugas-tugas itu akan dapat dilaksanakan dengan partai yang bersatu dalam ideologi, bersatu dalam politik dan organisasi, dengan partai yang mampu menghubungkan teori Marxisme-Leninisme dengan praktek revolusi Indonesia.

I

Mengenai situasi internasional dan situasi dalam negeri, sidang pleno ke IC CC membenarkan kesimpulan Politbiro yang menyatakan adanya kemungkinan-kemungkinan yang luas untuk mengembangkan gerakan Rakyat dan mengembangkan partai.

Sistem sosialis yang dipelopori oleh Sovyet Uni sudah menjadi sistem dunia. Negara-negara kubu sosialis mendekati bangsa-bangsa dan negara-negara dengan hati terbuka untuk mencari dan merundingkan bersama apa saja yang dapat dikerjakan bersama guna mencegah pecahnya perang. Meskipun masih ada negara-negara Barat yang belum menerima atau belum menerima sepenuhnya ajakan itu, tetapi sekurang-kurangnya ia telah membikin subur politik bebas dan netral yang memberikan sumbangan-sumbangan penting bagi keredaan situasi internasional, dan terutama telah merebut hati umat manusia cinta damai di seluruh dunia. Kongres ke XX Partai Komunis Sovyet Uni (PKSU) merupakan sumbangan yang sangat penting dalam usaha meredakan ketegangan internasional.

Sidang berpendapat, bahwa situasi internasional dewasa ini juga ditandai oleh perkembangan yang luar biasa dari gerakan kemerdekaan nasional dan oleh keruntuhan sistem kolonial-imperialis.

Di dalam negeri laporan Politbiro menggambarkan dua kejadian penting, yaitu berlangsungnya Kongres Rakyat Seluruh Indonesia ke I pada bulan Agustus 1955 dan terbentuknya kabinet Ali Sastroamidjojo ke 2. program putusan Kongres Rakyat ke I dan program kabinet Ali Sastroamidjojo ke 2 walaupun yang satu lebih maju daripada yang lain, kedua-duanya dapat dijadikan pegangan dalam perjuangan sehari-hari rakyat Indonesia sebagai program yang sudah disetujui oleh sebagian besar massa Islam dan massa Nasionalis dan oleh seluruh massa Komunis.

Sidang pleno ke IV CC menghargai politik luar negeri dari kabinet Ali Sastroamidjojo ke 2 yang bebas dan aktif, serta mengutuk mereka yang mau menjalankan politik bermuka dua, yaitu maju kekeluar dan reaksioner ke dalam.

Pada waktu sekarang adalah menjadi tugas penting dari partai untuk mendorong agar Indonesia menjalankan politik anti-kolonialisme dan politik perdamaian yang lebih aktif lagi, untuk lebih memperkuat kedudukan Indonesia di antara negara-negara di dunia, terutama di antara negara-negara Asia-Afrika. Bersamaan dengan itu kaum Komunis harus mendorong agar kedudukan internasional Indonesia yang kuat pertama-tama ditujukan untuk kepentingan rakyat di dalam negeri, terutama dalam hubungan melikuidasi kekuasaan ekonomi kaum kapitalis besar Belanda.

II

Sidang pleno ke IV CC membenarkan analisa yang jelas dalam laporan Kawan D.N. Aidit tentang perimbangan kekuatan politik di dalam negeri, tentang adanya 3 kekuatan yang berimbang dan 3 konsep dalam hubungan dengan penyelesaian Revolusi Agustus 1945.

Yang pertama, adalah konsep kekuatan kepala batu, konsep kaum feodal dan komprador yang menghendaki satu negara yang hanya bentuknya merdeka, tetapi hakekatnya tunduk kepada imperialisme. Pendukung konsep ini menjalankan politik anti-Komunis dan anti-Rakyat.

Yang kedua, adalh konsep kekuatan progresif, konsep kaum buruh, kaum tani, burjuasi kecil kota dan kaum intelektual revolusioner, yang bertujuan melaksanakan semua tuntutan Revolusi Agustus, yaitu melaksanakan semboyan “Hapuskan imperialisme dan feodalisme sampai keakar-akarnya.”

Yang ketiga, ialah konsep kekuatan tengah, konsep burjuasi nasional yang mempunyai pertentangan dengan kaum imperialis, dengan kaum komprador dan dengan tuan tanah, yang menghendaki perubahan-perubahan, tetapi maksudnya ialah membela kepentingan sendiri untuk perkembangan kapitalisme nasional.

Laporan tersebut membuktikan dengan meyakinkan bahwa watak daripada revolusi Agustus 1945 adalah nasional dan demokratis, anti-imperialisme dan anti-feodalisme. Pidato Bung Karno yang diucapkan dekat sebelum pecahnya revolusi dan isi Undang-undang Dasar Republik Proklamasi, walaupun dengan samar-samar, membuktikan kebenaran analisa tersebut. Tindakan-tindakan massa ketika revolusi berlangsung lebih meyakinkan tentang watak revolusi yang demikian itu.

Sesuai dengan analisa tersebut di atas laporan menetapkan bahwa konsep PKI dan semua kaum progresif dalam menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus, adalah menghapuskan imperialisme dan feodalisme. Ini adalah konsep rakyat. Berdasarkan konsep ini, mereka yang tidak anti-imperialisme dan tidak anti-feodalisme adalah anti-Rakyat, anti-revolusi Agustus 1945.

Dengan ketajaman Leninis, laporan itu selanjutnya menganalisa hubungan satu sama lain antara ketiga kekuatan pokok tadi, sehingga dilengkapilah semboyan-semboyan dan tugas-tugas daripada revolusi itu dan menarik kesimpulan politik yang jelas dan sederhana, yang sepenuhnya dibenarkan sidang pleno CC sebagai garis politik partai, yaitu dengan sekuat tenaga dan dengan kekuatan tengah dan memencilkan kekuatan kepala batu.

Terhadap sementara orang di luar Partai yang menyatakan dirinya tidak pro-imperialis, tetapi hanya anti-komunis, diajak untuk meninjau kembali sikap anti-Komunisnya itu. Sikap anti-Komunis, yaitu anti golongan yang paling konsekuen anti-imperialis, sadar atau tidak sadar berarti membantu imperialis.

Laporan tersebut meyakinkan supaya kaum Komunis Indonesia tidak menyamaratakan semua anggota dan pemimpin partai-partai kepala batu dan supaya tindakan-tindakannya berpegangan pada kenyataan bahwa di dalam partai-partai yang mewakili kekuatan kepala batu dan kekuatan tengah terdapat berbagai golongan, yaitu golongan kiri, tengah dan kanan. Untuk dapat mempersatukan kekuatan yang sebanyak-banyaknya, kaum Komunis Indonesia harus menganalisa golongan-golongan tersebut agar setiap waktu dapat menentukan sikap yang tepat supaya dapat mempersatukan semua yang bisa dipersatukan dan supaya sasaran di bikin sekecil-kecilnya, supaya yang dipencilkan hanya yang benar-benar berkepala batu.

Sidang menyambut dengan gembira dikemukakannya rol pemuda dan intelektual revolusioner dalam hubungan dengan melaksanakan tuntutan-tuntutan rakyat sekarang dan melaksanakan tuntutan-tuntutan revolusi Agustus 1945 sampai ke akar-akarnya. Ini berarti bahwa partai harus bekerja baik di kalangan pemuda dan intelegensia, di samping terus memperbaiki pekerjaannya di kalangan kaum buruh, tani, wanita dan massa Rakyat lainnya.

Sidang pleno ke IV CC membenarkan poitik yang lebih terang terhadap burjuasi nasional, yaitu mendorong sifat-sifatnya yang maju, yang anti-kolonialisme dan anti-feodalisme, di samping itu mengritik sifat-sifatnya yang setengah-setengah dan tidak konsekuen, serta yang merusak persatuan nasional. Kritik tidak boleh ditujukan terhadap soal-soal yang tidak prinsipil, dan kritik kepada burjuasi nasional haruslah dimaksudkan untuk memperkuat persatuan nasional.

Sidang pleno ke IV CC membenarkan kesimpulan, bahwa:

Berdasarkan analisa tentang pengaruh partai-partai politik atas massa di negeri kita, kita memperjuangkan persatuan massa Islam (dan aliran keagamaan pada umumnya), massa Nasionalis dan massa Komunis dalam perjuangan melawan imperialisme dan feodalisme. Berdasarkan analisa tentang kelas-kelas di negeri kita, kita memperjuangkan persatuan antara kaum buruh, tani, burjuasi kecil kota, kaum intelektual revolusioner dan burjuasi nasional, yaitu persatuan antara kekuatan progresif dengan kekuatan tengah.

III

Sidang pleno ke IV CC berdasarkan laporan Kawan D.N. Aidit menunjukkan perlu segera diatasinya suatu kekurangan di dalam Partai, yaitu kekurangan dalam memahamkan saling hubungan antara Program Umum Partai dengan Program Tuntutan Partai. Bila seorang anggota Partai hanya mempropagandakan Program Umum saja, yaitu program jangka panjang, ia tidak akan mampu memberikan pimpinan dalam perjuangan sehari-hari dari Rakyat pekerja, ia akan mengisolasi Partai dari massa, ia membuat kesalahan sektarisme. Sebaliknya bila seorang anggota Partai hanya memahami Program Tuntutan saja dan tidak meningkatkan kesadara politik dari massa untuk mengetahui hubungan Program Tuntutan dengan Program Umum Partai, ia akan terlibat dalam persoalan sehari-hari dengan tidak melihat perspektif-perspektif dari revolusi, ia bisa jadi lupa tujuan.

Sidang membenarkan bahwa Program Umum Partai mengemukakan apa yang diperjuangkan oleh Partai dalam seluruh tingkat revolusi nasional dan demokratis, seluruh tingkat revolusi anti-imperialisme dan anti-feodalisme, sedangkan Program Tuntutan bisa berubah-ubah sesuai dengan perubahan dan perbedaan keadaan, tetapi betapapun juga seringnya berubah-ubah tugasnya adalah tetap, yaitu untuk mempersatukan Rakyat dan untuk memenuhi tuntutan-tuntutan ekonomi dan politik jumlah yang terbanyak daripada Rakyat pada tingkat-tingkat kecil dalam tingkat besar daripada revolusi nasional dan demokratis.

Sidang meyakini kebenaran pokok-pokok pikiran mengenai Program Umum sebagai program jangka panjang untuk menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus sampai ke akar-akarnya, yang lengkapnya sudah dirumuskan dalam Kongres Nasional ke V Partai. Juga sidang membenarkan bahwa berdasarkan Program Umum disusun Program Tuntutan, yang banyak persamaannya dengan program kabinet Ali Sastroamidjojo ke 2 dan dengan putusan-putusan Kongres Rakyat Seluruh Indonesia ke I, sebagai alas (platform) untuk berunding dan bekerja sama dengan siapa saja yang anti-kolonialisme, sebagai tuntutan kepada pemerintah yang berkuasa dan sebagai pedoman aksi-aksi massa.

Sidang pleno ke IV CC berkeyakinan bahwa dengan jelasnya perbedaan dan jelasnya hubungan antara Program Umum dan Program Tuntutan, serta fungsinya sebagai alas menggalang front persatuan, setiap anggota dan calon-anggota Partai mendapat pegangan yang lebih terang untuk mengembangkan dirinya sebagai elemen yang aktif di lapangannya masing-masing, tidak hanya menjadi pembela yang setia dan yang selalu siap menghadapi perjuangan untuk kepentingan sehari-hari dari massa, tetapi menjadi pemimpin politik yang berpandangan jauh dan ulet.

Dalam Program Tuntutan dan penjelasannya berbagai pertanyaan dan persoalan yang hidup di kalangan rakyat mendapat jawaban yang tepat.

Tentang pelaksanaan pembatalan KMB dituntut supaya diambil tindakan-tindakan tegas terhadap kaum kapitalis besar Belanda di lapangan ekonomi, dengan sama sekali tidak melupakan untuk melawan bahaya yang datang dari kaum imperialis lainnya, terutama Amerika. Pada pokoknya PKI menghendaki dimobilisasi dan dikoordinasinya seluruh kekuatan nasional untuk merebut kemerdekaan ekonomi yang lebih besar dan untuk merebut Irian Barat.

Mengenai Plan Lima Tahun, diperjuangkan supaya tidak berakibat bertambah beratnya beban Rakyat pekerja, supaya tidak menimbulkan pajak-pajak baru bagi Rakyat pekerja, melainkan terutama harus diambil dari keuntungan kaum kapitalis asing, tuan-tuan tanah dan hartawan-hartawan lainnya. Selanjutnya Plan Lima Tahun supaya membuka lapangan-lapangan pekerjaan baru bagi para penganggur yang sekarang sangat banyak itu, supaya ditujukan pada persiapan-persiapan industri berat milik negara.

Mengenai ekonomi nasional tidak boleh diartikan “ekonomi kapitalis nasional”, tapi untuk tingkat sekarang harus diartikan ekonomi untuk seluruh bangsa yang bebas dr kekuasaan kaum kapitalis besar asing, di mana ada jaminan perluasan sektor ekonomi negara dan adanya proteksi dan fasilitas bagi kapitalis-kapitalis nasional yang bonafide.

Kebebasan-kebebasan demokratis untuk rakyat dan organisasi-organisasi rakyat adalah bagian terpenting dalam Program Tuntutan PKI. Dalam hubungan ini PKI mengusulkan kepada pemerintah dan pejabat-pejabat pemerintah supaya dalam menghadapi aksi-aksi rakyat menempuh jalan berunding dan bukan melakukan politik “tangan besi”.

Tentang soal tanah dan gerakan tani pada waktu ini politik PKI yang terpenting bagi kaum tani ialah tuntutan turun sewa (turun setoran), turun bunga dan kenaikan upah bagi buruh tani.

Tentang perjuangan parlementer laporan Politbiro menjelaskan bahwa Partai memandang Parlemen tidak hanya sebagai mimbar propaganda, tapi juga untuk memperjuangkan tuntutan-tuntutan yang maju di berbagai lapangan. Peralihan secara parlementer dari keadaan Indonesia sekarang ke sistem kekuasaan rakyat, adalah suatu kemungkinan. PKI akan berjuang dengan sekuat tenaga agar kemungkinan ini menjadi kenyataan, tetapi juga PKI dan seluruh rakyat harus waspada terhadap maksud-maksud jahar dari kaum reaksioner dalam dan luar negeri yang menentang terwujudnya peralihan secara parlementer ke sistem kekuasaan rakyat. Adanya kemungkinan peralihan ke sistem kekuasaan Rakyat lewat jalan damai tidak berarti bahwa Partai harus hanya bekerja lebih giat di dalam Parlemen, tapi juga dan terutama dalam membangkitkan dan memobilisasi massa yang seluas-luasnya, terutama massa kaum buruh dan tani.

Sidang pleno CC berpendapat bahwa tuntutan-tuntutan Rakyat sekarang akan bisa lebih lancar dilaksanakan oleh Pemerintah Koalisi Nasional, dalam mana semua kelas revolusioner ikut serta, termasuk proletariat yang diwakili oleh PKI. Karena itu pada krisis-krisis kabinet PKI akan menuntut pembentukan Pemerintah Koalisi Nasional. Tetapi, tentang ikut atau tidak ikutnya PKI dalam kabinet tergantung pada dua soal: pertama, jika programnya mewakili kepentingan Rakyat dan kedua, jika komposisi kabinet menjamin pelaksanaan program.

Sidang pleno ke IV CC membenarkan dan menyambut dengan gembira adanya perumusan tentang dasar untuk menyelesaikan masalah suku bangsa dan minoritas keturunan asing di dalam laporan Kawan D.N Aidit yaitu politik hak-sama bagi semua suku bangsa, tak perduli suku bangsa besar atau kecil, serta politik hak-sama bagi semua warga negara. Untuk tingkat sekarang PKI dapat menyetujui pelaksanaan “otonomi daerah”, tapi bersamaan dengan itu kita harus menyelidiki dan menyimpulkan persoalan suku-suku bangsa menuju pelaksanaan otonomi suku-suku bangsa di bawah pemerintah pusat yang bersifat kesatuan.

Laporan juga mengemukakan pentingnya rol kaum intelegensia, para seniman dan pekerja-pekerja kebudayaan lainnya yang bersemangat kerakyatan dalam perjuangan untuk mencapai Indonesia baru yang merdeka, bersatu, demokratis dan makmur.

Sidang pleno ke IV CC berpendapat bahwa di dalam Program Tuntutan yang dirumuskan sebagai semboyan-semboyan aksi diwakili kepentingan-kepentingan yang paling mendesak dari semua kelas dan golongan yang revolusioner, yang demokratis dan patriotik di seluruh tanah air. Pelaksanaan Program Tuntutan PKI akan mengembangkan semua kekuatan progresif, mempersatukan kekuatan progresif dengan kekuatan tengah dan hanya akan merugikan kekuatan kepala batu dan majikan-majikannya. Selanjutnya melalui pelaksanaan Program Tuntutan itu perjuangan rakyat Indonesia akan sampai kepada pelaksanaan program umum untuk menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus sampai ke akar-akarnya.

IV

Sidang pleno ke IV CC sependapat dengan laporan Kawan D.N. Aidit, bahwa Partai kita dengan lebih dari sejuta anggota dan setelah mengalami ujian berupa dua pemilihan umum yang lalu, termasuk salah satu Partai Komunis yang besar di dunia. Kebesaran PKI ini adalah pencerminan dari kebesaran, tingginya kesadaran politik dan daya organisasi dari rakyat pekerja Indonesia. Adalah sewajarnya jika tiap Komunis Indonesia lelaki dan wanita merasa bangga menjadi anggota PKI dan di samping itu menyadari, bahwa tanggungjawabnya terhadap rakyat dan bangsa semakin besar dan berat.

Berpangkal pada sukses-sukses yang telah dicapai, kelas buruh Indonesia akan lebih mampu mempertahankan dan memperluas kebebasan-kebebasan demokratis untuk rakyat dan organisasi-organisasi rakyat, sebagai syarat untuk melaksanakan dalil bahwa kebebasan kelas buruh Indonesia dari penghisapan hanya bisa dicapai dengan lebih dulu membebaskan seluruh rakyat dari penghisapan imperialis dan feodal.

Laporan menyimpulkan bahwa setelah mendapat kemenangan dalam pemilihan-pemilihan umum yang lalu, sekarang sikap partai kita mengenai tiap-tiap soal diharapkan dan diperhatikan orang, sedangkan orang-orang progresif mengharapkan tuntutan lebih banyak dari Partai kita. Sadar akan tanggung jawab kita, kenyataan ini akan kita kembangkan dengan melipatgandakan kegiatan untuk membela kepentingan sehari-hari daripada rakyat, dengan meningkatkan keberanian, kewaspadaan, ketabahan, kebijaksanaan, dan keuletan dalam memperjuangkan tuntutan-tuntutan rakyat yang dirumuskan dalam program Partai.

Tugas-tugas tersebut hanya mungkin bisa dilaksanakan dengan membajakan persatuan di dalam Partai, persatuan dalam ideologi, politik dan organisasi. Untuk ini laporan menekankan bahwa kewajiban kita yang terpenting sekarang ialah memeriksa kembali barisan Partai, mencari dan menemukan kelemahan-kelemahan Partai serta melikuidasi kelemahan-kelemahan itu.

Di lapangan organisasi, tugas yang sangat mendesak ialah mengkonsolidasi hasil-hasil dari rencana-rencana peluasan keanggotaan dan organisasi partai. Ini berarti bahwa semua anggota partai harus segera diorganisasi dalam grup-grup Partai dan bahwa para calon-anggota yang sudah melalui masa-calonnya dengan baik harus ditingkatkan menjadi anggota. Dan ini hanya mungkin jika Comite-comite Partai dengan segala Bagian-bagiannya lebih diaktifkan dan diperkuat, dengan jalan menetapi ketentuan-ketentuan dalam Konstitusi Partai tentang Konferensi-konferensi dan rapat-rapat anggota, yang berarti sekaligus menghidupkan demokrasi-intern Partai. Dalam hubungan ini masalah pemasukan iuran dan masalah keuangan umumnya meminta perhatian lebih besar.

Mengenai persatuan di lapangan politik, disimpulkan perlunya menitikberatkan pendidikan mengenai tugas menggalang front persatuan nasional yang tak dapat dipisahkan dengan tugas meneruskan pembangunan Partai, sebagaimana diputuskan oleh Kongres Nasional ke V Partai.

Tentang persatuan dalam pikiran, persatuan ideologi, dikemukakan dalam laporan sebagai masalah pendidikan bagi seluruh anggota Partai. Setelah memeriksa kekurangan-kekurangan di waktu yang lalu, sidang pleno ke IV CC menyetujui bahwa pendidikan harus selalu dihubungkan dengan praktek dan bahwa yang terpenting ialah memberikan semangat-Komunis dan pandangan dunia Komunis yang tidak bisa dilupakan. Di samping itu sidang menyetujui penyederhanaan mata-mata pelajaran dan penyempurnaan cara-cara belajar.

Sidang pleno CC juga menarik pelajaran yagn berharga dari pengalaman-pengalaman Partai di sekitar pembentukan kabinet Ali Sastroamidjojo ke 2, dan membenarkan pendapat Politbiro tentang pentingnya pendidikan mengenai situasi yang di negeri kita seringkali berubah dengan cepat, agar dengan demikian pelaksanaan taktik-taktik Partai berjalan lebih baik. Bahan untuk ini adalah harian-harian Partai dan siaran-siaran lainnya dari Partai.

Sidang membenarkan sepenuhnya sikap Sekretariat CC terhadap Kawan Alimin yang mengecam politik front persatuan yang dilakukan oleh Partai. Berdasarkan pengalaman ini diputuskan untuk mengadakan gerakan-gerakan pembetulan di dalam Partai pada waktu-waktu tertentu untuk mengatasi pikiran-pikiran burjuis kecil, pikiran-pikiran subjektivisme dan sektarisme. Dari gerakan mendiksuksikan “Keterangan 3 Juli 1956”, yaitu keterangan Sekretariat CC PKI mengenai siaran Kawan Alimin, anggota-anggota Partai dapat menarik pelajaran betapa bahayanya jika seorang anggota Partai terlepas sama sekali dari kehidupan dan perjuangan massa dan dihinggapi penyakit individualisme berlebih-lebihan. Juga dapat ditarik pelajaran tentang cara-cara yang keliru dan yang benar bila seorang anggota mau mengkritik politik dan pimpinan Partai, pelajaran tentang berbahayanya oportunisme “kiri” dan pelajaran tentang cara-cara menghadapi anggota Partai yang membuat kesalahan. Seorang anggota Partai yang membikin kesalahan, jika bersedia mengadakan selfkritik dan mau menempatkan kepentingan Partai di atas kepentingan dirinya sendiri, harus dianggap sebagai anggota yang baik kembali.

Tetapi bagaimana pun juga banyaknya bentuk-bentuk pendidikan dan tidak samanya isi pelajaran, laporan Kawan D.N. Aidit menekankan bahwa hakekatnya adalah tetap, yaitu pendidikan tentang soal-soal fundamental Marxisme-Leninisme, pendidikan tentang mempertahankan pendirian, pandangan dan metode klas buruh, pendidikan melawan ideologi tuan tanah dan ideologi burjuis serta ideologi non-proletar lainnya di dalam Partai.

Sidang sependapat dengan laporan bahwa berdasarkan gejala yang ada, harus diakhiri kenyataan di kalangan sementara fungsionaris yang hendak memisahkan pekerjaan Partai dengan pekerjaan memimpin massa dengan melalui kritik dan selfkritik dan Comite-comite yang bersangkutan.

Tentang adanya beberapa kader yang menonjolkan kepentingan dan keinginan diri sendiri, misalnya dalam hubungan penentuan anggota-anggota DPR dan Konstituante, diserukan oleh laporan untuk ingat, bahwa tiap Komunis sebagai anggota Partai kelas buruh, harus memiliki sifat-sifat kelas buruh, yaitu sifat yang tidak mementingkan diri sendiri, mengakui harus adanya pimpinan yang memusat, menyadari perlunya hidup berorganisasi dan berdisiplin, mengakui perlunya ada kerja kolektif dan pembagian pekerjaan yang tepat.

Sidang juga memandang perlunya mencegah pemujaan perseorangan, dengan lebih menekankan perlunya senantiasa setia pada prinsip sentralisme-demokratis, pada prinsip pemaduan pimpinan kolektif dengan tanggung jawab perseorangan dan bahwa Partai harus senantiasa mendasarkan diri pada massa, menjalankan garis massa.

Akhirnya sidang pleno ke IV CC menyambut dengan gembira petunjuk dalam laporan tentang kewajiban mengembangkan kritik dan selfkritik, di samping itu mengakhiri gejala seolah-olah satu-satunya sasaran kritik dan selfkritik ialah sifat-sifat dan tingkah laku perseorangan. Kritik dan selfkritik haruslah terutama disasarkan pada pekerjaan. Dengan demikian kritik dan selfkritik tidak lagi menjadi “barang musiman” yang hanya diadakan kalau ada pemilihan badan pimpinan dan kalau ada ketegangan-ketegangan dalam suatu badan kolektif tapi benar-benar menjadi satu dengan Partai seibarat satunya kuku dengan daging. Kritik dan selfkritik harus dilakukan dengan tulus ikhlas untuk memperbaiki diri dan untuk membantu kawan memperbaiki diri dengan tujuan mempersatukan pikiran di dalam partai. Kita melakukan perjuangan ideologi di dalam Partai dengan berpangkal pada persatuan dan melalui kritik-selfkritik menuju persatuan.

Berpedoman pada laporan Politbiro tersebut di atas, sidang pleno ke IV CC yang bersejarah ini mempunyai keyakinan bahwa Partai kita, Partai Komunis Indonesia, akan mampu memenuhi tugasnya yang mulia dan berat: mewujudkan tuntutan-tuntutan Rakyat sekarang dan selanjutnya melaksanakan semua tuntutan Revolusi Agustus yang berpangkal pada semboyan “Hapuskan imperialisme dan feodalisme sampai ke akar-akarnya”.

Sidang Pleno ke IV CC PKI

Jakarta, 2 Agustus 1956


Resolusi tentang tulisan Redaktur Ekonomi “Harian Rakyat” tertanggal 5 Juni, 21 Juni dan 12 Juli 1956 tentang Kemungkinan Peralihan Indonesia ke “Sosialisme”

Laporan Politbiro “Bersatu Untuk Menyelesaikan Tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus” yang disahkan oleh sidang Pleno ke IV Central Comite PKI antara lain mengandung kesimpulan bahwa masalah kemungkinan peralihan Indonesia ke “Sosialisme” seperti yang dinyatakan dalam tulisan Redaktur Ekonomi “Harian Rakyat” pada tanggal 5 Juni, 21 Juni dan 12 Juli 1956 telah dikemukakan secara kurang tepat.

Dalam membahas soal ini lebih dahulu harus jelas dimengerti apa yang sudah dirumuskan dalam Laporan Politbiro kepada Sidang Pleno ke IV CC PKI. Sebagai suatu langkah peralihan untuk dapat melaksanakan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945 PKI memperjuangkan terbentuknya suatu Pemerintahan Koalisi Nasional tipe lama, yang didasarkan atas suatu Program Bersama yang maju seperti yang telah dijelaskan dalam Laporan Politbiro tersebut dan yang kemudian menuju ke satu sistem kekuasaan Rakyat yang akan mampu melaksanakan perubahan-perubahan sosial yang fundamental. Laporan tersebut juga telah menjelaskan bahwa jika menurut kemauan kaum Komunis maka kita memilih peralihan dari keadaan Indonesia sekarang ke suatu sistem kekuasaan Rakyat secara damai atau lewat parlemen.

Tulisan-tulisan Redaktur Ekonomi “HR” tersebut telah memberi nilai yang berlebih-lebihan kepada arti dari apa yang dinamakan unsur-unsur sosialis dalam UUD Proklamasi dan UUDS RI seperti yang dinyatakan terutama dalam tulisan khusus di dalam “Harian Rakyat” tgl 5 Juni 1956. akibatnya ialah bahwa dalam tulisan “Harian Rakyat” tanggal 12 Juli secara berlebihan unsur-unsur tersebut dinyatakan sebagai suatu perumusan pokok dari peralihan sistem ekonomi Indonesia dari setengah-jajahan ke Demokrasi Rakyat.

Kesimpulan itu pada dasarnya disebabkan oleh dan dengan sendirinya bisa menimbulkan akibat-akibat adanya pandangan dan pengertian yang kurang menyadari rol memimpin dari kelas buruh dan pelopornya serta keharusan untuk menggalang kekuatan massa terutama sekali kekuatan kaum tani.

Tulisan pada tgl 5 Juni, yang menyatakan bahwa Sosialisme sebagai ide sekarang sudah menguasai sebagian besar umat manusia, adalah benar. Juga benar ucapan-ucapan dari P.M. Nehru dan P.M Abdel Nasser yang menyatakan kehendak dan niat mereka untuk membangun masyarakat sosialis di negeri mereka. Lepas dari sebab-sebab apa mereka berbuat demikian, kita menghargai niat dan kemauan mereka untuk mengatur masyarakat dan ekonomi negeri mereka menurut prinsip-prinsip Sosialisme, sekalipun kita tidak tahu bagaimana cara mereka hendak melaksanakannya. Demikian pula sikap kita terhadap niat beberapa partai lain yang mau membangun Sosialisme di Indonesia.

Mengenai soal pembangunan Sosialisme kita kaum Komunis sudah mempunyai ilmu dan pengalamannya sendiri, yaitu Marxisme-Leninisme sebagaimana yang sudah diuji dan dibuktikan kebenarannya oleh pengalaman praktek membangun masyarakat sosialis yang sekarang sudah menjadi kenyataan di negara-negara kubu sosialis. Menurut ilmu dan pengalaman Marxis-Leninis peralihan ke sistem kekuasaan Rakyat hanya bisa dilaksanakan oleh suatu kekuatan massa yang berdasarkan persekutuan buruh dan tani di bawah pimpinan kelas buruh. Menurut ilmu dan pengalaman Marxis-Leninis, industrialisasi sosialis tidak mungkin bisa dilaksanakan seluruh kekuatan-kekuatan produktif anti-feodal di desa-desa. Ilmu dan pengalaman ini adalah suatu kebenaran umum yang juga sepenuhnya berlaku untuk Indonesia.

Mengenai keadaan di Jugoslavia yang juga dikemukakan dalam tulisan pada tanggal 12 Juli cukup kiranya ditegaskan bahwa negeri itu di bawah pimpinan Liga Komunis Jugoslavia sekarang sedang berusaha mengatasi segala kesukaran terutama dalam lapangan agraria, dalam membangun Sosialisme.

Lapangan Politbiro pada Sidang Pleno ke IV CC PKI telah jelas menunjukkan perspektif perkembangan revolusi Indonesia di masa datang dalam proses peralihannya ke kekuasaan Rakyat, sebagai persiapan untuk peralihan ke Sosialisme.

Dengan adanya koreksi ini maka pikiran-pikiran dan pandangan-pandangan yang kurang tepat yang ada di dalam dan yang ditimbulkan oleh tulisan-tulisan Redaktur Ekonomi “Harian Rakyat” tersebut hendaknya selekasnya bisa dihilangkan.

Sidang Pleno ke IV CC PKI

Jakarta, 2 Agustus 1956


Resolusi tentang Gedung Kebudayaan

Sidang Pleno ke IV CC PKI dalam salah satu diskusinya menyimpulkan, bahwa salah satu sebab yang menjadi penghalang perkembangan kehidupan kebudayaan Rakyat dan peningkatan taraf kebudayaan kader-kader PKI ialah karena tidak adanya atau sangat kurangnya gedung pertemuan yang dapat digunakan untuk pameran-pameran, latihan-latihan dan pertunjukan-pertunjukan kesenian, ceramah-ceramah dan seminar-seminar tentang kebudayaan. Oleh karena itu sidang pleno CC memutuskan antara lain agar PKI lebih sungguh-sungguh lagi memperjuangkan dan menuntutkan kepada pemerintah Pusat dan Daerah supaya mengadakan atau memperbanyak gedung-gedung pertemuan yang dapat digunakan untuk perkembangan kebudayaan Rakyat.

Di samping usaha di atas, khusus untuk keperluan ibukota Republik Indonesia, Sidang Pleno CC memutuskan supaya Politbiro mengorganisasi gerakan pengumpulan keuangan dan sokongan-sokongan lainnya untuk mendirikan satu Gedung Kebudayaan, yang di samping dapat digunakan oleh PKI sendiri juga dapat digunakan untuk pameran-pameran, latihan-latihan dan pertunjukkan-pertunjukan kesenian, ceramah-ceramah dan seminar-seminar tentang kebudayaan Rakyat. Untuk ini Politbiro dalam waktu yang tidak lama lagi supaya mengeluarkan seruan. Sidang Pleno ke IV CC PKI menyerukan kepada semua anggota dan simpatisan PKI di seluruh Indonesia supaya menyambut hangat seruan tersebut dan membantu dengan sedapat-dapatnya agar dalam waktu yang tidak begitu lama di Jakarta dapat didirikan Gedung Kebudayaan, yang dapat dijadikan kebanggaan semua orang progresif Indonesia.

Sidang Pleno ke IV

Central Comite PKI

Jakarta, 2 Agustus 1956


Resolusi Tentang Penyempurnaan Sekretariat Central Comite PKI

Sidang Pleno ke IV Central Comite PKI yang diperluas dengan Sekretaris-sekretaris Comite-comite Daerah besar yang bukan anggota CC, setelah dengan mendalam mendiskusikan tentang tugas-tugas Partai di lapangan ideologi, politik dan organisasi, memutuskan untuk menyempurnakan Sekretariat Central Comite, dengan menetapkan Sekretariat Central Comite terdiri dari kawan-kawan :

  1. D.N. Aidit, Sekretaris Jendral CC.
  2. M.H. Lukman, Wakil Sekretaris Jendral I CC
  3. Nyoto, Wakil Sekretaris Jenderal II CC
  4. Sudisman, Anggota Politbiro
  5. Jusuf Adjitorop, anggota CC
  6. Siswoyo, anggota CC

Anggota-anggota Politbiro CC tetap terdiri dari kawan-kawan yang dipilih oleh sidang pleno ke I CC pilihan Kongres Nasional ke V PKI.

Di samping itu Central Comite menetapkan Kawan Siswoyo (calon-anggota CC) sebagai anggota CC, pengganti almarhum Kawan Bachtaroeddin.

Sidang Pleno ke IV

Central Comite PKI

Jakarta, 2 Agustus 1956

 

Resolusi Tentang Kawan Alimin

Sidang pleno ke IV Central Comite PKI yang diperluas, setelah mendengar dan mendiskusikan secara mendalam laporan Politbiro tentang keterangan Sekretariat CC tertanggal 3 Juli 1956 mengenai siaran Kawan Alimin tertanggal 25 Maret 1956, membenarkan sepenuhnya keterangan Sekretariat CC tersebut.

Selanjutnya sidang pleno juga membenarkan diserahkannya soal ini oleh Politbiro kepada Komisi Kontrol Pusat (KPP) untuk memeriksa lebih lanjut tuduhan-tuduhan Kawan Alimin, terutama yang berhubungan dengan tuduhan bahwa Pimpinan Partai di beberapa daerah (Jawa Barat dan Jawa Tengah ) seolah-olah dengan sengaja tidak menghidupkan demokrasi intern Partai dan mengisolasi kader-kader yang sanggup bekerja. Sidang pleno berpendapat bahwa Komisi Kontrol Pusat telah dengan teliti memeriksa tuduhan-tuduhan tersebut.

Dari laporan KKP sidang pleno CC menjadi lebih yakin bahwa semua tuduhan dan dugaan Kawan Alimin adalah tidak beralasan dan bertentangan dengan kenyataan karena pada pokoknya menurut pengakuan Kawan Alimin sendiri tuduhan-tuduhan itu didasarkan atas keterangan beberapa orang yang belum diselidiki kebenarannya. Hal ini diperkuat oleh laporan anggota-anggota CC yang memimpin partai di daerah-daerah, termasuk pemimpin-pemimpin Partai di Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Tentang pelaksanaan demokrasi intern Partai yang digambarkan oleh Kawan Alimin seolah-olah tidak ada sejak tahun 1951 sampai sekarang, sidang pleno CC menganggap perlu untuk menegaskan bahwa justru dibawah pimpinan Partai sekarang pada tahun 1951 untuk pertama kalinya disusun Konstitusi Partai yang menjamin adanya kehidupan demokrasi intern Partai. Di samping itu dalam tiap-tiap sidang CC, dalam berbagai tulisan pemimpin-pemimpin Partai dan dalam aktivitas sehari-hari tidak henti-hentinya pimpinan Partai sekarang mendidik anggota-anggota Partai supaya mengembangkan kehidupan demokrasi intern Partai. Dalam hal ini justru Kawan Alimin sendiri yang sama sekali tidak berusaha untuk ikut mengembangkan kehidupan demokrasi intern Partai, dengan menolak tiap usaha Partai untuk membikin supaya Kawan Alimin ambil bagian di salah satu organisasi Partai, sesuai dengan kemampuan Kawan Alimin.

Adalah satu tuduhan yang keji dari Kawan Alimin terhadap pimpinan Partai yang seolah-olah mengisolasi kader-kader yang sanggup bekerja, yang pintar dan berpikiran sehat supaya jangan berpengaruh dan jangan lebih banyak bekerja bagi kemajuan Partai. Laporan KKP maupun laporan anggota-anggota CC yang memimpin Partai di daerah-daerah membuktikan tidak benarnya tuduhan ini. Apa yang dimaksudkan oleh Kawan Alimin dengan “isolasi”, setelah mendengar laporan pemeriksaan KKP yang diperkuat oleh laporan anggota-anggota CC yang memimpin Partai di daerah-daerah, sebetulnya tidak lain daripada pelaksanaan politik kader berhubung dengan mutasi-mutasi dan promosi-promosi yang wajar dan memang sangat diperlukan. Yang dimaksudkan Kawan Alimin dengan “klik” sebetulnya adalah hubungan kerja dan pembagian pekerjaan yang biasa dan yang memang diperlukan di dalam Partai.

Pengalaman dengan Kawan Alimin ini membikin bertambah jelas betapa tepatnya politik Partai sekarang yang tidak henti-hentinya menekankan pentingnya semua anggota Partai setia pada Konstitusi Partai, supaya masuk dan bekerja aktif di salah satu organisasi Partai, sebagai syarat mutlak untuk ikut menghidupkan dan ambil bagian dalam kehidupan demokrasi intern Partai.

Sesuai dengan keterangan 3 Juli 1956 dari Sekretariat CC, sidang pleno menyerukan kepada seluruh anggota Partai supaya tidak henti-hentinya memperkuat Partai dan memperkuat front persatuan sebagai syarat mutlak untuk kemenangan Revolusi Indonesia, dan dengan sekuat tenaga melikuidasi pikiran-pikiran subjektif dan sektaris dalam bentuk anti front persatuan seperti yang dinyatakan oleh Kawan Alimin.

Sidang pleno CC sepenuhnya membenarkan sikap Politbiro CC yang selama ini dengan sangat sabar dan telaten berusaha supaya Kawan Alimin tetap berada dalam barisan Partai, tidak terputus sejarahnya sebagai anggota Partai dan tetap menempuh jalan yang benar, jalan untuk kemenangan revolusi dan Rakyat Indonesia.

Sidang pleno juga membenarkan keputusan KKP untuk membatasi tindakan disiplin kepada Kawan Alimin hanya berupa peringatan, selama masih ada tanda-tanda kesediaan Kawan Alimin untuk menempatkan kepentingan Partai di atas kepentingan dirinya, sebagaimana terbukti dengan surat pengakuan salahnya tanggal 10 Juli 1956.

Sebaliknya, jika kemudian ternyata bahwa sama sekali sudah tidak ada kesediaan Kawan Alimin untuk menempatkan kepentigan Partai di atas kepentingan dirinya, maka untuk kebaikan Partai kita, memang sudah tidak pada tempatnya lagi Kawan Alimin berada di dalam barisan Partai.

Sidang Pleno ke IV

Central Comite PKI

Jakarta, 1 Agustus 1956

***

 

Lampiran

Keterangan Central Comite PKI mengenai Siaran Kawan Alimin Tanggal 25 Maret 1956

I. Pada hari ini, 3 Juli 1956, oleh harian “Indonesia Raya” yang terbit di Jakarta disiarkan kutipan-kutipan dari siaran Kawan Alimin tertanggal 25 Maret 1956, yaitu siaran yang pada pokoknya mengecam politik front persatuan yang dijalankan oleh PKI sekarang dan mengecam pimpinan PKI sekarang. Pada hari ini juga siaran Kawan Alimin tersebut disampaikan oleh Sekretariat Central Comite PKI kepada pers, juga disampaikan untuk dimuat selengkapnya kepada redaksi “Harian Rakyat”.

II. Perlu diterangkan, bahwa pada mulanya Sekretariat Central Comite PKI menganggap tidak perlu mengumumkan siaran Kawan Alimin tersebut, karena berpendapat bahwa persoalannya sudah selesai berhubung siaran tersebut sudah didiskusikan antara Kawan Alimin dengan Sekretariat Central Comite PKI pada tanggal 10 Mei 1956, di mana Kawan Alimin dengan tertulis menyatakan mencabut siaran tersebut. Pernyataan pencabutan oleh Kawan Alimin terhadap siarannya tanggal 25 Maret 1956 pada hari ini juga disampaikan kepada pers.

III. Karena siaran Kawan Alimin tersebut sudah diumumkan oleh pers, maka adalah kewajiban Sekretariat CC PKI untuk menjelaskan pendiriannya terhadap siaran tersebut kepada anggota-anggota, calon-anggota dan simpatisan-simpatisan PKI serta kepada khalayak ramai. Dengan menjadi umumnya soal ini, akan menjadi teranglah satu soal yang selama ini merupakan salah satu perintang dalam usaha untuk mencapai kebulatan dalam ideologi, politik dan organisasi Partai. Demikianlah hendaknya tiap-tiap anggota dan calon-anggota PKI menerima penjelasan Sekretariat Central Comite ini. Dalam pernyataan pencabutan siarannya, Kawan Alimin mengakui bahwa siarannya tanggal 25 Maret 1956 itu dilihat dari caranya menyusun dan memajukan kritik maupun dilihat dari sudut materinya adalah tidak benar. Tentang ini penjelasan Sekretariat Central Comite PKI adalah sbb. :

IV. Mengenai caranya menyusun dan memajukan kritik memang Kawan Alimin sudah melanggar ketentuan-ketentuan yang ada dalam Konstitusi Partai. Konstitusi PKI menjamin, bahwa tiap-tiap anggota berhak untuk “Ambil bagian dalam diskusi-diskusi yang bebas dan luas tentang masalah-masalah pelaksanaan politik Partai dalam rapat-rapat Partai dan penerbitan Partai”, tiap-tiap anggota berhak “mengajukan usul-usul atau keterangan-keterangan kepada tiap organisasi Partai, sampai kepada Central Comite”, dan tiap-tiap anggota berhak “mengkritik tiap-tiap fungsionaris Partai dalam rapat-rapat Partai”. Demikianlah antara lain dinyatakan oleh fasal 7 Konstitusi PKI. Tetapi, pemakaian hak-hak ini tidak seperti yang sudah dilakukan oleh kawan Alimin, yaitu dengan membikin siaran sendiri dan menyebarkan siaran itu kepada anggota-anggota Partai yang berdekatan dengan dirinya dan kepada orang-orang luar Partai. Sekretariat Central Comite PKI menerima siaran Kawan Alimin tersebut untuk yang pertama kali tidak dari Kawan Alimin sendiri, tetapi dari anggota Partai yang menerima siaran tsb yang tidak menyetujui cara kerja Kawan Alimin. Kawan Alimin baru memberikan siarannya sesudah ia tahu bahwa sekretariat Central Comite PKI sudah mengetahui adanya siaran tersebut. Sebetulnya cara kerja Kawan Alimin yang individuil, yang sama sekali tidak mengindahkan kolektif, yang memusatkan segala sesuatu tidak kepada organisasi Partai tetapi pada dirinya sendiri, sudah sering diperingatkan oleh Sekretariat Central Comite PKI. Sekretariat Central Comite sudah sering memperingatkan supaya Kawan Alimin tidak membuka “praktek sendiri”, supaya ia mengindahkan organisasi Partai. Peringatan Sekretariat Central Comite ini tidak diperhatikan oleh Kawan Alimin, ia terus membuka “praktek sendiri”, dan membikin hubungan-hubungan sendiri dengan sejumlah kecil anggota-anggota Partai yang kebetulan dikenalnya dari dekat, kebanyakan karena sahabat lama.

V. Mengenai bahan (materi) yang dikemukakan dalam siaran Kawan Alimin tersebut banyak yang perlu dibahas, tetapi untuk kali ini cukup dikemukakan beberapa hal saja yang diantaranya sebagai berikut:

  1. Perlu dinyatakan bahwa kalimat-kalimat yang digunakan dalam siaran tersebut adalah ruwet sehingga siaran tersebut dengan jelas sekali menggambarkan keruwetan pikiran dari si penyusun. Di samping itu, karena keruwetan bahasanya, adalah sukar menangkap apa yang dimaksudkan oleh penulisnya dengan kalimat-kalimatnya. Tetapi, beberapa pokok pikiran yang dikemukakan dalam tulisan tersebut tidak sukr menangkapnya apalagi jika sudah mengenal Kawan Alimin dari dekat.
  2. Dalam siarannya Kawan Alimin mengatakan, bahwa PKI dilahirkan “guna menentang right-opportunism dan mencegah langsungnya aliran centrisme”. Jika ini benar, alangkah terbatasnya tujuan PKI, yaitu didirikan hanya untuk menentang oportunisme kanan dan centrisme! Selain daripada itu, tiap-tiap anggota PKI yang mengerti sejarah PKI tahu, bahwa penyakit yang terpokok, terutama ketika PKI baru didirikan ialah penyakit “oportunisme kiri”. Karena penyakit inilah, di masa yang lampau Partai sering melakukan tindakan-tindakan yang belum waktunya, yang kesusu, dan akibatnya membikin Partai menjadi terisolasi dari massa dan memudahkan kaum provokator memprovokasi Partai. Tentang oportunisme kiri ini Kawan Alimin sepatahpun tak menyebutnya di dalam siarannya. Mau tidak mau timbul pertanyaan: apakah dengan siaran tersebut dimaksudkan untuk menghidupkan oportunisme “kiri” kembali di dalam Partai dan dengan demikian membuka pintu untuk memudahkan masuknya berbagai provokasi yang memang sekarang dengan giat sedang disiapkan oleh kaum reaksioner?
  3. Kawan Alimin mengejek politik persatuan yang sekarang dijalankan oleh PKI dan tidak setuju politik kerja sama antara proletariat dengan kelas-kelas dan golongan-golongan lain (dinamakan oleh Kawan Alimin politik “kelas kolaborasi”). Mengenai ini, umumnya anggota-anggota dan calon-calon anggota PKI mengerti, bahwa pada waktu sekarang adalah kewajiban tiap-tiap komunis untuk mengadakan kerja sama (kolaborasi) antara proletariat dengan kelas-kelas dan golongan-golongan lain, yaitu antara proletariat dengan kaum tani, burjuasi kecil kota, intelektual revolusioner dan burjuasi nasional, atau kerja sama antara PKI dengan partai-partai demokratis lainnya. Hanya dengan adanya front persatuanlah kewajiban PKI dalam keadaan seperti Indonesia sekarang akan dapat dilaksanakan, yaitu kewajiban mengusir seluruh kekuasaan imperialis dan menghapuskan kekuasaan feodal. Kenyataan sekarang menunjukkan, bahwa yang anti-imperialisme dan anti-feodalisme bukan hanya proletariat, tetapi juga kelas-kelas dan golongan-golongan lain, bukan hanya PKI, tetapi juga partai-partai, golongan-golongan dan perseorangan-perseorangan yang demokratis dan patriotik lainnya. Jika dalam kenyataannya memang ada kelas-kelas dan golongan-golongan lain di luar proletariat yang anti-imperialisme dan anti-feodalisme, mengapa proletariat dan PKI tidak harus bersatu dengan mereka. Kawan Alimin membantah satu kebenaran yang sangat sederhana, yaitu bahwa tidak akan ada kemerdekaan kelas kalau tidak ada kemerdekaan nasional. Kawan Alimin menginginkan supaya PKI sekarang menggunakan “demokrasi proletar” yang berarti “demokrasi sosialis” dan supaya PKI melarang keras berlakunya sistem eksploitasi atas seorang oleh orang lainnya. Ini menunjukkan bahwa Kawan Alimin tidak sedikitpun mengerti tentang tingkat revolusi Indonesia sekarang, yaitu tingkat revolusi yang masih bersifat nasional dan demokratis, dan bukan tingkat revolusi proletar atau revolusi sosialis.
  4. Kawan Alimin dalam siarannya menyatakan “supaya semua anggota Partai dapat berbicara dan mengeluarkan pendapat seluas-luasnya”. Hal ini dijamin oleh Konstitusi Partai, yaitu Konstitusi yang dibikin di bawah pimpinan Partai sekarang, dan hal ini di dalam praktek selalu digunakan oleh sebagian besar anggota-anggota dan calon-calon anggota PKI. Pimpinan Partai tidak heunti-hentinya mendorong supaya hak tersebut digunakan sebaik-baiknya oleh setiap anggota Partai dengan jalan ambil bagian yang aktif dalam kehidupan intern Partai. Tetapi adalah keliru, jika keleluasaan “berbicara dan mengeluarkan pendapat” disamakan dengan liberalisme seperti yang selama ini dilakukan oleh Kawan Alimin, yang jika diteruskan pasti berakibat merusak disiplin Partai di kalangan sebagian anggota-anggota Partai. Yang dijamin Konstitusi Partai bukanlah keleluasaan untuk menusuk-nusuk anggota-anggota Partai supaya memecah belah Partai dan memecah belah front persatuan. Ini bukan keleluasaan berbicara dan mengeluarkan pendapat seperti yang dijamin oleh Konstitusi Partai. Ini bertentangan dengan Konstitusi Partai.
  5. Bagi pimpinan PKI, kejadian di sekitar siaran Kawan Alimin tersebut bukanlah sesuatu yang mengejutkan, karena Kawan Alimin sudah lama dikenal di dalam Partai sebagai seorang yang tidak mau terikat oleh organisasi Partai, yang selamanya minta dispensasi dari disiplin Partai yang ringan sekalipun, yang pada hakekatnya menolak disiplin. Ia menganjurkan supaya orang lain memegang disiplin, tetapi bagi diri sendiri supaya diberikan dispensasi. Bagaimana jika seorang seperti Kawan Alimin yang tidak mau terikat oleh organisasi Partai dan biasa minta dispensasi dari disiplin yang ringan sekalipun, bisa mengikuti kehidupan intern Partai, di mana ia dengan leluasa dapat mengajukan pendapat-pendapatnya dan kritik-kritiknya? Bukanlah kesalahan pemimpin-pemimpin PKI lainnya dan bukanlah kesalahan Kongres ke V PKI, jika dalam Kongres ke V yang lalu Kawan Alimin tidak terpilih menjadi anggota Central Comite, walaupun ia dicalonkan.

VI. Demikianlah keterangan Sekretariat Central Comite PKI mengenai siaran Kawan Alimin tanggal 25 Maret 1956. tentu timbul pertanyaan dari kalangan PKI sendiri maupun dari kalangan luar PKI mengenai sikap pimpinan PKI sekarang terhadap Kawan Alimin. Sikap pimpinan PKI sekarang banyak tergantung pada sikap Kawan Alimin sendiri mengenai kesalahannya. Pimpinan Partai akan bertindak dengan keras terhadap siapa saja yang sengaja hendak merusak disiplin Partai dan hendak memecah belah Partai. Tetapi pimpinan Partai akan bertindak yang sangat bijaksana terhadap anggota-anggota dan calon-calon anggota Partai yang sesat dan sudah terlibat dalam percobaan-percobaan Kawan Alimin merusak disiplin Partai, memecah belah Partai dan memecah belah front persatuan. Asal mereka mau mengadakan selfkritik atas kesalahannya, maka mereka akan dianggap sebagai kawan sePartai yang baik sekali. Tetapi bagi mereka yang meneruskan usaha merusak disiplin Partai dan memecah belah persatuan Partai tidak ada tempat di dalam PKI. PKI bukan partai tukang-tukang intrik dan bukan partai yang menjadi tempat memupuk ambisi perseorangan yang didorong oleh individualisme yang berlebih-lebihan.

Perlu juga diterangkan, bahwa siaran Kawan Alimin tersebut di atas (yang dironeo) dibubuhi cap merah dengan huruf-huruf Tionghoa (huruf kanji). Tidak terang apa maksudnya, tetapi sangat berbau intimidasi dan provokatif.

Kepada seluruh anggota dan calon anggota Partai diserukan supaya, di atas segala-galanya, menjaga persatuan di dalam Partai seperti yang diamanatkan oleh Kongres Nasional ke V Partai.

Perkuat persatuan Partai dan perkuat persatuan nasional!

Sekretariat

Central Comite PKI

Jakarta, 3 Juli 1956

 

Keterangan Kawan Kawan Alimin

1. Saya mengakui, adalah sudah tepat sikap Sekretariat CC PKI dengan penjelasan tanggal 3 Juli 1956 yang dimuat di surat kabar “Harian Rakyat” tanggal 4 Juli 1956 bersama tulisan saya tanggal 25 Maret 1956, setelah oleh suratkabar “Indonesia Raya” tanggal 3 Juli 1956, disiarkan kutipan-kutipan tulisan saya tanggal 25 Maret 1956, yang sebetulnya telah saya cabut dengan pernyataan 10 Mei 1956 yang lalu.

2. Isi pernyataan saya tanggal 10 Mei 1956, di mana saya dengan tertulis telah mencabut tulisan saya tanggal 25 Maret 1956 tetap saya akui, karena baik tentang cara saya mengemukakan kritik-kritik kepada pimpinan Partai adalah bertentangan dengan fasal-fasal Konstitusi Partai yang telah disahkan oleh Kongres Nasional ke V, di mana saya turut serta, maupun mengenai isi pokok-pokok pikiran yang saya majukan dalam tulisan tanggal 25 Maret 1956 tersebut, saya akui terang berlawanan dengan garis politik Partai yang telah disahkan oleh Kongres Nasional ke V PKI

3. Saya mengakui, bahwa di samping pentingnya melawan penyakit oportunisme kanan dan centrisme, sedikit pun tidak boleh dilalaikan perjuangan melawan oportunisme “kiri” di kalangan barisan Partai.

4. Pengakuan yang saya rumuskan dengan tertulis dan saya tandatangani ini, saya buat setelah meyakini kesalahan-kesalahan saya, di dalam diskusi yang bersifat terbuka dengan wakil CC tanggal 10 Juli 1956.

 

Jakarta, 10 Juli 1956

Saya,

(A l i m i n )

 

Keterangan Kawan Kawan Alimin

Berhubung dengan adanya suara-suara yang termuat dalam beberapa suratkabar bahwa saya telah mengumumkan mundur dari PKI semuanya itu adalah tidak benar. Sesuai dengan berita yang dimuat dalam Harian Rakyat tanggal 3 Agustus 1956, maka dengan ini saya mengumumkan tetap tinggal dalam PKI. Saya tetap berideologi Komunis dan tetap menyokong pendirian PKI.

Jakarta, 3 Agustus 1956

Ttd

( A l i m i n )

***

 

Pernyataan keluar Kawan Alimin

Kira-kira semenjak tiga bulan yang lampau (Juni, Juli, dan Agustus) kesehatan saya semakin lama menjadi buruk dan oleh karena itulah saya terpaksa mengambil keputusan yang terakhir, yaitu mengundurkan diri dari PKI baik dalam lapangan politik maupun organisasi, karena saya pada waktu ini lebih mengingat akan kesehatan saya yang lebih berharga daripada apa pun juga.

Adapun pengunduran diri saya itu dimulai sejak detik surat ini saya tulis, yaitu tanggal 8 Agustus 1956. maka sejak saat itu saya menyatakan bahwa saya bukan lagi anggota PKI.

Meskipun demikian, dengan bangga saya akan tetap setia dan konsekuen mempertahankan ideologi saya sebagai seorang Komunis. Jadi teranglah bahwa dalam soal ideologi saya tetap konsekuen dan tidak dapat untuk mengadakan tawar-menawar lagi.

Indonesia telah merdeka, dan saya ingin hidup merdeka sebagaimana yang terdapat pada orang biasa yang hidupnya terlepas dari segala ganggu-gugat dan intimidasi dari siapapun juga.

Sebagai penutup saya menyerukan selamat tinggal kepada segenap orang-orang yang jujur dan yang masih terus berjuang demi kepentigan kelas yang tertindas dan terhisap.

Jakarta, 8 Agustus 1956

Ttd

(Alimin)