Marxisme dan Pembinaan Nasion Indonesia

(PKI dan ALRI II)

D.N. Aidit (Menko / Wakil Ketua MPRS dan Ketua CC PKI) (1964)


Sumber: Marxisme dan Pembinaan Nasion Indonesia, D.N. Aidit

Penerbit: Yayasan Pembaruan, Jakarta, 1964 Scan brosur pdf


 

Sekedar Pengantar

Pada tanggal 29 April 1964, Menko/Wakil  Ketua MPRS dan Ketua CC PKI D.N. Aidit oleh Angkatan Laut Republik Indonesia diundang lagi memberikan ceramah dihadapan para perwira Angkatan Laut. Kali ini dihadapan para kadet tingkat atas dari Akademi Angkatan Laut di Surabaya, dan bertemakan Marxisme di Indonesia dan usahanya dalam pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa.

Untuk ikut  memberikan sumbangan dalam menjabarkan ajaran – ajaran marxisme serta sikap dan andil PKI dalam pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa, maka singkatan ceramah itu kami bukukan dengan judul yang diusulkan oleh penerjemah : Marxisme dan pembinaan persatuan nasion bangsa.

Semoga usaha ini ada manfaatnya bagi persatuan nasional revolusioner berporoskan Nasakom guna menyelesaikan tuntutan – tuntutan Revolusi Agustus 1945.

Jakarta, Desember 1964

 

Penerbit

 

 

ISI

Sekedar Pengantar

Pengantar

I. Tentang Ajaran Marxisme

1. Marxisme Ajaran yang Menyeluruh

2. Marxisme-Leninisme harus dipadukan dengan gerakan revolusioner

 

II. Tentang Nasion Indonesia dan Persatuan Nasional Berporoskan Nasakom

1. Tentang Nasion Indonesia

2. Tentang Penggalangan Persatuan Nasional yang berporoskan Nasakom

 

III Tentang Angkatan Bersenjata dalam Pembinaan Nasion

1. Tentang Dua Senjata yang tunggal - Persatuan Nasional dan Pertahanan Nasional

2. Tentang Konsepsi Maritim yang anti-imperialis

 

IV. Kesimpulan

 

Pengantar

Terlebih dahulu saya menyatakan  rasa terimakasih  dan penghargaan yang sebesar – besarnya pada ALRI yang telah berminat untuk menyelenggarakan ceramah dengan tema :Marxisme di Indonesia dan usahanya  dalam pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa. Tema ini, dengan tidak mengurangi isinya saya singkat menjadi : Marxisme dan pembinaan nasion Indonesia.

Seperti diketahui, ini bukanlah yang pertama kali saya diundang oleh Angkatan laut republik Indonesia untuk memberikan ceramah. Pada tanggal 16 Juli 1963  saya telah memberikan ceramah dihadapan  para mahasiswa Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (SESKOAL)  di Jakarta dan bertemakan Beberapa Masalah politik dan Pertahanan.

Tema yang akan kita bahas sekarang adalah sangat penting dan erat hubungannya dengan ceramah yang pernah saya berikan di SESKOAL. Tetapi disamping itu, setiap ceramah semacam ini, baik yang diselenggarakan oleh ALRI, AURI, ADRI maupun AKRI, merupakan usaha penting untuk saling mengenal dan saling mengerti diantara kita, terutama antara golongan Komunis dengan Angkatan Bersenjata RI. Hal ini merupakan jawaban yang tegas terhadap usaha - usaha kaum imperialis dan reaksioner  lainnya yang suka mempertentangkan Angkatan Bersenjata dengan PKI.

Ceramah semacam ini merupakan kegiatan penting  untuk melaksanakan salah satu  wejangan Presiden Sukarno  yang dikemukakan dalam pidato”Tahun Kemenangan” tanggal 17 Agustus 1962 yaitu tentang memberantas Komunisto-phobi”. Tidak usah saya terangkan bahwa Komunisto-phobi sekaligus adalah Nasakom-Phobi,Pancasila-Phobi, buruh-phobi ataupun petani-phobi  yang merupakan benih-benih perpecahan dikalangan Rakyat Indonesia.

Maka itu patut saya memberikan hormat yang setinggi-tingginya kepada ALRI dan kepada semua  Angkatan Bersenjata yang dengan ceramah-ceramah semacam ini memberikan sumbangan kongkrit dalam usaha memberantas Komunisto-phobi dan membina persatuan bangsa.

Membahas Marxisme di Indonesia dan usahanya  dalam pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa, berarti pada hakekatnya  membahas PKI dan pembinaan nasion Indonesia, atau dengan perkataan lain  PKI dan Nation Building .

Mengingat sempitnya waktu dan luasnya tema  maka saya akan membatasi ceramah saya  dengan menggunakan 3 bagian sbb : 1. Tentang Ajaran Marxisme: 2.Tentang Nasion Indonesia dan Persatuan Nasional Berporoskan Nasakom; 3. Tentang Angkatan Bersenjata dalam Pembinaan Nasion.

I .Tentang Ajaran Marxisme

Baiklah saya mulai dengan menjelaskan bahwa bagian ini sama sekali tidak bermaksud untuk membahas secara mendalam  Tentang  Marxisme atau Tentang Prinsip-Prinsip Fundamental Marxisme-Leninisme, tetapi sekedar untuk memperkenalkan  beberapa segi dari ajaran Marxisme. Bagi saudara-saudara yang ingin lebih lanjut mempelajarinya saya persilahkan membaca ceramah-ceramah saya  Tentang  Marxisme kepada para peserta  Latihan Kemiliteran Pegawai Sipil (LKPS) dari Deparlu RI dan juga ceramah-ceramah saya dihadapan perwira-perwira ADRI, AKRI, AURI, ALRI yang kesemuanya itu sudah dibrosurkan. Selain dari itu dewasa ini juga sudah mulai banyak diterbitkan brosur-brosur ataupun buku-buku  teori Marxisme-Leninisme secara luas. Sudah barang tentu saya  tidak ingin saudara-saudara mempelajari buku-buku Marxisme dari tulisan orang-orang reaksioner anti-Komunis, sebagaimana halnya orang-orang Katolik tidak akan menginginkan saudara-saudara mempelajari Katolisisme dari buku-buku tulisan orang-orang yang anti-Katolisisme atau orang-orang dari agama lain. Belajarlah Marxisme dari tulisan-tulisan kaum Marxis, dan belajarlah tentang penerapan Marxisme di Indonesia dari kaum Marxis Indonesia, jadi jangan dari pengkhianat–pengkhianat dan musuh-musuh Marxisme.

1. Marxisme Ajaran yang Menyeluruh

Ajaran Marxisme adalah kelanjutan dari ajaran-ajaran filsafat, ekonomi politik, dan sosialisme dari abad kesembilanbelas, yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan.

Seperti diketahui filsafat Marxisme bersumber dari filsafat  klasik Jerman, khususnya filsafat Hegel dan Feuerbach. Sistem dialektika Hegel yang berdiri di atas dasar idealisme telah dirombak oleh Marx dan ditegakkan di atas dasar materialisme. Sedang dari Feuerbach yang diambil oleh Marx  ialah kritiknya terhadap idealisme Hegel. Pendapat Feuerbach yang idealis terhadap gejala-gejala masyarakat dibuang jauh-jauh oleh Marx. Setelah perombakan itu, oleh F. Engels disimpulkan, bahwa dengan demikian “...Idealisme diusir dari tempat pengungsiannya yang terakhir,yaitu filsafat sejarah” ( Anti-Duhring, FLPH,Second Edition, hal.41) .

Ekonomi Politik Marxis (EPM)  bersumber pada ekonomi klasik Inggris, terutama pada dasar-dasar teori nilai kerja dari Adam Smith dan David Ricardo. Dengan pengembangan teori ini Marx telah menemukan hukum-hukum ekonomi masyarakat kapitalis dan "menyimpulkan batu pertama teori ekonomi Marx”, yaitu ajaran tentang nilai lebih.

Ajaran  ekonomi politik Marx telah menjadi  senjata kelas buruh tidak hanya untuk mengenal sejarah perkembangan masyarakat, khususnya sistem ekonomi kapitalis, tetapi juga untuk merombak semua sistem ekonomi yang berdasarkan penghisapan atas manusia oleh manusia.  Sistem ekonomi kapitalis harus turun panggung dan digantikan oleh sistem ekonomi yang baru, sistem Sosialis. Meskipun sosialisme adalah keharusan sejarah, tetapi ia hanya mungkin menjadi kenyataan lewat perjuangan kelas buruh dengan berpedoman pada ajaran ekonomi politik Marxis.

Sosialisme Marxis bersumber pada ajaran sosialisme klasik Perancis terutama pada ajaran sosialisme utopis Saint Simon dan Fourier. Berlainan dengan sosialisme utopis yang tidak mampu menjelaskan hakekat dari penghisapan kapitalis, sosialisme Marxis adalah ilmiah karena berdasarkan hukum-hukum obyektif perkembangan masyarakat, ia mampu menemukan hakekat dari perbudakan upah dalam masyarakat kapitalis. Selanjutnya Marx menyimpulkan bahwa perjuangan kelas adalah motor atau lokomotif dari perkembangan masyarakat.

Perjuangan kelas buruh dalam masyarakat kapitalis melawan borjuasi tidak bisa tidak menuju kepada kekuasaan politik yang bertujuan untuk menghapus sama sekali kelas-kelas dalam masyarakat.

Ajaran Sosialisme Marxisme sekaligus menyatakan  perjuangan kelas buruh untuk membebaskan diri dari penindasan dan penghisapan kapitalis dan untuk mendirikan masyarakat baru, yaitu Sosialisme, di mana tidak ada penghisapan atas manusia oleh manusia.

Demikian serba singkat pokok-pokok Marxisme sebagai ajaran yang menyeluruh. Lenin mengemukakan bahwa Marxisme itu adalah "komplit dan harmonis, karena ia "memberi kepada manusia suatu pandangan dunia yang lengkap dan memberikan jawaban pada masalah-masalah yang sudah diajukan oleh ahli pikir-ahli pikir umat manusia yang terkemuka”. Menyambut sifat ilmiah Marxisme baiklah saya juga mengetengahkan ucapan Presiden Sukarno sbb.: ”Marxisme yang sebenar-benarnya berdiri diatas analisis obyektif  (Kursus tentang Pancasila, 5 Juni 1958). Bahkan beliau pernah menyatakan sbb.: Riwayat dunia belum pernah menemui ilmu dari satu manusia, yang begitu cepat masuknya dalam keyakinannya satu golongan dalam pergaulan hidup, sebagai ilmunya kampium kaum buruh ini (Karl Marx, DNA). Dari puluhan menjadi ratusan, dari ratusan menjadi ribuan, dari ribuan menjadi laksaan, ketian, jutaan…begitulah jumlah pengikutnya bertambah-tambah. Sebab walaupun teori-teorinya sangat sukar dan berat bagi kaum pandai, maka amat gampanglah teorinya dimengerti oleh kaum yang tertindas dan sengsara, yakni kaum melarat-kepandaian yang berkeluh kesah itu (Dibawah Bendera Revolusi, Jilid I, cetakan II, hal 219-220)

Marxisme dikembangkan oleh Lenin dalam jaman imperialisme dan revolusi proletar sedunia, sehingga sekarang disebut Marxisme–Leninisme. Jika saya rumuskan dengan singkat, Marxisme–Leninisme ialah  ilmu tentang hukum perkembangan alam dan masyarakat, tentang pengalaman gerakan buruh semua negeri, tentang Revolusi Demokrasi Rakyat dan Revolusi Sosialisme serta pembangunan Sosialisme, pendeknya ilmu yang terus berkembang sesuai dengan bertambah kayanya pengalaman perjuangan kelas buruh semua negeri.

2. Marxisme-Leninisme harus dipadukan dengan gerakan revolusioner

Marxisme-Leninisme adalah ilmu. Sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu yang lain, baik alam maupun sosial, ”…Diapun harus diperlakukan sebagai ilmu pula, yaitu dipelajari”. (F. Engels, Perang Tani di Jerman, kursif dari saya – DNA). Tidak ada keajaiban apa-apa pada Marxisme-Leninisme. Setiap orang dapat mempelajarinya apabila ia memperlakukan sebagai ilmu. Satu satunya syarat adalah mempelajarinya dan mempraktekkannya.

Kaum Komunis Indonesia sering menekankan sifat ilmiah dari Marxisme-Leninisme selain untuk mendorong ketekunan belajar Marxisme-Leninisme juga untuk membantah fitnahan-fitnahan seolah-olah ajaran Marxisme-Leninisme adalah”tidak asli”. Berbicara tentang "asli” dan "tidak asli” manakah diantara ketiga ideologi dan aliran politik di Indonesia, yaitu Nasionalisme, Agama, dan Komunisme, disingkat Nasakom, yang asli ?

Tidak dapat disangkal bahwa yang penting ialah apakah nasionalisme Indonesia itu mengambil bagian aktif dalam perjuangan anti imperialis dan anti feodal. Sebaliknya tidaklah menjadi soal bahwa nasionalisme  itu mengambil ide-ide yang maju dari pemimpin-pemimpin nasionalis negeri-negeri lain dalam mengembangkan perjuangannya. Demikian pula yang penting ialah apakah penganut-penganut agama-agama di Indonesia mengambil bagian aktif dalam perjuangan  melawan imperialisme dan kolonialisme, dan bukanlah persoalan agama itu "asli” atau ”tidak asli”. Kalau"asli” dan "tidak asli” mau dipersoalkan, maka kaum Komunis Indonesia berpendirian bahwa sejarah ilmiah komunisme adalah yang paling "asli” karena dahulu kala leluhur kita memang hidup dalam masyarakat komunal yaitu pada zaman Komunisme primitif. Bedanya Komunisme yang hendak dituju sekarang ialah yang modern. Walaupun demikian, kaum komunis Indonesia tidak pernah "meng-claim” keaslian dan bahkan  tidak mempersoalkan masalah "asli” dan "tidak asli”. Kaum Komunis berpendapat bahwa ide-ide universal yang progresif harus dimasukkan ke Indonesia lewat kekreatifan dan kearifan Rakyat Indonesia.

Ajaran Komunisme,Marxisme-Leninisme adalah ilmu dan senjata untuk menghapus masyarakat yang berdasarkan penghisapan dan perbudakan, untuk memenangkan dunia baru, yaitu dunia Sosialisme dan Komunisme dunia yang bersih sama sekali dari imperialisme, kolonialisme dan kapitalisme, pendeknya yang bebas sama sekali dari penghisapan atas manusia oleh manusia. Marxisme-Leninisme bukanlah suatu dogma  yang tidak hidup dan tidak berjiwa tetapi pedoman untuk aksi, senjata untuk berjuang bagi kelas buruh. Hanyalah dengan memadukan Marxisme-Leninisme dengan gerakan revolusioner kelas buruh, atau mengintegrasikan secara total kebenaran-kebenaran universal Marxisme-Leninisme dengan praktek kongkrit revolusi Indonesia, barulah Marxisme-Leninisme bisa menjadi perkasa. Dalam arti inilah maka, PKI senantiasa  menyerukan dan melaksanakan peng-Indonesiaan Marxisme-Leninisme. Pendeknya menyatunya antara Marxisme-Leninisme dengan praktek kongkrit revolusi Indonesia adalah jaminan bagi suksesnya  gerakan revolusioner.

Partai Komunis Indonesia adalah bentuk kongkrit daripada  perpaduan Marxisme-Leninisme dengan gerakan kelas buruh Indonesia. PKI didirikan tanggal 23 mei 1920, dalam zaman imperialisme,setelah di Indonesia ada kelas buruh dan gerakan buruh, ada serikat buruh-serikat buruh terutama VSTP (Vereniging Spoor en Tram Personeel), setelah dibentuk ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereniging) atau PSDH (Persatuan Sosial Demokrat Hindia), organisasi Marxis yang pertama di Indonesia, dalam tahun 1914, dan setelah Revolusi Sosialis Oktober Besar  tahun 1917 di Rusia. Proses pengintegrasian antara Marxisme dengan gerakan revolusioner di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1914, sejak ISDV berdiri dan telah memasuki tingkat baru sesudah PKI lahir pada tahun 1920. Proses perpaduan ini tidak hanya sedang berjalan terus, tetapi juga makin cepat temponya dan makin harmonis.

Mengenai perpaduan antara Marxisme-Leninisme dengan gerakan revolusioner negeri-negeri Asia, Lenin menyerukan dalam bulan November 1919 sbb:

"…Kalian harus menyesuaikan diri dengan syarat istimewa yang tidak ada di negeri-negeri  Eropa, dan harus cukup mengenakan teori dan praktek itu pada keadaan di mana jumlah yang sangat terbanyak dari penduduk adalah kaum tani, dan di mana tugasnya adalah berjuang, bukan melawan kapitalisme, tetapi melawan sisa-sisa abad pertengahan.” (The National Liberation Movement in the East, hal 234).

Dengan berpedoman pada seruan Lenin tersebut, kaum Komunis Indonesia menekankan bahwa kalau Marxisme-Leninisme mau menang di Indonesia, tidak ada jalan lain, kecuali ia harus di-Indonesiakan. Kebenaran universal Marxisme-Leninisme harus dipadukan secara kreatif sesuai dengan syarat-syarat kongkrit di Indonesia. Sekarang ini pada pokoknya  PKI telah berhasil meng-Indonesiakan Marxisme-Leninisme, yang pada hakekatnya berarti  mengintegrasikan PKI yang Marxis-Leninis dengan kaum tani. Sudah barang tentu peng-Indonesiaan Marxisme-Leninisme meliputi segala bidang praktek kongkrit revolusi Indonesia, termasuk pembinaan nasion Indonesia.

 

II. Tentang Nasion Indonesia dan Persatuan Nasional Berporoskan Nasakom

Gerakan kemerdekaan nasional Indonesia yang dimulai sejak awal abad 20 ini memperlihatkan pengaruh dari gerakan borjuasi dan juga dari gerakan proletar di Indonesia . lahir dan  perkembangan nasion Indonesia berlangsung di zaman imperialisme dan revolusi proletar sedunia

1. Tentang Nasion Indonesia

Berbicara Tentang pembinaan nasion Indonesia sangat  pentinglah bagi kita untuk terlebih dulu memahami apa yang kita maksudkan  dengan nasion. Gagasan kaum Marxis tentang nasion  sudah cukup dikenal umum yaitu sbb.: "Nasion adalah suatu persekutuan yang stabil dari orang-orang yang tersusun menurut sejarah, terbentuk berdasarkan satu bahasa, wilayah, kehidupan ekonomi bersama, dan susunan kejiwaan yang terjelma dalam satu kebudayaan bersama.” (J.W. Stalin, Marxisme dan Masalah Nasional, hal 10, pen.”Pembaharuan”). Dari definisi Marxis tentang nasion ini,  jelaslah bahwa nasion adalah  suatu kategori historis  (sejarah), walaupun kategori historis yang tergolong pada zaman tertentu, yaitu zaman lahirnya kapitalisme. Apakah yang menandai terbentuknya nasion-nasion?. "Proses pelenyapan feodalisme dan perkembangan kapitalisme bersamaan itu pula adalah suatu proses penyusunan orang-orang menjadi nasion” (buku yang sama hal.18) .

Ada seorang sarjana Perancis , Ernest Renan, yang dalam menetapkan ciri-ciri suatu nasion sangat mementingkan faktor kejiwaan hasrat ingin bersatu, tetapi tidak menganggap penting masalah wilayah dan faktor-faktor lain yang dianggap penting oleh kaum Marxis. Pendapat ini sudah tentu tidak lengkap, karena tidak mungkin dibayangkan adanya nasion tanpa wilayah tempat berpijak, berkembang, berjuang, mengalami suka dan duka, dsb.  Oleh karena itu, Sumpah Pemuda tahun 1928, tentang ”satu tanah air, satu bahasa dan satu bangsa” adalah sangat tepat dan memenuhi keperluan yang sangat penting bagi kelengkapan suatu nasion.

Menjawab pertanyaan tentang sebab-sebab mengapa nasion-nasion di seluruh dunia lahir bersamaan dengan kemenangan kapitalisme atas feodalisme, Lenin dalam bukunya Hak Bangsa-Bangsa untuk Menentukan Nasib Sendiri mengemukakan sbb.: "Dasar ekonomi dari gerakan ini terletak dalam hal, bahwa untuk mencapai kemenangan yang penuh  bagi produksi barang dagangan  borjuasi mesti merebut pasar dalam negeri, mesti memiliki  wilayah-wilayah yang politis  bersatu dengan penduduk yang memakai satu bahasa, dan dengan menghapus segala rintangan terhadap perkembangan bahasa itu  dan terhadap perkokohannya di dalam kesusastraan” (hal. 7 Kursif dari saya, DNA). Tidak bisa disangkal bahwa justru syarat sejarah itulah yang menumbuhkan gerakan-gerakan nasional, tetapi  kekuatan dari gerakan nasional itu ditentukan oleh taraf sampai mana lapisan-lapisan yang luas dari nasion, yaitu kaum buruh dan kaum tani, ikut serta di dalamnya. Gerakan nasional akan merupakan kekuatan perkasa dari kaum buruh dan kaum tani, sebagai kekuatan vital  dalam masyarakat aktif  ambil bagian. Hal ini terbukti dari  pengalaman gerakan-gerakan nasional seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia.

Seperti diketahui proses lahirnya nasion Indonesia berlangsung sejak awal abad  ke-20, bersamaan dengan kebangkitan gerakan nasional. Jika pada tiap tanggal 20 Mei kita memperingati hari kebangkitan nasional sekaligus kita juga memperingati permulaan proses  kelahiran nasion Indonesia.

Sejak akhir abad ke-19 imperialisme Belanda melakukan penanaman kapital  dengan cepat dan secara besar-besaran di Indonesia. Bersamaan dengan itu dilakukan  perang-perang kolonial, dengan tujuan untuk menduduki seluruh kepulauan. Dengan maksud untuk mengeduk kekayaan yang lebih besar dan lebih intensif, imperialis Belanda terpaksa mendirikan pelabuhan-pelabuhan dan jalan-jalan kereta api serta industri untuk menggali dan mengerjakan bahan mentah (tetapi tidak sampai merupakan barang-jadi), seperti gula, karet, timah, minyak dll. Sejak itulah telah lahir proletariat Indonesia. Demikianlah kapitalisme melahirkan penggali liang kuburnya sendiri di bumi Indonesia, yaitu proletariat Indonesia.

Mengenai pertumbuhan borjuasi atau kelas kapitalis Indonesia telah kita melihat, bahwa meskipun imperialis Belanda berusaha untuk mempertahankan hubungan feodal, tetapi tidak bisa dicegah tendens kapitalis  merasuk juga ke tengah-tengah masyarakat Indonesia. Dengan demikian muncullah kelas borjuis Indonesia . Selanjutnya perubahan-perubahan  ekonomi ini  mengakibatkan timbulnya kesamaan kehidupan  ekonomi yang menjadi dasar bagi lahirnya nasion Indonesia, bagi lahirnya kesadaran nasional dan gerakan kemerdekaan Nasional.

Untuk kepentingan eksploitasi dan penindasannya  kaum imperialis juga terpaksa melahirkan  barisan intelegensi dari kalangan bangsa Indonesia. Sebagian kaum intelektual Indonesia, karena kesadaran nasionalnya memihak gerakan kemerdekaan nasional. Dari sini pun dapat dilihat bahwa kapitalisme (asing) melahirkan penggali liang kuburnya.

Penindasan berwujud penindasan terhadap semua syarat-syarat nasion Indonesia, baik yang mengenai bahasa, wilayah, kehidupan ekonomi, maupun susunan kejiwaan. Pada masa penindasan nasional di negeri kita, pertumbuhan bahasa nasional dirintangi dan bahasa penjajah diagung-agungkan, persatuan bangsa terus menerus dirintangi, sedangkan provinsialisme ditiup-tiup, dan pertentangan suku-suku diperuncing, industri dan komunikasi tidak dikembangkan, perasaan kebangsaan ditindas dengan mencekoki  bangsa kita dengan perasaan tidak mampu, perasaan inferior dsb. Sumpah Pemuda dalam tahun 1928 merupakan jawaban yang  sangat tepat untuk politik penindasan nasional ini.

Teranglah bahwa nasion Indonesia lahir pada masa tumbuhnya kapitalisme yang datang  dari luar dan mulai rusaknya hubungan feodal. Dan hubungan feodal itu bukan hanya tidak dihancurkan, tetapi malahan sengaja dipelihara  dan dijadikan sekutu kolonialisme dan imperialisme. Sampai sekarang perkembangan nasion Indonesia  bukan hanya  dapat halangan dari imperialisme  yang datang dari luar, tetapi juga dapat halangan dari  dalam dengan masih terdapatnya sisa-sisa feodalisme yang berat di tanah air kita seperti:

  1.  Monopoli atas tanah-tanah di desa oleh tuan tanah
  2. Sewa tanah berbentuk hasil bumi
  3. Sewa tanah berbentuk kerja yang menempatkan kaum tani dalam kedudukan hamba
  4. Hutang-hutang yang sangat memberatkan dan memelaratkan kehidupan kaum tani.

Itulah sebabnya mengapa revolusi kita  juga mempunyai tugas demokratis anti feodal, tugas untuk membersihkan sisa feodalisme di desa-desa, disamping tugas-tugas nasional anti imperialisme. Jika dilihat dari zamannya, yaitu pada awal abad sekarang  maka nasion Indonesia lahir pada zaman imperialisme dan revolusi proletar dunia. Zaman ini sangat mempengaruhi proses pembinaan nasion Indonesia, proses nation building Indonesia. Nasion-nasion di Eropa  lahir dan tumbuh bersamaan dengan lahir dan tumbuhnya kapitalisme dan imperialisme, sedangkan nasion Indonesia  lahir dan tumbuh bersamaan dengan perjuangan Rakyat melawan imperialisme. Inilah perbedaan hakiki antara pertumbuhan nasion  di Eropa dengan di Asia, dan ini menyebabkan  kaum Komunis tidak bersikap sama  terhadap "nasionalisme Eropa dan "nasionalisme Asia”. Di Asia, nasionalisme pada umumnya  merupakan pernyataan anti imperialisme, sedangkan di Eropa  ia pada umumnya  merupakan pernyataan  daripada perkembangan kapitalisme dan imperialisme. Nasion Indonesia lahir pada zaman imperialisme dan dalam perjuangan terhadap imperialisme. Nasion Indonesia lahir dalam  jaman  revolusi Sosialis dunia sehingga perkembangan nasion Indonesia  yang wajar ialah menjadi nasion Sosialis.

Diwaktu yang lalu dan mungkin sekarang juga masih ada pandangan yang menganggap  seolah-olah pada zaman Majapahit dulu Indonesia sudah merupakan Negara nasional yang kuat.

Dari uraian diatas jelas, bahwa ketika itu  belum ada nasion Indonesia dan oleh karena itu tidak mungkin ada negara nasional. Yang ada ketika itu ialah masyarakat feodal dan negara feodal Majapahit. Juga masih ada pandangan yang menganggap  seolah-olah nasion Indonesia baru lahir sejak Proklamasi 17 Agustus 1945. Jelas pulalah bahwa ketika itu yang lahir adalah  Republik Indonesia. Yaitu negara nasional Indonesia, sedangkan proses pertumbuhan nasion Indonesia  sudah dimulai sejak awal abad ke-20 ini.  Negara nasional adalah salah satu tujuan  dari gerakan nasional. Sumpah pemuda tahun 1928  adalah bukti bahwa nasion  Indonesia sudah ada dan tumbuh sebelum Proklamasi  kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Proses kelahiran nasion Indonesia sekaligus menggambarkan proses perlawanan nasional Indonesia terhadap penindasan kolonial dari imperialisme Belanda. Jika borjuasi Eropa ketika tumbuhnya nasion-nasion pernah menggunakan semboyan seperti Liberte, Egalite dan Fraternite (kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan) untuk dapat menghimpun kekuatan  nasional  dengan  maksud memperjuangkan masalah nasionalnya demi kepentingan borjuasi, maka masalah nasional di Indonesia  bukanlah masalah borjuasi semata, tetapi adalah masalah negeri tertindas, masalah seluruh rakyat Indonesia  termasuk proletariat Indonesia. Kenyataannya memang menunjukkan bahwa pembinaan nasion Indonesia bukanlah untuk kepentingan borjuasi semata-mata, melainkan untuk rakyat seluruhnya, yang bagian yang sangat terbesar  terdiri dari kaum  buruh dan kaum tani  dan di mana proletariat Indonesia sejak semula, sejak awal abad ini, telah memainkan peranan yang sangat penting. Dalam tulisan Bung Karno yang berjudul Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme (1926) dengan tandas dikatakan tentang mutlak perlunya  Partai proletariat (PKI)  bagi suksesnya gerakan  kemerdekaan nasional Rakyat Indonesia. Demikianlah sebab-sebab mengapa gerakan nasional di negeri-negeri tertindas, termasuk di Indonesia, yang  tumbuh pada zaman imperialisme  dan revolusi proletar dunia, tidak lagi merupakan bagian dari gerakan borjuis sedunia, tetapi merupakan bagian dari gerakan untuk Sosialisme dunia melawan kapitalisme dunia.

Peranan proletariat dan peranan borjuasi terhadap masalah nasional Indonesia  diwujudkan dalam sikap mereka  terhadap revolusi Indonesia yang berwatak nasional dan demokratis. Tidak ada disangkal bahwa borjuasi nasional Indonesia ada peranannya dalam membina nasion Indonesia, tetapi memimpin gerakan nasional sampai ke puncaknya seperti yang pernah dipegang oleh borjuasi di Eropa dulu, tidaklah mungkin, malahan sebagian dari borjuasi yaitu kaum komprador dan kapitalis birokrat, tidak mempunyai peranan  positif dalam membina nasion karena mereka adalah anti nasional. Sedangkan proletariat Indonesia dan PKI tidak terbatas pada soal menyatukan seluruh nasion Indonesia  yang terdiri dari banyak  suku bangsa dan beberapa golongan keturunan asing, tetapi juga mendorong maju gerakan nasional untuk mencapai kemenangan revolusi nasional dan demokratis sebagai "jembatan emas” (istilah Bung Karno) untuk menuju masyarakat Sosialis, masyarakat dimana tidak ada penghisapan atas manusia oleh manusia.

Dalam bukunya Hak Bangsa-Bangsa untuk Menentukan Nasib Sendiri, W.I. Lenin menegaskan sbb.:

“Tugas partai-partai itu di lapangan politik nasional  haruslah merupakan tugas rangkap dua: mengakui hak semua bangsa  untuk menentukan nasib sendiri, sebab perubahan borjuis demokratis masih belum selesai, dan memelihara persekutuan yang sangat erat  dan tidak terpecahkan  dalam perjuangan kelas kaum proletar semua bangsa”  (hal 63-64, penerbit "Pembaharuan”).

   Dalam sejarah perkembangan nasion Indonesia terdapat peristiwa-peristiwa  seperti lahirnya Budi Utomo, Serikat Islam, ISDV (PSDH), terbentuknya partai-partai politik  seperti PKI, PNI, PSII dll., Pemberontakan Nasional 1926, Sumpah Pemuda 1928, PPPKI pidato pembelaan Bung Karno "Indonesia Menggugat Pemberontakan Zeven Provincien” ("Kapal Tujuh”) 1933, Gerindo, Gapi, Gerindom (Gerakan Indonesia Merdeka) dan bentuk–bentuk perjuangan anti fasis Jepang lainnya, Proklamasi 17 Agustus 1945, dsb., yang semuanya merupakan tonggak-tonggak yang penting dalam pembinaan nasion Indonesia. Jika waktu lalu PKI dengan sadar memainkan peranan penting dalam seluruh proses terbentuknya nasion Indonesia, maka sesudah ada Republik Indonesia  berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945, PKI dengan sedar pula berjuang untuk persatuan nasional dan kesatuan Republik Indonesia dalam usaha mengonsolidasi dan menyetabilkan nasion Indonesia melawan setiap gerakan subversif pemecah-belah dan pengkhianatan nasional seperti pemberontakan reaksioner  DI-TII, "PRRI-Permesta”, Kahar Muzakar, Andi Selle dan bentuk-bentuk anti-Indonesia lainnya seperti "Malaysia”, Armada VII AS dsb

2. Tentang Penggalangan Persatuan Nasional  yang berporoskan Nasakom

Mengonsolidasi dan menyetabilkan nasion Indonesia bagi PKI berarti memenangkan penyelesaian tuntutan Revolusi Agustus 1945 sampai ke akar-akarnya atau melaksanakan Manipol secara konsekuen, menyelesaikan revolusi yang nasional demokratis, untuk Indonesia yang merdeka penuh dan demokratis sebagai landasan untuk menuju ke Sosialisme Indonesia. Hanya di bawah syarat-syarat kemerdekaan nasional yang penuh dan demokratis ide-ide Marxisme dapat dilaksanakan dengan leluasa. Oleh karena itu adalah tugas setiap Komunis berjuang dengan konsekuensi tujuan ini. PKI menekankan bahwa setiap Komunis harus benar-benar menjadi patriot sejati, meletakkan kepentingan nasional di atas kepentingan kelas dan golongan. Ini sama sekali tidak berarti sovinisme, karena patriotisme kaum Komunis senantiasa dipadukan dengan internasionalisme proletar atau internasionalisme Sosialis. Senantiasa satu dengan perjuangan kelas buruh  dan rakyat pekerja semua negeri. Jadi internasionalisme kaum Komunis adalah berlawanan  dengan kosmopolitanisme borjuis atau humanisme universal yang tidak mengakui adanya  tanah air, kecuali negeri yang memberinya banyak laba.

Mengingat bahwa nasion Indonesia  terdiri dari banyak suku, maka tugas mengonsolidasi  dan  menyetabilkan nasion Indonesia mengandung pula kegiatan untuk memelihara dan memperkokoh persatuan dikalangan  suku-suku di Indonesia. Proses ini tidak bisa dipisahkan dari proses  gerakan revolusioner memperkokoh kesatuan Republik Indonesia melawan setiap gerakan rasialis, subversif dan pemecah-belah. Disamping itu nasion Indonesia bisa utuh dan kuat jika semua suku bersatu-padu, saling menghormati dan masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan tidak pandang  besar kecilnya suku.

Meskipun sudah ada pernyataan Presiden Sukarno bahwa beliau hanya mengenal suku-suku dan tidak mengenal minoritas dan mayoritas, namun kaum rasialis dan kaum kontra-revolusioner lainnya tetap berusaha untuk memecah-belah bangsa Indonesia dengan menyebarkan racun politik "asli” dan "tidak asli” dibidang ekonomi, dibidang pendidikan dll. Pandangan-pandangan rasialis dan sovinis serta politik pecah belah adalah pandangan dan politik kaum imperialis dan kaum penghisap dalam negeri, dan sama sekali asing dari Rakyat pekerja, terutama kaum buruh, yang kepentingannya sepenuhnya bersatu-padu dengan kepentingan  revolusioner dari semua suku dan dari seluruh nasion Indonesia.

Dalam semua proses  perkembangan nasion Indonesia dapat dibuktikan bahwa kemajuan masing–masing suku dari nasion Indonesia berpadu-erat dengan kesediaan suku-suku itu untuk ambil bagian dalam proses pembentukan nasion Indonesia. Jika ada gerakan kesukuan yang bertujuan mendirikan negara sendiri terpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka gerakan semacam itu, jika memang bukan digerakkan dengan kaum imperialis dari semula, pasti akan segera jatuh ketangan imperialis dan dijadikan alat subversi, seperti halnya dengan negara-negara bagian bikinan Van Mook, RMS, DI-TII, pemberontakan "PRRI-Permesta” dll. Proses perkembangan suku-suku dalam rangka perkembangan  nasion Indonesia seharusnya didasarkan atas hak yang sama, dalam arti hak otonomi yang seluas-luasnya  dalam rangka mengembangkan daya-kreasi semua suku dan dengan demikian memperkuat Negara kestuan Republik Indonesia.

Selanjutnya, untuk mengonsolidasikan dan menstabilkan nasion Indonesia,politik PKI ialah dengan konsekuen menggalang front persatuan nasional dari semua kekuatan revolusioner, yaitu kaum buruh, kaum tani, kaum borjuis kecil dan kaum pengusaha nasional, atau seperti yang dinyatakan oleh Presiden Sukarno : "Samenbundeling van alle revolutionaire krachten” (istilah dari pidato Konsepsi  Presiden, tanggal 21 Februari 1957 ) atau "konsentrasi kekuatan nasional” (istilah dalam Manipol). Semua kekuatan revolusioner ini menderita penindasan dan penghisapan, atau sekurang-kurangnya mendapat rintangan-rintangan dari musuh-musuh revolusi, yaitu dari kaum imperialis, kaum kapitalis birokrat, kaum komprador, dan kaum tuan tanah feodal. Di antara kekuatan-kekuatan revolusioner itu, seperti sering ditekankan oleh Presiden Sukarno bahwa kaum buruh dan kaum tani, baik karena vitalnya  maupun karena sangat banyak jumlahnya harus menjadi kekuatan pokok dalam revolusi (Manipol, Tubapi hal 82).

Kata vital dalam penjelasan tersebut sangat penting, tetapi sering dilupakan, sengaja atau tidak. Berbicara tentang kaum buruh dan kaum tani sebagai "soko guru revolusi” tanpa menegaskan vitalnya mereka dalam masyarakat, sama saja dengan omong kosong. Mereka disebut vital karena merekalah tiang masyarakat, tanpa mereka tidak akan ada produksi di dalam masyarakat, tak ada sandang, tak ada pangan, tak ada industri, dan dengan tak ada semuanya itu tidak mungkin ada masyarakat.

Bayangkanlah betapa rupa Angkatan Laut kita. Ya, betapa rupa kita yang berada dalam ruangan ini sekarang, jika tidak ada produksi pangan, sandang dll. Dubes Amerika Serikat, tuan Jones, pernah berkata kepada saya: Tuan Aidit senang ya, memakai pakaian bikinan kapitalis. Saya jawab:  sayang, tuan keliru, yang membikin pakaian ini, dan juga pakaian yang tuan pakai itu, adalah kaum buruh: kaum kapitalis memegang kainnya ini pun mungkin tidak pernah: kaum kapitalis hanya mengantongi keuntungannya dari keringat kaum buruh.

Tetapi, sebagaimana semua kita mengetahui kaum buruh dan tani hidupnya paling tertindas dan terhisap dan oleh karena itu tidak heran bahwa merekalah yang paling konsekuen dalam perjuangan melawan  imperialisme dan feodalisme.

Dengan mengingat vitalnya dan konsekuennya kaum buruh dan kaum tani, kaum Komunis Indonesia telah merumuskan teori revolusi Indonesia 1,1,2,3,4. atau do,do, re, mi, fa untuk menekankan pentingnya pekerjaan dikalangan kaum tani. 1 (yang pertama) berarti satu pelopor, yaitu kelas buruh, kelas yang terhisap dan tertindas, yang paling konsekuen dan yang paling modern karena paling dulu berkenalan dan menggunakan penemuan-penemuan modern; 1 (yang kedua) berarti satu kekuatan pokok yaitu kaum tani, kaum yang terhisap dan tertindas, yang  konsekuen dan luar biasa jumlahnya; 2 berarti dua kekuatan yang menjadi basis front persatuan nasional, yaitu kaum buruh, dan kaum tani yang bersekutu erat; 3 berarti tiga kekuatan pendorong revolusi  yaitu kaum buruh, kaum tani dan kaum borjuasi kecil, jadi semua rakyat pekerja; 4 berarti empat kekuatan front nasional yaitu kaum buruh, kaum tani, borjuasi kecil dan borjuasi nasional.

“Front Nasional adalah satu alat Revolusi, oleh karena Front Nasional harus menampung segala kegiatan politik dari masa.” Demikian Presiden Sukarno menekankan dalam pidato Gesuri.Sekarang ini Front Nasional sedang melaksanakan Panca Programnya, yang meliputi soal-soal sbb.: 1) Mengonsolidasikan kemenangan-kemenangan yang sudah dicapai di bidang keamanan dan Irian Barat dan bidang-bidang lain; 2) Menanggulangi kesulitan-kesulitan ekonomi dengan mengutamakan kenaikan produksi; 3) Meneruskan  perjuangan anti-imperialis dan neo-kolonialis dengan memperkuat kegotong-royongan nasional revolusioner berporoskan Nasakom; 4) Meratakan dan mengamankan indoktrinasi berdasarkan TUBAPI seperti yang sudah ditetapkan oleh Presiden, dilengkapi dengan RESOPIM dan TAKEM yang memuat 9 WEJANGAN Presiden; 5) Melaksanakan retuling aparatur negara, termasuk bidang pemerintahan dari pusat sampai daerah-daerah.  Seluruh Panca Program ini sengaja saya sebut  karena ternyata  ada juga orang-orang yang Front Nasional-phobi yang kalau berbicara tentang Panca Program suka menggelapkan berbagai pengertian.

Penggalangan dan pengonsolidasian front persatuan nasional dapat menciptakan kekuatan besar dan perkasa apabila segenap kekuatan revolusioner dapat memainkan perannya, mengerahkan massanya untuk ambil bagian dalam perjuangan, misalnya dalam mengerahkan barisan sukarelawan mengganyang "Malaysia”. Daya mobilisasi yang luar biasa hebatnya  itu hanyalah dapat dilaksanakan  berkat Front Nasional yang berporoskan Nasakom. Dan beranggotakan partai-partai politik disamping ormas-ormas, Angkatan Bersenjata dan perseorangan-perseorangan yang revolusioner. Dalam tulisan Mencapai Indonesia Merdeka tahun 1933  Bung Karno dengan tegas menunjukkan tentang pentingnya partai-partai politik. Partailah yang memimpin massa itu didalam perjuangannya merebahkan musuh, partailah yang memegang komando dari barisan massa. Partailah yang harus memberi ke-bewust-an pada pergerakan massa, memberi kesadaran, memberi "keradikalan.” (Dibawah Bendera Revolusi,hal. 282). Selanjutnya beliau tegaskan: ....”Partai yang segala galanya cocok dengan kemauan natuur, partai yang memikul natuur dan terpikul natuur. Partai yang demikian itulah yang bisa menjadi komandannya massa aksi kita. Bukan partai borjuis, bukan partai ningrat,bukan 'partai Marhaen' yang reformistis, bukanpun 'partai radikal' yang hanya amuk-amukan sahaja.” (Dibawah Bendera Revolusi,hal. 284).Selanjutnya dikatakan oleh Bung Karno: ...”Partai yang tidak lembek, tetapi juga tidak amuk-amukan sahaja melainkan konsekuen radikal yang berdisiplin, partai yang demikian itulah yang bisa menjadi partai pelopor. Masyarakat sendiri akan menjatuhkan hukuman atas partai-partai yang tidak demikian; mereka akan mendorong olehnya ke belakang menjadi paling mundur, 'partai sersan' sahaja.”(Idem, hal 284).

PKI telah dan akan terus berjuang untuk menelanjangi maksud–maksud jahat kaum Minapolis munafik yang berusaha untuk mengecilkan peranan partai-partai dengan maksud membubarkan partai-partai politik, disamping itu PKI mengajak partai politik lainnya yang telah disahkan sebagai partai-partai Nasakom untuk berlomba-lomba mengabdikan diri sebaik-baiknya kepada perjuangan Rakyat Indonesia. Tentang mana partai pelopor, tiap-tiap partai tentu ingin menjadi pelopor, tetapi di atas segala  keinginan itu, soal partai pelopor atau partai pimpinan, selain harus sesuai dengan "kemauan natuur”, artinya sesuai dengan hukum perkembangan masyarakat, adalah masa sendiri, atau menurut kata–kata Bung Karno”masyarakat sendiri”, yang akan menilai dan menentukannya.

Untuk mengecilkan peranan-peranan partai, kaum Minapolis munafik, suka menonjol-nonjolkan peranan "karyawan”. Karena tujuan penonjolan ini  reaksioner, maka kaum Minapolis munafik sudah sangat mendiskriditkan istilah "karyawan” sehingga istilah ini makin lama makin menjadi tidak populer dan bahkan sudah mengandung anti-anti partai, anti-Nasakom, dan anti-Manipol.

Berbicara tentang front persatuan nasional berarti juga berbicara tentang penggalangan tiga aliran besar yang hidup dalam masyarakat Indonesia yaitu Nasionalisme, Agama dan Komunisme, atau yang dipersatukan dalam istilah Nasakom. Nasakom adalah salah satu perwujudan dari filsafat persatuan atau filsafat gotong-royong Rakyat Indonesia sebab seperti dikatakan oleh Bung Karno ”Nasakom adalah kenyataan-kenyataan hidup yang tak dapat dibantah di dalam masyarakat Indonesia.” (Pidato Resopim, brosur Departemen Penerangan hal 39-40).  Gagasan Nasakom mempunyai akar-sejarah sejak kebangkitan Nasional Indonesia, yang terus diperkokoh  sepanjang gerakan kemerdekaan Nasional terutama sejak tulisan Bung Karno, Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme, tahun 1926 yaitu tahun pemberontakan nasional yang pertama di Indonesia dibawah pimpinan PKI melawan kolonialisme Belanda. Jika diperinci, proses lahirnya ketiga aliran Nasakom ialah sbb:

Nasionalisme: dimulai dengan  Budi Utomo (1908), kemudian National Indische Partij ; Partai Nasional Indonesia (1927) dan Partai Indonesia (Partindo).

Islamisme:  dimulai dengan Serikat Dagang Islam (SDI – 1911); kemudian Serikat Islam (SI- 1912); Partai Serikat Islam dan Partai Serikat Islam Indonesia ( PSII) dan Nahdlatul Ulama (NU- 1926).

Marxisme (Komunisme): dimulai dengan Serikat buruh-serikat buruh (SS Bond – 1905) ; VSTP (1908); vaksentral-vaksentral; ISDV (1914 – organisasi Marxis pertama ) dan Partai Komunis Indonesia (PKI — 1920).

Dalam tulisan Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme (1926) Bung Karno menekankan sbb.: "Mempelajari, mencahari hubungan antara ketiga sifat itu ( Nasionalis, Islam dan Marxis- DNA) membuktikan,  bahwa tiga haluan ini  dalam suatu negeri jajahan tak guna berseteruan satu sama lain, membuktikan pula, bahwa ketiga gelombang ini bisa bekerja bersama-sama menjadi satu gelombang yang maha besar dan maha kuat, satu ombak topan yang tak dapat ditahan terjangannya, itulah kewajiban yang kita semua harus memikulnya.” (Di Bawah Bendera Revolusi, hal. 2).

Menjawab pertanyaan "Apakah nasionalisme bisa rapat diri dengan Marxisme yang internasional itu?” Ditegaskan, "Dengan ketetapan hati kita menjawab: Bisa!”. (Buku tsb. hal.4). Selanjutnya dikatakan bahwa "Islamis yang  luas pemandangan, Islamis yang mengerti akan kebutuhan-kebutuhan perlawanan kita, pastilah setuju dengan persahabatan  dengan kaum Marxis.” (Buku tsb. hal.12).

Sejarah gerakan kemerdekaan nasional pada hakekatnya adalah sejarah perkembangan dari tiga aliran politik tersebut. Fakta-fakta menunjukkan bahwa jika tiga aliran itu bersatu padu, maka gerakan revolusioner berkembang dengan pesat, tetapi sebaliknya jika tiga aliran itu tidak bersatu maka gerakan revolusioner terhalang. Nasakom adalah poros dari front persatuan nasional kita.

Dalam melawan kegotong-royongan nasional berporoskan Nasakom, kaum Minapolis munafik berdalih bahwa kegotong-royongan tidak perlu dicerminkan oleh kerjasama tiga golongan itu, cukuplah oleh perseorangan–perseorangan yang sudah mencakup "dalam dirinya" ketiga aliran tersebut.

Ini adalah percobaan penipuan disiang bolong dan secara besar-besaran, karena dengan main "dalam dirinya” ini tidak mungkin mengerahkan segenap potensi revolusioner yang ada dalam masyarakat. Bung Karno tidak menerima permainan "dalam dirinya” ini, dan sebagai buktinya dalam peristiwa-peristiwa nasional yang penting-penting beliau mengikut-sertakan tokoh Nasakom.

Dalam rangka menjelaskan front persatuan nasional, PKI harus pula berbicara tentang Pancasila, karena Pancasila  adalah juga tidak terpisah dari proses pembinaan nasion dan Negara Kesatuan RI. Pancasila  merupakan perumusan yang lain dari pada filsafat persatuan  Rakyat Indonesia "Bhineka Tunggal Ika”,  yang artinya; berbeda-beda tapi satu jua. Rakyat Indonesia berbeda-beda dalam keyakinan agama, dalam kesukuan, dalam kesenian dan adat istiadat, tetapi mereka adalah satu dalam perjuangan melawan imperialisme, mereka mempunyai bahasa persatuan, mempunyai satu tanah air, satu bendera kebangsaan, satu lagu kebangsaan, dsb. Pancasila (1945) adalah perumusan yang lain dari pada gagasan Nasakom (1926), oleh karena itu Pancasila adalah alat pemersatu nasion Indonesia. Pancasila tidak mungkin dipahami oleh siapapun jika tidak memahami gagasan Nasakom.

Dalam pidato  lahirnya Pancasila  Bung Karno menerangkan: "Jikalau saja peras yang lima menjadi tiga dan tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan Gotong-Royong. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong-royong.” (Tubapi, hal. 37). Jadi, selama Indonesia belum merupakan negara gotong-royong, selama masih ada golongan revolusioner yang dijauhkan dari kekuasaan negara, selama itu dasar Negara RI masih diciderai.

Mengenai Pancasila Presiden Sukarno dengan tegas berkata sbb.: "Pancasila adalah alat pemersatu! Pancasila bukan alat pemecah belah! Dengan Pancasila kita juga mempersatukan  tiga aliran besar yang bernama Nasakom itu. Jadi jangan menggunakan Pancasila untuk memecah belah Nasakom, mempertentangkan kaum Nasionalis dengan kaum agama,  kaum agama dengan kaum Komunis, kaum Nasionalis dengan kaum Komunis. Siapa yang main-main dengan Pancasila untuk maksud-maksud pengadu-dombaan, ia adalah orang yang sama sekali tidak mengerti Pancasila atau orang yang durhaka kepada Pancasila atau orang yang kepalanya sinting.” ( Resopim, Deppen, Penerbit Chusus, No. 180, hal.42).

Penegasan Presiden Sukarno lebih lanjut menghubungkan penerimaan Pancasila dengan penerimaan Nasakom dan Undang-Undang Dasar ’45 sbb.:

"Siapa yang setuju kepada Pancasila harus setuju kepada Nasakom, siapa yang tidak setuju kepada Nasakom sebenarnya tidak setuju kepada Pancasila.  Sekarang saja tambah, siapa setuju kepada Undang-Undang Dasar ’45 harus setuju kepada Nasakom, siapa yang tidak setuju kepada Nasakom sebenarnya tidak setuju kepada Undang-Undang Dasar ’45.”

Penegasan yang begitu tegas ini sepenuhnya sesuai dengan sikap PKI yang senantiasa menekankan pentingnya memegang teguh Pancasila sebagai alat pemersatu dan melawan pemeretelannya.  PKI senantiasa menekankan bahwa "setuju Pancasila harus setuju Nasakom". Dan bersamaan dengan itu PKI juga menegaskan "setuju Nasakom harus setuju Pancasila”.

Dalam pidato Genta Suara Revolusi Indonesia, Presiden Sukarno untuk kesekian kalinya mengutuk  orang-orang yang kena penyakit phobi yang pura-pura tidak mengerti akan perlunya kegotong-royongan  nasional revolusioner dalam perjuangan anti imperialisme itu: "Karena ber-Komunisto–phobi, maka mereka ber-Nasakom-phobi.Padahal beratus-ratus kali saya telah terangkan, bahwa kegotong-royongan nasional revolusioner tak mungkin terselenggara tanpa berporoskan Nasakom.Nas-A-Kom tiga penggolongan obyektif dari pada kesadaran politik Rakyat Indonesia.” (Buku tsb. hal. 34-35).

Berbicara tentang penggalangan front persatuan nasional penting sekali menekankan perlunya memperkuat  Front Nasional yang berporoskan Nasakom, yang anggota-anggotanya terdiri dari partai-partai politik, organisasi-organisasi massa, angkatan bersenjata dan perseorangan yang revolusioner.

 

III. Tentang Angkatan Bersenjata Dalam Pembinaan Nasion

Penggalangan front persatuan nasional menunjukkan peranan seluruh rakyat dalam proses membina nasion Indonesia. Peranan pertahanan nasional dalam proses pembinaan nasion Indonesia tidak bisa dipisahkan, bahkan sepenuhnya sesuai dengan pengabdiannya pada penyelesaian tuntutan-tuntutan revolusi Indonesia.

Dan peranan pertahanan nasional itu bergantung pada posisinya dalam persatuan nasional. Persatuan nasional dan pertahanan nasional adalah dua senjata yang tunggal dan kedua-duanya mengabdikan diri pada penyelesaian tuntutan-tuntutan revolusi Indonesia .

1. Tentang Dua Senjata  yang Tunggal  - Persatuan Nasional dan Pertahanan Nasional

Persatuan Nasional dan Pertahanan Nasional dapat menjadi dua senjata yang tunggal jika kedua duanya tunduk pada politik yang satu dan sama, yaitu manifesto Politik RI sebagai garis Besar Haluan Negara dan program bersama  dari seluruh Rakyat Indonesia. Dengan demikian pertahanan nasional menjadi satu bagian yang tak terpisahkan  dari perjuangan Rakyat Indonesia artinya pertahanan nasional tunduk pada strategi umum Revolusi Indonesia.

Jika pertahanan nasional tunduk pada strategi umum Revolusi Indonesia, maka tiap-tiap Angkatan Bersenjata harus mengabdi pada revolusi, mengabdi pada perjuangan Rakyat Indonesia. Presiden Sukarno dengan gamblang menjelaskan soal ini dengan pidato Resopim sbb.: "Mereka (Angkatan Bersenjata – DNA) adalah alat revolusi, mereka adalah Angkatan Bersenjata revolusi,  mereka harus setia pada sumbernya yaitu revolusi, yaitu revolusi rakyat. Mereka harus mengabdi kepada rakyat, mendahulukan kepentingan rakyat daripada kepentingan lain-lain. Mereka tidak boleh melukai perasaan rakyat,  mereka harus menjadi Angkatan Bersenjata yang disukai dan dicintai rakyat. Bedil ditangan Angkatan Bersenjata harus ibarat bedil ditangan Rakyat, untuk melindungi hak-hak rakyat dan untuk mempertahankan negaranya Rakyat dan Revolusi Rakyat. Dalam Revolusi kita sekarang ini, dan seterusnya, tidak boleh ada pertentangan atau kontradiksi antara Angkatan Bersenjata dan Rakyat.” ( Resopim, hal. 37-038).

Penegasan ini bukan semata-mata untuk menunjukkan hubungan antara pertahanan nasional dengan persatuan nasional atau antar Angkatan Bersenjata dengan Rakyat  yang sudah lama dikemukakan kaum Komunis Indonesia dalam semboyan: Dwitunggal Angkatan Bersenjata dan Rakyat. Tetapi penegasan ini harus menjadi doktrin Angkatan Bersenjata, artinya menjiwai seluruh alat perahan nasional kita.

Jika semua Angkatan Bersenjata dijiwai oleh doktrin ini, doktrin Dwitunggal Angkatan Bersenjata dan Rakyat, maka dapatlah kita berbicara  tentang doktrin pertahanan nasional  yaitu doktrin yang mengabdi kepada revolusi, kepada rakyat. Dapatlah kita sekarang berbicara  tentang doktrin pertahanan nasional ini? Mengapa tidak! Bukankah cukup banyak pengalaman yang menunjukkan bahwa Angkatan Bersenjata RI  dijiwai oleh doktrin ini.           

Misalnya, ALRI yang telah memberikan sumbangan penting dan vital dalam membela Republik Proklamasi kita. Dan menumpas pemberontakan kontra revolusioner "PRRI-Permesta” dan dalam melakukan perjuangan  untuk membebaskan Irian Barat. Semua itu adalah bukti-bukti yang kongkrit  tentang pengabdian ALRI pada Rakyat dan Revolusi. Dan sekarang ini ALRI dengan tegas mengambil bagian aktif  dalam perjuangan mengganyang proyek neo-kolonialis "Malaysia” bersama-sama dengan seluruh rakyat  dalam rangka  melaksanakan tiga kerangka Manipol, yaitu 1) Memperkuat negara kesatuan RI, 2) Menghapus penghisapan atas manusia oleh manusia di RI, dan 3) Persahabatan dengan semua bangsa dalam melawan imperialismedan untuk perdamaian dunia.

Doktrin pertahanan nasional kita tersebut bukan hanya harus dapat memainkan peranan dalam aksi-aksi patriotik yang besar, yang nasional dan yang internasional, tetapi doktrin ini harus menjadi pegangan dalam kegiatan–kegiatan sehari-hari, misalnya dalam melakukan tugas–tugas operasi-operasi kecil  dalam latihan-latihan dan juga dalam studi. Semuanya harus ditujukan untuk melaksanakan Manipol, untuk mengabdi rakyat. Doktrin tersebut harus menjadi pegangan semua Angkatan Bersenjata RI. Pendeknya sebagaimana halnya tiap-tiap doktrin ia harus diamalkan secara konsekuen.

Dengan berpedoman pada doktrin tsb., ALRI tidak akan menjadi mangsa "Jenderal-Jenderal Pentagon” yang berkulit sawo matang, yang menggambarkan seolah-olah musuh yang akan menyerbu Indonesia adalah dari Utara (baca: RRT). Jadi menurut mereka bukan dari SEATO, pengkhianatan”Jenderal-Jenderal Pentagon” sawo matang terhadap gagasan NEFO yang memasukkan negara-negara sosialis termasuk RRT sebagai musuh, haruslah dijauhi oleh ALRI.

Dengan berpedoman dengan doktrin itu, ALRI khususnya, Angkatan Bersenjata umumnya, dapat menempati posisi dan memainkan peranan yang tepat dalam persatuan nasional, mengambil bagian yang aktif dalam kegiatan-kegiatan  Front Nasional dan berhubungan erat dengan massa Rakyat. Dengan demikian ALRI pasti tidak hanya akan dapat mengembangkan tradisi revolusioner dan daya kreasi pelaut-pelaut dan Rakyat Indonesia lainnya, tetapi juga akan dapat dengan pandai mengambil pengalaman dan pelajaran revolusioner dan menyegarkan dari negeri–negeri sahabat, khususnya dari Angkatan-Angkatan Laut negeri-negeri "the new emerging forces” untuk di-Indonesia-kan.

Untuk memperkuat persatuan nasional revolusioner yang berporoskan Nasakom,pertahanan nasional pada umumnya dan ALRI  pada khususnya harus aktif melaksanakan tugas pertahanan pantai negeri kita yang sangat panjang dan tugas-tugas lainnya guna menjamin keutuhan dan kedaulatan Republik kesatuan kita. Dengan melaksanakan Manipol dan Panca Program Front Nasional secara konsekuen, ALRI pasti akan dapat memberikan sumbangannya yang lebih penting dalam melawan musuh-musuh nasion Indonesia,  sehingga dengan demikian membantu mengonsolidasi dan menstabilkan nasion Indonesia.

Menyadari peranan dua senjata yang tunggal, yaitu pertahanan nasional dan persatuan nasional yang revolusioner, setiap Angkatan Bersenjata, termasuk ALRI yang sudah biasa memiliki pandangan yang jauh di lautan luas, tidak hanya dapat ikutserta bersama seluruh Rakyat membina nasion Indonesia yang demokratis dengan menjelaskan revolusi tahap pertama, tahap yang berwatak nasional–demokratis, tetapi juga membina nasion sosialis Indonesia dengan menyelesaikan revolusi tahap kedua, tahap revolusi sosialis.

2. Tentang Konsepsi Maritim  yang Anti – Imperialis.

Indonesia adalah negeri yang luas yang terdiri dari ribuan pulau, sehingga pantai  negeri kita adalah sangat panjang. Kedudukan geografis negeri kita dikenal sebagai jembatan antara dua benua Asia dan Australia, di kelilingi oleh tiga lautan besar, yaitu Samudera Pasifik, Samudera Indonesia dan Lautan Tiongkok Selatan. Sejak berabad-abad tanah air kita memegang peranan dalam hubungan lalulintas dunia. Tradisi gemilang rakyat, terutama pelaut-pelaut kita,dikenal luas karena prestasi-prestasinya yang tinggi dalam membuka hubungan-hubungan laut dengan mengarungi samudera-samudera sampai sejauh kepulau-pulau di pantai  timur Afrika.

Keadaan geografis negeri kita dan watak revolusi kita mengharuskan kita menolak konsepsi-konsepsi maritim negeri-negeri imperialis dan secara kreatif menciptakan konsepsi maritim sendiri. Doktrin  pertahanan nasional yang tunduk pada strategi umum revolusi Indonesia yang anti imperialis dan demokratis tidakbisadisesuaikandengankonsepsi  maritim imperialis, dan jika itu dipaksakan sama halnya dengan mengundang konsepsi-konsepsi musuh Rakyat Indonesia secara sukarela. Seperti yang pernah saya sebutkan  dalam ceramah saya di SESKOAl, di Jakarta. Konsepsi-konsepsi maritim biasanya didasarkan pada  teori-teori Alfred Thaver Mahan (1840-1914), seorang Admiral  Amerika yang umumnya dianggap sebagai bapak konsepsi-konsepsi maritim Inggris dan Amerika. Menurut Mahan, kejayaan di laut mempunyai pengaruh yang bersifat menentukan bagi perkembangan sejarah. Idenya mengilhami pembangunan angkatan-angkatan laut AS dan Inggris di jaman imperialisme dan diabadikan untuk membela kepentingan-kepentingan ekspansi imperialis.

Sudah barang tentu Indonesia yang harus menjadi negara maritim yang kuat tidak bisa mengoper ide-ide yang akan menghancurkan kekuatan kita sendiri, tetapi harus menciptakan konsepsi-konsepsi baru, yaitu konsepi yang bertujuan untuk menggunakan segala potensi  untuk mengabdi kepada revolusi dan rakyat Indonesia, untuk mengokohkan wilayah RI, untuk persatuan dan kesatuan nasion Indonesia, untuk menghancurkan agresi dan subversi imperialis, untuk memperkokoh persatuan dan kekuatan-kekuatan anti-imperialis dari AAA dan dari NEFO, untuk menjelaskan tuntutan-tuntutan revolusi Agustus ’45 sampai ke akar-akarnya sebagai landasan untuk menuju ke Sosialisme Indonesia.

Sangat penting dijelaskan bahwa konsepsi maritim negeri kita harus berpihak pada revolusi dan Rakyat. Berhubungan dengan kedudukan geografisnya, Indonesia tidak mungkin terisolasi dari dunia ramai, tetapi juga sulit untuk mencegah serbuan-serbuan dan infiltrasi  kaum imperialis dan kaum kontra-revolusioner lainnya. Oleh karena itu, satu-satunya sandaran  yang bisa dipercaya ialah Rakyat yang revolusioner.

Pendeknya, konsepsi maritim yang anti-imperialis dapatlah disimpulkan sbb.:

Pertama: konsepsi maritim Indonesia harus bertujuan untuk mengonsolidasi dan menstabilkan nasion Indonesia, yaitu mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti yang tercantum dalam kerangka pertama dari Tiga Kerangka Manipol, yaitu: "Pembentukan satu Negara Republik Indonesia yang berbentuk  Negara Kesatuan dan Negara Kebangsaan yang demokratis, dengan wilayah kekuasaan dari Sabang sampai Merauke.”(Tubapi, hal. 81). Dalam memelihara dan mempererat hubungan antara pulau dengan pulau, daerah-daerah dengan pusat, penduduk dan berbagai suku, ALRI dapat memainkan peranan positif dalam memberi sumbangan bagi pengokohan persatuan dan kesatuan nasion Indonesia.

Selanjutnya dalam menjaga pantai dan lautan dengan bekerjasama dengan Rakyat, terutama dengan kaum nelayan dan kaum tani di pantai,  ALRI dapat memainkan peranan dalam menghancurkan infiltrasi dan subversi imperialis.

Dalam menyelamatkan armada niaga dan pelayaran ekonomi Indonesia, ALRI juga mempunyai tugas penting, yaitu untuk memperkokoh hubungan kekuatan di laut dengan perkembangan kekuatan–kekuatan di darat, yang pada gilirannya dapat memperkuat ALRI sendiri. Tentu masalah membela hubungan di darat  tidaklah terbatas pada soal-soal ekonomi saja, tetapi bersifat menyeluruh, termasuk soal-soal kebudayaan.

Kedua: Konsepsi maritim Indonesia harus bertujuan untuk memperkuat politik luar negeri Republik Indonesia, menyatukan diri sebagai bagian dari  kekuatan baru yang sedang tumbuh (NEFO) seperti yang tercantum dalam kerangka ketiga dari Tiga Kerangka Manipol,yaitu, "pembentukan satu persahabatan yang baik antara Republik Indonesia dan semua negara di dunia, terutama sekali dengan negara-negara  Asia-Afrika, atas dasar  hormat-menghormati satu sama lain, dan atas dasar bekerjasama membentuk satu dunia baru yang bersih dari imperialisme dan kolonialisme menuju  kepada perdamaian dunia yang sempurna.” (Tubapi, hal. 81). Dengan tegas menjaga kepulauan dan pantai yang panjang dari serangan imperialis dan neo-kolonialis "Malaysia”, menghadapi blok imperialis SEATO yang mengelilingi negeri kita, dan dengan tegas menghadapi provokasi-provokasi dan intimidasi-intimidasi imperialis AS yang memasukkan  Armada VII-nya di Samudera Indonesia, maka ALRI dapat memainkan peranan penting dalam memberi sumbangan melaksanakan politik luar negeri RI yang anti imperialis dan mendukung kerja sama Asia-Afrika. Dengan konsekuensi melaksanakan politik maritim kita yang anti imperialis, ALRI menempatkan nasion dan Rakyat Indonesia dalam posisi yang aktif dideretan negeri-negeri NEFO dalam perjuangan besar anti-imperialis diseluruh dunia.

Patut dibanggakan bahwa ALRI telah mengambil langkah-langkah penting dalam pekerjaan besar mempererat hubungan dengan negeri-negeri sosialis, baik di lapangan peralatan Angkatan Laut, maupun ilmu dan teknik, disamping juga dengan negeri-negeri yang baru merdeka yang anti kolonial. Kebijaksanaan yang positif ini bukan hanya perlu diteruskan, bahkan harus diperkokoh untuk dapat menciptakan potensi armada Indonesia yang cukup besar dalam menghalau dan menghancurkan setiap serangan kaum imperialis, termasuk AS.

 

IV. Kesimpulan

Pada akhir ceramah ini saya ingin memberi beberapa kesimpulan tentang berbagai soal yang saya jelaskan di muka sbb.:

1. Marxisme adalah ilmu dan senjata kelas buruh untuk merubah masyarakat yang berdasarkan penghisapan menjadi masyarakat baru, Sosialisme, di mana tidak ada penghisapan atas manusia oleh manusia. Satu-satunya teori dan praktek adalah kepribadian Marxisme.

PKI adalah sintesa antara Marxisme-Leninisme dengan gerakan kelas buruh Indonesia. Marxisme-Leninisme bukanlah dogma, tetapi pedoman untuk aksi. Tugas PKI ialah meng-Indonesia-kan Marxisme-Leninisme, artinya mengintegrasikan secara total kebenaran-kebenaran umum Marxisme-Leninisme dengan praktek kongkrit Revolusi Rakyat Indonesia, termasuk mengintegrasikan dirinya dengan proses  pembinaan nasion Indonesia. Dengan demikian, jelaslah bahwa  Marxisme kreatif adalah kebutuhan mutlak Rakyat Indonesia.

2. Nasion Indonesia lahir pada awal abad ke-20, bersamaan dengan kebangkitan gerakan nasional, dengan tumbuhnya kapitalisme di Indonesia  dan perlawanan nasional terhadap penindasan kolonial. Proses pembinaan nasion Indonesia berlangsung bersamaan dengan proses gerakan kemerdekaan nasional Indonesia, di mana proletariat mengambil peranan aktif dan penting. Nasion Indonesia pada pokoknya sudah memenuhi syaratnya sebagai nasion, yaitu terdapat persamaan bahasa, bahasa Indonesia, persamaan wilayah, kehidupan ekonomi, susunan kejiwaan yang nampak pada kebudayaan nasional yang akan terus dikonsolidasikan. Proses ini berlangsung sesuai dengan tugas penyelesaian tuntutan-tuntutan  Revolusi Agustus 1945 sampai ke akar-akarnya atau sesuai dengan penjelasan tugas-tugas revolusi nasional dan demokratis, sebagai landasan untuk menuju Sosialisme Indonesia. PKI mengambil bagian aktif dan penting dalam proses pembinaan nasion Indonesia, dengan menunjukkan bahwa melaksanakan Manipol secara konsekuen adalah sama dengan melaksanakan program PKI.

3. Untuk dapat memenangkan Indonesia yang merdeka penuh dan demokratis, PKI menggalang front persatuan nasional, yaitu persatuan anti-imperialisme antara kelas buruh, kaum tani, borjuasi kecil, dan borjuasi nasional, dengan basis persekutuan kaum buruh dan kaum tani anti-feodal.

Dalam proses pengalaman”konsentrasi kekuatan nasional” berbagai bentuk front persatuan telah diciptakan untuk dapat melaksanakan aksi-aksi bersama dalam perjuangan, seperti aksi-aksi bersama untuk menumpas pemberontakan kontra-revolusioner, aksi bersama untuk melawan peraturan ekonomi 26 Mei 1963 dll. Sedangkan bentuk-bentuk front persatuan nasional  yang ada di Indonesia sekarang adalah: a. Nasakom, sebagai bentuk kegotong-royongan nasional yang meliputi tiga aliran politik besar, Nasionalisme, Agama dan Komunisme yang hidup dalam masyarakat Indonesia; b. Front  Nasional sebagai bentuk badan kegiatan bersama dari partai-partai politik, organisasi-organisasi massa revolusioner, angkatan bersenjata dan perseorangan, dan yang berporoskan Nasakom serta diketuai langsung oleh Presiden Sukarno;  c.  Persekutuan buruh dan tani, sebagai persatuan dari kekuatan-kekuatan pokok revolusi Indonesia, basis bagi kokohnya "Samenbundeling van alle revolutionaire krachten”.

4. Dalam pembinaan nasion Indonesia, Angkatan Bersenjata RI  termasuk ALRI  yang berpedoman kepada  doktrin dwi tunggal Angkatan Bersenjata dan Rakyat atau doktrin pertahanan nasional yang mengabdi pada penyelesaian tugas-tugas revolusi Indonesia  tidak bisa dipisahkan dari persatuan nasional rakyat Indonesia, bahkan pertahanan nasional dan persatuan nasional merupakan dua senjata yang tunggal dalam penyelesaian tugas-tugas revolusi Indonesia.

Semboyan Dwitunggal Angkatan Bersenjata dan Rakyat, semboyan yang diambil dari doktrin pertahanan nasional hendaknya menjiwai seluruh Angkatan Bersenjata, termasuk ALRI, dalam kegiatan praktek sehari-hari, sehingga dapat memainkan peranan dalam proses pengonsolidasian dan penstabilan nasion Indonesia.

5. Dalam proses pengonsolidasian dan penstabilan nasion Indonesia ALRI dapat memainkan peranan penting dengan pelaksanaan konsepsi maritim yang tegas-tegas anti-imperialisme, yaitu masing-masing anggotanya menjadikan diri Manipolis-Manipolis sejati, dengan teguh membela keutuhan wilayah dan kedualatan RI, dengan teguh melaksanakan politik luar negeri  yang anti-imperialisdan tegas-tegas menyatukan diri dalam barisan negeri-negeri "the new emerging force” untuk mengahadapisetiap rong-rongan, serbuan, subversi, provokasi dan intimidasi kaum imperialis,  terutama kaum imperialis Amerika Serikat.