Pidato Kawan Asmu

(Sekretaris Umum DPP BTI)

Sumber: Bintang Merah Nomor Special Jilid II, Dokumen-Dokumen Kongres Nasional Ke-VI Partai Komunis Indonesia, 7-14 September 1959. Yayasan Pembaruan, Jakarta 1960


Presidium dan Kongres yang mulia!

Kawan-kawan delegasi yang tercinta!

Izinkanlah saya menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada Presidium dan Kongres yang besar ini, berhubung dengan kehormatan yang diberikan kepada saya untuk menyampaikan laporan tentang beberapa soal mengenai pekerjaan Partai di kalangan kaum tani.

Kawan-kawan.

Kita telah bersama-sama dan secara bulat mensahkan Laporan Umum CC, Perubahan Konstitusi dan Perubahan Program yang masing-masing diajukan oleh Kawan D. N. Aidit, Kawan M. H. Lukman dan Kawan Njoto. Laporan-laporan dan pandangan-pandangan umum kawan-kawan yang mendahului saya, semuanya memperkuat pengesahan kita, dan lebih meneguhkan persetujuan saya terhadap Laporan Umum, Perubahan Konstitusi, dan Perubahan Program tersebut.

Dalam Laporan Umum itu Kawan D. N. Aidit dengan jelas dan tepat telah menganalisa perkembangan politik dalam dan luar negeri yang sekaligus menjelaskan kedudukan musuh-musuh dan kekuatan-kekuatan revolusi Indonesia serta menetapkan tugas-tugas Partai di lapangan ideologi, politik dan organisasi pada waktu sekarang dan di waktu dekat yang akan datang, yang kemudian dirumuskan juga dalam Perubahan Konstitusi dan Perubahan Program untuk membikin Partai kita lebih mampu mengubah imbangan kekuatan politik di dalam negeri.

Kawan-kawan.

Seperti kita ketahui, karena belajar dari pengalaman yang pahit dan berdarah berhubung dengan gagalnya Revolusi Agustus 1945, seperti dinyatakan dalam Revolusi “Jalan Baru”, kita, kaum Komunis Indonesia mulai sadar, bahwa untuk memenangkan revolusi Indonesia terutama harus diusahakan penyelesaian soal agraria selekas-lekasnya. Sejak itu, meskipun belum mempunyai program agraria yang benar-benar tepat, Partai mulai memperbaiki pekerjaannya di kalangan kaum tani. Perhatian kita terhadap masalah tani kian hari makin bertambah besar, dan pada bulan Juli 1953 terbitlah tulisan Kawan D. N. Aidit Hari Depan Gerakan Tani Indonesia yang menandaskan pentingnya pekerjaan Partai di kalangan kaum tani, sebab-sebab keterbelakangan gerakan kaum tani di Indonesia, dan cara-cara mengatasinya. Kecuali memberikan petunjuk pada kader-kader Partai untuk bisa bekerja lebih baik di kalangan kaum tani, tulisan ini juga telah memegang peranan penting dalam menyiapkan pikiran kita menghadapi Kongres ke-V Partai kita yang merupakan puncak pertama dari perhatian kita terhadap masalah kaum tani. Berdasarkan Laporan Umum Kawan D. N. Aidit Kongres itu telah menyimpulkan bahwa “kita tidak mungkin berbicara tentang front persatuan nasional yang benar-benar, yang luas dan yang kuat, sebelum kaum tani dapat ditarik ke dalam front ini”. Dan sejak itulah kita memahami bahwa, dengan tidak mengabaikan bentuk-bentuk kerja sama dengan partai-partai, golongan-golongan dan organisasi-organisasi lainnya, satu-satunya front persatuan nasional yang hakiki adalah front persatuan nasional yang berbasiskan persekutuan buruh dan tani di bawah pimpinan proletariat (tepuk tangan), dan bahwa revolusi agraria adalah hakekat daripada Revolusi Demokrasi Rakyat di Indonesia. Dengan keteguhan hati Kongres menyetujui tugas yang diajukan dalam Laporan Umum Kawan D. N. Aidit pada waktu itu, yaitu tugas menarik kaum tani ke dalam front persatuan nasional, sebagai kewajiban yang pertama-tama bagi kaum Komunis Indonesia. Untuk itu, tugas “melenyapkan sisa-sisa feodalisme, mengembangkan revolusi agraria anti-feodal, menyita tanah tuan tanah dan memberikan dengan cuma-cuma tanah tuan tanah kepada kaum tani, terutama kepada kaum tani tak bertanah dan tani miskin sebagai milik perseorangan mereka”, diterima oleh Kongres sebagai kewajiban yang terdekat daripada kaum Komunis Indonesia. Sejak itu Partai mengibarkan panji-panji pembebasan kaum tani, yang dipahat dengan semboyan pokok “tanah untuk kaum tani”. (tepuk tangan). Semboyan ini mendapat sambutan hangat dari kaum tani Indonesia. Ya! Kaum tani manakah yang tidak mencucurkan air mata bahagia mendapatkan sebidang tanah dengan cuma-cuma sebagai milik perseorangan mereka. Dan tanah itu bukanlah tanah rimba raya seperti yang biasa dijanjikan oleh borjuasi, melainkan tanah matang yang pernah bertahun-tahun dikucuri keringat oleh nenek moyangnya, tetapi kemudian dirampas oleh tuan tanah dan dijadikannya senjata untuk menindas kaum tani sendiri. Adalah wajar jika kaum tani memandang Kongres Nasional ke-V Partai sebagai suatu Kongres yang paling bersejarah bagi kaum tani, karena Kongres itulah yang pertama kali dalam sejarah Indonesia yang secara terus terang, tepat dan berani, menunjukkan jalan pembebasan bagi kaum tani. (tepuk tangan). Selanjutnya, berkat kegiatan yang tidak mengenal lelah dan tak berpamrih untuk diri sendiri dari kader-kader dan anggota-anggota Partai yang dituntun oleh kesimpulan-kesimpulan Kongres Nasional ke-V dan di bawah pimpinan CC Partai kita, pengaruh Partai di kalangan kaum tani makin meluas. (tepuk tangan). Keyakinan bahwa proletariat dan partainya adalah satu-satunya sandaran dan pimpinan yang terpercaya untuk mencapai kebebasan, makin menguasai hati sanubari kaum tani. Hal ini dibuktikan oleh makin luasnya organisasi tani revolusioner, oleh meningkatnya terus-menerus hasil suara yang didapat oleh Partai dalam 3 kali pemilihan umum, oleh makin banyaknya keanggotaan Partai dari kalangan kaum tani dan oleh sangat meningkatnya martabat Partai di daerah-daerah yang dikacau oleh kontra-revolusi bersenjata “PRRI”-Permesta dan gerombolan bandit DI-TII, seperti yang dinyatakan dalam Laporan Umum Kawan D. N. Aidit kepada Kongres ini.

Tentang kekeramatan panji-panji “Tanah untuk Kaum Tani” ini telah dibuktikan oleh berakarnya pengaruh Partai di daerah-daerah dimana kaum tani di bawah pimpinan kader-kader Partai secara heroik telah berhasil mempertahankan tanah-tanah garapan bekas tanah-tanah perkebunan asing yang secara sah telah dikerjakannya sejak zaman pendudukan Jepang dan selama revolusi, tetapi yang kemudian mau direbut kembali oleh tentara agresor Belanda, dan kemudian oleh pengusaha-pengusaha perkebunan baik asing maupun bumiputra pembonceng-pembonceng revolusi.  Panji-panji “Tanah untuk kaum tani” ini juga telah banyak membantu kaum tani dalam menetapkan pilihannya yang tepat dalam pemilihan-pemilihan umum yang lalu. Dengan panji-panji ini kaum tani yang masih sangat terbelakang pun dengan mudah dapat menetapkan pilihannya; apakah dia memilih tanda gambar “bulan-bintang” yang menjanjikan surga sesudah kaum tani meninggal dunia (tawa) tetapi membela pengisap-pengisap tuan tanah dan bandint-bandit DI-TII, ataukah memilih tanda gambar “Palu-Arit” yang membela kaum tani dan menghancurkan gerombolan-gerombolan bandit DI-TII dan gerombolan-gerombolan teroris lainnya, serta bertujuan melikuidasi monopoli tuan-tuan tanah atas tanah dan membagikan tanah-tanah itu kepada kaum tani sebagai milik perseorangan mereka. (tepuk tangan).

Disamping melihat bukti-bukti ketulus-ikhlasan kaum Komunis dalam membela hak-hak demokratis dan kebutuhan sehari-hari kaum tani, dengan panji-panji “tanah untuk kaum tani”, secara mudah kaum tani bisa membedakan tujuan sebenarnya dari program PKI dan perbedaannya dengan program partai-partai lain, lebih-lebih perbedaan yang laksana siang dan malam dengan partai pembela tuan tanah seperti Masyumi. (tepuk tangan). Inilah alasannya mengapa panji-panji ini dalam kampanye-kampanye pemilihan umum dan pada saat-saat tertentu lainnya paling hebat diserang dengan dihujani peluru fitnahan, terutama oleh kaum kepala batu Masyumi. Tetapi panji-panji ini makin diserang, makin cemerlang, (tepuk tangan); dan di tempat-tempat dimana demokrasi diteror oleh kontra-revolusi, panji-panji ini tepat disimpan primpen dan tetap menyala-nyala dalam lubuk hati kaum tani. (tepuk tangan). Tepat sekali pesan Kawan D. N. Aidit kepada kita, untuk tetap menjunjung tinggi panji-panji “Tanah untuk kaum tani”, disamping kita harus memiliki kesadaran bahwa kemenangan datangnya satu-persatu, dan karenanya kita harus terus-menerus melipat-gandakan kegiatan kita sehari-hari untuk membela kepentingan-kepentingan yang paling mendesak dari kaum tani.

Hasil lain yang menggembirakan ialah bahwa pelaksanaan bagian-bagian dari Program Tuntutan dan propaganda Program Umum Partai di lapangan agraria, telah mengubah sikap dan pandangan hidup bagian terbesar kaum tani. Sikap dan pandangan hidup lama yang disebarkan oleh kaum pengisap dengan maksud untuk menutup-nutupi pengisapan mereka, yang menyatakan bahwa kemiskinan dan keterbelakangan kaum tani adalah takdir, oleh bagian terbesar kaum tani telah diketahui kepalsuannya. Mereka mulai menempuh sikap dan pandangan hidup baru yang benar dan adil, yang menyatakan bahwa kemiskinan dan keterbelakangan bukanlah takdir yang tidak bisa diubah, melainkan akibat pengisapan yang bisa dilawan dan dilikuidasi. (tepuk tangan). Sikap dan pandangan hidup baru ini, pertama, telah membangkitkan daya juang kaum tani; dan kedua merupakan permulaan yang penting bagi massa kaum tani, yang tingkat kebudayaannya pada umumnya masih terbelakang, untuk secara berangsur-angsur mengubah pandangan dunia idealisme dan menggantikannya dengan pandangan dunia materialisme dialektik, seperti diterangkan oleh Kawan M. H. Lukman, dengan jalan membimbing mereka terus-menerus mencari setiap kebenaran di dalam kenyataan.

Kawan-kawan.

Dengan ini semua, sama sekali bukanlah berarti bahwa pekerjaan kita di kalangan kaum tani sudah memuaskan. Saya sepenuhnya menyetujui kesimpulan Laporan Umum Kawan D. N. Aidit yang secara tepat menegaskan bahwa “sampai sekarang pekerjaan Partai di kalangan kaum tani masih tetap belum memuaskan”. Dengan ini saya hanya akan menyatakan bahwa dengan belajar dari pengalaman yang pahit dan berdarah akibat kegagalan Revolusi Agustus 1945, kita, kaum Komunis Indonesia dengan Kongres Nasional ke-V telah mengubah kegagalan itu menjadi sumber kemenangan. (tepuk tangan). Apakah yang lebih indah dari keadaan ini?

Kawan-kawan.

Meskipun sejak Kongres Nasional ke-V Partai kita Rakyat Indonesia dan Partai kita telah mencapai hasil-hasil dalam perjuangan untuk kemerdekaan nasional dan demokrasi seperti dinyatakan dalam Laporan Umum Kawan D. N. Aidit, saya memperkuat kesimpulan Laporan tersebut yang menyatakan bahwa “tugas pembebasan nasional sama sekali belum rampung”, bahwa “Indonesia belum merdeka penuh atau pada hakekatnya masih berkedudukan setengah jajahan” dan “Indonesia masih tetap negeri setengah feodal”.

Tentang masih bercokolnya sisa-sisa feodalisme di desa, dalam Laporan Umum dibuktikan dengan masih adanya bentuk monopoli tanah oleh tuan tanah, bentuk sewa tanah yang berwujud barang dan berwujud kerja, dan bentuk hutang-hutang yang menempatkan kaum tani dalam kedudukan budak terhadap tuan-tuan tanah. Ini semua dibenarkan dan diperkuat oleh hasil-hasil penyelidikan tentang hubungan-hubungan agraria dan penghidupan kaum tani yang dijalankan oleh kader-kader tinggi dan menengah Partai beberapa bulan menjelang Konferensi Nasional Tani Partai pada pertengahan bulan April 1959.

Sementara hasil penyelidikan itu menunjukkan sebagai berikut:

  1. Di beberapa desa yang diselidiki menunjukkan bahwa keluarga tuan tanah yang merupakan bagian yang sangat kecil dari penduduk desa memonopoli sebagian besar, dan bahkan kadang-kadang lebih dari separuh, tanah desa. Di pihak lain, kaum buruh tani dan tani miskin yang jumlahnya lebih dari separuh, dan ada kalanya sampai 90% penduduk desa, memiliki kurang dari separuh, dan bahkan kadang-kadang hanya 10% dari tanah di desa. Sementara angka-angka hasil penyelidikan di beberapa desa adalah sebagai berikut:

  2. Desa

    Tuan Tanah

    Tani miskin dan buruh tani

    Jumlah keluarga. Persentase dari penduduk

    Milik-tanah. Persentase dari tanah desa

    Jumlah keluarga. Persentase dari penduduk

    Milik-tanah. Persentase dari tanah desa

    Caruy (Cilacap)

    Jimus (Klaten)

    Gempol Sewu (Kendal)

    Tegogan (Blitar)

    Tanjung Wedoro (Surabaya)

    Gelung (Ngawi)

    Wanga (Sumba)

    0,21

    7

    1,25

    1

    8,3

    2,2

    0,4

      4,3

    44,25

    21,5

      4

    60

    27

    54

    87

    55,5

    --

    67

    --

    82

    75

    27

    10

    --

    40

    --

    55

    16

  3. Sewa tanah yang harus dibayar oleh kaum tani penggarap kepada tuan tanah pada umumnya lebih dari 50% hasil panenan, dan bahkan ada yang sampai 75 atau 80% dari hasil panenan. Kecuali itu kaum tani penggarap pada umumnya masih harus membayar sewa tambahan, di Jawa Tengah dan Timur disebut “sono” dan di Bali disebut “penegul” atau “uang pelais”, yaitu semacam “uang kunci” bagi penyewa-penyewa rumah, dalam bentuk hasil bumi, uang dan berbagai macam upeti. Di beberapa daerah masih terdapat sewa tanah dalam bentuk kerja pada tuan-tuan tanah, secara terang-terangan ataupun secara tertutup dengan apa yang dinamakan “pembalasan budi” tuan tanah. Masih berlakunya sistem tumpang sari di kehutanan-kehutanan dan di sementara perkebunan juga membuktikan masih berlakunya sistem sewa tanah dalam bentuk kerja. Di Sumba masih berlaku sistem budak, yaitu sejumlah buruh tani yang diperlakukan sebagai “inventaris” raja-raja yang hidup sepenuhnya untuk kepentingan raja-raja, tanpa upah bekerja untuk raja-raja dengan diberi kesempatan mengerjakan sebidang tanah sebagai catu. Kebanyakan raja-raja di Sumba dan pulau-pulau lain di Nusa Tenggara Timur menguasai semua tanah di daerahnya dan kaum tani bisa mengerjakan tanah hanya berdasar kesempatan dan syarat-syarat berat yang diberikan oleh raja-raja.
  4. Bagian terbesar kaum tani hidup dalam perbudakan hutang. Tuan tanah dan lintah darat memberi pinjaman kepada kaum tani dengan bunga antara 50 sampai 100%, bahkan di beberapa daerah sampai 150% sebulan, dan pada umumnya harus dibayar kembali dengan hasil bumi dengan harga lebih rendah daripada harga umum. Tuan tanah-tuan tanah berusaha agar kaum tani bisa dipaksa membayar kembali pinjamannya dengan menyerahkan tanahnya.
  5. Sejak gagalnya Revolusi Rakyat (1945-1948), kecuali di beberapa desa dimana rakyat dalam batas-batas tertentu bisa memenangkan demokrasi, pada umumnya pemerintahan desa masih tetap pemerintahan otokrasi seperti di zaman kolonial, dimana lurah (kepala desa atau setingkat desa) menguasai segenap pemerintahan, dan rakyat di desa hanya diberi hak menerima perintah-perintah saja dan tidak diberi hak untuk menyatakan perasaan dan pikirannya. Bahkan di beberapa tempat di Sumatera Selatan kepala-kepala desa memegang kekuasaan pengadilan dan melalui “rapat-rapat adat” berhak menjatuhkan hukuman, sampai hukuman mati. Lurah-lurah berhak memungut pologoro, yaitu beban pajak luar biasa, upeti dan rodi dari rakyat di desa. Pemerintahan desa otokrasi seperti bentuknya sekarang ini bukan saja memberatkan beban penghidupan kaum tani, tetapi juga merupakan penghalang yang penting bagi kelancaran jalan pemerintahan-pemerintahan daerah swatantra tingkat I dan II. Dengan pemerintahan desa yang tidak demokratis seperti sekarang, maka pemerintahan-pemerintahan daerah swatantra tingkat I dan II, bagaimana pun demokratisnya pemerintahan daerah ini, akan mengalami nasib seperti okulasi tunas pohon demokrasi yang ditempelkan pada pokok pohon otokrasi yang akarnya tuba meracuni masyarakat desa.

Adalah tepat sekali diajukannya tuntutan “penghapusan semua Undang-Undang dan peraturan-peraturan kolonial seperti ‘IGO’, ‘IGOB’ dan lain-lain, untuk mendemokrasikan pemerintah desa dengan jalan mengadakan pemilihan kepala desa secara periodik dan membentuk otonomi daerah swatantra tingkat III”. Tuntutan ini bukan saja sesuai dengan hasrat kaum tani, tetapi dengan tercapainya tuntutan ini juga akan memperlancar jalannya pemerintahan-pemerintahan daerah swatantra tingkat I dan II.

Kawan-kawan.

Hasil penyelidikan yang saya laporkan di atas, meskipun belum dapat dikatakan sempurna, tetapi cukup meyakinkan kita terhadap kebenaran kesimpulan Laporan Umum Kawan D. N. Aidit yang menyatakan bahwa “Indonesia masih tetap negeri setengah feodal”. Oleh karena itu, adalah tepat kesimpulan Laporan Umum yang menyatakan bahwa tuan tanah masih tetap merupakan musuh pokok revolusi Indonesia bersama-sama dengan imperialisme dan borjuasi komprador. Adalah juga tepat bahwa program agraria Partai pada pokoknya masih tetap seperti Program Kongres ke-V.

Seperti dinyatakan dalam Laporan Umum, masih merajalelanya sisa-sisa feodalisme ini tidak memungkinkan dibebaskannya tenaga-tenaga produktif di desa-desa dan tidak memungkinkan adanya kenaikan produksi bahan-bahan makanan dan hasil-hasil pertanian lainnya. Kecuali itu juga telah tidak memungkinkan diperluasnya pasaran dalam negeri yang sangat diperlukan bagi perkembangan industri nasional.

Kenyataan ini mulai dirasakan juga oleh kaum borjuasi terutama oleh sayap kiri dari kekuatan tangah dan kaum industrialis nasional. Oleh karena itu adalah tepat sekali perumusan Program Tuntutan yang pada pokoknya membatasi eksploitasi tuan tanah, misalnya dengan mengajukan semboyan “6:4” serta membatasi milik tanah tuan tanah dan membeli tanah-tanah kelebihan dari tuan tanah dengan cara dan harga yang ditentukan oleh pemerintah untuk dibagikan kepada kaum tani tak bertanah dan tani miskin dan sebagainya. Melalui penjelasan-penjelasan yang meyakinkan, dan bersamaan dengan itu diperluas dan diperkuat aksi-aksi kaum tani di bawah pimpinan kaum Komunis, saya percaya bahwa sayap kiri dari kekuatan tengah terutama kaum industrialis nasional akan bisa ditarik untuk menyokong tuntutan ini, karena tercapainya tuntutan ini adalah sepenuhnya sesuai dengan kepentingan mereka akan meningkatnya daya beli massa rakyat dan meningkatnya pasar dalam negeri. Sebelum kekuasaan feodal sama sekali dihapuskan dan program perubahan tanah bisa dilaksanakan, pelaksanaan program tuntutan yang pada pokoknya membatasi pengisapan tuan tanah dan lintah darat dan meringankan beban penghidupan kaum tani merupakan salah satu jalan yang tepat untuk dalam batas-batas tertentu mengatasi kemacetan produksi pertanian dan untuk memungkinkan diperluasnya pasar dalam negeri. Jalan ini adalah jauh lebih baik daripada jalan PMD, yaitu suatu “pembangunan desa” tambal-sulam guna menutup-nutupi pengisapan feodal dan yang tidak menjamin perbaikan tingkat penghidupan bagian terbesar kaum tani.

Kawan-kawan.

Kongres Nasional Partai kita kali ini dilangsungkan pada saat dimana Partai kita sudah mengadakan Konfernas Tani Partai yang pertama pada pertengahan April 1959. Suatu Konfernas yang dipersiapkan antara lain dengan mengirimkan kader-kader tinggi dan menengah Partai ke berbagai daerah untuk dalam waktu yang cukup lama melaksanakan gerakan “turun ke bawah” dengan menjalankan “tiga sama”, yaitu sama-sama tinggal, sama-sama makan dan sama-sama bekerja dengan kaum tani dan kaum nelayan, guna mempelajari hubungan-hubungan agraria serta penghidupan kaum tani dan nelayan. Dapatlah dikatakan bahwa Konfernas Tani Partai yang pertama itu telah menyimpulkan pengalaman-pengalaman pekerjaan kita di kalangan kaum tani selama ini, telah menyimpulkan garis taktik dan langgam kerja yang penting, mengonkretkan semboyan turun sewa dengan mengajukan semboyan “6:4” dan merumuskan 5 prinsip mengerjakan tanah untuk meningkatkan hasil padi. Kesimpulan-kesimpulan ini secara jelas dan lengkap telah diajukan oleh Kawan D. N. Aidit dalam Laporan Umum bab III yang berkepala “Meneruskan Pembangunan Partai”.

Kawan-kawan.

Mengadakan penyelidikan tentang hubungan-hubungan agraria dan penghidupan kaum tani dengan jalan “turun ke bawah” dan melaksanakan “tiga sama” adalah cara yang tepat. Dengan cara ini kita bisa merasakan, melihat dan mendengar langsung tentang penderitaan, perasaan dan pikiran kaum tani sendiri tanpa takut-takut dan dengan berterus-terang. Dengan cara ini kita mendapatkan gambaran yang jelas tentang hubungan-hubungan agraria dan penghidupan kaum tani. Kita adalah “dokter” masyarakat desa yang pertama kali menetapkan diagnosa berdasarkan keterangan langsung dan dengan menyatukan diri dengan si sakit untuk menyembuhkannya. (tepuk tangan). Berbeda dengan kaum borjuis yang suka menetapkan diagnosa tanpa mendengarkan keterangan si sakit dan bahkan tidak jarang menuruti nasihat si penyakit. Oleh karena itu penyelidikan tentang hubungan-hubungan agraria dan penghidupan kaum tani dengan jalan “turun ke bawah” dan melaksanakan “tiga sama” itu harus terus-menerus kita jalankan, terutama pada saat-saat menghadapi konferensi-konferensi organisasi tani dan pada waktu-waktu menyiapkan aksi kaum tani.

Dalam Laporan Umum secara tepat Kawan D. N. Aidit menyimpulkan bahwa “pekerjaan mengonsolidasi organisasi tani revolusioner tidak boleh dianggap sama seperti mengonsolidasi serikat buruh”. Diterangkan bahwa “menurut sifatnya organisasi serikat buruh selalu menghendaki pemusatan, sampai pada pemusatan secara nasional dan pemusatan secara internasional. Sebaliknya sasaran dari organisasi tani revolusioner terdapat di tiap desa yang masing-masing mempunyai kekhususannya”. Dikemukakannya masalah ini dalam Laporan Umum adalah penting sekali, mengingat bahwa kelemahan kita dalam mengembangkan organisasi dan aksi-aksi kaum tani selama ini sebagian besar disebabkan oleh kurang pengertian kader-kader kita terhadap perbedaan ini, dan karenanya kurang mengadakan penyelidikan yang mendalam mengenai keadaan setempat dan kurang belajar mengenal kekhususannya untuk bisa melaksanakan garis umum daripada Partai sesuai dengan keadaan setempat. Misalnya saja untuk melaksanakan semboyan nasional “6:4” kita tidak cukup hanya mengetahui sifat-sifat umum atau watak-watak tuan tanah dan cara-cara pengisapannya. Secara konkret kita harus mengenal sifat-sifat khusus tuan tanah seorang demi seorang di suatu desa, untuk tidak menyamaratakan semua tuan tanah dan tidak menjadikannya semua dan sekaligus sebagai musuh, untuk bisa memperhitungkan imbangan kekuatan dan merumuskan tuntutan secara tepat. Untuk menyiapkan aksi-aksi lain yang menyangkut kepentingan umum di desa, diperlukan penyelidikan antara lain tentang jalan yang harus ditempuh, apakah langsung diajukan dalam rapat kaum tani di desa, ataukah harus didahului oleh rapat tarbatas dari kaum tani yang langsung berkepentingan. Untuk mengorganisasi badan-badan koperasi di suatu desa kadang-kadang kita terpaksa menggunakan penamaan lain untuk suatu badan koperasi, misalnya “badan gotong-royong” atau “kerukunan”.

Perbedaan cara mengonsolidasi organisasi tani revolusioner dengan serikat buruh yang ditunjukkan dalam Laporan Umum Kawan D. N. Aidit memperingatkan kepada kita, bahwa untuk bisa bekerja baik di kalangan kaum tani kita harus terus-menerus mengadakan penyelidikan yang mendalam mengenai hubungan-hubungan agraria dan penghidupan kaum tani di tempat kita masing-masing, kita harus mengenal dengan baik keadaan-keadaan khusus setempat, keadaan sekutu-sekutu dan musuh-musuh kita, kadang-kadang bahkan seorang demi seorang, supaya bisa menyesuaikan garis umum daripada Partai dengan keadaan setempat yang menjadi kunci rahasia daripada berhasilnya pekerjaan kita di kalangan kaum tani. Untuk mengembangkan organisasi dan aksi-aksi kaum tani adalah penting sekali peranan konferensi-konferensi di daerah areal pabrik gula, di daerah perkebunan atau kehutanan, di daerah di mana banyak tuan tanah bumiputra, di daerah yang dikacau oleh gerombolan-gerombolan bandit “PRRI”-Permesta dan DI-TII, dan sebagainya.

Seperti diterangkan dalam Laporan Umum Kawan D. N. Aidit, Konferensi Nasional Tani Partai kita yang pertama antara lain juga telah menyimpulkan bahwa “tugas terpenting Revolusi Indonesia pada tingkat sekarang ialah menggulingkan kekuasaan musuh dari luar, yaitu imperialisme, dan menggulingkan kekuasaan tuan tanah feodal dalam negeri”. Selanjutnya diterangkan bahwa “dilihat dari sudut strategi atau dilihat dari tugas menyelesaikan Revolusi Agustus 1945 sampai ke akar-akarnya, dua tugas tersebut di atas sangat erat hubungannya dan tak terpisahkan satu dengan lainnya”. Tetapi “dilihat dari sudut taktik, dua tugas tersebut di atas, yaitu tugas menggulingkan kekuasaan imperialisme dan kekuasaan feodalisme tidak bisa dilakukan sekaligus. Dilihat dari sudut taktik pada waktu dan keadaan tertentu seperti sekarang ini ujung tombak daripada revolusi pertama-tama harus ditujukan kepada musuh-musuh asing (imperialisme) dan tuan tanah-tuan tanah serta borjuasi yang menjadi agen-agen musuh-musuh asing itu”.

Berdasarkan kesimpulan itu saya memperkuat perumusan Program Tahunan yang membatasi diri kepada menyita tanah dan milik lain dari kaum tuan tanah yang memihak gerombolan pengacau kontra-revolusi (tepuk tangan) dan gerombolan-gerombolan teroris lainnya dan membagikan tanah-tanah itu kepada kaum tani tak bertanah dan tani miskin. (tepuk tangan). Sedangkan kepada tuan tanah lain pada umumnya kita hanya menuntut pengurangan sewa tanah dengan mengajukan semboyan “6:4”. Dengan jalan ini bisa dimobilisasi sebesar-besarnya kekuatan nasional yang anti-imperialis dan kekuatan-kekuatan patriotik untuk menghancurkan gerombolan-gerombolan kontra-revolusi “PRRI”-Permesta dan bandit DI-TII, termasuk tuan tanah yang patriotik, sedangkan di pihak lain kita bisa tetap berdiri di barisan paling depan dalam membela kepentingan kaum tani. (tepuk tangan).

Dalam Laporan Umumnya, Kawan D. N. Aidit memperingatkan kepada kita untuk selalu “berjalan dengan dua kaki”, yaitu selalu mengombinasi pekerjaan berkobar-kobar yang datangnya musiman dengan pekerjaan tekun, yaitu pekerjaan sehari-hari yang meliputi pekerjaan organisasi, pendidikan, politik, dan ideologi. Bagi aktivis-aktivis tani peringatan ini adalah sangat penting. Pengalaman yang diperoleh dari gerakan “turun ke bawah” antara lain menunjukkan bahwa “untuk bisa memobilisasi sebanyak-banyaknya kaum tani diperlukan tidak hanya sebuah organisasi tani revolusioner dan sebuah koperasi, tetapi berpuluh-puluh bentuk organisasi lain yang sesuai dengan keadaan penghidupan di desa dan dengan tingkat kebudayaan penduduk yang pada umumnya masih rendah”.

Dengan memegang teguh prinsip “berjalan dengan dua kaki” maka selama bekerja sehari-hari di dalam berpuluh-puluh bentuk organisasi, kita akan selalu ingat bahwa pekerjaan itu disamping untuk meringankan penderitaan kaum tani, juga harus ditujukan untuk membangkitkan aksi-aksi revolusioner kaum tani pada tingkat sekarang, terutama dalam gerakan-gerakan 6:4 yang merupakan poros dari seluruh kegiatan kita di kalangan kaum tani dan poros dari semua gerakan kita di desa, baik yang diorganisasi oleh aktivis-aktivis tani maupun oleh aktivis-aktivis wanita dan pemuda di desa. Organisasi wanita revolusioner dan Pemuda Rakyat di desa mempunyai peranan penting dalam membantu memobilisasi aksi-aksi kaum tani, karena wanita-wanita dan pemuda-pemuda pekerja tani berhubungan dengan keadaan penghidupan dan pekerjaan pertanian mempunyai peranan yang sama dengan suami dan ayah mereka dalam pekerjaan pertanian. Dengan jalan demikian kita selalu “berjalan dengan dua kaki” dan semua jalan bisa menuju ke “6:4”. (tepuk tangan).

Laporan Umum juga telah menunjukkan kepada kita bahwa “dengan keadaan yang bagaimana pun juga kita harus selalu bersandar pada buruh tani dan tani miskin”, dan “hanya dengan pimpinan kaum Komunis gerakan kaum tani bisa menjadi sekutu yang akrab dari kelas buruh dalam melawan semua musuh rakyat pekerja”. Petunjuk ini secara ringkas dan jelas menerangkan masalah sandaran dan pimpinan gerakan tani serta masalah perlunya sifat sandar-menyandar antara kaum tani dengan kaum Komunis sebagai syarat mutlak kemenangan revolusi dan untuk pembebasan sejati kaum tani.

Pengalaman mengajarkan kepada kita bahwa sifat sandar-menyandar antara kaum Komunis dengan kaum tani, terutama buruh tani dan tani miskin mempunyai daya kekuatan yang tak terbatas. Terutama kawan-kawan dari daerah-daerah yang dikacau oleh kontra-revolusi bersenjata, berdasarkan pengalaman mereka yang heroik, saya kira bisa meyakinkan kepada kita, bahwa sesudah Partai sandar-menyandar dengan kaum tani dan kekuatan-kekuatan patriotik lainnya, maka situasi menjadi berubah. Dari keadaan diawasi dan diburu, berbalik menjadi mengawasi dan memburu kontra-revolusi. (tepuk tangan). Bagi kaum tani, sandar-menyandar dengan protelariat dan Partainya, berarti datangnya zaman “sungsang  buana balik”, (tepuk tangan), yaitu zaman di mana dewa-dewa dari kayangan diturunkan dan digantikan oleh Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong, sebagai lambang kejayaan rakyat. (tepuk tangan). Oleh karena itu, “selalu bersandar pada buruh tani dan tani miskin dalam keadaan bagaimana pun juga” harus menjadi sumpah setia kita, kaum Komunis yang bekerja di desa, terhadap revolusi.

Kawan-kawan.

Seperti diterangkan dalam Laporan Umum Kawan D. N. Aidit, anjuran 5 prinsip mengerjakan tanah untuk meningkatkan produksi padi disambut gairah oleh kaum tani. Juga dari kalangan pejabat-pejabat pemerintah dan ahli-ahli pertanian yang jujur mulai timbul perhatian dan datang sambutan berhubung dengan percobaan-percobaan yang berhasil yang dijalankan oleh aktivis-aktivis Partai dari kalangan kaum tani yang dengan kemampuannya yang masih terbatas bisa menghasilkan 60 sampai 120 kuintal padi tiap ha (tepuk tangan) yang berarti kenaikan 100 sampai 300% dari hasil sebelum dilaksanakannya 5 prinsip mengerjakan tanah dan kegiatan-kegiatan lain di lapangan peningkatan produksi pertanian dan perikanan, mulai diakui oleh kaum tani dan sebagian golongan lain di luar kaum tani sebagai juga “kampiun produksi”. Ini merupakan dasar baru bagi Rakyat Indonesia untuk meletakkan harapannya kepada partai guna memenuhi tuntutan mereka akan bahan makanan. Partai tidak akan menyia-nyiakan harapan ini. Seperti dibuktikan oleh kader-kader Partai di daerah dimana Partai ikut dan mempunyai peranan penting dalam pemerintahan daerah, maka Partai telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mempertinggi produksi bahan makanan, sehingga di Gunung Kidul dimana PKI mendapat suara terbanyak mutlak, hongerudim bisa dikurangi dari ± 9.000 penderita setiap tahun, dalam tahun ini tinggal ± 400. (tepuk tangan). Inilah salah satu amal PKI kepada rakyat di daerah yang mutlak. Sedang di beberapa daerah lain, musim paceklik telah diperpendek waktunya. Keadaan ini akan lebih meyakinkan massa rakyat tentang objektifnya tuntutan untuk membentuk Pemerintah Gotong royong dimana orang-orang Komunis menempati kedudukannya yang sah dan adil, baik dalam pemerintahan daerah maupun dalam pemerintahan pusat. (tepuk tangan).

Kawan-kawan.

Saya memperkuat kesimpulan Laporan Umum Kawan D. N. Aidit untuk “membentuk sebanyak-banyaknya Regu-regu Kerja bakti sebagai bukti bahwa Partai kita memang ingin sungguh-sungguh bersatu padu dengan kaum tani dan sebagai alat pendorong perkembangan koperasi-koperasi produksi di desa-desa”. Karena dengan kerja bakti itu kita memang bisa membuktikan keinginan kita yang sungguh-sungguh untuk bersatu-padu dengan kaum tani. Kecuali itu, dengan kerja bakti untuk kaum tani, kita akan membuktikan perbedaan sifat kita kaum Komunis dengan kaum borjuis. Sudah berabad-abad kaum tani mengenal kerja bakti yang harus dijalankan oleh kaum tani untuk kelas-kelas penindas dan untuk golongan-golongan yang berkuasa. Tetapi kaum Komunis sekarang mengorganisasi diri untuk bekerja bakti bagi kepentingan kaum tani miskin. (tepuk tangan). Saya yakin bahwa dengan ini, kaum tani akan membalas budi sekurang-kurangnya dengan memberikan kepercayaan yang lebih besar terhadap kita, kaum Komunis. Disamping itu, merasa diri dihormati dan dihargai, bagi massa kaum tani yang biasanya oleh kaum reksioner dipandang “serba salah” dan “serba kalah”, merupakan pendidikan politik yang penting.

Kawan-kawan.

Kongres Nasional ke-V Partai kita adalah Kongres yang menunjukkan jalan pembebasan kaum tani dan betapa pentingnya pekerjaan kita di kalangan kaum tani. Kongres Nasional ke-VI Partai kita sekarang ini, disamping memperingatkan dan menekankan kembali tentang pentingnya pekerjaan Partai di kalangan kaum tani sebagai syarat mutlak guna menggalang front persatuan nasional yang benar-benar luas dan kuat, juga telah memperlengkapi kita dengan taktik perjuangan dan berbagai-bagai bentuk cara kerja di kalangan kaum tani serta memberikan garis umum untuk bekerja di kalangan kaum nelayan, yang karena negeri kita suatu negeri kepulauan, merupakan massa rakyat yang cukup besar jumlahnya dan masih menderita pengisapan setengah-feodal senasib dengan kaum tani. Memperbaiki pekerjaan Partai di kalangan kaum tani tiap-tiap suku bangsa dalam Kongres ini disimpulkan sebagai jalan terutama untuk memperbaiki pekerjaan Partai di kalangaan suku bangsa. Dengan Kongres ini, seperti yang diterangkan dalam Laporan Umum Kawan D. N. Aidit, kita sudah cukup diperlengkapi dengan persiapan-persiapan politik dan ideologi untuk dengan langkah-langkah yang tegap pergi ke desa dan ke pantai membangkitkan, mengorganisasi dan memimpin kaum tani dan nelayan. Dengan melaksanakan dengan sungguh-sungguh tugas Kongres kita yang besar ini, saya yakin bahwa judul Laporan Umum Kawan D. N. Aidit “Untuk Demokrasi dan Kabinet Gotong-Royong” akan terlaksana dan dengan pelaksanaan judul itu tercapailah syarat-syarat untuk memobilisasi lebih baik bagian terbesar kaum tani dan nelayan untuk bersama-sama memasuki pintu gerbang kemenangan revolusi yang mendatangkan zaman baru bagi Rakyat Indonesia, (tepuk tangan), zaman di mana Rakyat Indonesia bisa menikmati masyarakat adil dan makmur di tanah airnya sendiri.

Hidup Partai Komunis Indonesia yang kita cintai! (seruan: “Hidup!”).

Hidup persekutuan buruh dan tani basis daripada persatuan nasional yang perkasa! (seruan: “Hidup!”; tepuk tangan).