Pidato Kawan Pulung Djunaidi

(Jawa Barat)

Sumber: Bintang Merah Nomor Special Jilid II, Dokumen-Dokumen Kongres Nasional Ke-VI Partai Komunis Indonesia, 7-14 September 1959. Yayasan Pembaruan, Jakarta 1960


Kongres yang mulia,

Setelah mendengarkan dan mengikuti penjelasan Laporan Umum CC yang disampaikan oleh Kawan Aidit, sekali pun oleh Kawan Ketua delegasi dari Jawa Barat telah dinyatakan, perkenankanlah pula saya untuk memperkuat pernyataan itu dengan ucapan: Saya menyatakan persetujuan dengan tanpa syarat.

Kalau Kawan Ketua delegasi dari Jawa Barat membuktikan kebenaran Laporan Comite Central merangkum secara keseluruhan, maka saya ingin menambah/membuktian kebenaran itu dilihat dari persoalan kaum tani, yang menandaskan agar pekerjaan kita di kalangan kaum tani sungguh-sungguh harus dan dapat diperbaiki.

Laporan Umum memberikan garis yang terang-benderang tentang apa tugas kita di kalangan kaum tani untuk melaksanakan kesimpulan yang dijelaskan oleh pidato Kawan Njoto pada pembukaan Konferensi Tani, yang berbunyi: “Tidak ada gunanya kita berbicara tentang revolusi pada umumnya dan tentang front persatuan nasional pada khususnya, jika masalah tanah dan tani tidak mendapat penyelesaian”. Lebih ditandaskan lagi oleh rumusan Program Partai yang baru, yang berbunyi “Dengan tidak turut aktifnya kaum tani yang merupakan jumlah 60% sampai 70% dari penduduk, tidak mungkin kita berbicara tentang kemenangan rakyat”. Di sinilah letaknya, bahwa kaum tani adalah faktor menentukan bagi kemenangan revolusi Rakyat Indonesia.

Untuk membuktikan betapa tepatnya garis perjuangan di kalangan kaum tani yang disajikan oleh Laporan Umum, yang pokoknya agar dalam waktu yang tidak terlalu lama kita telah dapat menghimpun massa tani sebagai bagian daripada tulang punggung front persatuan nasional, saya ingin mengajak kawan-kawan untuk melihat sedikit tentang keadaan Jawa Barat beserta kaum taninya, sebagai berikut:

Tentang Vitalitas Jawa Barat

  1. Sebagai daerah achtergrond dari ibukota, Jawa Barat ikut menentukan kuat dan lemahnya posisi Pemerintah Pusat. Kecuali itu, Jawa Barat adalah daerah yang menghubungkan antara Pulau Jawa dengan Sumatera melalui pelabuhan Meraknya.
  2. Karena kesuburan tanahnya, Jawa Barat oleh kaum imperialis Belanda dan lain-lain dijadikan pusat investasi modalnya, sebagaimana dapat dilihat dari banyak dan luasnya perkebunan-perkebunan teh, karet, kopi, kina, dan lain-lain.
  3. Disamping itu, Jawa Barat mempunyai tanah pertanian seluas 1.115.845 Ha, juga mempunyai dataran tinggi yang cukup luas dan subur, bagai suluh rangsang cinta tanah air bagi para patriotnya.
  4. Karena vitalnya, sampai-sampai oleh kaum reaksi pun Jawa Barat telah dan sedang dijadikan pusat kekuatan barisan bersenjata gerombolan DI-TII dan gerombolan teroris lainnya, dan telah digunakan sebagai tempat proklamasi NII, yang kesemuanya itu senantiasa dilawan oleh rakyat.

Kawan-kawan yang tercinta,

Teranglah kiranya, baik dilihat dari geografinya, kesuburan dan luas tanahnya serta keindahannya, bahwa Jawa Barat adalah daerah yang cukup membawa harapan bagi kebahagiaan rakyatnya. Tetapi alangkah ganjilnya bagi kaum tani di Jawa Barat sebagaimana kaum tani di daerah-daerah lainnya, karena sebagian terbesar daripadanya belum menikmati segala kebaikan dan kesuburannya, berhubung belum adanya penyelesaian masalah tani dan tanahnya. Sebagian besar dari tanah mereka dirampas dan dikuasai oleh tuan tanah asing maupun bumiputra.

Sebagai contoh dari salah satu desa di Jawa Barat yaitu desa Buahbatu (Bandung) dimana sebagian besar tanahnya dikuasai oleh tuan tanah bumiputra

Tanah sawah................................................. 156.740 Ha.

Tanah daratan..............................................    41.130 Ha.

J u m l a h.................................................... 197.870 Ha.

Dari jumlah tersebut tanah sawah seluas 75 Ha. dikuasai oleh 5 orang tuan tanah bumiputra, 35 Ha dimiliki oleh tani kaya, dan lainnya dikuasai oleh 72 orang tani sedang dan tani miskin. Sedangkan jumlah penduduk semuanya 1243 orang dewasa dan 1494 anak-anak; jumlah seluruhnya ada 2737 orang. Dan sini saja jelaslah bahwa sebagian besar penduduk desa tersebut yaitu kaum tani, tidak memiliki tanah, dan hidupnya sangat melarat dan menderita. Karenanya, terpaksa menggarap tanah tuan tanah dengan syarat-syarat yang sangat berat; bahkan tidak sedikit yang harus membayar uang kunci lebih dulu melalui mandor-mandor atau kuasa-kuasa tuan tanah. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, kaum tani terpaksa harus mencari hutang kepada lintah darat-lintah darat dengan bunga yang berat. Mereka pun dibebani oleh kebebasan-kebebasan feodal yang masih berlaku di desa-desa yang biasa disebut hukum adat desa.

Untuk melaksanakan pengisapan sambil mempertahankan kekayaannya, tuan tanah umumnya mempunyai kekuatan DI-TII sebagai kekuatan yang senantiasa mengancam bahaya maut atas kaum tani. Buktinya, tidak sedikit keluarga dan anak-anak tuan tanah seperti: A. Sungkawa, Suba’i, Karna, Ojo, Kiyai Ahmad, Sabur, dan lain-lain jadi anggota dan meminipin DI/TII. Walaupun manusia-manusia tersebut sebagian daripadanya telah dibekuk oleh hasil kerjasama di antara alat-alat negara dan rakyat. Disamping itu tuan tanah banyak menggunakan golongan-golongan tertentu dan familinya yang berpengaruh di desa serta beberapa orang pejabat pemerintah untuk menakut-nakuti kaum tani. Hanya berlainan dengan keadaan-keadaan di masa yang sangat lampau, bahwa kaum tani sekarang telah mulai menunjukkan perlawanan kepada siapa pun yang merintangi perjuangannya, sekalipun dari mana datangnya.

Betapa tepatnya garis Partai bahwa kita harus memperbaiki pekerjaan di kalangan kaum tani, di Jawa Barat, walaupun organisasi tani revolusioner telah berdiri di seluruh Kabupaten, telah berdiri di 85% dari seluruh Kecamatan dan 55% dari seluruh desa, namun baru 7% saja jumlah kaum taninya yang telah terorgarisasi dalam orgarisasi tani revolusioner. Dengan demikian, bahwa kita harus memperbaiki pekerjaan di kalangan tani, tiada lain harus diartikan dan dilaksanakan perjuangan menghimpun sebagian terbesar kaum tani melalui gerakan kaum tani sendiri.

Sesuai dengan garis Partai yang urgen untuk segera dapat menghimpun sebagian besar jumlah kaum tani yaitu buruh tani dan tani miskin yang merupakan tulang punggung kekuatan kaum tani, maka pengalaman Partai di Jawa Barat dalam memimpin aksi-aksi perlawanan kaum tani terhadap tuan tanah bumiputra, adalah sebagai berikut:

1) Aksi-aksi yang telah berjalan umumnya baru di lingkungan terbatas dan baru di beberapa tempat di Kabupaten/Kota Bandung, Krawang, Tangerang, Tasikmalaya, Ciamis dan Sukabumi. Aksi-aksi itu bersifat sendirian dan tidak luas. Ini mengakibatkan memusatnya pukulan-pukulan tuan tanah yang bertubi-tubi dengan dalih bahwa kaum tani melanggar hukum adat, menggelapkan padi, menyerobot tanah tanpa ijin, dan sebagainya dan sebagainya. Sampai-sampai karena mendapat perlawanan yang gigih, tidak sedikit kaum tani yang diseret ke meja pengadilan, setelah melalui proses penahanan dan kadang-kadang dianiaya lebih dulu.

2) Pengalaman menunjukkan bahwa dalam melaksanakan aksi-aksi tersebut, kaum tani terbagi dalam 3 golongan. Yaitu massa tani yang aktif yang berlawan terhadap tuan tanah. Mereka umumnya terdiri dari anggota Partai dan anggota organisasi tani revolusioner yang telah dididik. Kedua, massa tani yang bimbang. Mereka umumnya belum mendapat pendidikan dan penjelasan tentang jahatnya tuan tanah. Ketiga, massa tani yang pasif. Umumnya sama dengan yang kedua, ditambah merasuknya racun yang beranggapan bahwa kemelaratan itu bukan karena pengisapan tuan tanah, melainkan karena nasib, karena takdir, dan lain sebagainya.

3) Pengalaman menunjukkan pula, bahwa dalam aksi-aksi semacam itu kaum tani pun menghadapi 3 macam tuan tanah, yaitu: tuan tanah kepala batu yang tanahnya sangat luas dan umumnya membantu DI-TII. Terhadap tuan tanah semacam ini, aksi dilakukan lebih berat, dan sejak tahun ‘54 Partai di Jawa Barat telah mengajukan tuntutan kepada pemerintah supaya tanah tuan tanah DI itu disita dan dibagikan kepada tani tak bertanah dan tani miskin. Kedua, golongan bimbang. Tuan tanah semacam ini kadang-kadang terseret oleh tuan tanah kepala batu, kadang-kadang mengikuti jejak tuan tanah yang agak maju. Tuntutan kaum tani tentu lebih diperingan. Ketiga, tuan tanah yang agak maju. Mereka umumnya bersikap anti-DI-TII dan mau berunding dengan kaum tani. Terhadap mereka, tuntutan kaum tani baru terbatas kepada keringanan ketentuan bagi-hasil, lebih ringan daripada halnya terhadap tuan tanah yang bimbang.

4) Tuntutan-tuntutan yang telah dilakukan di Jawa Barat dapat dikemukakan sebagai berikut:

a) dari 3: 7 menjadi 5: 5, dari 5: 5 menjadi 5 ½ - 4 ½, dari 5: 5 menjadi 6: 4, dan dari 5: 5 telah ada yang berhasil menjadi 7:3.

b) Di Kabupaten Bandung tercatat dari 274 penggarap yang menuntut turun sewa telah berhasil 215 penggarap, 44 dalam taraf penyelesaian dan 15 dikalahkan oleh Pengadilan Negeri. Sedangkan di Karawang, dari 33 penggarap yang menuntut 2 orang tuan tanah, seluruhnya berhasil dengan baik.

5) Kalau di sana-sini terjadi kurang suksesnya pelaksanaan aksi, baik dilihat dari banyaknya, cara pelaksanaan maupun luasnya aksi-aksi terhadap tuan tanah bumiputra, faktor kader adalah faktor yang terpenting. Mengenai hal ini pengalamannya sebagai berikut:

a) Kader yang mempunyai tugas di lapangan ini (tani) harus menambah keuletan dan ketekunannya dalam pekerjaan mendidik kaum tani, baik terhadap kaum tani yang anggota maupun bukan anggota Partai, harus menambah kegiatannya dalam membangkitkan kaum tani yang bimbang dan yang masih pasif.

b) Kader-kader yang masih bisa dipengaruhi dan diintimidasi tuan tanah dan kaki tangannya, harus melatih diri dengan tekun untuk menangkis serangan tuan tanah. Kader yang mempunyai hubungan famili dengan tuan tanah supaya meyakinkan diri bahwa yang dilawan bukanlah familinya sebagai orang, tapi feodalisme sebagai sistem penindasan dan pengisapan.

c) Kita harus ada keberanian untuk mendidik dan menempatkan kader yang berasal dari buruh tani dan tani miskin sebagai pimpinan.

d) Kader-kader yang masih menganggap bahwa di daerahnya tidak ada tuan tanah, diharuskan dan menyediakan dirinya untuk segera mempelajari bentuk penindasan feodal di daerahnya secara tekun, untuk kemudian setelah menemukannya segera memberikan amalnya secara baik keada kaum tani.

6) Tidaklah hanya kita melihat kelemahan-kelemahannya saja yang ada pada kader tetapi pula kita mencatat hasil-hasil positifnya, yaitu sebagai berikut:

a) dengan dilatih oleh praktek langsung memimpin aksi-aksi, banyak kader yang dibajakan dan membajakan dirinya.

b) aksi telah melatih kader dan kaum tani untuk berani dan tabah menghadapi meja hijau (pengadilan), serta mendorong untuk mempelajari dan mempraktekkan hukum yang bisa menolong kaum tani, dan akhirnya lahirlah banyak pembela tani.

Kurang meluasnya pendidikan di kalangan kaum tani, adalah merupakan gejala yang sangat penting yang harus segera diatasi. Karena kekurangan itu mengakibatkan masih banyak kaum tani yang menganggap bahwa musuhnya adalah hanya tuan tanah asing saja; sedangkan terhadap tuan tanah bumiputra menganggap bukan musuhnya. Bahkan masih ada perasaan pada kaum tani yang menganggap bahwa tanah tuan tanah yang digarapnya merupakan “pemberian” dari tuan tanah, sebaliknya tidaklah menganggap bahwa itu adalah merupakan pengisapan atas kaum tani. Perlakuan sistem renten yang berat dan atau ijon, kadang-kadang masih dianggap sebagai “kemurahan hati” tuan tanah atas dirinya.

Maka soal pendidikan di kalangan kaum tani adalah faktor menentukan pula.

Dengan keterangan-keterangan di atas, bisa dikemukakan bahwa aksi-aksi kaum tani melawan tuan tanah bumiputra di Jawa Barat sesudah Kongres ke-V Partai menunjukan adanya gelombang pasang. Terbukti, sekalipun derasnya nafsu kaum reaksi untuk menggagalkan/menghancurkan gerakan kaum tani, tetapi kaum tani senantiasa memberikan perlawanan yang setimpal sehingga dapat memperoleh hasil-hasil aksinya yang tidak kecil. Keadaan pada waktu sekarang, aksi-aksi kaum tani di Jawa Barat terutama terletak pada mempertahankan tanah garapan sebagai pelaksanaan semboyan: Setapak dampal kakipun kaum tani tak akan meninggalkan tanah garapan karena tanah garapan adalah nyawa. Aksi-aksi baru mengenai kepentingan buruh tani dan tani miskin belum betul-betul meluas. Khusus mengenal gerakan 6:4 baru dalam tingkat meratakan kampanye; dan berdasar kebutuhan urgen kaum tani, sebaiknya masalah tuntutan 6:4 dijadikan bahan resolusi daripada Kongres kita sekarang ini.

Kawan-kawan yang tercinta.

Inilah sekedar pengalaman yang cocok dengan garis Laporan Umum, baik mengenai strategi maupun mengenai tuntutan kaum tani yang dekat, yang ditandaskan bahwa tuntutan 6:4 merupakan tuntutan nasional, yang mewajibkan kepada setiap Komunis untuk melaksanakan dan memimpin pelaksanaannya. Kami yakin bahwa dengan melaksanakan garis yang ditentukan dalam laporan Kawan Aidit secara konsekuen maka semboyan: Kibarkan tinggi-tinggi panji tanah untuk kaum tani dan rebut kemenangan satu demi satu, akan segera menjadi kenyataan. Dengan demikian pulalah maka kaum tani dan kita akan segera dapat menundukkan tuan tanah dan dengan senang hati mempersilakan tuan tanah untuk bertekuk lutut di hadapan kaum tani.