Pidato Kawan Jacub

(Jawa Barat)

Sumber: Bintang Merah Nomor Special Jilid II, Dokumen-Dokumen Kongres Nasional Ke-VI Partai Komunis Indonesia, 7-14 September 1959. Yayasan Pembaruan, Jakarta 1960


Kawan-kawan,

Perkenankanlah terlebih dahulu kepada kami untuk sekedar mengemukakan sebab-sebabnya mengapa di Jawa Barat ada gerombolan DI-TII.

Seperti halnya dengan di daerah-daerah lain di Indonesia, juga di Jawa Barat tidak luput dari mengalami penindasan dan pengisapan kaum imperialis dan pengisapan tuan tanah baik asing maupun bumiputra. Akibatnya Rakyat Jawa Barat hidupnya sangat menderita, melarat dan terbelakang. Sedangkan di pihak lain, kaum imperialis dan tuan tanah hidupnya sangat berlebih-lebihan. Untuk mengabadikan pengisapannya atas rakyat, kaum pengisap di Jabar mempertahankan rendahnya taraf kebudayaan bagi rakyat. Ini dibuktikan dengan banyaknya rakyat yang buta huruf. Disamping itu dipertahankannya sistem kebudayaan feodal, seperti menyembah-nyembah tuan tanah dan “tuan besar” asing yang terjadi di perkebunan-perkebunan dan sekitarnya, memuja para pembesar di kota-kota dan pejabat-pejabat di desa-desa.

Karena kesadaran politik dan kesadaran organisasi di kalangan rakyat masih sangat tipis dibandingkan dengan di daerah lain maka ini dapat dibuktikan bahwa pengaruh Partai pada waktu sebelum tahun 1951 masih sangat kurang sekali. Sebelum dan sesudah Revolusi Agustus pengaruh Islam yang tercermin dalam berbagai organisasi Islam masih sangat besar. Kaum reaksi yang mempergunakan agama Islam sebagai kedok itu tergabung dalam organisasi Hizbullah dan Sabililah yang ternyata mempunyai kekuatan senjata yang cukup besar, terutama di Priangan Timur dan di sebagian daerah Karesidenan Cirebon. Juga Sarekat Hijo sebagai salah satu organisasi anti-Komunis sejak tahun 1925 mempunyai hubungan yang cukup erat dengan barisan Sabililah. Dan barisan Sabililah inilah yang justru ternyata merupakan “embrio” daripada DI-TII di Jawa Barat.

Kawan-kawan,

Ini adalah fakta yang pertama mengapa di Jabar timbul gerombolan Darul Islam. Sedangkan fakta lainnya yang menimbulkan gerombolan DI-TII di Jabar menurut analisa kami ialah sebagai berikut: Sesudah persetujuan Renville dimana daerah Jabar ditetapkan sebagai daerah “kantong” (daerah pendudukan Belanda) dan dimana sebagian Tentara dan Laskar dari Jabar harus pergi hijrah ke daerah RI, sehingga karena itu Rakyat Jabar ditinggalkan sebagian pelindung dan pimpinannya.

Kesempatan yang sebaik itu digunakan oleh kaum reaksioner untuk membentuk “negara” dalam Negara RI, yaitu apa yang dinamakan “Negara Islam Indonesia”, yang dipimpin oleh Kartosuwirjo, dan yang diproklamasikan pada tanggal 7 Agustus 1949 di salah satu daerah basisnya di Priangan Timur yaitu Gunung Cupu.

Itulah kawan-kawan menurut analisa kami antara lain: sebabnya mengapa di Jabar ada gerombolan DI-TII yang setiap hari selalu merugikan rakyat di Jabar dan yang sampai saat sekarang masih belum dapat dibasmi sampai ke akar-akarnya.

Setelah diproklamasikannya negara Islam Indonesia keadaan rakyat di Jabar terutama di Priangan Timur disamping hidup di bawah tekanan langsung kaum modal Belanda dan tuan tanah akhirnya ditindas oleh gerombolan DI-TII. Di beberapa daerah desa, semangat rakyat terhadap 17 Agustus 1945 dilumpuhkan oleh DI-TII dengan ancaman dan paksaan untuk menganut dan menuruti tujuan gerombolan DI-TII dengan jalan mengadakan propaganda bahwa Jabar sudah ditinggalkan oleh Republik.

Meskipun masih belum meluas pengaruh DI-TII diseluruh Jabar pada tingkat permulaannya, tetapi Priangan Timur saja sudah dianggap cukup oleh DI-TII untuk dijadikan landasan buat memperkuat diri meratakan pengaruhnya ke berbagai daerah di Jabar. Ini dibuktikan bahwa pengaruh dan daerah bergeraknya gerombolan DI-TII sampai sekarang bukan hanya di Priangan Timur tetapi sudah ke daerah-daerah lain, terutama ke daerah-daerah dimana daerah pengaruh Partai masih belum cukup kuat. Dengan berdasarkan daerah yang rakyatnya masih dapat dipengaruhi atau diintimidasi dan dengan keadaan geografi di Jabar, yaitu adanya gunung-gunung dan hutan-hutan, gerombolan DI-TIl melancarkan gerakannya terhadap Pemerintah Republik Indonesia sambil melakukan tindakan-tindakan yang sangat kejam terhadap rakyat. Setelah KMB ditandatangani oleh Pemerintah Hatta, kekuatan DI-TII di Jabar semakin bertambah besar karena mereka mendapat bantuan-bantuan tenaga dan senjata dari serdadu-serdadu Belanda yang menurut perjanjian KMB harus dikembalikan ke negeri Belanda, tetapi yang kenyataannya menyelundup ke gunung-gunung dan hutan-hutan dan menggabungkan diri dengan gerombolan DI-TII. Perlu juga dicatat bahwa kekuatan DI-TII di Jabar mendapat bantuan dari satu Batalion Tentara Hizbullah yang dipimpin oleh Kadarsolihat yang setelah hijrah bukan menggabungkan diri dengan Tentara RI tetapi dengan gerombolan DI-TII, mendapat bantuan pula dari sisa-sisa pemberontak Bat. 426 dari Jateng dan mendapat bantuan perlengkapan yang besar dan perkebunan-perkebunan milik imperialis Belanda. Bahwa DI-TII melakukan tindakan-tindakan yang sangat kejam terhadap rakyat, misalnya: membunuh, membakar rumah, menculik dan menggarong harta benda rakyat sekarang ini sudah sangat jelas.

Sejak adanya bantuan langsung dari imperialis Belanda lewat berbagai macam jalan, rakyat di Jabar semakin mengerti dan yakin bahwa DI-TII itu adalah betul-betul merupakan alat imperialisme Belanda guna mempertahankan kedudukan ekonominya di Jabar dan bukan tentara Islam yang memperjuangkan tegaknya Islam seperti yang dipropagandakan oleh DI-TII sendiri. Hanya sampai saat sekarang masih ada sebagian rakyat, yang belum mengerti bahwa gerombolan DI-TII itu adalah juga tentaranya tuan tanah dan tidak sedikit tuan tanah-tuan tanah yang memberikan andil baik materiil maupun moril kepada gerombolan DI-TII.

Beberapa pengalaman Partai dan Rakyat dalam membantu membasmi gerombolan DI-TII di Jawa Barat

Kawan-kawan, jika kita hitung waktu lamanya daerah Jabar dikacau oleh gerombolan DI-TII yang memusnahkan kekayaan dan jiwa rakyat seperti yang kami sebutkan di atas sudahlah cukup lama, yaitu selama lebih kurang 9 tahun. Tentu saja dalam waktu yang sekian lamanya itu, banyak pengalaman-pengalaman rakyat dan Partai dalam membantu AP untuk membasmi DI-TII.

Sesungguhnya bagi Partai dan rakyat sudah menjadi keyakinan yang sedalam-dalamnya bahwa tanpa ikut sertanya rakyat dalam membasmi DI-TII dan pengacau lainnya tak mungkin musuh rakyat itu dihancurkan keseluruhannya. Ada dua hal yang sangat pokok menurut pengalaman kami dalam cara menghancurkan DI-TII itu, yaitu: kerja sama yang erat dan saling-bantu antara AP dan rakyat dan tindakan ofensif dari AP-Rakyat.

Untuk dapat melaksanakan dua hal yang pokok itu banyak usaha yang pernah kami lakukan dan di antaranya ialah sebagai berikut:

Pertama-tama melancarkan kampanye di kalangan rakyat secara merata, lewat berbagai cara untuk menjelaskan sikap Partai yang tegas terhadap gerombolan-gerombolan DI-TIII, dan tentang caranya untuk melawan. Dengan sikap yang tegas ini, rakyat menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada PKI dan memandang bahwa hanya PKI lah satu-satunya Partai yang anti-DI dalam ucapan dan perbuatan. Soal yang perlu kami catat sebagai pengalaman berharga, yaitu adanya tindakan Partai yang konkret dalam membantu meringankan beban hidup keluarga korban gerombolan DI-TII yang dilakukan dengan pengumpulan sumbangan lewat rapat-rapat Partai dan aktivitas-aktivitas lainnya. Dengan adanya kampanye yang tekun terus-menerus inilah rakyat yang telah mengalami kekejaman DI-TII mulai menginsyafi, bahwa DI-TII bukanlah sahabatnya tetapi musuhnya. Secara berangsur-angsur mereka mulai memasuki barisan Partai.

Kedua, memperjuangkan masuknya golongan progresif dan anti-Dl-TII ke dalam OKD untuk mengadakan perlawanan di bawah pimpinan Tentara terhadap DI-TIII. Dengan adanya organisasi keamanan ini, rakyat pada umumnya merasa tenteram karena ada penjaganya yang setia, meskipun dengan adanya OKD itu rakyat harus ikut membantu menjamin penghidupan anggota-anggota OKD. Segi positif dengan adanya OKD ini, ialah selain pada umumnya dapat mengeratkan hubungan rakyat dan AP, juga di pihak anggota-anggota kita sudah mulai dapat mengembangkan kepandaiannya dalam melawan gerombolan ini dan di beberapa tempat dimana OKD sudah mulai dipercaya memegang senjata sudah mulai melatih diri melawan DI dengan senjata. Keberaniannya lahir karena kesadarannya tumbuh. Tidak jarang anggota OKD yang berani melawan DI-TII sampai mencapai kemenangan yang gilang-gemilang, meskipun tidak sedikit pula di antaranya yang telah gugur dalam perjuangan membasmi DI.

Selain daripada itu, mengingat pentingnya peranan OKD, Partai di Jabar selalu aktif memperjuangkan agar supaya OKD dapat diberi kebebasan memegang senjata dalam waktu melawan DI-TII dan untuk keperluan hidupnya anggota-anggota OKD supaya mendapat perbaikan nasib dari pihak Pemerintah. Disamping itu, diperjuangkan pula agar supaya anggota-anggota OKD tidak menyalahgunakan kedudukannya.

Sedangkan soal yang sampai saat sekarang masih saja belum dapat tercapai ialah diberinya hak kepada kaum tani untuk mengangkat senjata membela diri terhadap teror gerombolan DI-TII. Ini pelaksanaannya agak berat karena masih belum dipercayanya kaum tani oleh sementara pejabat militer. Segi penting bagi kaum tani menurut pengalaman ialah membantu OKD dan AP waktu mereka sedang mengadakan operasi, baik sebagai penunjuk jalan maupun sebagai pembantu untuk meringankan beban yang beroperasi.

Ketiga, menumbuhkan kepercayaan Tentara pada rakyat agar supaya mau melaksanakan kerja sama dengan rakyat. Pengalaman kami di Jabar adalah sebagai berikut:

Di daerah-daerah dimana Tentara bertugas untuk mengadakan operasi, selalu kita sambut dengan baik-baik disertai dengan berbagai harapan agar supaya Tentara bisa kerja sama dengan rakyat setempat. Konsekuensinya ialah kita harus menunjukkan kesediaan untuk membantu Tentara dalam berbagai hal, misalnya: menempatkan mereka dengan keluarganya di rumah-rumah rakyat; meringankan kebutuhannya dalam operasi, antara lain membawakan perbekalan ke tempat-tempat operasi, memberikan petunjuk jalan yang tepat dan lain-lain; menunjukkan diri bahwa kita (rakyat di daerah itu) betul-betul anti-Dl-TII.

Berhasil-tidaknya cara-cara demikian itu tergantung sekali pada ada atau tidak adanya inisiatif kita, dan tergantung juga pada corak politik yang dianut pimpinan Tentara setempat.

Kenyataan menunjukkan, bahwa meskipun mereka masih belum progresif, tetapi asal saja mereka anti-DI-TII, kerja sama dalam melawan gerombolan DI akan dapat terlaksana dengan baik. Asal saja sikap dan garis kita di sesuatu daerah sudah dapat diterima baik oleh Tentara, penghancuran gerombolan DI lebih mudah dilakukan secara intensif, ikut sertanya rakyat dalam badan-badan keamanan sesuai dengan program Partai dapat terlaksana. Dengan suksesnya melaksanakan kerja sama di daerah yang dijadikan sasaran operasi, pengaruh Partai akan semakin bertambah besar, organisasi keamanan Desa akan semakin terkonsolidasi, anggota dan organisasi Partai akan semakin meluas. Hal ini pernah kami simpulkan dalam laporan umum kepada konferensi ke-I CDB, yaitu sebagai berikut: “Maju dan berkembangnya Partai di Jawa Barat sangat tergantung pada gerakan rakyat yang melaksanakan kerja sama dengan angkatan bersenjata untuk melawan gerombolan DI-TII dan tergantung pula pada adanya garis politik yang tepat yaitu, memukul kepala batu, bersatu dengan kekuatan tengah sambil terus menerus mengembangkan kekuatan progresif”.

Itulah, kawan-kawan, sekedar pengalaman kami yang pokok dalam melakukan perlawanan terhadap gerombolan DI-TII di Jawa Barat yang ternyata dapat kami simpulkan sebagai berikut: Selain dari kita dapat melatih rakyat memegang senjata dalam cara melawan gerombolan, juga faktor kerja sama yang erat antara rakyat dan Tentara, dapat mendorong diluaskannya organisasi dan anggota Partai di Jawa Barat.

Sekarang perkenankanlah kami mengemukakan pendapat kami sendiri mengapa sampai sekarang kekuatan gerombolan teror DI-TII masih saja belum disapu bersih.

Soalnya, menurut analisa kami, terletak pada faktor teknis dalam cara mengadakan operasi, dan pikiran ragu-ragu dan setengah-tengah dalam menghadapi dan membasmi DI-TII, yang ternyata dapat merupakan suatu hambatan yang berat guna sukesnya pembasmian DI.

Meskipun tadi telah kami kemukakan tentang adanya kerja sama, yang dimaksud di atas itu hanyalah kerja sama yang resmi menurut instruksi atasan. Program kami untuk mengusahakan adanya badan-badan keamanan dimana diikutsertakannya wakil-wakil rakyat, dan adanya koordinasi yang baik antara berbagai instansi pemerintah dengan organisasi-organisasi rakyat dalam melaksanakan tugas keamanan di daerah-daerah, masih juga belum terlaksana.

Hal tersebut bukan berarti kurang adanya kesungguh-sungguhan Partai dalam memperjuangkannya, tetapi justru karena masih belum diyakini kepentingannya oleh sementara pejabat yang bersangkutan. Sementara pejabat di Jawa Barat, lebih menekankan cara “menginsafkan” para alim ulama, yang menurut analisanya mungkin, merupakan satu-satunya jalan untuk melumpuhkan pengaruh DI. Bukti menunjukkan, selain adanya usaha lewat jalan konferensi alim ulama yang diadakan dalam bulan September 1958 di Lembang yang bernada “mendamaikan”, juga di beberapa daerah timbul suatu badan yang memberikan kelonggaran bergerak kepada para alim ulama, yang ternyata ini hanya merupakan kampanye memperkuat pengaruh DI belaka.

Segi lainnya yang mengakibatkan masih belum dapat dihancurkannya DI-TII secara sungguh-sungguh dan mendalam, ialah masih belum dilakukannya sistem ofensif yang bersifat gerakan, dan masih adanya sistem perbatasan antara teritorial dengan teritorial lainnya, atau antara bivak satu dengan bivak lainnya.

Sampai sekarang, benar kita sering melihat dan mendengar adanya berbagai cara dan nama gerakan keamanan, tetapi ini semua masih dapat dikatakan belum berhasil dan memuaskan. Ini disebabkan: di satu pihak, karena masih belum serempaknya semua kesatuan seluruhnya mengadakan gerakan, di lain pihak karena masih saja adanya sistem perbatasan, sehingga akibatnya meskipun dengan dilakukannya gerakan tersebut banyak kerugian yang diderita oleh pihak DI-TII tetapi DI dapat mengonsolidasi diri di daerah lainnya, dan kemudian melakukan praktek di tempat yang baru itu.

Juga dengan menamakan mengikutsertakan rakyat, sering terjadi adanya gerakan “ojodan” yang dilakukan bersama rakyat yang banyak sekali, seperti memburu binatang hutan, tetapi tanpa dipersenjatai apa-apa. Cara demikian, meskipun kurang produktif karena tidak menghasilkan apa-apa, tetapi segi positifnya ialah dapat mendidik rakyat untuk bersatu dan memberanikan diri melawan DI-TII dan dapat membantu hubungan yang lebih baik kerja sama antara rakyat dengan Tentara.

Faktor yang tidak kurang juga pentingnya dalam rangka pembasmian DI-TII ialah adanya pembersihan di kalangan aparat pemerintah sendiri yang nyata-nyata membantu gerombolan DI-TII karena hubungan ideologi, famili, dan/atau komersil. Menurut pendapat kami, selama pemerintah masih belum juga membersihkan diri di dalam tubuhnya, selama itu tetap saja merupakan perintang penting dalam menjalankan pemulihan keamanan, semua yang membantu Dl-TII yang mempunyai kedudukan apapun harus mendapat hukuman berat.

Demikianlah pengalaman yang dapat kami kemukakan mengenai caranya merealisasi keamanan di Jawa Barat.

Akhirnya kami berkeyakinan, bahwa karena tepatnya garis politik Partai dan karena kebesaran Partai, keamanan di Jawa Barat khususnya dan di seluruh negeri umumnya pasti dapat pulih kembali, dan gerombolan kontra-revolusioner pasti dapat ditumpas habis sampai ke akar-akarnya.