Pidato Kawan M.A. Pane

(Sumatera Selatan)

Sumber: Bintang Merah Nomor Special Jilid II, Dokumen-Dokumen Kongres Nasional Ke-VI Partai Komunis Indonesia, 7-14 September 1959. Yayasan Pembaruan, Jakarta 1960


Sebagai pernyataan persetujuan saya terhadap Laporan  CC PKI yang telah dikemukakan Kawan D. N. Aidit saya kemukakan di sini bahwa Program yang diajukan Partai selama ini adalah sesuai dengan kepentingan dan pendirian Rakyat Indonesia. Inilah mengapa PKI dicintai oleh rakyat terutama kaum pekerja Indonesia.

Ditilik dari keseluruhan program Partai sejak Kongres Nasional Ke-V hingga kesimpulan-kesimpulan terakhir yang digariskan oleh Sidang Pleno ke-VIII CC PKI dengan tidak meragukan sesuatu apapun selalu menunjukkan ke mana PKI berorientasi dan untuk siapa PKI berjuang, yaitu kepentingan pembebasan kelas pekerja dari setiap pengisapan.

Rakyat Indonesia takkan mungkin membebaskan dirinya dari keadaan melarat, selama imperialisme masih mempunyai kekuasaan di tanah air kita dan selama sisa-sisa feodalisme belum dihapuskan sama sekali. Dalam hubungan dengan situasi sekarang, dimana kenyataan-kenyataan tentang kehidupan materiil berjuta-juta kaum buruh, tani dan lapisan rakyat lainnya yang berada di bawah minimum, masih dan sangat diperlukan terdapatnya segera perbaikan-perbaikan.

Adalah menjadi tugas sejarah Partai untuk menjalankan tanggung jawabnya dengan berhasil dalam membebaskan kelas pekerja dari pengisapan imperialisme dan sisa-sisa feodalisme di tanah air kita.

Perkembangan situasi tanah air kita telah menunjukkan betapa diperlukannya suatu pemerintah yang didukung oleh segenap kekuatan nasional yang demokratis atau seperti yang dimaksud konsepsi Presiden, Kabinet Gotong-Royong dalam menuju Indonesia yang merdeka penuh, demokratis, bersatu, adil, dan makmur.

Program yang dirumuskan oleh Partai adalah tepat sesuai dengan kenyataan-kenyataan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Program yang tepat ini adalah langkah yang maju menuju perbaikan nasib dan ini adalah sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Lenin dalam tulisannya yang berjudul “Kepada kaum miskin desa” bahwa Program adalah suatu pernyataan singkat, terang dan tepat tentang segala hal yang dikejar serta diperjuangkan sebuah Partai. Berdasarkan ini semua saya menyatakan persetujuan atas perubahan program PKI.

Akan tetapi Program yang baik dan tepat belumlah merupakan jaminan akan terlaksananya perbaikan-perbaikan nasib rakyat tanpa dibarengi oleh kemampuan-kemampuan yang tinggi, keuletan dan lain-lain dalam memperjuangkannya. Karena itu pelaksanaan Program tidak dapat dipisahkan dari persoalan pembangunan Partai.

Di lain pihak diperlukan pembahasan-pembahasan yang lebih mendalam tentang perumusan-perumusan Program Partai yang telah disimpulkan, karena pengalaman-pengalaman di masa yang lampau bisa terdapat kekeliruan-kekeliruan pendapat dari kader-kader Partai kita, misalnya tentang tuntutan tanah bagi kaum tani sebagai yang dirumuskan dalam Program Agraria Partai (pasal 7).

Dalam hal ini kurang dilihat oleh kader-kader Partai tentang betapa benarnya garis ini. Tuntutan tanah bagi tani tak bertanah dan tani miskin dianggap hanya dimungkinkan untuk Jawa saja, sedangkan di daerah-daerah umpama di Sumatera Selatan tidak karena “banyak tanah” dan “umumnya kaum tani sudah punya tanah”.

Juga sistem pemilikan tanah serta eksploitasinya yang kurang dipahami mengakibatkan timbulnya gejala-gejala pikiran yang meremehkan tuan tanah.

Kurang dipahaminya dua soal ini menunjukkan kurangnya dikuasai oleh kader-kader tentang hubungan agraria di desa-desa. Kita akan mengulangi kesalahan-kesalahan besar lagi bila persoalan-persoalan kaum tani tidak kita kuasai, padahal golongan ini yang merupakan mayoritas dari rakyat dan sekutu yang paling setia dari kelas buruh dalam memenangkan Revolusi kita.

Kita juga tidak bisa bicara tentang perluasan front nasional bila golongan ini belum bisa kita tarik.

Padahal jika kita perhatikan keadaan daerah Sumatera Selatan akan kita temui bahwa sebagian besar tanah garapan berpusat di tangan tuan tanah bumiputra, sedang rakyat yang tidak memiliki tanah atau yang terjerat batang lehernya dalam cengkeraman hutang-hutang yang berat, yang hidupnya dari memaro sepanjang masa, cukup besar jumlahnya.

Ini menunjukkan bahwa di Sumatera Selatan berlaku sepenuhnya apa yang dijelaskan dalam Program Partai yaitu tentang sisa-sisa feodalisme di desa-desa.

Sisa-sisa feodalisme di desa-desa atau marga-marga, baik dalam bentuk monopoli tanah oleh tuan tanah, dalam bentuk sewa berwujud barang dan kerja maupun dalam bentuk hutang-hutang yang menempatkan kaum tani dalam kedudukan budak terhadap kaum lintah darat tuan tanah, masih terus berlaku.

Kesatuan-kesatuan daerah hukum yang bernama marga di Sumatera Selatan dengan adanya I.G.O.B. memusatkan kekuasaan pada pasirah-pasirah sebagai kepala marga atas pengaturan, pemakaian dan pemilikan tanah-tanah marga, disamping itu juga pasirah-pasirah menjadi ketua rapat pengadilan asli yang masih berlaku dan mempunyai hak menuntut seseorang yang melanggar ketentuan-ketentuan marga dan hukum yang berlaku.

Sudah sejak lama dan sejalan dengan kepentingan kolonialisme Belanda, sistem pemerintahan marga digunakan untuk kepentingan kolonialisme Belanda, sehingga berpadunya kepentingan-kepentingan modal asing dengan sisa-sisa feodalisme. Di satu pihak dengan melalui pengadilan-pengadilan dan pemerintahan marga kepentingan-kepentingan modal asing diladeni dan sebaliknya tindakan-tindakan akan diambil terhadap kaum tani jika menyinggung kepentingan-kepentingan modal asing.

Dengan melalui kekuasaan-kekuasaan yang besar yang ada pada pasirah-pasirah tersebut, timbullah tuan tanah-tuan tanah dengan jalan monopoli tanah-tanah marga dan merampas tanah-tanah kaum tani. Ini menunjukkan betapa masih banyaknya dan luasnya problem kaum tani di Sumatera Selatan. Untuk bisa menarik kaum tani seluas mungkin kita harus tahu persoalan-persoalan dan kebutuhannya untuk kemudian menjadikannya tuntutan atau Program bagi kaum tani. Perkembangan gerakan kaum tani di Sumatera Selatan walaupun sudah mulai meluas, akan tetapi masih jauh daripada apa yang semestinya bisa kita capai jika kita sungguh-sungguh menguasai hubungan agraria di desa.

Kelemahan sesuai dengan kelemahan umum dalam belum bisa menarik dan mengorganisasi kaum tani secara luas, adalah merupakan kelemahan yang serius yang segera perlu kita atasi.

Adalah tepat apa yang dikemukakan oleh Kawan Aidit, bahwa gerakan turun ke bawah untuk mempelajari keadaan desa dan penghidupan kaum tani harus terus-menerus dijalankan dan diperluas sehingga segenap kader Partai, terutama yang bekerja di kalangan kaum tani mengerti benar-benar hubungan-hubungan agraria dan mengenal dengan sungguh-sungguh keadaan desa dan penghidupan kaum tani di daerahnya.

Belum meluasnya tuntutan-tuntutan kaum tani untuk mendapatkan tanah garapan, tidak sesuai dengan kenyataan dimana sejumlah besar kaum tani masih membutuhkan tanah garapan baru.

Penyelesaian sengketa penggarapan tanah oleh kaum tani tidak seharusnya ditempuh dengan menangkapi dan menuntut kaum tani, sebab ini hanya akan semakin mengurangi daya kemampuan menghasilkan dari kaum tani, sedangkan kebutuhan-kebutuhan bahan makanan terutama beras masih jauh daripada cukup.

Sumatera Selatan setiap tahun masih memerlukan delapan puluh ribu ton beras, padahal daerah pertanian cukup luas dan subur untuk bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Lebih-lebih bila lima prinsip pertanian seperti yang dianjurkan oleh Kawan Aidit dijalankan yaitu: cangkul dalam, tanam rapat, bibit baik, pupuk banyak, perbaiki pengairan. Apalagi jika persiapan-persiapan daerah untuk menampung kedatangan transmigran dilakukan dengan baik, teratur dan terpimpin. Sistem maro yang memberatkan bagi si pemaro harus diubah pembagiannya. Adalah adil sekali jika bagi yang mengerjakan paling sedikit 6 bagian dan untuk yang memarokan 4 bagian.

Sisa-sisa pikiran separatis yang mengobar-ngobarkan pertentangan kesukuan, merintangi penerimaan transmigran di Sumatera Selatan yang sudah lama diinginkan oleh rakyat daerah ini yang menurut rencana telah disediakan tanah lebih kurang 217.400 HA untuk 452.750 jiwa.

Dalam Program Tuntutan PKI dijelaskan bahwa untuk pelaksanaan transmigrasi supaya sungguh-sungguh diperhatikan tentang persiapan penampungannya, diberi tanah yang cukup, serta dicukupi alat-alat kerja kaum transmigran yang dibarengi dengan adanya bantuan kredit.

Sudah barang tentu kepada transmigrasi lokal pun haruslah diberi bantuan-bantuan yang sama. Tepatlah bahwa persoalan kaum nelayan meminta perhatian sungguh-sungguh dari kita, mengingat masih belum cukup baiknya kita mengorganisasi golongan ini sedang keadaan sosialnya jelek sekali, hubungan kerja yang berlaku masih bersifat feodal yang menempatkan kaum nelayan menjadi budak kaum tengkulak dan tauke-tauke ikan. Dalam hubungan ini dapat dijelaskan bahwa di Sumatera Selatan terdapat lebih kurang 30.000 kaum nelayan yang menghasilkan lebih kurang 20.000 ton setahun.

Sumatera Selatan selain bersifat agraris daerahnya juga merupakan salah satu daerah dimana modal besar asing mempunyai peranan. Disamping perusahaan modal besar asing perkebunan Belanda dan bank-bank yang sudah diambil alih terdapat lagi perusahaan-perusahaan minyak modal Belanda diperusahaan BPM, modal Amerika SVPM, modal Kuomintang, dan lain-lain. Dari angka statistik 1957 serta perkiraan yang ada di daerah Sumatera Selatan kita lihat bahwa di satu pihak 25 pengusaha modal besar asing menguasai 149.162,75 HA sedang Rakyat Sumsel yang berjumlah 2.925.000 kaum tani hanya memiliki 808.401 HA atau 5% dari jumlah daerah yang berarti rata-rata tiap orang memiliki 0,27 HA sawah, ladang dan kebon.

Keuntungan-keuntungan modal monopoli asing setiap tahun terus bertambah di samping upah riil kaum buruh semakin merosot sebagai suatu kontras yang selalu kita hadapi selama masih adanya kekuasaan imperialisme di tanah air kita. Pemecatan-pemecatan berjalan terus menurut angka statistik buruh SVPM tahun 1957 berjumlah 10.882 orang, menurut rencana tahun 1959 akan menjadi 5400 orang, jadi yang akan mengalami pemecatan 5482 yang pasti akan menimbulkan kontradiksi-kontradiksi dalam masyarakat. Kontradiksi-kontradiksi akan semakin meluas dan menajam dan hanya bisa ada penyelesaian jika dibentuk kabinet Gotong-Royong yang bertindak tegas terhadap modal monopoli asing dengan menguasai alat-alat produksi yang vital yang menguasai kepentingan hidup rakyat banyak. Ini adalah sesuai dengan Manifesto Politik 17 Agustus Presiden Soekarno yang antara lain berbunyi “ ...... bahwa sesuai dengan pasal 33 U.U.D. 1945 ayat 3, cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak akan dikuasai oleh Negara dan tidak akan dipartikelirkan ...... “. Disamping masih berkuasanya imperialisme yang merintangi perkembangan ekonomi nasional kita, juga sisa-sisa feodalisme yang masih terdapat di desa-desa menyulitkan peningkatan produksi serta perluasan industri, sebab selain di satu pihak tidak memperluas pasaran yang diperlukan bagi perkembangan ekonomi nasional juga daya beli kaum tani sebagai mayoritas Rakyat Indonesia tidak bertambah untuk menampung hasil-hasil industri.

Oleh sebab itu untuk mencapai perubahan-perubahan sosial yang fundamental, Partai harus dapat memberikan pimpinan yang lebih baik dan teguh dan bersatu dengan Partai-partai demokratis lainnya.

Partai harus membangkitkan, memobilisasi dan mengorganisasi massa, terutama kaum buruh dan kaum tani untuk mana kelas buruh harus meningkatkan aktivitasnya, mendidik dirinya sendiri dan menjadi kekuatan yang besar dan sadar.

Hanya dengan front persatuan nasional yang dibentuk berdasarkan persekutuan buruh dan tani yang dipimpin oleh kelas buruh dan terbentuk sebagai hasil gerakan rakyat yang seIuas-luasnya yang akan memungkinkan menuju pada kemenangan dan pembelaan kaum pekerja dan penindasan imperialisme dan feodalisme.