Pidato Kawan Muhammad Samidikin

(Sekretaris CDB PKI Aceh)

Sumber: Bintang Merah Nomor Special Jilid II, Dokumen-Dokumen Kongres Nasional Ke-VI Partai Komunis Indonesia, 7-14 September 1959. Yayasan Pembaruan, Jakarta 1960


Kawan-kawan Presidium Kongres; kawan-kawan anggota CC dan kawan-kawan para utusan Partai dari seluruh daerah yang tercinta!

Terlebih dahulu atas nama delegasi PKI Aceh, saya menyampaikan salam hangat dan rasa simpati yang amat dalam dari seluruh anggota, calon anggota, dan pencinta-pencinta PKI di daerah Aceh – yang sedang berjuang mengalahkan kaum kontra-revolusioner DI/TII Daud Beureuh cs. – berkenaan dengan berlangsungnya Kongres Nasional ke-VI PKI yang jaya ini dan mengharapkan hendaknya Kongres ini dapat menyimpulkan langkah-langkah selanjutnya untuk lebih mendekatkan nasion dan Rakyat Indonesia kepada cita-cita Revolusi Agustus 1945. (tepuk tangan).

Kawan-kawan!

Dalam kongres ini, kita telah mendengar Laporan Umum Comite Central Partai kita yang disampaikan oleh Kawan Sekjen, Kawan D. N. Aidit yang tercinta. (tepuk tangan). Laporan Umum telah menyinggung segala segi persoalan yang dihadapi oleh Rakyat Indonesia sekarang ini, telah menjelaskan secara terang usaha-usaha yang telah dilaksanakan oleh Partai kita di bawah pimpinan Comite Central yang Leninis, sejak Kongres Nasional ke-V sampai Kongres Nasional ke-VI ini, terutama dalam melaksanakan dua tugas urgen yang diamanatkan oleh Kongres Nasional ke-V PKI, yaitu, tugas untuk penggalangan front nasional anti-imperialisme dan tugas untuk meneruskan pembangunan Partai. Dapat dikatakan seluruh keputusan Kongres Nasional ke-V telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Disamping itu, berlandaskan dua tugas urgen ini, Laporan Umum telah pula memberikan perspektif-perspektif baru bagi Partai kita dalam melaksanakan tugas-tugas ideologi, politik, dan organisasi untuk mengubah imbangan kekuatan, untuk menyediakan syarat-syarat yang bisa lebih mendekatkan nasion dan Rakyat Indonesia kepada tujuan Revolusi Agustus 1945, sebagai revolusi nasional dan demokratis untuk mengakhiri sama sekali kekuasaan imperialisme dan tuan tanah di Indonesia dan membentuk kekuasaan rakyat, Pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. (tepuk tangan).

Dalam hubungan dengan mengubah imbangan kekuatan ini, Laporan Umum telah mencatat suatu sukses besar, dimana dalam waktu yang tidak terlalu lama, Partai bersama-sama dengan kekuatan demokratis lainnya telah berhasil mengubah imbangan kekuatan di dalam negeri, dari perimbangan yang hampir sama di antara kekuatan kepala batu, kekuatan progresif, dan kekuatan tengah (pada permulaan tahun 1956), menjadi: kekuatan kepala batu sudah jauh merosot, kekuatan progresif sudah semakin besar, dan kekuatan tengah pada pokoknya tetap (pada permulaan tahun 1959).

Di lapangan internasional, Laporan Umum telah menyimpulkan bahwa Sosialisme telah menjadi sistem dunia, bahwa Sosialisme telah mempengaruhi pikiran dunia, dan bahwa kemenangan Sosialisme atas kapitalisme merupakan keharusan sejarah yang tak dapat dielakkan, dan bahwa Partai berkewajiban meneruskan perjuangan untuk perdamaian dunia dan anti-imperialisme.

Mengenai Partai, Laporan Umum telah menyimpulkan bahwa bersamaan dengan majunya gerakan untuk kemerdekaan nasional yang penuh dan demokratis di negeri kita, Partai telah mengalami perubahan yang besar, telah berkembang meluas ke seluruh negeri, dan di beberapa pulau juga sudah mulai mendalam.

Dikemukakan pula bahwa kewajiban kita sekarang ini meneruskan pembangunan Partai dengan semboyan: “memperkuat, memperluas, dan memperbarui Partai”. Ini berarti mempertinggi kualitas semua organisasi Partai, mengembangkan dan mengeratkan hubungan Partai dengan rakyat dari semua suku bangsa dan mempertinggi kehidupan intern Partai.

Laporan Umum telah memberikan senjata yang ampuh kepada kader-kader Partai dalam memimpin aktifitas massa sehari-hari dalam perjuangan untuk menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945 sampai ke akar-akarnya, sehingga dengan mempelajari Laporan Umum ini sekaligus kader-kader dan anggota-anggota Partai akan dapat menguasai politik Partai dan bagaimana pun sulitnya keadaan yang dihadapi, kader-kader Partai tidak akan kehilangan pedoman dalam membawa maju perjuangan revolusioner Rakyat Indonesia dengan perlahan dan berhati-hati, tetapi pasti. (tepuk tangan).

Pendeknya, Laporan Umum telah mempersiapkan ideologi, politik, dan organisasi Partai dalam menghadapi setiap perkembangan di tanah air kita, sehingga dapatlah PKI berdiri di depan dalam meneruskan perjuangan Rakyat Indonesia yang merdeka penuh dan demokratis dan selanjutnya menuju masyarakat sosialis dan masyarakat Komunis Indonesia.

Atas landasan penyimpulan ini, maka dapatlah secara pasti saya nyatakan di sini bahwa delegasi PKI Aceh sepenuhnya dapat menerima Laporan Umum Comite Central PKI ini. (tepuk tangan).

Kawan-kawan!

Untuk memperkuat penyimpulan-penyimpulan yang telah dimuat di dalam Laporan Umum, baiklah dalam kesempatan ini, saya kemukakan beberapa pengalaman Partai di daerah Aceh yang saya kira sedikit banyak ada gunanya bagi Kongres kita ini. Mengingat waktu, persoalannya akan saya batasi dalam beberapa hal yang saya anggap pokok-pokok saja.

1. Mengenai imperialisme Belanda musuh pertama Rakyat Indonesia

Apa yang disimpulkan di dalam Laporan Umum bahwa imperialisme Belanda masih tetap musuh pertama Rakyat Indonesia, adalah suatu kesimpulan yang amat penting dan tepat serta dapat langsung dirasakan oleh rakyat. Adanya pendudukan Belanda di Irian Barat, masih adanya pengaruh Belanda di lapangan ekonomi dan kebudayaan memberikan pengertian yang mudah bagi rakyat bahwa bahaya imperialisme Belanda masih besar, masih tetap musuhnya yang pertama yang mesti dihancurkannya lebih dahulu. Apalagi bagi Rakyat Aceh yang terkenal begitu besar rasa kebenciannya kepada Belanda, sehingga semangat anti-Belanda ini telah dipergunakan oleh Daud Beureuh cs. untuk memasukkan Jepang ke daerah Aceh dan bersama-sama Jepang menindas pemberontakan anti-fasis di Bayu*) di bawah pimpinan Tgk. Abd. Jalil, dan pemberontakan anti-fasis di Panderah*) sebagai rentetan pemberontakan di Bayu tersebut; dan paling akhir semangat anti-Belanda ini secara licik telah pula dipergunakan oleh Daud Beureuh cs. melakukan pemberontakan kontra-revolusioner terhadap Republik dan teror terhadap rakyat, dengan apa yang dinamakannya DI/TII.

Jadi, secara objektif kesimpulan ini akan dapat memobilisasi massa secara luas, memudahkan penggalangan front nasional anti-imperialis dan membikin terang sasaran revolusi.

2. Mengenai Indonesia belum merdeka penuh dan setengah feodal

Bahwa Indonesia belum merdeka penuh, secara terang telah dapat dipahami oleh rakyat dengan adanya pendudukan Belanda di Irian Barat dan dengan masih adanya pengaruh Belanda di lapangan ekonomi dan kebudayaan.

Disamping itu, sebagaimana di daerah-daerah lainnya di Indonesia, sisa-sisa feodalisme masih mempunyai pengaruh yang amat besar di daerah Aceh. Pada pokoknya tuan tanah di daerah Aceh dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu tuan tanah DI/TII yang bersekongkol dengan kaum imperialis, dan tuan tanah dari golongan “Teuku”/”Ulebalang” yang anti-DI/TII dan bersatu dengan kekuatan Republik melawan DI/TII.

Pengaruh sisa-sisa feodalisme di daerah Aceh ditandai dengan masih adanya hak monopoli tuan tanah atas tanah; sewa-tanah dalam bentuk hasil bumi seperti bagi lhe (bagi tiga – sebagian untuk tuan tanah dan dua bagian untuk kaum tani), bagi limong (bagi lima – sebagian untuk tuan tanah, empat bagian untuk kaum tani); sewa alat-alat pertanian, seperti sapi, luku, lhong (tali air) dan lain-lain; adanya sistem kulak dan lintah darat; sistem ijon dan mawah; sistem jual-beli akad dan gadai; serta pengisapan supra-ekonomi.

Selain dari pada itu, kaum tani dan rakyat di desa mengalami pula penindasan yang amat kejam dari gerombolan DI/TII yang mewajibkan pemuda-pemuda tani memasuki wajib militer TII, merampas hak milik kaum tani, memperkosa kaum wanita, melarang aktifitas kebudayaan yang sangat digemari rakyat, seperti: seudati, pöh, ratöh, dan lain-lain, membakar rumah-rumah sekolah dan bangungan-bangunan penting lainnya dan menanamkan semangat permusuhan di kalangan rakyat.

Bagaimana beratnya penderitaan rakyat ini dapat dipahami dari apa yang dikemukakan oleh overste Syamaun Gaharu, Komandan Komando Daerah Militer Aceh/Iskandar Muda yang dalam bahasa Aceh sebagai berikut:

Loon dyak u glee jikap lee rimeung,

Loon tron u kreung jitaloum lee buya,

Loon jak u laot jitop lee paröe,

Loon wou u Nanggröe jipoh lee bangsa;

Ho loon jak jg Tuhanku? Loon jak ba’ droe neuh ibadat hana. (tepuk tangan).

Dalam bahasa Indonesia berarti: ku pergi ke hutan ditangkap harimau, ku turun ke sungai ditangkap buaya: ku pergi ke laut disambar ikan pari, ku pergi ke kampung dibunuh oleh bangsa sendiri. Ke mana aku lagi pergi, O, Tuhan. Mau kembali kepadaMu ibadat tak ada. (tepuk tangan, tawa).

Sisa-sisa feodalisme yang masih merajalela di desa-desa ini tidak memberikan kebebasan bagi tenaga-tenaga produktif di desa-desa dan tidak memungkinkan adanya kenaikan produksi. Disamping itu, daerah Aceh sangat terbelakang di lapangan ilmu, pendidikan, dan kesehatan. Daerah Aceh yang terkenal sebagai daerah surplus, dalam tahun 1957, 1958, dan 1959 mengalami kekurangan beras, sehingga harga beras membumbung tinggi sampai Rp. 20,- sekilo (bulan Oktober 1958) dan sekarang ini Rp. 9,- sekilo. Untuk 1½ juta penduduk hanya ada 13 orang dokter dan menurut catatan tahun 1957 hanya ada 548 buah Sekolah Rakyat Negeri, 22 Sekolah Rakyat partikelir dengan murid semuanya 88.036 dan sekolah lanjutan kira-kira 45 buah.

Berdasarkan kenyataan ini, maka kami sepenuhnya membenarkan apa yang disimpulkan di dalam Laporan Umum, bahwa tugas pembebasan nasional dan perubahan-perubahan demokratis di Indonesia belum lagi terlaksana, dan adalah menjadi kehormatan yang paling besar bagi setiap Komunis untuk menjadikan situasi sedemikian rupa sehingga dengan PKI di depan meneruskan perjuangan rakyat untuk Indonesia yang merdeka sepenuhnya dan demokratis. (tepuk tangan).

Selanjutnya, untuk menghentikan kemerosotan yang terus-menerus di lapangan ekonomi, saya sepenuhnya dapat menyetujui empat tuntutan pokok yang dimuat di dalam Laporan Umum untuk menciptakan syarat-syarat melepaskan Indonesia dari krisis ekonomi yang terus-menerus.

3. Masalah Front Persatuan Nasional Anti-Imperialisme

Politik front persatuan nasional adalah masalah pokok dan terpenting dalam mengubah imbangan kekuatan untuk menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945 sampai ke akar-akarnya. Adalah sangat menggembirakan bahwa sebagian besar kader-kader Partai di daerah Aceh menginsyafi, tanpa adanya front persatuan nasional, kemenangan tidak akan tercapai. Cuma saja dalam merealisasi politik front nasional ini kader-kader Partai masih selalu dihinggapi oleh salah satu kecenderungan; atau ke kanan, atau ke “kiri”. Jadi, politik front nasional ini sudah dimengerti dan sudah diinsyafi keharusannya, tetapi masih sulit merealisasinya. Karena itu kita harus tidak jemu-jemunya membicarakan soal front persatuan nasional tersebut.

Menurut pengalaman kami, suatu hal yang paling pokok dalam pekerjaan front nasional, ialah adanya analisa yang tepat terhadap situasi kongkrit yang dihadapi oleh Partai dalam situasi tertentu; mengenal kontradiksi di dalam masyarakat, mana kontradiksi yang pokok dan mana kontradiksi yang tak pokok; mana yang terpokok di antara beberapa hal yang pokok. Dengan mengenal kontradiksi-kontradiksi ini Partai harus menggariskan secara terang siapa kawan, siapa lawan, dan siapa yang merupakan tambahan kekuatan; lawan mana yang paling berbahaya yang harus dipukul lebih dahulu dan mana yang harus dinomorduakan. Garis ini harus direalisasi dengan sungguh-sungguh tanpa ragu-ragu dan bimbang-bimbang, merupakan kegiatan yang terus-menerus dan secara tekun dikerjakan.

Misalnya saja politik Partai kita dalam menghadapi situasi kongrit di Aceh dengan lahirnya gerombolan DI/TII pada tahun 1953. Lahirnya DI/TII menghendaki analisa yang tepat dari Partai kita, sehingga terang apa yang harus dikerjakan oleh Partai. Tidak dapat disangkal bahwa DI/TII adalah gerombolan teror yang hanya bisa hidup atas bantuan kaum imperialis dari luar negeri dan tuan tanah di dalam negeri. Tetapi suatu kenyataan bahwa tidaklah semua tuan tanah di Aceh pro DI/TII, malah tidak sedikit yang menentang DI/TII, karena lahirnya DI/TII di Aceh adalah merupakan kelanjutan proses dari perebutan kekuasaan di antara golongan tuan tanah yang baru mulai tumbuh dengan golongan tuan tanah yang lama. Jadi, pada hakekatnya bersumber pada persoalan agraria.

Justru karena itu adalah keliru kalau Partai melakukan tindakan yang sama terhadap semua tuan tanah di daerah Aceh. Politik yang tepat ialah bersatu dengan semua kekuatan Republik – termasuk tuan tanah anti DI/TII – untuk menghancurkan gerombolan DI/TII yang bersekutu dengan kaum imperialis (tepuk tangan). Disamping itu sekaligus harus juga ada aksi-aksi kaum tani menuntut penurunan sewa tanah dari tuan tanah, termasuk tuan tanah yang anti-DI/TII dengan cara-cara dan dalam batas-batas yang tidak sampai merugikan front anti-DI/TII.

Kemudian dalam bulan April 1957 lahir pula situasi baru di Aceh, yaitu, dengan adanya “konsepsi Syamaun Gaharu” yang berisi penyelesaian keamanan di daerah Aceh secara damai. Pada umumnya sikap Partai terhadap kaum pemberontak kontra-revolusioner adalah sebagai yang dinyatakan oleh Kawan Aidit: “tiap pikiran untuk berkompromi atau ‘islah’ berarti melemahkan front kita sendiri dan memperkuat front kontra-revolusi, berarti memberikan nafas kepada kaum kontra-revolusioner”. Dengan diumumkannya konsepsi tersebut ada elemen-elemen yang bimbang di dalam tubuh front anti-DI/TII yang hendak mempergunakannya untuk mencapai tujuan “islah”, sehingga untuk beberapa waktu mengganggu front persatuan anti-DI/TII.

Di dalam Partai sendiri timbul diskusi-diskusi yang masak. Akhirnya, setelah menganalisa situasi nasional dan situasi daerah, memeriksa secara teliti imbangan kekuatan dan mempelajari kontradiksi-kontradiksi yang ada di dalam masyarakat, Partai menyimpulkan, mendorong pelaksanaan segi-segi positif dari “konsepsi” dan berusaha mengurangi dan melenyapkan segi-segi negatifnya.

Garis politik Partai ini setelah diuji ternyata adalah garis front nasional yang tepat. Di satu pihak ia telah mendorong terwujudnya dwitunggal Rakyat dan Tentara, sedang di pihak lain kontradiksi di dalam tubuh DI/TII bertambah tajam, sehingga pada tanggal 15 Maret 1959 kontradiksi ini sampai kepada klimaksnya dengan lahirnya “Dewan Revolusi” yang dipimpin oleh A. Gani Usman dan Hasan Saleh, memisahkan diri dari DI/TII Daud Beureuh cs.

Partai menyokong usaha Komando Daerah Militer Aceh/Iskandar Muda untuk menghancurkan dengan kekuatan senjata, kekuatan DI/TII Daud Beureuh.

Dengan demikian dapatlah Partai secara tepat mengurus kontradiksi di kalangan rakyat. Kontradiksi di kalangan rakyat dapat tetap diselesaikan secara non-antagonistis, sehingga terdapat kebulatan dalam sikap melanjutkan penghancuran terhadap DI/TII. (tepuk tangan). Dan sekarang ini dapatlah dikatakan bahwa kekuatan kepala batu di Aceh telah mulai merosot, kekuatan progresif mulai besar, sedang kekuatan tengah pada pokoknya tetap.

Dalam menghadapi kekuatan kepala batu yang demikian besar di daerah Aceh, kekuatan tengah pada pokoknya masih mempunyai kesatuan yang bulat dan pada umumnya mempunyai hubungan yang baik dengan kekuatan progresif. Mengingat watak dari kekuatan tengah ini, Partai harus selalu menguasai situasi dan memegang inisiatif dan kader-kader Partai harus mempunyai kecakapan dalam mempergunakan setiap keadaan untuk memperkuat front nasional. Karena itu diperlukan adanya pekerjaan yang kontinyu, teliti, dan tekun mengurusi pekerjaan front nasional. Di sinilah pentingnya pekerjaan Bagian Front Nasional dari Partai. Sekali Partai membikin kesalahan dalam front nasional, sukar sekali memulihkannya dalam waktu yang singkat.

Justru itu tepat sekali apa yang disimpulkan di dalam Laporan Umum, bahwa walaupun kekuatan kepala batu sudah jauh merosot, tetapi mereka harus terus-menerus ditelanjangi, karena selama negeri kita masih setengah jajahan dan setengah feudal akar dari kekuatan kepala batu masih tetap mendapatkan tanah yang subur.

Atas dasar ini, saya sepenuhnya membenarkan betapa pentingnya tugas Partai sekarang ini untuk memperbaiki pekerjaan front nasional dan memencilkan lebih lanjut kekuatan kepala batu. (tepuk tangan).

Kawan-kawan Presidium dan kawan-kawan, demikianlah pandangan kami atas Laporan Umum CC kita.

Terima kasih. (tepuk tangan).