Pidato Kawan Suharti

(Wakil Ketua DPP Gerwani)

Sumber: Bintang Merah Nomor Special Jilid II, Dokumen-Dokumen Kongres Nasional Ke-VI Partai Komunis Indonesia, 7-14 September 1959. Yayasan Pembaruan, Jakarta 1960

 


KAWAN-KAWAN,

Dalam Laporan Umum Kawan D. N. Aidit dinyatakan bahwa: “Mayoritas yang sangat besar dari massa wanita adalah yang paling tertindas hidupnya sebagai akibat daripada krisis ekonomi yang terus-menerus mencengkeram negeri kita. Mereka adalah korban pertama daripada merajalelanya pengangguran, kemiskinan, keterbelakangan, ketidakadilan ekonomi dan sosial di negeri kita”. Semuanya ini adalah sepenuhnya benar. Sebagai akibat dari kedudukan Indonesia yang belum merdeka penuh dan masih setengah feodal, maka kaum wanita disamping menjadi korban dari krisis ekonomi, juga mengalami segala macam diskriminasi yang melewati batas.

Adalah satu kenyataan, bahwa sebagian besar dari mereka adalah wanita tani. Karena masih bercokolnya sisa-sisa feodalisme di desa dalam bentuk monopoli atas tanah oleh tuan tanah, dalam bentuk sewa tanah yang berwujud barang dan berwujud kerja, dalam bentuk hutang-hutang yang menempatkan kaum tani dalam kedudukan budak terhadap tuan-tuan tanah, dan dalam bentuk tradisi-tradisi serta hukum-hukum adat yang kolot dan reaksioner, maka kaum wanita jugalah yang memikul beban penindasan-penindasan sisa-sisa feodalisme ini. Kecuali penghasilannya tidak cukup untuk meringankan beban hidup sekeluarga, kaum wanita tani mengalami perbedaan-perbedaan upah kerja seperti yang kita lihat di desa-desa, yaitu misalnya upah untuk bekerja di sawah buat wanita adalah Rp. 7,50 dengan tidak makan siang, sedangkan bagi laki-laki adalah Rp. 15,- dengan makan siang. Disamping itu sekedar jaminan sosialnya tidak ada sama sekali. Di desa tidak ada poliklinik atau balai bidan, sehingga tidak ada pertolongan bagi kaum wanita yang hamil dan melahirkan anak, kecuali dari dukun. Dan sambil menggendong anak mereka itu mengerjakan pekerjaan di ladang atau pekerjaan lainnya seperti membereskan rumah tangga, mengerjakan pekerjaan tangan, misalnya menganyam kajang, menganyam tikar, membikin periuk, dan sebagainya. Kaum wanita tani adalah wanita yang tidak mengenal masa mudanya, karena mereka itu sebagian besar menjadi korban dari perkawinan anak-anak dan perkawinan paksa. Perceraian sewenang-wenang adalah kebiasaan yang banyak dialami di desa sehingga membikin terlantarnya anak-anak dan keluarga. Hak mereka untuk memiliki tanah, hak waris yang adil dan sama, hak memangku jabatan sebagai pamong desa, dan sebagainya, masih belum ada walaupun sudah ditandatangani konvensi hak-hak wanita. Keterbelakangannya terlihat dari banyaknya wanita tani yang buta huruf. Oleh karena kaum wanita tani merupakan tenaga produktif yang penting di desa, yaitu mengerjakan berbagai pekerjaan di ladang, menyebar bibit, menanam, menyiang, memotong padi, dan sebagainya, maka pekerjaan Partai di kalangan wanita tani merupakan pekerjaan yang penting pula. Dengan memperhatikan waktu terluang yang ada pada kaum wanita tani penggarap dan dengan memperhatikan kepentingannya, maka Partai berkewajiban untuk dengan penuh kesabaran mengorganisasi wanita tani bersatu dalam gerakan tani revolusioner untuk menuntut pengurangan sewa tanah bagi penggarap, yaitu untuk penggarap minimum 6 bagian sedangkan untuk tuan tanah maksimum 4 bagian.

Demikian tentang wanita tani. Sedangkan mengenai kaum buruh wanita seperti halnya dengan kaum buruh Indonesia pada umumnya mereka mengalami kehidupan yang bertambah berat akibat krisis ekonomi. Jumlah kaum buruh wanita adalah besar; yaitu menurut sumber dari Dewan Nasional SOBSI berjumlah kurang lebih 30% dari seluruh kaum buruh. Lapangan kerja mereka ialah di: perusahaan rokok 60%, perusahaan tekstil dan pakaian 30%, perkebunan 45%, percetakan 20%, perusahaan obat-obatan 30%. Selain itu mereka banyak yang bekerja di jawatan kesehatan, pos dan telepon. Untuk mengetahui keadaan buruh wanita ini penting sekali kita mengenal persoalan upah, jaminan sosial, dan kesempatan kerjanya.

Mengenai upah, sesuai dengan diratifikasinya konvensi ILO No. 100 semestinya harus sama untuk pekerjaan yang sama nilainya, sebab menurut ketentuan resmi tidak ada perbedaan upah antara buruh wanita dan laki-laki. Tetapi dalam prakteknya masih terjadi diskriminasi seperti contoh-contoh sebagai berikut: Di perusahaan beras, upah buruh laki-laki Rp. 7,- tetapi buruh wanita Rp. 5,65 sehari, di perkebunan Sumatera Utara upah buruh laki-laki Rp. 4,80, buruh muda (termasuk buruh wanita muda) 80% dari Rp. 4,80 yaitu Rp. 3,84, sedangkan buruh wanita yang suaminya kerja mendapat upah sama dengan buruh muda, serta di perusahaan gas dan listrik upah buruh laki-laki Rp. 13,25 tetapi buruh wanita upahnya hanya Rp. 8,25.

Kecuali masalah diskriminasi, juga jaminan sosialnya memang masih sangat kurang. Jaminan sosial yang khusus bagi buruh wanita menurut Undang-Undang, seperti hak cuti haid dan hamil, banyak belum dilaksanakan atau dilaksanakan dengan pembatasan-pembatasan. Penggunaan jaminan cuti selama haid dan hamil di banyak tempat malahan dijadikan alasan untuk memecat buruh wanita. Jaminan sosial lainnya yang menjadi kebutuhan urgen ialah tempat penitipan bayi, tempat berobat, dan biro konsultasi bagi kaum ibu yang sama sekali belum diusahakan oleh perusahaan tersebut.

Mengenai kesempatan kerja, pada umumnya buruh wanita mendapat kesempatan kerja dalam pekerjaan yang tidak memerlukan latihan atau pendidikan kejuruan tertentu, pekerjaan seperti menjadi mandor, pengawas, kepala, dan lain-lainnya pada umumnya tidak boleh dilakukan oleh buruh wanita. Para pegawai wanita mengalami diskriminasi dalam hal kenaikan pangkat dan pengangkatan pegawai, walaupun mereka tidak mengalami perbedaan upah seperti buruh wanita yang disebut di atas.

Mengingat hal tersebut di atas, maka pekerjaan Partai di kalangan buruh wanita ialah untuk menanamkan kesadaran mereka yang lebih tinggi untuk mengambil bagian dalam memperkuat perjuangan Serikat Buruh dalam melawan diskriminasi, pemecatan, mencegah kenaikan harga, dan berjuang untuk kenaikan upah, kenaikan pangkat serta jaminan sosial lainnya.

Wanita rumah tangga yang juga berjumlah besar, ialah kaum wanita yang hanya mengurus rumah tangga dan menerima serta memutarkan upah dari suami atau keluarganya. Kehidupan mereka sangat tergantung dari penghasilan suaminya, yang sangat tidak mencukupi, lebih-lebih dengan adanya kenaikan harga yang senantiasa melonjak tinggi. Dengan jalan mengembangkan koperasi-koperasi rakyat pekerja seperti yang disebutkan dalam Laporan Umum itu, maka kebutuhan wanita rumah tangga tersebut dapat diringankan.

Tidak kurang pentingnya pula peranan wanita intelektual, yang disamping mengalami kesulitan seperti yang dihadapi oleh kaum intelektual pada umumnya, masih berkewajiban ikut serta bertanggung jawab menyukseskan perjuangan emansipasi wanita. Tidak jarang terjadi bahwa wanita intelektual yang mendapat pendidikan cukup tinggi, setelah berumah tangga menjadi wanita rumah tangga biasa, dan mengalami kerepotan sehingga pengetahuannya tidak bisa disumbangkan untuk kemajuan masyarakat. Dengan memperhatikan kepentingan mereka sebagai istri, ibu, dan pekerja, maka Partai berkewajiban memperbaiki pekerjaan di kalangan wanita intelektual, terutama dalam hal mengatasi kesulitan-kesulitannya dan mengembangkan bakatnya, sehingga mereka bersama-sama rakyat ikut serta dalam perjuangan emansipasi wanita.

KAWAN-KAWAN,

Oleh Kawan D. N. Aidit dalam Laporan Umumnya telah dinyatakan, bahwa kita berkewajiban mengombinasikan dua pekerjaan, yaitu bekerja secara berkobar-kobar dan bekerja secara tekun di kalangan massa, sehingga kita selalu “berjalan dengan dua kaki”. Ketentuan itu berlaku juga bagi pekerjaan kita di kalangan massa wanita. Selama ini Partai memang sudah lebih banyak memberikan perhatian terhadap masalah wanita. Misalnya, dalam hal gerakan Maisuri, gerakan anti-Attamimi, gerakan memperjuangkan Undang-Undang Perkawinan, gerakan membela hak-hak wanita di Konstituante, gerakan menentang berlakunya berbagai diskriminasi seperti pencalonan dan pengangkatan lurah wanita, dan lain-lain. Aksi-aksi politik yang berkobar-kobar sudah banyak dijalankan, tetapi hal ini kurang seimbang dengan aksi-aksi sosial-ekonomi di kalangan wanita yang harus diorganisasi secara tekun. Ini perlu segera diatasi, yaitu dengan mengadakan pekerjaan-pekerjaan praktis yang tekun mengenai kepentingan wanita dari berbagai golongan tersebut di atas untuk memenuhi kebutuhan mereka dan membantu mereka dalam memecahkan kesulitannya sehari-hari.

Pembelaan hak wanita sebagai ibu, istri, pekerja, warga negara bisa sukses, jikalau diusahakan kerja sama yang luas dengan berbagai golongan wanita. Dalam hal ini perlu diperhatikan kewajiban kita untuk di satu pihak membuang sikap-sikap yang sektaris yang terdapat di kalangan sementara kader wanita Partai, tetapi di pihak lain untuk menanamkan kesadaran agar tidak tenggelam dalam kerja sama tersebut, sehingga kehilangan kebebasan dan inisiatif Partai.

Mengenai perbaikan pekerjaan Partai di kalangan wanita, terutama di dalam Partai sendiri, Konferensi Wanita Komunis merupakan peristiwa yang penting. Sebagai hasil Konferensi tersebut yang diselenggarakan secara regional maupun nasional dalam rangka menyukseskan plan 3 tahun, maka Partai sekarang ini sudah lebih baik dalam pekerjaannya untuk meluaskan anggota wanita Partai, membentuk serta memelihara grup-grup wanita, serta menentukan petugas-petugas Comite dalam Departemen Wanita CC dan Bagian Wanita di CDB/Secom. Disamping itu juga Partai lebih baik menjalankan pendidikan di kalangan anggota wanita Partai misalnya dengan memperbanyak KPS, KPSS, SP khusus untuk anggota wanita. Persentase keanggotaan wanita meningkat dari 1000 orang di waktu sebelum Kongres ke-V atau hanya 1%, menjadi 150.000 atau 10% (tepuk tangan) dan kini menjadi 250.000 atau 17% (tepuk tangan). Sekalipun anggota wanita Partai kini telah meningkat menjadi 250.000 orang atau 17% dari seluruh keanggotaan Partai, tetapi dibandingkan dengan jumlah pemilih wanita Partai yang kurang lebih berjumlah 4 juta maka jumlah tersebut belum seimbang. Oleh karena itu tugas kita sekarang ialah terutama mendidik anggota wanita Partai, memelihara dan meningkatkan kemampuannya dalam mengerjakan tugas-tugas Partai supaya memudahkan perluasan keanggotaan Partai selanjutnya di kalangan wanita. Saya sependapat dengan apa yang dinyatakan oleh Kawan D. N. Aidit, bahwa: “Kewajiban Partai kita ialah mendidik wanita yang berkepribadian tipe baru, yaitu yang inteleknya, kemauannya, dan perasaannya berkembang seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya, agar mereka tidak hanya dapat membeberkan kekurangan-kekurangan masyarakat sekarang, tetapi juga tahu menyinari semua problem perjuangan wanita untuk emansipasi dan untuk Indonesia baru dari semua segi, agar semua problem dapat dipecahkan”. (tepuk tangan).

KAWAN-KAWAN,

Mengenai masalah mendidik dan memelihara anggota-anggota wanita Partai, saya mengajukan beberapa hal sebagai berikut:

1. Memelihara dan meningkatkan kemampuan grup-grup wanita

Menurut catatan, kini telah dibentuk ribuan grup wanita. Tetapi dalam memelihara dan meningkatkan kemampuan grup wanita tersebut masih banyak dijumpai kekurangan. Hal ini bisa dilihat dari kenyataan, bahwa belum semua grup hidup sebagaimana mestinya, bahkan di beberapa tempat persentase antara grup wanita yang hidup dan yang macet sangat tidak seimbang. Banyak Comite Partai yang dalam membentuk grup itu masih kurang memperhatikan komposisi anggota grup, atau sesudah grup itu dibentuk kurang dipelihara dan dikontrol, dan tuntunan-tuntunan yang sistematis kepada kepala grup masih kurang diberikan. Padahal tujuan membentuk grup-grup wanita sebagai usaha untuk membantu melancarkan pekerjaan Resort Comite ialah supaya anggota/calon anggota wanita dapat lebih cepat mengembangkan kesadaran dan kemampuannya untuk berorganisasi dan untuk lebih cepat meningkatkan kader dari kalangan anggota wanita.

Oleh karena itu Comite Resort perlu mengadakan pertemuan-pertemuan periodik di antara para Kepala Grup wanita untuk saling bertukar pikiran. Dalam pertemuan tersebut bisa diambil pelajaran dari hasil pekerjaan grup-grup wanita yang hidup, misalnya dalam menjalankan berbagai tata sibuk seperti: memberantas buta huruf di kalangan anggota grup, rajin mengumpulkan iuran dan dana Kongres, ikut serta dalam kerja bakti untuk beramal kepada rakyat, menghidupkan usaha-usaha saling membantu kerepotan anggota, mengadakan usaha-usaha pendidikan untuk anak-anak dan sebagainya. Kehidupan grup tersebut terletak kepada peranan Comite Resort dalam memimpin Kepala-Kepala Grup wanita.

2. Menanamkan pengertian tentang aktivitas organisasi massa

Di beberapa tempat masih ada gejala kurang mengerti peranan sebagai anggota Partai dan organisasi massa, sehingga di tempat-tempat tersebut hanya dihidupkan Grup-Grup Wanita Partai, tetapi tidak dihidupkan organisasi wanita revolusioner. Mengenai hal ini saya ingin mengemukakan apa yang dikatakan oleh Kawan D. N. Aidit, yaitu: “Bahwa barisan pelopor berhenti menjadi pelopor, jika ia lepas dari suatu pasukan, jika ia tidak berhubungan dengan bagian-bagian lain daripada pasukan. Pelopor harus senantiasa berhubungan dengan pasukan. Jadi wanita yang termasuk dalam barisan pelopor daripada kelas buruh dan semua pekerja, jika ia mau dianggap sebagai pelopor, haruslah berhubungan erat dengan massa luas daripada massa wanita, buruh, tani, borjuis kecil, dan juga dengan kaum wanita lainnya dalam pembaruan masyarakat”. Pikiran sementara anggota wanita Partai, yang menganggap cukup menjadi anggota Partai, tetapi memandang remeh untuk ikut aktif dalam organisasi massa wanita adalah pikiran yang keliru yang harus dikikis habis.

3. Memupuk dan mengangkat kader wanita yang lebih baik dan lebih banyak

Memupuk dan mengangkat kader wanita dibutuhkan untuk pengerahan sepenuhnya kegiatan dan daya cipta mereka dalam usaha menyelesaikan Revolusi Agustus sampai ke akar-akarnya. Jika ditilik dari sudut pimpinan, maka ada beberapa Comite Partai yang masih kurang menilai secara tepat peranan positif dari kader wanita, disamping kurang mengerti tentang kesulitan-kesulitan khusus kader wanita. Mereka tidak memupuk dan mengangkat kader wanita dengan sadar dan berencana menurut kecakapan mereka. Mereka juga tidak sungguh-sungguh menggunakan segala kemungkinan yang ada untuk membantu memecahkan kesulitan khusus yang dihadapi oleh kader wanita. Disamping itu, di antara kader wanita itu sendiri juga masih ada pikiran seperti rasa rendah diri, kurang berani, ragu-ragu bila mendapat tugas baru, dan sebagainya. Ini juga merupakan sebab penting mengapa mereka itu tidak cepat maju. Hal tersebut dapat kita lihat, yaitu dari kenyataan bahwa meskipun jumlah anggota wanita Partai meningkat, tetapi persentasenya dalam jumlah kader seluruhnya masih sangat kecil. Oleh karena itu Partai berkewajiban untuk secara sistematis mendidik kader wanita, membantu mereka belajar Marxisme-Leninisme secara sistematis dan memperdalam pengetahuan dan pekerjaan mereka masing-masing. Partai harus berani menjalankan promosi dan mutasi yang tepat bagi kader wanita. Disamping itu Partai harus menyelesaikan kontradiksi yang terdapat di kalangan kader-kader wanita, yaitu kontradiksi di antara bekerja dan belajar dengan memelihara anak dan mengurus rumah tangga dan kontradiksi antara tugas dan adat kolot yang merintanginya. Kader wanita sendiri juga harus pandai mengorganisasi anggota rumah tangganya, membagi-bagikan kepada mereka pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan mendidik dan memelihara anak.

Pikiran yang menganggap bahwa kader wanita yang kawin dan melahirkan anak itu sebagai “suatu beban” haruslah dihilangkan, sebaliknya Partai berkewajiban untuk melindungi wanita dan anak-anak serta membantu kader-kader wanita memecahkan kesukaran-kesukarannya, agar supaya mereka dapat terus maju dengan tidak henti-hentinya.

KAWAN-KAWAN,

Dengan memperbanyak kader wanita dan meningkatkan kesadarannya maka Partai akan berhasil memperkuat dan memperbesar organisasi massa wanita revolusioner yang besar, yang anggotanya berjuta-juta hingga bisa merupakan barisan untuk memperkuat seluruh gerakan wanita Indonesia. Kita kaum Komunis berkeyakinan, bahwa pekerjaan di kalangan wanita adalah satu di antara pekerjaan terpenting Partai kita. Oleh karena itu, kewajiban kita ialah mengembangkan organisasi-organisasi wanita yang berjuang untuk emansipasi dan pembaruan masyarakat, sehingga tercapailah emansipasi yang sungguh-sungguh, yaitu di satu pihak berjuang untuk hak-hak wanita, artinya untuk mendapatkan persamaan hak dan untuk pelaksanaan yang nyata daripada hak-hak tersebut dan di pihak lain berjuang untuk melawan kemelaratan dan kesengsaraan. Dua aspek perjuangan yang merupakan kesatuan yang demikian itu membikin jelas bagi kita mengapa perjuangan gerakan wanita untuk emansipasi itu tidak bisa dipisahkan dari perjuangan untuk kemerdekaan nasional yang penuh, untuk perdamaian dan untuk melawan penindasan kapital. Gerakan wanita untuk emansipasi tersebut merupakan bagian terpenting dari seluruh perjuangan rakyat untuk menyelesaikan Revolusi Agustus sampai ke akar-akarnya dan untuk pembaruan masyarakat Indonesia.

Hanya dan hanya dalam masyarakat yang baru, yang bebas dari penindasan kapital, yang adil dan makmur, yaitu masyarakat sosialis, kaum wanita akan menikmati hak-haknya yang sepenuhnya. (tepuk tangan).

Hidup Partai Komunis Indonesia (Seruan: “Hidup!”), pembebas belenggu penindasan massa wanita! (tepuk tangan lama).