Sosialisme Hari Ini

dan Hari Esok Bangsa-bangsa

Depagitprop CC PKI


Sumber: Sosialisme Hari Ini dan Hari Esok Bangsa-Bangsa

Penerbit: Pustaka Marxis 1 , Depagitprop CCPKI, Jakarta 1963.


Irian Barat dan Jalan yang Harus Ditempuhnya

NJ. Sundari

Persetujuan Indonesia-Belanda mengenai penyerahan kembali kekuasaan atas Irian Barat kepada Republik Indonesia telah ditandatangani. Berbeda dengan persetujuan KMB-Hatta, yang pada hakekatnya merestorasi kembali kekuasaan kaum kolonialis Belanda yang telah digulingkan oleh Revolusi Agustus 1945, persetujuan sekarang ini menamatkan riwayat kekuasaan kolonialisme Belanda atas Irian Barat, benteng terakhir kekuasaan kolonialisme Belanda di bumi Indonesia. Irian Barat telah kembali kepada pemiliknya yang sah turun-temurun, yaitu Rakyat Indonesia.

Apakah dicapainya persetujuan ini karena kebaikan hati kaum kolonialis Belanda atau karena bantuan Amerika Serikat dalam bentuk usul Bunker seperti anggapan sementara orang? Sama sekali tidak, sebab seperti sering dikatakan oleh Presiden Sukarno kolonialisme adalah tetap kolonialisme, imperialisme adalah tetap imperialisme. Jadi, faktor apakah yang menentukan berhasilnya dicapainya persetujuan itu? Faktor yang menentukan ialah imbangan kekuatan dalam negeri maupun internasional serta politik anti-kolonialisme dan anti-imperialisme yang tegas dari Presiden Sukarno.

Dalam hubungan ini, perkembangan keadaan politik di lapangan internasional sesudah Perang Dunia II memang berjalan dalam arah yang menguntungkan rakyat-rakyat yang berjuang untuk kemerdekaan dan perdamaian pada umumnya. Barisan negara-negara yang baru merdeka makin hari makin menjadi besar, sedangkan dunia imperialis makin menciut. Perjuangan kemerdekaan dari rakyat-rakyat di negeri-negeri jajahan dan setengah jajahan pun telah dimahkotai dengan putusan PBB yang menyatakan bahwa kolonialisme tidak boleh hidup lebih lama lagi dan harus lenyap dari muka bumi. Bersamaan dengan melapuknya sistem kapitalisme, sistem Sosialisme makin hari makin merebut hati dan pikiran umat manusia sedunia.

Di dalam negeri kaum reaksioner dan kaki tangan-kaki tangan imperialis telah dipereteli dengan dibubarkannya partai-partai Masyumi-PSI dan dengan dipatahkannya pemberontakan “PRRI-Permesta”, DI-TII, dan gerombolan-gerombolan pengacau lainnya. Bersamaan dengan itu kekuatan rakyat dan kekuatan front persatuan nasional terus tumbuh dan berkembang, terutama sejak adanya Manipol.

Sesuai dengan Manipol, pada tanggal 19 Desember 1962 Presiden Sukarno mengumumkan Trikomando Rakyat di Jogyakarta. Di bawah semboyan-semboyan “Bebaskan Irian Barat dalam tahun ini juga”, dan “Satu tangan pegang bedil, satu tangan lagi pegang pacul”, Rakyat Indonesia bangkit memobilisasi diri untuk siap siaga membebaskan Irian Barat dengan segala jalan. Berjuta-juta pemuda dan pemudi Indonesia siap sebagai sukarelawan untuk dikirim ke front Irian Barat guna merintis penancapan kekuasaan Republik Indonesia di daratan Irian Barat. Dalam waktu yang sangat singkat lebih dari dua ribu pemuda Indonesia telah berada di daratan Irian Barat sebagai sukarelawan yang segera bergabung dengan pasukan-pasukan gerilya setempat. Bersama dengan penduduk mereka mengadakan serangan-serangan mendadak pada pos-pos dan pusat-pusat militer Belanda, sehingga membikin berantakan pertahanan Belanda.

Di samping itu perjuangan adil Rakyat Indonesia untuk membebaskan Irian Barat telah sangat diperkuat dengan adanya sokongan dan bantuan dari kekuatan progresif seluruh dunia dan dari negara-negara A-A-A serta negara-negara Sosialis, terutama dari Uni Soviet yang telah membantu Indonesia dengan alat-alat senjata termodern, sehingga Indonesia menjadi lawan yang ditakuti oleh Belanda dan kaum imperialis.

Adalah berkat semuanya ini maka kekuasaan de facto Republik Indonesia di Irian Barat menjadi kenyataan dan akhirnya memaksa Belanda untuk mengadakan persetujuan dengan Indonesia. Jadi, jika tidak karena kekuatan Rakyat Indonesia sendiri dan penyempurnaan kekuatan militernya berkat bantuan kubu sosialis dan jika tidak karena sokongan kekuatan progresif seluruh dunia, maka kaum imperialis Belanda dan Amerika Serikat tidak pernah akan dapat dipaksa untuk menyetujui pengembalian Irian Barat ke dalam kekuasaan Republik Indonesia. Teranglah betapa kelirunya pendapat sementara orang yang mengatakan bahwa persetujuan yang telah dicapai itu adalah karena kemauan baik kaum kolonialis Belanda beserta sekutu-sekutunya, terutama karena adanya dorongan dari Amerika Serikat dalam bentuk usul Bunker.

Persetujuan yang telah dicapai pada tanggal 15 Agustus 1962 itu mengandung prinsip penyerahan Irian Barat ke dalam kekuasaan Republik Indonesia dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, hingga mendekati keinginan rakyat. Disamping itu, ia pun tidak mengandung ikatan politik, ekonomi, maupun militer dengan negara mana pun. Oleh karena itu persetujuan tersebut merupakan suatu kemenangan, suatu kemenangan prinsipiil. Tetapi namun kemudian kemenangan yang telah dicapai dengan persetujuan tersebut masih merupakan kemenangan yang belum selesai. Berdasarkan pengalaman kita sendiri dan berdasarkan praktek kolonialisme di Konggo, maka kita wajib tetap waspada dan tetap siap siaga, supaya kelemahan-kelemahan dan lubang-lubang yang terdapat dalam persetujuan itu jangan sampai digunakan oleh kaum imperialis untuk mempertahankan kolonialisme di Irian Barat dalam baju baru, yaitu neo-kolonialisme.

Sesudah Irian Barat kembali ke pangkuan Republik Indonesia, maka tugas kita bukannya menjadi ringan. Apa yang kita warisi dari kaum kolonialis Belanda bukanlah suatu surga yang penuh dengan kenikmatan, melainkan kebobrokan, keterbelakangan, kemiskinan, dan kelambatan berkembang dari penduduk Irian Barat. Rakyat Irian Barat sebagian besar masih hidup dalam zaman batu tanpa tempat tinggal yang tetap. Malahan tidak jauh dari Kota Baru pun masih ada yang hidup dalam kelompok-kelompok (gens). Penjajah Belanda telah menghambat perkembangan mereka selama ini.

Oleh karena itu sungguh menggelikan apa yang pernah dikatakan Belanda bahwa tidaklah bertanggung jawab kalau Irian Barat ditinggalkan oleh mereka sebelum rakyat cukup mampu untuk menentukan nasibnya sendiri, padahal tidak ada seujung rambut pun usaha mereka untuk memajukan rakyat Irian Barat, supaya mampu menentukan nasibnya sendiri. Apa yang diperbuat oleh Belanda selama ini adalah tidak lain daripada pengedukan kekayaan alam Irian Barat. Kalau ada pembangunan, misalnya pembukaan tanah seluas 600.000 ha atau pembikinan jalan-jalan, maka semuanya itu adalah sepenuhnya untuk kepentingan kaum kolonialis sendiri.

Disamping pengurasan kekayaan alam Irian Barat, Belanda pun menjalankan politik pecah-belah dan politik adu-domba di kalangan penduduk Irian Barat dengan maksud untuk mencegah persatuan rakyat, yang oleh Belanda dipandang sebagai bahaya yang mengancam kekuasaannya. Juga sekolah-sekolah yang didirikan tujuannya hanyalah untuk mendapatkan tenaga-tenaga kerja dan tenaga-tenaga administratif yang murah. Sekolah-sekolah tersebut tidak lebih tinggi dari Sekolah Rakyat 3 tahun. Kalau ada Sekolah Menengah, jumlahnya dapat dihitung dengan jari. Lagi pula Sekolah-sekolah Menengah ini terutama diperuntukkan untuk anak-anak pegawai Indonesia yang dianggap dapat dipercaya oleh Belanda dengan melalui bermacam-macam syarat.

Alam Irian Barat mengandung banyak kekayaan. Minyak tanah terdapat di jazirah Doberei dan jazirah Onim, yang meliputi areal kira-kira 66.943.000 acre dan yang hasilnya selama tahun 1960 berjumlah kira-kira 26.321.721meter kubik. Sumber-sumber minyak ini dikuasai oleh NNGPM, yang 50% dari sahamnya berada dalam Mobile Petroleum Co. Inc. dan Esso’s Standard Eastern Inc. Sampai sekarang sumber-sumber minyak yang menghasilkan berjumlah 43 buah. Disamping yang sudah dieksploitasi masih terdapat tempat-tempat yang banyak mengandung minyak, seperti di jazirah Domberei, di daratan sebelah Barat dan di antara sungai Memberamo dan Teluk Sarera (Geelvinkbaai).

Kecuali minyak, juga terdapat emas, di antaranya di pegunungan Amberbaken (jazirah Doberei) antara Weitiru dan Biki, di Warmowi dan Waramoi. Juga di beberapa sungai di sebelah Selatan banyak ditemukan emas, yang sangat mungkin mempunyai sumber-sumbernya di sebelah Tenggara Pegunungan Salju, di lembah di balik Pegunungan La Chapele, dan di kaki Pegunungan Tengah. Di beberapa tempat sumber-sumber ini telah dieksploitasi. Disamping emas, bumi Irian Barat juga sangat kaya akan perak dan logam lainnya. Pegunungan Cycloop misalnya merupakan sumber platina, nikkel, krom, besi dan cobalt. Mengenai nikkel, cobalt, dan besi pernah dalam tahun 1959 dibentuk perseroan antara United States Cooperation (AS), Miller & Co. dan Nederlandsch Handel Maatschappij.

Kekayaan lain yang bagi sebuah pulau sebesar Irian Barat itu sangat penting ialah adanya sumber-sumber garam yang tersebar di Pegunungan Tengah. Di banyak tempat garam keluar dalam bentuk cairan seperti susu atau dalam bentuk batu-batuan hitam yang mengandung kadar garam yang cukup tinggi.

Selanjutnya dugaan yang kuat menyatakan bahwa di Irian Barat juga terdapat Uranium, bahan yang sangat penting dalam kemajuan ilmu dewasa ini.

Disamping kekayaan alam yang melimpah-limpah, Irian Barat mempunyai pelabuhan-pelabuhan alam yang indah, dimana kapal besar dapat singgah dengan mudah. Tidak perlu diterangkan lagi bahwa pelabuhan-pelabuhan ini mempunyai arti yang penting bagi perhubungan laut dan perdagangan.

Tetapi hal yang lebih menarik lagi bagi penggemar-penggemar perang, pentolan-pentolan SEATO, NATO, dan lain-lain, adalah letak Irian Barat yang sangat strategis. Pengalaman Perang Dunia II menunjukkan bahwa Irian Barat merupakan benteng yang sangat penting. Jepang fasis tidak sedikit menunjukkan serangan-serangan ke Irian Barat sehingga akhirnya berhasil mendudukinya sampai tahun 1944. Adanya sumber-sumber minyak membikin Irian Barat menjadi tempat yang penting bagi kapal-kapal yang berkeliaran di Lautan Pasifik.

Mengingat pentingnya kedudukan Irian Barat ditinjau dari sudut ekonomi, politik, maupun militer, maka sewajarnyalah jika kita harus tetap waspada terhadap segala kemungkinan. Memang kolonialisme secara formal telah diusir dari Irian Barat dan tidak mungkin akan kembali lagi dalam bentuknya yang lama, tetapi kita juga tidak ingin pengalaman di Konggo terulang kembali di Irian Barat, dimana kolonialisme lama diganti dengan neo-kolonialisme. Kemungkinan-kemungkinan untuk itu memang ada, misalnya dalam bentuk penanaman modal asing, bantuan teknik, bantuan tenaga ahli, dan sebagainya sebagaimana yang dimungkinkan oleh pasal VII persetujuan Indonesia-Belanda itu.

Dari sinilah harus kita pahamkan kemungkinan Belanda meninggalkan bom-bom waktu, Westerling-Westerling, Schmidt-Schmidt, dan demikian juga Kartosuwiryo-Kartosuwiryo, RMS-RMS, dan sebangsanya. Dalam hubungan ini kita misalnya mengetahui bahwa Belanda sebelum penandatanganan persetujuan tersebut telah membentuk apa yang dinamakan “Batalion Papua”. Ini mau tidak mengingatkan kita kepada “Nica”, “Apra”, dan lain-lain lagi di masa yang lalu.

Soal lain yang terhadapnya kita juga harus tetap waspada ialah soal “menentukan nasib sendiri” yang tercantum dalam persetujuan. Irian Barat adalah wilayah sah Indonesia, mengapa sebagian dari wilayah kita itu ada pada satu saat masih harus “menentukan nasib sendiri”? Tetapi betapa pun kita yakin seyakin-yakinnya bahwa tipu muslihat kaum imperialis ini akan meleset sama sekali dan malahan bukannya tidak mungkin bahwa rakyat Irian Barat sendiri akan menuntut dihapuskannya sama sekali soal “menentukan nasib sendiri” itu, sebagai yang sudah mulai terdengar sekarang. Oleh karena itu, kita sedikit pun tidak pesimis menghadapi soal ini.

Dalam hubungan ini mungkin ada orang yang mengatakan bahwa putra-putra Irian Barat ada yang setia kepada Belanda dan memusuhi Republik. Hal ini tidak kita sangkal, sebab seperti pernah dikatakan oleh Presiden Sukarno di manakah perjuangan yang tidak menemui boneka-boneka dan pengkhianat-pengkhianat? Tetapi berapakah jumlah mereka itu? Tidakkah jumlah mereka dapat dihitung dengan jari? Lagi pula mereka ini merupakan orang-orang asing di antara bangsanya sendiri, sebab bagian terbesar Rakyat Irian Barat memusuhi Belanda dan merasa bahwa Belanda telah memisahkan mereka dari bangsa sendiri selama ini.

Bahwa rakyat Irian Barat membenci dan memusuhi Belanda telah banyak dialami oleh perintis-perintis kemerdekaan kita yang dulu pernah dibuang oleh Belanda ke Digul. Meskipun mereka oleh Belanda dilarang berhubungan dengan penduduk asli dan penduduk asli ini ditakut-takuti pula dengan mengatakan bahwa pendatang-pendatang itu adalah orang-orang Komunis yang berbahaya, namun hasilnya adalah sebaliknya. Antara mereka terjalin hubungan yang baik dan mesra. Ini dibuktikan misalnya oleh kenyataan bahwa ketika para tawanan itu kehabisan makanan mereka tidak sedikit mendapat bantuan dari penduduk.

Oleh karena itu sama sekali bukanlah sesuatu yang mengherankan, kalau gerilya-gerilya kita pada waktu mereka didaratkan di Irian Barat beberapa waktu yang lalu mendapat sambutan hangat dari penduduk dan membantu mereka dalam segala gerakan-gerakannya.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka jika UNTEA yang sekarang mengambil alih kekuasaan di Irian Barat mau mendapat kepercayaan dunia internasional, kepercayaan A-A-A dan terutama kepercayaan Indonesia sendiri, maka ia harus pertama-tama mendasarkan diri kepada wakil-wakil dari negara-negara yang bukan negara imperialis atau pendukung-pendukungnya dan bertindak sesuai dengan keinginan rakyat Irian Barat sendiri, Rakyat Indonesia dan bangsa-bangsa serta rakyat-rakyat yang berjuang untuk kemerdekaan pada umumnya.

Sesudah nanti Irian Barat kembali sepenuhnya ke dalam kekuasaan republik, maka kewajiban kita yang pertama-tama ialah bagaimana dalam waktu yang singkat mengejar segala keterbelakangan di sana baik di bidang politik, ekonomi, maupun di bidang sosial dan kebudayaan. Irian Barat harus segera dibebaskan dari keadaan terisolasi baik di daratan maupun di lautan. Di daratan rasanya untuk waktu yang agak lama kita masih harus dan terpaksa mengandalkan diri pada pelajaran sungai, meskipun pembangunan jalan-jalan besar yang menghubungkan kota yang satu dengan kota yang lain serta daerah pantai dengan pedalaman tidak harus ditunda-tunda. Perhubungan udara yang sudah ada perlu disempurnakan untuk mengatasi rintangan-rintangan akibat hutan-hutan lebat dan gunung-gunung yang tinggi yang memisahkan daerah-daerah satu sama lain.

Di bidang pendidikan kita harus segera mulai dengan mengadakan pendidikan dasar dan pengajaran. Yang sudah ada perlu dirombak dasarnya dari pendidikan dan pengajaran kolonial menjadi pendidikan dan pengajaran nasional untuk selanjutnya diperluas dan ditingkatkan. Pers, radio, dan film sebagai alat penting untuk mengembangkan dan meningkatkan kebudayaan rakyat sudah seharusnya mendapat tempat yang khusus dalam usaha-usaha untuk mengembangkan dan meningkatkan kebudayaan rakyat itu.

Tetapi semuanya ini harus disejalankan dengan pembangunan di bidang ekonomi. Syarat-syarat ekonomi yang memungkinkan tenaga-tenaga produktif di daerah ini berkembang harus diciptakan. Perhatian khusus harus dicurahkan terhadap perluasan dan pengintensifan pertanian dan peternakan, untuk mana syarat-syaratnya cukup baik. Selanjutnya perlu pula dibangun pabrik-pabrik yang dapat mengolah bahan-bahan baku yang terdapat di daerah ini, seperti kelapa sawit, kayu, dan sebagainya, yaitu bahan-bahan yang sangat penting untuk pembuatan kapal-kapal bermotor.

Bersamaan dengan pembangunan tersebut di atas, kehidupan politik perlu disehatkan. Pertama-tama hak-hak asasi bagi rakyat harus diberikan seluas mungkin, agar rakyat Irian Barat segera dapat menikmati faedah masuknya mereka ke dalam kekuasaan republik. Pembentukan Pemerintah Daerah dan Lembaga-Lembaga Demokrasi dengan tenaga-tenaga dari putra-putra Irian Barat sendiri yang patriotik merupakan syarat penting untuk menggagalkan segala tipu muslihat kaum imperialis.

Dengan mempergunakan persetujuan yang telah dicapai itu sebagai senjata perjuangan baru dan dengan terus mengobarkan api Trikora, kita yakin bahwa selambat-lambatnya pada tanggal 1 Mei 1963 Merah-Putih akan merupakan bendera tunggal yang berkibar di angkasa Irian Barat.