Komunisme “Sayap Kiri” – Penyakit Kekanak-kanakan

Lenin (1920)


V. KOMUNISME “SAYAP KIRI” DI JERMAN: PEMIMPIN, PARTAI, KELAS, MASSA

Kaum Komunis Jerman yang harus kita bicarakan sekarang menyebut diri mereka bukan sebagai “Sayap-Kiri”, melainkan, jika saya tidak salah, sebagai “oposisi yang berprinsip”.[20] Akan tetapi, dari apa yang akan dijelaskan di bawah ini, kita akan melihat bahwa mereka menunjukkan semua gejala “penyakit kekiri-kirian yang kekanak-kanakan”.

Diterbitkan oleh “kelompok lokal di Frankfurt am Main”, sebuah pamflet berjudul Perpecahan dalam Partai Komunis Jerman (Liga Spartakus) menjabarkan substansi pemikiran kaum Oposisi ini dengan sangat jelas, jitu, dan ringkas. Beberapa kutipan darinya akan cukup untuk mengenalkan pembaca pada substansi pemikiran mereka:

“Partai Komunis adalah partai perjuangan kelas yang paling gigih....”

“...Secara politik, periode transisi [antara kapitalisme dan sosialisme] adalah periode kediktatoran proletariat....”

“...Pertanyaannya adalah: siapa yang akan menjalankan kediktatoran ini: Partai Komunis atau kelas proletar? ... Pada dasarnya, haruskah kita berjuang untuk kediktatoran Partai Komunis, atau kediktatoran kelas proletar?...”

(Semua italik sesuai aslinya)

Penulis pamflet ini lalu menuduh Komite Pusat Partai Komunis Jerman mencari cara untuk membentuk koalisi dengan Partai Sosial-Demokratik Independen Jerman (USPD), dan mengangkat “masalah mengakui, secara prinsipil, semua metode perjuangan politik”, termasuk parlementarisme, yang tujuan satu-satunya adalah untuk menyembunyikan upayanya yang sesungguhnya untuk membentuk koalisi dengan kaum Independen. Pamflet tersebut kemudian mengatakan:

“Kaum oposisi telah memilih jalan lain. Mereka berpendapat bahwa masalah kekuasaan Partai Komunis dan kediktatoran Partai Komunis hanyalah masalah taktik belaka. Bagaimanapun, kekuasaan Partai Komunis adalah bentuk tertinggi dari kekuasaan partai mana pun. Pada dasarnya, kita harus berjuang demi kediktatoran kelas proletar. Dan semua kebijakan Partai, organisasi-organisasinya, metode-metode perjuangannya, strategi dan taktiknya harus diarahkan ke tujuan tersebut. Oleh karena itu, kita harus dengan tegas menolak semua kompromi dengan partai-partai lain, semua upaya untuk kembali ke bentuk-bentuk perjuangan parlementer, yang secara historis dan politik sudah usang, dan semua kebijakan manuver dan kompromi.” “Kita terutama harus sangat menekankan metode-metode perjuangan revolusioner proletar. Bentuk-bentuk organisasi baru harus didirikan di atas basis yang paling luas dan dengan cakupan yang paling luas supaya dapat menarik lingkaran dan lapisan proletar yang paling luas untuk mengambil bagian dalam perjuangan revolusioner di bawah kepemimpinan Partai Komunis. Sebuah Serikat Buruh, yang didasarkan pada organisasi-organisasi pabrik, harus menjadi titik kumpul semua elemen revolusioner. Serikat ini harus menyatukan semua buruh yang mengikuti slogan: ‘Keluar dari serikat buruh!’ Di dalam Serikat inilah kaum proletar yang militan merapatkan barisannya untuk bertempur. Pengakuan terhadap perjuangan kelas, sistem Soviet dan kediktatoran proletariat seharusnya sudah cukup untuk jadi syarat bergabung ke dalamnya. Semua pendidikan politik selanjutnya bagi massa yang berjuang dan orientasi politik mereka dalam perjuangan adalah tugas Partai Komunis, yang berdiri di luar Serikat Buruh ini....

“...Akibatnya, ada dua partai Komunis yang kini saling berhadap-hadapan:

Yang satu adalah partai para pemimpin, yang ingin mengorganisir perjuangan revolusioner dan mengarahkannya dari atas, menerima kompromi dan parlementarisme guna menciptakan situasi yang memungkinkannya untuk bergabung dengan pemerintahan koalisi yang menjalankan kediktatoran.

Yang lainnya adalah partai massa, yang mengharapkan kebangkitan perjuangan revolusioner dari bawah, yang memahami dan menerapkan satu metode tunggal dalam perjuangan ini – sebuah metode yang jelas menuntun kita pada cita-cita perjuangan – dan menolak semua metode parlementer dan oportunis. Metode tunggal tersebut adalah menggulingkan borjuasi dengan tanpa syarat, untuk kemudian membangun kediktatoran kelas proletar demi tercapainya sosialisme....

“...Di sana – kediktatoran para pemimpin; di sini – kediktatoran massa! Itulah slogan kami.”

Demikianlah fitur utama yang mencirikan pandangan kaum oposisi dalam Partai Komunis Jerman.

Setelah membaca argumen-argumen di atas ini, setiap kaum Bolshevik yang secara sadar telah berpartisipasi dalam perkembangan Bolshevisme sejak 1903 atau telah mengamati perkembangan itu dengan seksama akan segera berkata, “Sungguh sampah lama yang sudah tak asing lagi! Sungguh ‘Sayap Kiri’ yang kekanak-kanakan!”

Tetapi mari kita telaah argumen-argumen ini dengan lebih seksama.

Bagaimana mereka mengemukakan masalah ini saja – “kediktatoran partai atau kediktatoran kelas; kediktatoran (partai) para pemimpin atau kediktatoran (partai) massa?” – sudah membuktikan betapa kusutnya cara berpikir mereka. Orang-orang ini ingin menciptakan sesuatu yang benar-benar orisinal, dan, dalam upaya mereka agar terlihat pintar mereka justru membuat diri mereka konyol. Semua orang tahu bahwa massa terbagi ke dalam kelas-kelas; bahwa massa dapat dikontraskan dengan kelas-kelas hanya dengan mengkontraskan mayoritas luas secara umum, terlepas dari pembagian menurut status dalam sistem produksi sosial, dengan kategori-kategori yang memiliki status definit dalam sistem produksi sosial; bahwa pada umumnya dan di kebanyakan kasus – setidaknya di negara-negara beradab hari ini – kelas dipimpin oleh partai politik; bahwa partai politik, pada umumnya, dipimpin oleh kelompok yang kurang lebih stabil, yang terdiri dari orang-orang yang paling berwibawa, berpengaruh, dan berpengalaman, yang dipilih untuk menduduki posisi yang paling bertanggung jawab, dan orang-orang ini disebut pemimpin. Semua ini pengetahuan dasar. Semua ini begitu jelas dan sederhana. Mengapa mengganti ini dengan semacam omong kosong, dengan istilah-istilah baru yang absurd?  Di satu sisi, orang-orang ini tampaknya kelimpungan ketika mereka menemukan diri mereka dalam kesulitan, ketika transisi partai yang tiba-tiba dari kondisi kerja legal ke ilegal mengacaukan hubungan antara para pemimpin, partai, dan kelas yang sebelumnya lazim, normal, dan sederhana. Di Jerman, seperti halnya di negara-negara Eropa lainnya, orang-orang sudah terlalu terbiasa dengan kondisi kerja legal, dengan pemilihan “pemimpin” yang bebas dan seturut aturan baku di kongres partai yang digelar secara reguler, dengan metode yang mudah untuk menguji komposisi kelas partai melalui pemilu dan parlemen, rapat-rapat akbar, pers, sentimen dalam serikat-serikat buruh dan asosiasi buruh lainnya, dll. Ketika perkembangan revolusi yang penuh badai dan perkembangan perang sipil menuntut orang untuk mengesampingkan prosedur-prosedur yang lazim ini, untuk dengan cepat beralih dari kondisi legal ke ilegal, untuk menggabungkan keduanya, dan untuk mengadopsi metode-metode yang “tidak nyaman” dan “tidak demokratik” dalam memilih, atau membentuk, atau mempertahankan “kelompok pemimpin” – orang-orang ini menjadi kelimpungan dan mulai membayangkan hal-hal yang konyol. Beberapa anggota Partai Komunis Belanda tertentu[21], yang malangnya lahir di sebuah negara kecil yang dianugerahi dengan tradisi dan kondisi legalitas yang sangat stabil, dan yang belum pernah melihat transisi dari kerja legal ke ilegal, mungkin terpuruk ke dalam kebingungan, kehilangan kepala mereka, dan membantu menciptakan omong kosong yang absurd ini.

Di sisi lain, kita bisa melihat penggunaan secara sembrono dan tidak koheren istilah-istilah yang sekarang “modis”: “massa” dan “pemimpin”. Orang-orang ini telah mendengar dan menghafal banyak sekali serangan terhadap “pemimpin”, di mana “pemimpin” dikontraskan dengan “massa”; namun, mereka terbukti tidak mampu berpikir dan memahami dengan jelas apa yang jadi inti persoalannya.

Pemisahan antara “pemimpin” dan “massa” menjadi sangat jelas dan tajam di semua negara pada akhir perang imperialis dan setelahnya. Alasan utama untuk hal ini telah dijelaskan berulang-kali oleh Marx dan Engels dari tahun 1852 hingga 1892, dengan mengambil contoh Inggris. Posisi istimewa Inggris[22] menyebabkan munculnya, dari “massa”, sebuah “aristokrasi buruh” yang semi-borjuis dan oportunis. Para pemimpin aristokrasi buruh ini terus menyeberang ke sisi borjuasi, dan secara langsung atau tidak langsung disuapnya. Marx mendapat kehormatan dibenci oleh bajingan-bajingan ini karena dia secara terbuka mencap mereka sebagai pengkhianat. Imperialisme masa kini (abad ke-20) telah menciptakan posisi yang teramat istimewa bagi sejumlah negara-negara maju, dan ini pada gilirannya telah menghasilkan pemimpin-pemimpin pengkhianat yang oportunis dan sosial-sauvinis di seluruh Internasional Kedua, yang hanya mementingkan kepentingan mereka sendiri, kepentingan lapisan aristokrasi buruh mereka sendiri. Partai-partai oportunis ini telah terpisah dari “massa”, yakni dari lapisan rakyat pekerja yang paling luas, yang mayoritas adalah buruh dengan upah yang paling rendah. Kaum proletar revolusioner tidak akan bisa menang kecuali dengan memerangi kejahatan ini, kecuali dengan mengekspos, mendiskreditkan, dan mengusir para pemimpin oportunis dan pengkhianat ini. Demikianlah kebijakan yang telah diambil oleh Internasional Ketiga.

Sehubungan dengan ini, hanya orang yang bodoh, konyol dan absurd yang lalu mempertentangkan, secara umum, kediktatoran massa dengan kediktatoran pemimpin. Yang sangat menggelikan adalah bahwa, pada kenyataannya, alih-alih para pemimpin lama, yang memiliki pandangan yang diterima secara umum mengenai hal-hal yang sederhana, para pemimpin baru dimunculkan (di bawah slogan “Enyahkan para pemimpin!”), yang membual mengenai hal-hal yang sangat bodoh dan tidak masuk akal. Seperti Laufenberg, Wolffheim, Horner[23], Karl Schroder, Friedrich Wendel dan Karl Erler[24], di Jerman. Upaya Erler untuk “memperdalam” masalah ini dan menyatakan bahwa partai politik umumnya tidaklah diperlukan dan bersifat "borjuis” tampak begitu absurd sehingga kita hanya bisa mengangkat bahu kita. Semua ini hanya membuktikan bahwa satu kesalahan kecil dapat menjadi sangat besar jika terus dipertahankan, jika terus dicari pembenarannya yang mendalam, dan jika dibawa sampai ke kesimpulan logisnya.

Penolakan terhadap prinsip Partai dan disiplin Partai – itulah kesimpulan yang dicapai oleh kaum oposisi. Dan ini sama saja dengan melucuti kaum proletar sepenuhnya demi kepentingan kaum borjuis. Ini sama saja dengan mengadopsi kelemahan-kelemahan borjuis-kecil: kelonggaran, ketidakstabilan, ketidakmampuan untuk berjuang secara konsisten, untuk bersatu dan meluncurkan aksi yang terorganisir. Kelemahan-kelemahan ini, bila terus didorong, pasti akan menghancurkan gerakan proletariat revolusioner. Dari sudut pandang komunisme, penolakan terhadap prinsip Partai berarti mencoba melompat dari momen menjelang keruntuhan kapitalisme (di Jerman), bukan ke fase komunisme lebih rendah atau fase peralihan, tetapi ke fase yang lebih tinggi. Kami di Rusia (di tahun ketiga sejak penggulingan kaum borjuis) sedang mengambil langkah-langkah pertama dalam transisi dari kapitalisme ke sosialisme atau ke tahap komunisme yang lebih rendah. Kelas-kelas masih tetap ada, dan akan tetap ada di mana-mana selama bertahun-tahun setelah kaum proletar menaklukkan kekuasaan. Mungkin di Inggris, di mana tidak ada kaum tani (tetapi masih ada majikan-majikan kecil), periode ini mungkin lebih pendek. Penghapusan kelas-kelas berarti, tidak hanya menggulingkan tuan tanah dan kapitalis – ini adalah sesuatu yang kita capai dengan relatif mudah; penghapusan kelas-kelas juga berarti menghapus produsen komoditas kecil, dan mereka tidak dapat disingkirkan, atau dihancurkan; kita harus belajar untuk hidup bersama mereka. Mereka dapat (dan harus) ditransformasi dan dididik ulang hanya dengan kerja organisasi yang sangat panjang, perlahan, dan hati-hati. Mereka mengelilingi kaum proletar di setiap sisi dengan atmosfer borjuis-kecil, yang merasuki dan merusak kaum proletar, dan terus menyebabkan kaum proletar terpuruk kembali ke dalam ketidakberdayaan, perpecahan, dan individualisme borjuis-kecil, serta mood borjuis-kecil yang  kerap berayun-ayun antara antusiasme dan demoralisasi. Sentralisasi dan kedisiplinan yang paling ketat diperlukan di dalam partai politik kaum proletar untuk menangkal atmosfer borjuis-kecil ini, agar peran organisasi kaum proletar (yang merupakan peran utamanya) dapat dijalankan dengan tepat, sukses, dan jaya. Kediktatoran proletariat berarti perjuangan yang gigih –  dengan pertumpahan darah atau tanpa pertumpahan darah, dengan kekerasan dan damai, secara militer dan ekonomi, secara edukatif dan administratif – untuk melawan kekuatan dan tradisi masyarakat lama. Kebiasaan-kebiasaan lama yang masih merasuki jutaan dan puluhan juta orang adalah kekuatan yang paling tangguh. Tanpa sebuah partai yang tangguh, yang telah tertempa dalam perjuangan, sebuah partai yang menikmati kepercayaan kelas pekerja, sebuah partai yang mampu mengamati dan mempengaruhi suasana hati massa, perjuangan semacam itu tidak akan bisa mencapai kemenangan. Adalah seribu kali lebih mudah untuk menaklukkan borjuasi besar yang tersentralisir daripada “menaklukkan” berjuta-juta pemilik kecil. Lewat aktivitas mereka sehari-hari yang lazim, tidak kasatmata, elusif dan melemahkan disiplin, berjuta-juta pemilik kecil ini terus menghidupkan kembali borjuasi. Siapapun yang melemahkan sedikit saja kedisiplinan baja partai proletariat (terutama selama kediktatorannya), pada kenyataannya membantu kaum borjuis melawan kaum proletar.

Di samping masalah hubungan antara pemimpin, partai, kelas, dan massa, kita harus membicarakan masalah bekerja di serikat buruh “reaksioner”. Tetapi pertama-tama saya akan memaparkan beberapa kesimpulan yang mengalir dari pengalaman Partai kita. Sedari dulu selalu ada serangan terhadap “kediktatoran para pemimpin” dalam Partai kami. Pertama kali saya mendengar serangan seperti itu, seingat saya, adalah pada 1895, ketika, secara resmi, belum ada partai; yang ada hanyalah sebuah kelompok sentral yang sudah mulai dibentuk di St. Petersburg, yang lalu mengambil kepemimpinan atas kelompok-kelompok distrik.[25] Pada Kongres Kesembilan Partai kami (April 1920), ada sebuah kelompok oposisi kecil, yang juga menentang “kediktatoran para pemimpin”, menentang “oligarki”, dan seterusnya.[26] Oleh karena itu, tidak ada yang mengejutkan, baru, atau menakutkan dalam “penyakit kekanak-kanakan komunisme sayap-Kiri” di antara kamerad-kamerad Jerman. Penyakit ini tidak berbahaya, dan setelah pulih darinya tubuh kita akan menjadi lebih kuat. Di sisi lain, dalam kasus kami, pergonta-gantian yang cepat antara kerja legal dan ilegal memaksa kami untuk harus menjaga keamanan dan kerahasiaan para pemimpin kami dengan sangat ketat, dan ini terkadang membawa konsekuensi yang sangat berbahaya. Konsekuensi terburuknya adalah ketika pada 1912, agen provokator Malinovsky berhasil menyusup ke dalam Komite Pusat Bolshevik. Dia mengkhianati banyak sekali kamerad-kamerad terbaik kami yang paling setia, dan banyak dari mereka yang dihukum kerja paksa dan kehilangan nyawa mereka. Namun, dia tidak menyebabkan kerugian yang lebih besar bagi partai kami karena adanya keseimbangan yang tepat antara kerja legal dan ilegal. Sebagai anggota Komite Pusat Partai dan perwakilan Duma, Malinovsky terpaksa, demi memenangkan kepercayaan kami, membantu kami menerbitkan koran-koran harian yang legal, yang bahkan di bawah pemerintahan Tsar mampu mengobarkan perjuangan melawan oportunisme Menshevik dan menyebarkan gagasan-gagasan fundamental Bolshevisme. Sementara di satu sisi Malinovsky mengirim banyak sekali kader-kader terbaik kami ke kamp kerja paksa dan liang kubur, di sisi lain ia terpaksa membantu pendidikan ribuan kader Bolshevik yang baru melalui media pers yang legal. Bagi kamerad-kamerad Jerman (dan juga Inggris, Amerika, Prancis, dan Italia) yang dihadapkan pada tugas untuk belajar bagaimana melakukan kerja revolusioner di dalam serikat-serikat buruh reaksioner, akan bermanfaat sekali bila mereka memikirkan dengan serius fakta ini.[27]

Di banyak negara, termasuk yang paling maju, kaum borjuis tidak diragukan lagi mengirim agen-agen provokator ke dalam partai-partai Komunis dan akan terus melakukannya. Salah satu cara untuk memerangi bahaya ini adalah dengan memadukan secara mahir kerja legal dan ilegal.


Keterangan:

[20]Opisisi yang berprinsip” – sekelompok kaum Komunis Sayap-Kiri Jerman yang memajukan sudut pandang anarko-sindikalis. Ketika Kongres Kedua Partai Komunis Jerman pada Oktober 1919 di Heidelberg memecat kaum oposisi ini, mereka lalu membentuk Partai Buruh Komunis Jerman (KAPD) pada April 1920. Untuk memfasilitasi persatuan semua kekuatan komunis di Jerman dan memenangkan elemen proletar yang terbaik di dalam KAPD, kaum oposisi ini diterima masuk ke dalam Komunis Internasional pada November 1920 sebagai anggota simpatisan.

Akan tetapi, Komite Eksekutif Komunis Internasional masih menganggap Partai Komunis Persatuan Jerman (VKPD) sebagai seksi resmi Komintern. Para delegasi KAPD diakui oleh Komintern dengan syarat mereka harus merger dengan VKPD dan mendukung semua aktivitasnya. Namun, para pemimpin KAPD menolak memenuhi syarat ini. Kongres Ketiga Komintern, yang digelar pada Juni-Juli 1921, memutuskan untuk memberi KAPD dua bulan untuk menyelenggarakan kongres dan memutuskan masalah afiliasi. Para pemimpin KAPD tidak mematuhi resolusi Kongres Ketiga itu dan dengan demikian pecah dari Komintern. Pada akhirnya, KAPD mengalami degenerasi menjadi kelompok sektarian kecil tanpa dukungan apapun dari kelas buruh.

[21] Lihat catatan kaki no. 61.

[22] Lenin merujuk pada dominasi Inggris di dunia dengan koloni-koloninya, sehingga mampu meraup super profit dan menggunakan sebagian super profit ini untuk menyuap selapisan buruh terampil yang menjadi “aristokrasi buruh”.

[23] Karl Horner adalah nama pena Anton Pannekoek.

[24] Karl Erler, “Pembubaran Partai”, Kommunistische Arbeiterzeitung, Hamburg, 7 Februari 1920, No. 32: “Kelas buruh tidak dapat menghancurkan negara borjuis tanpa menghancurkan demokrasi borjuis, dan kelas buruh tidak dapat menghancurkan demokrasi borjuis tanpa menghancurkan partai.” Kaum sindikalis dan anarkis yang lebih kacau di negara-negara Latin mungkin memperoleh “kepuasan” dari fakta bahwa orang-orang Jerman yang solid, yang jelas-jelas menganggap diri mereka Marxis (melalui artikel-artikel mereka di surat kabar yang disebutkan di atas, K. Erler dan K. Horner telah menunjukkan dengan sangat jelas bahwa mereka menganggap diri mereka Marxis yang berpengetahuan, tetapi berbicara omong kosong yang luar biasa dengan cara yang paling menggelikan dan mengungkapkan kegagalan mereka untuk memahami ABC Marxisme), sampai-sampai membuat pernyataan yang sangat bodoh seperti itu. Menerima Marxisme semata tidak menyelamatkan seseorang dari kesalahan. Kami orang Rusia sangat memahami hal ini, karena Marxisme sudah sering menjadi “trendi” di negara kami. [Keterangan Lenin]

Kommunistische Arbeiterzeitung (Koran Buruh Komunis) – organ kaum Komunis Sayap-Kiri Jerman yang tergabung dalam Partai Buruh Komunis Jerman (KAPD). Koran ini diterbitkan di Hamburg dari 1919 hingga 1927. Karl Erler adalah nama pena Heinrich Laufenberg, salah satu pendiri KAPD.

[25] Ini merujuk pada Liga Perjuangan untuk Emansipasi Kelas Buruh yang diorganisasi oleh Lenin pada musim gugur 1895. Liga Perjuangan menyatukan sekitar dua puluh lingkaran Marxis di St. Petersburg. Liga tersebut dipimpin oleh Kelompok Sentral yang mencakup V.I. Lenin, A.A. Vaneyev, P.K. Zaporozhets, G.M. Krzhizhanovsky, N.K. Krupskaya, L. Martov, M.A. Silvin, V.V. Starkov, dan lainnya. Lima anggota yang dipimpin oleh V.I. Lenin mengarahkan kegiatan Liga. Organisasi tersebut dibagi menjadi kelompok-kelompok distrik. Buruh progresif seperti I.V. Babushkin, V.A. Shelgunov, dan lainnya menghubungkan kelompok-kelompok ini dengan pabrik-pabrik.

Liga Perjuangan untuk Emansipasi Kelas Buruh di St. Petersburg, dalam kata-kata V.I. Lenin, merupakan embrio partai revolusioner yang berbasis pada gerakan kelas buruh dan memberikan kepemimpinan pada perjuangan kelas proletariat.

[26] Kelompok oposisi yang dimaksud di sini adalah kelompok Demokratik Sentralis, yang dibentuk pada Desember 1919 oleh Sapronov, Osinsky, V. Smirnov, dll. Faksi ini mengkritik sentralisasi partai Bolshevik dan menuntut lebih banyak demokrasi di dalam partai serta manajemen ekonomi.

[27] Malinovsky adalah tawanan perang di Jerman. Sekembalinya ke Rusia ketika kaum Bolshevik sudah berkuasa, ia langsung diadili dan dihukum mati oleh buruh. Kaum Menshevik mengkritik keras kesalahan kami ini, di mana seorang agen provokator dapat menjadi anggota Komite Pusat Partai kami. Tetapi ketika, di bawah Kerensky, kami menuntut agar Rodzianko, Ketua Duma saat itu, ditangkap dan diadili karena dia telah mengetahui, bahkan sebelum perang, bahwa Malinovsky adalah seorang agen provokator dan tidak memberi tahu kaum Trudovik dan kaum buruh di Duma, baik kaum Menshevik maupun kaum Sosialis-Revolusioner di dalam pemerintahan Kerensky tidak mendukung tuntutan kami, dan Rodzianko masih bebas dan berhasil kabur untuk bergabung dengan Denikin. [Keterangan Lenin]