Tugas-Tugas Pendidikan Komunis (Versi Pendek)

Leon Trotsky (1922)


Sumber: The Communist Review, Desember 1922, Vol. 4, No. 7

Penerbit: Partai Komunis Inggris Raya

Penerjemah: Ted Sprague dari “The Tasks of Communist Education”, Leon Trotsky Internet Archive. Diterjemahkan April 2011.


“Manusia Baru” dan Kaum Revolusioner

Sering ditekankan kalau tugas pencerahan Komunis adalah pendidikan manusia baru. Kata-kata ini agak terlalu umum, terlalu menyedihkan, dan kita harus sangat berhati-hati untuk tidak mengijinkan interpretasi humanitarian tak berbentuk terhadap konsep “manusia baru” atau tugas-tugas pendidikan Komunis. Tidak ada keraguan apapun kalau manusia masa depan, rakyat komune, akan menjadi makhluk yang sangat menarik dan indah, dan bahwa psikologinya (kaum futuris akan memaafkan aku, tetapi saya melihat kalau manusia masa depan akan memiliki psikologi) akan sangat berbeda dengan psikologi kita. Sayangnya, tugas kita sekarang tidak boleh jatuh pada pendidikan manusia masa depan. Pandangan Utopian dan humanitarian-psikologis adalah bahwa manusia baru haruslah dibentuk terlebih dahulu, dan lalu dia akan kemudian menciptakan kondisi-kondisi baru. Kita tidak boleh mempercayai ini. Kita tahu bahwa manusia adalah produk dari kondisi-kondisi sosial. Tetapi kita juga tahu bahwa antara manusia dan kondisi-kondisi itu ada sebuah hubungan yang kompleks dan saling bekerja secara mutual dan aktif. Manusia sendiri adalah instrumen dari perkembangan sejarah ini, dan tidak kurang dari itu. Dan di dalam aksi-reflek historis yang kompleks dari kondisi-kondisi yang dialami oleh manusia-manusia aktif, kita tidak menciptakan rakyat komune yang harmonis dan sempurna secara abstrak, tetapi kita membentuk manusia-manusia konkret dari epos kita, yang masih harus berjuang untuk menciptakan kondisi-kondisi yang mana masyarakat komune harmonis dapat tumbuh. Ini tentu saja adalah hal yang sangat berbeda, untuk alasan yang sederhana bahwa cicit kita, masyarakat dari komune ini, tidak akan menjadi kaum revolusioner.

Sekilas pandang ini tampak keliru, ini hampir menghina. Namun begitulah kenyataannya. Konsepsi “kaum revolusioner” dibentuk oleh kita dari pikiran dan kehendak kita, dari totalitas semangat-semangat terbaik kita, dan oleh karenanya kata “kaum revolusioner” dipenuhi dengan ideal-ideal dan moral-moral tertinggi yang telah kita rebut dari seluruh epos revolusi kebudayaan sebelumnya. Oleh karenanya kita seperti melempar sebuah hujatan kepada anak-cucu kita bila kita tidak menganggap mereka sebagai kaum revolusioner. Tetapi kita tidak boleh lupa bahwa kaum revolusioner adalah sebuah produk dari kondisi sejarah tertentu, sebuah produk dari masyarakat kelas. Kaum revolusioner bukanlah abstraksi psikologis. Revolusi sendiri bukanlah prinsip abstrak, tetapi sebuah kenyataan material historis, yang tumbuh dari antagonisme kelas, dari penindasan satu kelas oleh yang lainnya. Oleh karenanya kaum revolusiner adalah sebuah tipe historis yang konkrit, dan sebagai konsekuensinya sebuah tipe yang temporer. Kita bangga menjadi bagian dari tipe ini. Tetapi dari kerja kita kita sedang membangun kondisi masyarakat dimana tidak akan ada antagonisme kelas, tidak akan ada revolusi, dan oleh karenanya tidak akan ada kaum revolusioner. Benar kalau kita bisa meluaskan arti kata “kaum revolusioner” sampai ia mencakup seluruh aktivitas sadar dari manusia untuk menundukkan alam, dan untuk meluaskan pencapaian-pencapaian teknik dan kebudayaan. Tetapi kita tidak punya hak untuk membuat abstraksi semacam itu, peluasan tanpa batas akan konsepsi “kaum revolusioner”, karena kita belumlah menyelesaikan tugas historis revolusioner konkrit kita, yakni penumbangan masyarakat kelas. Sebagai konsekuennya, kita masih jauh dari diperlukan untuk mendidik rakyat komune harmonis, membentuknya dengan kerja laboratorium yang detil, di dalam sebuah tahapan transisi masyarakat yang sangat tidak harmonis. Tugas semacam ini akan sangat Utopis kekanak-kanakan. Yang kita inginkan adalah untuk membuat para juara, kaum revolusioner, yang akan mewarisi dan menyelesaikan tradisi-tradisi historis, yang belumlah kita bawa sampai ke kesimpulan.

Revolusi dan Mistisisme

Apa karakter-karakter utama dari kaum revolusioner? Kita harus menekankan bahwa kita tidak punya hak untuk memisahkan kaum revolusioner dari basis kelas darimana dia telah berkembang, yang tanpanya dia bukanlah apa-apa. Kaum revolusioner epos kita, yang hanya bisa diasosiasikan dengan kelas buruh, memiliki karakter-karakter psikologisnya yang unik, karakter-karakter intelek dan tekad. Bila diperlukan dan memungkinkan, kaum revolusioner menghancurkan halangan-halangan historis dan menggunakan kekerasan untuk tujuan itu. Bila ini tidak memungkinkan, maka dia mengambil jalan memutar, melemahkan dan menghancurkan, dengan sabar dan teguh. Dia adalah seorang revolusioner karena dia tidak takut untuk menghancurkan halangan-halangan dan dengan tidak mengenal kasihan menggunakan kekerasan; pada saat yang sama dia memahami nilainya. Adalah tujuannya untuk terus mempertahankan pekerjaan destruktif dan kreatifnya di tingkat aktivitas yang tertinggi, yakni, untuk memperoleh dari kondisi-kondisi sejarah tertentu tingkatan paling maksimum dimana mereka mampu menghasilkan gerak maju untuk kelas revolusioner.

Kaum revolusionis hanya tahu halangan-halangan eksternal untuk aktivitasnya, bukan halangan-halangan internal. Yakni: dia harus mengembangkan di dalam dirinya sendiri kapasitas untuk mengestimasi arena aktivitas di dalam semua kekonkretannya, dengan aspek-aspek positif dan negatifnya, dan untuk mencapai sebuah keseimbangan politik yang tepat. Tetapi bila dia secara internal terhambat oleh halangan-halangan internal untuk beraksi, bila dia tidak memiliki pemahaman atau kekuatan tekad, bila dia terhentikan oleh goncangan internal, oleh prasangka-prasangka agama, nasional, atau keahlian, maka dia paling banter hanyalah setengah revolusioner. Sudah terlalu banyak halangan-halangan di dalam kondisi objektif, dan kaum revolusioner tidak boleh memberikan dirinya kemewahan untuk melipatgandakan halangan-halangan dan friksi-friksi objektif dengan halangan-halangan subjektif. Oleh karenanya pendidikan kaum revolusioner harus, pertama-tama, terdiri dari emansipasinya dari sisa-sisa kebodohan dan tahayul, yang sering ditemukan di kesadaran yang sangat “sensitif”. Dan oleh karenanya kita mengadopsi sebuah sikap keras yang tidak mengenal belas kasihan kepada siapapun yang mengucapkan barang satu kata bahwa mistisisme atau sentimentalis religi dapat dikombinasikan dengan Komunisme. Kita berpendapat bahwa ateisme, yang merupakan sebuah elemen yang tak terpisahkan dari cara pandang materialis, adalah sebuah kondisi yang diperlukan untuk pendidikan teori kaum revolusioner. Dia yang percaya pada dunia yang lain tidak akan mampu mengkonsentrasikan semua semangatnya untuk merubah dunia yang ada sekarang ini.

Darwinisme dan Marxisme

Bahkan bila Darwin, seperti yang dia sendiri katakan, tidak kehilangan kepercayaannya kepada Tuhan karena semua penyangkalannya terhadap teori penciptaan dari Alkitab, Darwinisme sendiri pada dasarnya sama sekali bertentangan dengan kepercayaan ini. Di dalam ini, seperti halnya di dalam aspek-aspek lain, Darwinisme adalah sebuah pelopor, sebuah persiapan untuk Marxisme. Di ambil dalam pengertian materialis dan dialektis yang luas, Marxisme adalah aplikasi Darwinisme terhadap masyarakat manusia. Liberalisme Manchester telah mencoba untuk memasukkan Darwinisme secara mekanis ke sosiologi. Usaha-usaha seperti ini hanya menghasilkan analogi-analogi kekanak-kanakan yang menjadi kedok dari pembenaran borjuis yang bermaksud jahat: bahwa kompetisi pasar dijelaskan sebagai hukum “abadi” dari perjuangan eksistensi. Ini adalah konyol. Hanya hubungan internal antara Darwinisme dan Marxisme yang memungkinkan kita untuk memahami gerak hidup dari makhluk hidup di dalam hubungan primevalnya [awalnya] dengan alam inorganik; di dalam partikularisasinya yang selanjutnya dan evolusi; di dalam dinamikanya; di dalam pembedaan kebutuhan-kebutuhan hidup di antara jenis-jenis fundamental dari kerajaan tumbuh-tumbuhan dan binatang; di dalam perjuangan-perjuangannya; di dalam munculnya manusia “pertama” atau makhluk yang menyerupai manusia, yang menggunakan alat untuk pertama kalinya; di dalam perkembangan kerjasama primitif [komunisme primitif – Pent.],yang menggunakan organ-organ asosiatif; di dalam stratifikasi masyarakat selanjutnya sebagai akibat dari perkembangan alat-alat produksi, yakni alat-alat untuk menundukkan alam; di dalam peperangan antar kelas; dan, akhirnya, di dalam perjuangan untuk menghapus kelas-kelas.

Pemahaman dunia dari sebuah sudut pandang yang begitu luas menandakan emansipasi kesadaran manusia untuk pertama kalinya dari sisa-sisa mistisisme, dan mengamankan tempat pijak yang kuat. Ini menandakan bahwa di masa depan tidak akan ada halangan-halangan subjektif di dalam perjuangan, tetapi bahwa satu-satunya halangan dan reaksi yang ada adalah eksternal, dan harus diselesaikan dengan berbagai cara, menurut kondisi-kondisi dari konflik tertentu.

Betapa sering kita mengatakan: “Praktek pada akhirnya menang.” Ini benar di dalam pengertian bahwa pengalaman kolektif dari sebuah kelas, dan dari seluruh umat manusia, perlahan-lahan menyapu ilusi-ilusi dan teori-teori keliru yang berdasarkan generalisasi yang terlalu terburu-buru. Tetapi juga bisa dikatakan dengan kebenaran yang sama: “Teori pada akhirnya menang,” ketika kita memahami bahwa teori pada kenyataannya terdiri dari total pengalaman umat manusia. Di lihat dari sudut pandang ini, pertentangan antara teori dan praktek hilang, karena teori tidak lain adalah praktek yang dipertimbangkan dan digeneralisasi dengan benar. Teori tidak mengalahkan praktek, tetapi teori mengalahkan sikap praktek yang serampangan, empiris, dan kasar. Supaya bisa mengestimasi dengan benar kondisi-kondisi perjuangan dan situasi dari kelas kita sendiri, kita harus memiliki sebuah metode orientasi politik dan sejarah yang dapat diandalkan. Ini adalah Marxisme, atau, sehubungan dengan epos baru-baru ini, Leninisme.

Marx dan Lenin – mereka adalah dua pemandu utama di dalam bidang penelitian sosial. Bagi generasi lebih muda, jalan ke Marx adalah melalui Lenin. Jalan langsung menjadi semakin sulit, karena periode yang terlalu panjang yang memisahkan generasi baru dari para jenius yang menemukan Sosialisme Ilmiah, Marx dan Engels. Leninisme adalah perwujudan dan kondensasi dari Marxisme untuk aksi revolusioner yang langsung di dalam epos kematian masyarakat borjuasi. Institut Lenin di Moskow harus dibuat sebagai akademi strategi revolusioner yang lebih tinggi. Partai Komunis kita dipenuhi dengan semangat kuatnya Lenin. Kejeniusan revolusionernya ada bersama kita. Paru-paru revolusioner kita menghirup atmosfer doktrin yang lebih baik dan lebih tinggi yang telah diciptakan oleh perkembangan pemikiran manusia yang sebelumnya. Oleh karenanya kita sangat yakin bahwa hari esok adalah milik kita.