Kebijakan Kaum Komunis Terhadap Seni

Leon Trotsky (1924)

 


Sumber: Bab 7 dari Sastra dan Revolusi

Penerjemah: Ted Sprague (Desemberi 2009)


Ada kaum Marxis di dalam sastra yang telah mengambil sikap yang sombong terhadap kaum Futuris[1], “Serapion Fraternity”[2], kaum Imagis[3], dan semua “saudara petualang” secara umum, secara keseluruhan atau terpisah. Inilah mengapa telah menjadi mode untuk mengecilkan Pilnyak[4] dan kaum Futuris telah menjadi cukup hebat dalam hal ini. Memang benar bahwa Pilnyak menjengkelkan karena beberapa karakternya. Dia terlalu ringan dalam masalah-masalah yang penting; dia memamerkan diri terlalu banyak dan tulisannya penuh dengan emosi. Tetapi Pilnyak telah menunjukkan Revolusi dari sudut pandang kaum tani di provinsi-provinsi dengan sangat baik, dan dia telah menunjukkan kepada kita gerobak-gerobak hewan – karena Pilnyak semua ini berdiri di hadapan kita lebih jelas dan lebih nyata dari pada sebelumnya. Dan bagaimana dengan Vsevolod Ivanov[5]? Tidakkah kita telah menemukan Rusia dan merasakan keluasannya, etnografiknya yang beragam, keterbelakangannya dan kebesarannya setelah membaca Guerilla Fighters, The Armored Train, The Blue Sands, walaupun terdapat kekeliruan di dalam konstruksinya, gayanya yang tidak merata, dan bahkan oleografiknya? Dapatkah seseorang benar-benar berpikir bahwa pengetahuan Imagis ini dapat digantikan dengan hiperbola Futuris atau dengan silabus yang monoton atau dengan artikel-artikel jurnalistik yang selalu mengkombinasikan 300 kata yang sama dengan cara yang berbeda? Singkirkan Pilnyak dan Vsevolod Ivanov dari kehidupan kita dan kita akan menjadi jauh lebih miskin. Para pengorganisir kampanye melawan para saudara-petualang – sebuah kampanye yang menunjukkan pertimbangan yang kurang mengenai perspektif dan proporsi – telah memilih Voronsky[6] sebagai salah satu target mereka, seorang editor Krasnaya Nov dan pemimpin penerbitan “Krug”. Kita berpendapat bahwa Voronsky sedang melakukan sebuah kerja sastra dan kebudayaan yang besar di bawah kepemimpinan Partai dan memang lebih mudah untuk menetapkan kebijakan Komunis di sebuah artikel kecil daripada berpartisipasi dalam kesukaran persiapannya!

Dalam masalah bentuk, para kritikus kita mengambil garis yang terkandung di almanac Raspad (terbit pada tahun 1908). Akan tetapi, kita harus memahami dan menyimpulkan perbedaan-perbedaan di dalam situasi sejarah dan perubahan kekuatan-kekuatan sosial yang telah terjadi semenjak itu. Pada saat itu kita adalah sebuah partai yang terdorong ke bawah tanah. Revolusi sedang mengambil langkah mundur dan konter revolusi Stolypin[7] dan kaum anarkis dan kaum mistik sedang bergerak maju dalam semua lini. Di dalam Partai sendiri kaum intelektual pada saat itu memainkan peran yang sangat besar, dan kelompok-kelompok intelektual dari berbagai politik mempengaruhi satu sama lain. Di bawah kondisi seperti itu, untuk melindungi ideologi kita, diperlukan sebuah perlawanan yang sengit terhadap tendensi literatur reaksioner yang mulai setelah 1905.
Sekarang sebuah proses yang benar-benar berbeda sedang berlangsung, sebuah proses yang secara fundamental merupakan kebalikan dari masa lalu. Hukum atraksi sosial (menuju kelas yang berkuasa), yang, pada analisa terakhir, menentukan kekreatifan kaum intelektual, sekarang beroperasi untuk keuntungan kita. Kita harus memperhatikan kenyataan ini ketika kita membentuk sebuah sikap politik terhadap seni.

Tidaklah benar bahwa seni revolusioner hanya bisa diciptakan oleh para buruh saja. Justru karena Revolusi ini adalah sebuah revolusi kelas buruh, maka revolusi tersebut melepaskan – untuk mengulangi apa yang sudah disebut sebelumnya – sedikit enerji dari kelas-pekerja untuk kesenian. Selama berlangsungnya revolusi Prancis, karya-karya terbesar yang secara langsung atau tidak langsung mencerminkan revolusi tersebut, tidaklah datang dari seniman-seniman Prancis, tetapi dari seniman-seniman Jerman, Inggris, dan negara-negara lain. Kaum borjuis Prancis, yang langsung berurusan dengan jalannya revolusi, tidak dapat menyisihkan cukup kekuatan untuk menciptakan kembali dan mengabadikan jejak langkahnya dalam karya seni. Ini lebih benar lagi bagi kaum proletar, yang walaupun memiliki budaya dalam politik, memiliki sedikit budaya dalam bidang seni. Kaum intelektual, di samping keunggulannya dalam kualifikasi, juga memiliki keuntungan memegang posisi politik yang pasif, yang ditandai dengan dukungannya atau penentangannya terhadap Revolusi Oktober.

Oleh karena itu tidaklah mengejutkan kalau kaum intelektual yang kontemplatif ini mampu menciptakan reproduksi artistik mengenai revolusi yang lebih baik dibandingkan kaum proletariat yang melaksanakan revolusi, meskipun re-kreasi dari kaum intelektual tersebut agak menyimpang. Kita mengetahui dengan baik batasan-batasan politik, ketidakstabilan, dan ketidakteguhan saudara petualang kita ini. Akan tetapi jika kita harus menyingkirkan Pilnyak dengan The Naked Year-nya, “Serapion Fraternity” oleh Vsevolod Ivanov, Tikhonov, dan Polonskaya, jika kita harus menghapus Mayakovsky[8] dan Yesenin[9], adakah yang masih tersisa bagi kita selain beberapa lembar harapan dari sastra proletariat di masa depan? Terutama Demyan Bedny[10], yang tidak bisa dimasukkan ke dalam kalangan petualang tersebut dan yang kita harap tidak bisa disingkirkan dari sastra revolusioner, tidak dapat dihubungkan dengan literatur proletar dalam pengertian seperti yang didefinisikan oleh manifesto Kuznitsa. Lalu apa lagi yang tersisa?

Apakah ini berarti bahwa partai, cukup bertentangan dengan karakternya, mengambil posisi yang sepenuhnya eklektik dalam hal seni? Argumen ini, yang tampaknya mengecewakan, dalam kenyataannya benar-benar kekanak-kanakan. Metode Marxis memberikan sebuah peluang untuk mengestimasi perkembangan seni baru, untuk menelusuri semua sumber-sumbernya, dan membantu kecenderungan-kecenderungan yang paling progresif melalui pencerahan kritisnya, tetapi Marxisme tidak berbuat lebih dari itu. Seni harus menciptakan jalannya sendiri, dan melalui alat-alatnya sendiri. Metode Marxis tidaklah sama dengan metode artistik. Partai memimpin kaum proletariat dan bukan proses historis sejarah. Ada bidang-bidang dimana partai harus memimpin, secara langsung dan pasti. Ada bidang-bidang dimana partai hanya bekerja sama saja. Dan pada akhirnya, ada bidang-bidang dimana partai hanya mengorientasikan dirinya. Bidang seni bukanlah bidang dimana partai terpanggil untuk memberikan komando. Partai dapat dan harus melindungi dan membantu seni, tetapi partai seyogyanya sebatas memimpin secara tidak langung. Partai dapat dan harus memberikan kepercayaannya kepada kelompok-kelompok seni yang beragam, yang berjuang secara jujur untuk melakukan pendekatan terhadap revolusi dan membantu formulasi artistik revolusi. Dan pada tingkatan apapun, partai tidak bisa dan tidak akan memihak pada lingkaran sastra yang sedang berjuang dan berkompetisi melawan lingkaran sastra yang lain. Partai berdiri untuk menjaga kepentingan-kepentingan historis kelas pekerja secara menyeluruh. Karena partai secara sadar dan selangkah demi selangkah menyiapkan dasar bagi sebuah kebudayaan yang baru dan oleh karena itu sebuah seni yang baru, partai sewajarnya menganggap saudara sastrawan petualangnya itu bukan sebagai kompetitor kelas pekerja, tetapi sebagai penolong yang nyata dan potensial bagi kelas pekerja dalam kerja rekonstuksi yang agung. Partai memahami karakter episodik kelompok-kelompok sastra dalam sebuah periode transisi dan memperhitungkan mereka, bukan dari sudut pandang kelas tuan sastrawan individu itu, tapi dari sudut pandang tempat yang diduduki dan dapat diduduki oleh kelompok-kelompok tersebut dalam mempersiapkan kebudayaan sosialis. Bila sekarang mustahil untuk menentukan tempat dari sebuah kelompok tertentu, Partai Komunis, sebagai partai, akan menunggu dengan sabar dan elegan. Tiap-tiap pengkritik atau pembaca boleh-boleh saja bersimpati terlebih dahulu dengan satu kelompok atau lainnya. Partai, secara keseluruhan, melindungi kepentingan-kepentingan historis kelas pekerja dan harus lebih obyektif dan bijaksana. Perhatiannya harus berbilah dua. Bila partai tidak memberikan stempel persetujuan atas Kuznitsa, hanya karena buruh menulis untuk majalah ini, ini tidak berarti bahwa partai menjauhi kelompok literatur tertentu, bahkan kelompok literatur dari kaum intelektual, selama kelompok tersebut mencoba untuk menelaah revolusi dan mencoba untuk memperkuat salah satu hubungan – yang lemah – antara kota dan desa, atau antara anggota partai dan kaum non-partisan, atau antara kaum intelektual dan pekerja.

Akan tetapi, tidakkah kebijakan seperti itu berarti bahwa partai akan kurang terproteksi pada sayap seninya? Ini adalah berlebihan. Partai tetap akan menghancurkan kecenderungan-kecenderungan seni yang memecah belah dan jelas-jelas beracun, dan akan membimbing dirinya sendiri dengan standar-standar politik yang dimilikinya. Adalah benar bahwa dalam hal seni partai akan kurang terproteksi dibandingkan dengan front politiknya. Tapi bukankah ini juga benar dalam hal ilmu pengetahuan? Apa yang akan dikatakan oleh para kaum metafisik ilmu pengetahuan proletar murni mengenai teori relatifitas? Dapatkah ini didamaikan dengan materialisme? Sudahkah pertanyaan ini terjawab? Dimana, kapan dan oleh siapa? Jelas bagi semua orang, bahkan bagi yang tak berpengetahuan, bahwa karya dari fisiologis kita, Pavlov[11], seluruhnya berada dalam jalur-jalur materialis. Tetapi bagaimana dengan teori psikoanalisa Freud? Dapatkah ini didamaikan dengan materialisme seperti yang, misalnya, Karl Radek[12] (dan saya juga) pikirkan, atau apakah ia bertentangan dengan materialisme? Pertanyaan yang sama dapat diterapkan juga pada semua teori-teori baru tentang struktur atom, dan sebagainya. Sungguh baik jika ada seorang ilmuwan yang dapat menguasai semua generalisasi baru ini secara metodologis dan memperkenalkannya pada konsepsi materialis dialektis dunia. Dia karenanya akan mampu, pada waktu yang bersamaan, menguji teori-teori baru tersebut serta mengembangkan metode dialektik secara lebih mendalam. Namun saya ragu kalau karya ini – yang tentunya bukan seperti sebuah artikel koran atau jurnalistik saja, tapi lebih menyerupai tonggak filsafat dan ilmiah, seperti halnya Origin of Species dan Capital – tidak akan tercipta baik hari ini maupun besok; atau jika buku seperti itu tercipta hari ini maka karya tersebut akan beresiko tetap tak terselesaikan sampai saat kaum proletar dapat meletakkan senjatanya.

Namun tidakkah kerja penguasaan budaya, yakni kerja penguasaan dasar-dasar kebudayaan pra-proletariat, membutuhkan kritik, seleksi, dan sebuah standar kelas? Tentu saja iya. Akan tetapi standar tersebut adalah sebuah standar politik dan bukan sebuah standar budaya yang abstrak. Standar politik bersesuaian dengan standar budaya hanya dalam pengertian luas bahwa revolusi menciptakan kondisi untuk lahirnya sebuah kebudayaan baru. Tetapi ini bukan berarti bahwa kesesuaian tersebut dapat dijamin dalam setiap kasus. Jika revolusi mempunyai hak untuk menghancurkan jembatan-jembatan dan monumen-monumen seni kapanpun diperlukan, revolusi juga akan tetap menghela perlawanan atas kecenderungan dalam seni yang, tak peduli seberapa besar pencapaiannya, mengancam persatuan yang ada di dalam situasi revolusioner atau menyebabkan pertentangan antara kekuatan-kekuatan internal revolusi, yakni kaum proletariat, petani dan kaum intelektual. Standar kita dalam konteks ini jelas-jelas bersifat politik, imperatif, dan tanpa toleransi. Justru karena itu revolusi harus secara jelas menentukan batasan-batasan dari aktivitasnya. Dalam ekspresi yang lebih jelas mengenai maksud saya ini, saya akan mengatakan: kita harus mempunyai sistem sensor revolusioner yang selalu siaga, serta kebijakan yang luas dan fleksibel dalam hal kesenian, bebas dari kedengkian partisan yang sempit.

Cukup jelas kalau partai tidak boleh, barang seharipun, mengikuti prinsip liberal laissez faire dan laissez passer (prinsip tidak mengintervensi – Ed.), bahkan di dalam bidang kesenian. Pertanyaannya hanyalah pada titik mana sebuah intervensi dimulai, dan apa batasannya; di kasus mana dan di antara siapa yang harus diputuskan oleh partai. Dan pertanyaan ini tidaklah semudah yang dipikir oleh para teoritisi “Lef”[13], para penjunjung sastra proletar, dan para kritikus.

Tujuan, masalah, dan metode kelas pekerja sangat lebih konkrit, lebih jelas, dan lebih detil di dalam bidang ekonomi daripada seni. Walaupun begitu, setelah sebuah usaha yang singkat untuk membangun sebuah ekonomi dengan metode sentralisasi, partai menemukan dirinya sendiri terpaksa mengakui keberadaan yang pararel tipe-tipe ekonomi yang berbeda dan bahkan saling bersaing. Kita memiliki perusahaan Negara, yang terorganisasi di dalam sindikat-sindikat; kita memiliki perusahaan-perusahaan yang berkarakter lokal; kita memiliki industri yang dikontrakkan, perusahaan-perusahaan kecil milik pribadi, koperasi, ekonomi-ekonomi tani individu, kustar atau toko kelontong, perusahaan kolektif, dan sebagainya. Kebijakan utama dari Negara adalah menuju sebuah ekonomi Sosialis yang tersentralisasi. Akan tetapi tendensi umum ini meliputi, untuk sementara, dukungan tak terbatas untuk sebuah ekonomi tani dan kustar. Tanpa ini, kebijakan menuju industri skala-besar Sosialis akan menjadi abstrak dan mati.

Republik kita adalah sebuah persatuan kaum buruh, kaum tani dan borjuis-kecil intelektual, di bawah kepemimpinan Partai Komunis. Dengan perkembangan teknologi dan kebudayaan yang ada sekarang, sebuah masyarakat Komunis harus berkembang secara bertahap dari kombinasi sosial ini. Jelas bahwa kaum tani dan intelektual tidak akan bergerak ke komunisme melalui jalan yang sama seperti kaum buruh. Jalan ini tak terelakkan terefleksikan di dalam seni. Kaum intelektual non-komunis yang belum mendukung kaum proletar dengan sepenuhnya, dan ini mencakup mayoritas besar kaum intelektual, mencari dukungan dari kaum tani karena ketiadaan, atau lebih tepatnya, karena kelemahan dukungan dari kaum borjuis. Untuk sementara, proses ini memiliki sebuah karakter persiapan dan simbolik, dan mengekspresikan dirinya (dengan melihat ke belakang) dalam idealisasi elemen-elemen tani di dalam Revolusi. Neo-populisme yang janggal ini adalah karakter dari semua “saudara-petualang”. Di kemudian hari, dengan berjamurnya sekolah-sekolah di desa-desa dan meningkatnya jumlah mereka yang bisa membaca, ikatan antara seni ini dan kaum tani bisa menjadi lebih organik. Pada saat yang sama, kaum tani akan mengembangkan kaum intelektual mereka sendiri. Sudut pandang kaum tani dalam ekonomi, politik, dan seni, adalah lebih primitif, lebih terbatas, lebih egois, daripada kaum proletar. Tetapi sudut pandang kaum tani ini eksis dan akan tetap eksis untuk waktu yang lama dan sangat tulus. Dan jika seorang artis, melihat kehidupan dari sudut pandang kaum tani, atau lebih seringnya dari sudut pandang kaum intelektual dan tani, menganggap bahwa persatuan antara kaum tani dan buruh adalah satu hal yang perlu dan sangat penting, maka karya seninya, menilik dari situasi yang ada, adalah progresif secara historis. Melalui pengaruh dari kesenian seperti itu, kerjasama yang diperlukan secara historis antara pedesaan dan perkotaan akan menjadi lebih kuat. Gerakan kaum tani menuju Sosialisme akan menjadi dalam, memiliki tujuan, bersegi banyak dan berwarna-warni, dan banyak alasan untuk mempercayai bahwa karya kreatif yang dilakukan di bawah anjuran ini akan menambahkan ke dalam sejarah seni bab-bab yang berharga. Sebaliknya, sudut pandang yang menentang persatuan organik antara desa-desa “nasional” dengan kota-kota adalah reaksioner secara historis; seni yang lahir dari sudut pandang ini bermusuhan dengan kaum proletar, tidak kompatibel dengan progres dan akan punah.

Klyuev[14], sang Imagis, “Serapion Fraternity”, Pilnyak dan kaum Futuris seperti Khlebnikov[15], Kruchenykh[16] dan Kamensky[17], memiliki pondasi kaum tani. Dengan yang lain ini kurang lebih dimiliki dengan sadar; yang lainnya ini organik; dan masih dengan yang lainnya ini adalah pondasi kaum borjuis, yang terterjemahkan ke dalam bentuk kaum tani. Sikap kaum Futuris terhadap kaum proletar adalah yang paling tidak berbilah dua. “Serapion Fraternity”, kaum Imagis, Pilnyak, berayun-ayun ke dalam oposisi terhadap kaum proletar – setidaknya ini benar sampai baru-baru ini. Semua kelompok ini mencerminkan, dalam bentuk yang sangat tidak berimbang, suasana hati di pedesaan pada saat rekuisisi paksa. Ini adalah ketika kaum intelektual mencari perlindungan dari kelaparan di desa-desa dan disana mereka mengumpulkan kesan-kesannya. Di dalam seni ini, kaum intelektual meringkas tahun-tahun tersebut dengan ambigu. Tetapi ringkasan tersebut dibuat di dalam periode yang berakhir dengan pemberontakan Kronstadt. Sekarang, sudut pandang kaum tani telah mengalami perubahan yang besar. Perubahan ini juga telah meninggalkan tandanya di dalam lingkaran intelektual dan mungkin, dan kenyataannya harus, memiliki sebuah pengaruh pada karya-karya “saudara-petualang” yang menyanyikan nada kaum tani. Pengaruh ini kurang lebih telah menunjukkan dirinya. Kelompok-kelompok ini, di bawah pengaruh impuls-impuls sosial, akan mengalami perjuangan internal, perpecahan, dan reorganisasi. Sebuah partai yang, moga-moga dengan sebuah alasan, mengklaim hegemoni ideologi tidak memiliki hak untuk menjawab masalah-masalah ini dengan omong kosong.

Tetapi tidakkah sebuah seni proletar yang murni yang cukup luas cakupannya dapat menerangi dan menyuplai secara artistik gerakan petani menuju Sosialisme? Tentu saja bisa, seperti halnya sebuah stasiun listrik negara dapat menerangi dan memberikan enerjinya kepada rumah petani atau lumbung petani atau penggiling gandum. Yang dibutuhkan hanyalah sebuah stasiun listrik dan kabel dari stasiun tersebut ke pedesaan. Di bawah kondisi seperti itu tidak akan ada bahaya antagonisme antara industri dan pertanian. Akan tetapi kita belum memiliki kabel-kabel itu. Bahkan stasiun listrikpun masih belum ada. Belum ada kesenian proletar. Kesenian proletar, yang mencakup kelompok-kelompok penyair kelas-buruh dan kaum Futuris Komunis, belum mampu memenuhi permintaan kota dan desa, seperti halnya industri Soviet belum mampu menyelesaikan problem-problem ekonomi universal.

Tetapi bahkan bila kita mengesampingkan kaum tani – dan bagaimana kita dapat mengesampingkan mereka? – akan tampak bahwa, bahkan dengan kaum proletar, kelas utama dari masyarakat Soviet, masalahnya tidaklah sesederhana seperti yang tertulis di halaman-halaman majalah “Lef”. Ketika kaum Futuris mengusulkan untuk membuang sastra-sastra individualisme yang tua, bukan hanya karena sastra tersebut telah menjadi kuno di dalam bentuknya, tetapi juga karena sastra tersebut bertentangan dengan karakter kolektif dari kelas proletar, kaum Futuris ini menunjukkan pemahaman yang sangat dangkal mengenai sifat dialektis dari pertentangan antara individualisme dan kolektivisme. Tidak ada kebenaran yang abstrak. Terdapat berbagai macam individualisme. Karena terlalu banyak individualisme, sebagian dari kaum intelektual pra-revolusioner melempar diri mereka sendiri ke dalam mistisisme, tapi sebagian yang lain bergerak dalam jalur-jalur futurisme yang kacau balau dan, terlempar ke dalam revolusi dan menjadi lebih dekat dengan kaum proletar. Tetapi ketika mereka yang bergerak mendekati kaum proletar karena kebencian mereka terhadap individualisme membawa perasaan kebencian ini ke kaum proletar, mereka menunjukkan sikap egosentrisme mereka, yakni sebuah individualisme yang ekstrim. Masalahnya adalah kaum proletar pada umumnya tidak mempunyai kualitas seperti ini. Di dalam massa, individualitas proletar belum sepenuhnya terbentuk dan dapat dibedakan dengan lainnya. Peningkatan kualitas obyektif dan kesadaran subyektif dari individu adalah sumbangan yang paling berharga untuk kemajuan budaya pada ambang pintu dimana kita berdiri saat ini. Adalah kekanak-kanakan untuk berpikir bahwa belles lettres borjuis [belle lettres adalah sebuah istilah Prancis untuk kebudayaan literatur, termasuk puisi, drama, teater, dll. – Editor] mampu merusak solidaritas kelas. Apa yang para pekerja akan ambil dari Shakespeare, Goethe, Pushkin, atau Dostoyevsky adalah sebuah ide yang lebih kompleks tentang kepribadian manusia, tentang gairah-gairah dan perasaan-perasaannya, sebuah pemahaman yang lebih dalam dan luas tentang kekuatan-kekuatan batin dan peran dari bawah-sadar, dsb. Pada analisa akhir, kaum pekerja akan menjadi semakin kaya. Pada awalnya, Gorky[18] dipenuhi dengan individualisme romantik dari seorang petualang. Namun demikian, dia membantu menghantarkan musim semi awal revolusi kaum proletar pada tahun 1905, karena dia membantu membangkitkan individualitas di dalam kelas tersebut, yang mana individualitas tersebut, setelah terbangkitkan, berusaha mencari kontak dengan individu-individu lainnya yang juga sudah terbangkitkan. Kaum proletariat membutuhkan kesenian dan pendidikan, tapi itu bukan berarti bahwa kaum proletar adalah semata-mata tanah liat yang bisa dibentuk oleh seniman-seniman, baik yang telah pergi maupun yang akan datang, menurut gambar dan rupa mereka sendiri.

Meskipun kaum proletar secara spritual, dan karenanya, secara artistik, sangat sensitif, mereka belumlah terdidik secara estetik. Tidaklah keliru untuk berpikir bahwa kesenian proletar bisa dimulai dari titik dimana kaum intelektual borjuis berada pada permulaan revolusi. Seperti halnya seorang individu secara biologis dan psikologis melewati sejarah spesiesnya dan, dalam tingkatan tertentu,  dunia binatang dalam perkembangannya dari embrio, begitu juga, pada tingkatan tertentu, mayoritas terbesar dari sebuah kelas yang baru, yang baru saja keluar dari periode pra-sejarah, harus melewati keseluruhan sejarah kebudayaan seni. Kelas ini tidak bisa memulai pembangunan sebuah budaya yang baru tanpa menyerap dan mengasimilasi elemen-elemen budaya yang lama. Ini bukan berarti kita harus melalui seluruh sejarah kesenian masa lalu selangkah demi selangkah, secara lambat dan sistematis. Sejauh ini menyangkut sebuah kelas sosial dan bukannya individu biologis, proses penyerapan dan transformasi akan memiliki sebuah karakter yang lebih bebas dan sadar. Tetapi sebuah kelas yang baru tidak bisa bergerak maju tanpa menaruh perhatian atas capaian-capaian terpenting di masa lalu.

Dalam perjuangannya untuk menyelamatkan kelangsungan kebudayaan seni, sayap kiri dari kesenian yang lama, yang basis sosialnya telah dihancurkan oleh Revolusi, terpaksa mencari dukungan dari kelas proletar, atau setidaknya, di dalam sebuah lingkungan sosial yang baru yang sedang dibentuk oleh kaum proletar. Di lain pihak, kaum proletar menggunakan keunggulannya sebagai kelas penguasa dan mencoba dan memulai membuat kontak dengan seni secara umum, dan oleh karenanya mempersiapkan basis untuk sebuah pengaruh yang besar di dalam seni. Dalam hal ini, benar bahwa buletin-buletin berita yang tertempel di tembok-tembok pabrik mereka mewakili sebuah premis yang sangat diperlukan, walaupun sangat jauh, untuk sebuah literatur masa depan yang baru. Akan tetapi, tak seorangpun akan mengatakan: Mari kita buang semuanya sampai kaum proletar bangkit dari buletin-buletin di tembok ke ketrampilan seni yang mandiri. Pada saat ini kaum proletar merealisasikan kelanjutan ini tidak secara langsung melalui kaum intelektual borjuis yang mendekati kaum proletar dan yang ingin tetap hangat di bawah sayapnya. Kaum proletar mentoleransi sebagian dari kaum intelektual ini, mendukung bagian yang lain, setengah-mengadopsi yang lainnya, dan mengasimilasi sepenuhnya sebagian lainnya. Kebijakan Partai Komunis terhadap seni ditentukan oleh kompleksitas proses ini, oleh keragaman-segi internalnya. Mustahil untuk mereduksi kebijakan ini ke satu formula, ke sesuatu yang pendek seperti sebuah paruh burung. Juga tidak perlu melakukan ini.


Catatan:

[1] Futurisme adalah sebuah kesenian yang menghargai keindahan dan kemajuan teknologi.

[2] “Serapion Fraternity” adalah sebuah kelompok penulis yang dibentuk di Petrograd, Rusia, pada tahun 1921.

[3] Imagisme adalah sebuah gerakan puisi Anglo-Amerika di awal abad ke-20 yang mendukung penggunaan bahasa yang jelas dan tajam, dan penggambaran yang tepat.

[4] Boris Pilnyak (1894-1938) adalah seorang sastrawan Rusia. Dia menentang urbanisasi dan mengkritik masyarakat yang termekanisasi. Pada tahun 1937 dia ditangkap oleh kaum Stalinis atas tuduhan aktivitas konter-revolusioner dan dieksekusi.

[5] Vsevolod Ivanov (1895-1963) adalah seorang sastrawan terkenal Soviet yang menulis cerita-cerita petualangan Perang Sipil Rusia. Dia bergabung dengan Tentara Merah pada saat Perang Sipil dan bertempur di Siberia, dan menulis mengenai pengalamannya. Dia juga adalah anggota “Serapion Fraternity”.

[6] Aleksandr Voronsky (1884-1937) adalah seorang kritikus Marxis humanis. Dia adalah seorang Bolshevik, yang menjadi anggota Komite Eksekutif Dewan Buruh di Odessa dan editor koran Bolshevik. Dia mendukung Trotsky dan akhirnya dipecat dari Partai Bolshevik oleh faksi Stalin. Pada tahun 1937 dia dieksekusi oleh Stalin.

[7] Peter Stolypin (1862-1911) adalah anggota pemerintahan Rusia Tsar dan pemilik tanah besar. Dari tahun 1906 hingga 1911 dia adalah Menteri Interior.

[8] Vladimir Mayakovsky (1893-1930) adalah seorang penyair dan penulis drama Soviet, dia adalah salah satu perwakilan terkemuka dari aliran futurisme pada awal abad ke-20. Dia adalah juga seorang propagandis dan agitator Soviet, dan pada akhir hidupnya dia mulai kecewa dengan degenerasi Soviet di bawah Stalin. Dramanya The Bedbug dan The Bathhouse menceritakan mengenai filistinisme dan birokratisme Soviet.

[9] Sergei Yesenin (1895-1925) adalah seorang penyair Soviet, dan pendukung Revolusi Oktober.

[10] Demyan Bedny (1883-1945) adalah seorang penyair Soviet dan pendukung Bolshevik.

[11] Ivan Pavlov (1849-1936) adalah seorang ahli fisiologi dan psikologi Soviet, pemenang hadiah Nobel pada tahun 1904.

[12] Karl Radek (1885-1939) adalah anggota Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia sejak permulaan, dimana dia aktif di Galicia, Polandia Rusia dan Jerman. Berposisi anti perang selama Perang Dunia Pertama. Menjadi Bolshevik pada tahun 1917. Pada tahun 1923 menjadi anggota Oposisi Kiri; akibatnya dikeluarkan dari partai pada tahun 1927. Radek masuk ke partai kembali pada tahun 1930, namun kembali dikeluarkan pada tahun 1936. Diadili pada Pengadilan Moskow Kedua dan meninggal di penjara. Serge mengatakan bahwa Radek: “Penulis yang brilian…licin, penuh dengan anekdot-anekdot yang sering memiliki sisi kejamnya…seperti bajak laut tua.”

[13] “Lef” adalah sebuah jurnal kesenian di Uni Soviet yang diterbitkan pada tahun 1923-1925 dan 1927-1929. Tujuan dari jurnal ini adalah untuk “memeriksa kembali ideologi dan praktek kesenian Kiri, dan mencampakkan individualisme untuk meningkatkan nilai kesenian guna mengembangkan komunisme.”

[14] Nikolai Klyuev (1884-1937) adalah seorang penyair terkenal Soviet. Pada tahun 1933 dia ditangkap oleh birokrasi Stalinis karena dituduh menentang ideologi Soviet, dan dieksekusi pada tahun 1937.

[15] Velimir Khlebnikov (1885-1922) adalah tokoh utama gerakan Futuris di Rusia.

[16] Aleksei Kruchenykh (1886-1978) adalah penyair Futuris Rusia yang radikal

[17] Vasilevich Kamensky (1884-1961) adalah seorang penyair, artis, dan penulis drama Futuris. Selain itu, dia juga adalah seorang aktivis buruh. Dia mendukung Revolusi Oktober dan adalah salah satu dari penulis yang terpilih ke dalam Deputi Soviet Buruh dan Tentara di Moskow.

[18] Maxim Gorky (1868-1936) adalah sastrawan Rusia dan penemu metode realisme sosialis di dalam literatur. Dia berteman dengan Lenin sejak tahun 1902 dan dekat dengan kaum Bolshevik, tetapi kemudian mengkritiknya pada tahun 1918. Dengan meningkatnya represi Stalinis, dia dipenjara-rumahkan pada tahun 1934 dan meninggal pada tahun 1936.