Resolusi-Resolusi Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI


Sumber: Bintang Merah Nomor Spesial, "Maju Terus" Jilid I. Kongres Nasional Ke-VII (Luar Biasa) Partai Komunis Indonesia. Yayasan Pembaruan, Jakarta 1963.


RESOLUSI TENTANG LAPORAN UMUM CC KEPADA KONGRES NASIONAL KE-7 (LUAR BIASA) PKI

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI, yang dilangsungkan pada tanggal 25 s.d. 30 April di Jakarta berhubung dengan keharusan penyesuaian Konstitusi (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga) dan Program PKI dengan ketentuan-ketentuan Penpres No. 7/1959 dan Penpres No. 13/1960, setelah mendiskusikan Laporan Umum CC yang disampaikan oleh Ketua Partai, Kawan D.N. Aidit, yang berjudul UNTUK DEMOKRASI, PERSATUAN DAN MOBILISASI, dengan suara bulat menerima Laporan tersebut sebagai pedoman aktivitas bagi segenap anggota Partai.

Kongres berpendapat bahwa Laporan telah secara tepat memberikan penilaian tentang perkembangan situasi politik dalam dan luar negeri dan tentang perkembangan Partai selama masa antara Kongres Nasional ke-6 sampai dilangsungkannya Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) sekarang ini, dan berdasarkan penilaian-penilaian ini telah menetapkan tugas-tugas urgen daripada Partai untuk masa-masa selanjutnya.

Kongres sependapat dengan Laporan yang menegaskan bahwa ia bukan ditujukan untuk memberikan tanggung jawab tentang pelaksanaan seluruh tugas yang ditetapkan oleh Kongres Nasional ke-6 dan juga bukan untuk menetapkan tugas-tugas pokok baru, karena mengenai ini masih berlaku sepenuhnya apa yang ditetapkan oleh Kongres Nasional ke-6. Tegasnya, mercusuar kaum Komunis Indonesia dalam segala kegiatannya masih tetap instruksi-instruksi dan petunjuk-petunjuk yang ditetapkan oleh Kongres Nasional ke-6.

Kongres memperkuat kesimpulan, bahwa Kongres Nasional ke-6 telah sangat mempertinggi kemampuan Partai dan telah memperkuat kedudukan berinisiatif daripada Partai dan bahwa kepercayaan massa rakyat kepada Partai terus bertambah besar dan dalam keadaan politik yang betapa pun sulit dan rumitnya massa rakyat pekerja mengerti politik dan taktik Partai.

Kongres juga menyetujui kesimpulan bahwa kekuatan progresif telah lebih berkembang dan lebih terkonsolidasi serta peranannya makin menentukan dalam kehidupan politik negeri; bahwa persatuan antara kekuatan progresif dengan kekuatan tengah, terutama dengan sayap kirinya, sudah bertambah kokoh; bahwa peranan sayap kiri dalam kekuatan tengah serta keberaniannya dalam melawan kaum kepala batu bertambah besar; bahwa kekuatan kepala batu sudah makin terbongkar borok-boroknya; bahwa kaum kanan baru dalam waktu yang tidak begitu lama sudah bukan baru lagi, karena perbuatan-perbuatannya yang merugikan rakyat, karena kebusukan dan kejahatan-kejahatan mereka sudah cukup dikenal oleh massa luas dan karena persatuan mereka yang sudah mulai mesra dengan kaum kanan lama; dan bahwa usaha-usaha penyatuan kaum kanan baru dengan kaum kanan lama telah menimbulkan kontradiksi-kontradiksi yang makin hari makin menajam di kalangan kaum kanan sendiri.

Kongres sependapat dengan Laporan, bahwa Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) sekarang ini dilangsungkan dalam situasi internasional yang sangat baik, yang ditandai oleh kemenangan-kemenangan kekuatan-kekuatan baru yang sedang tumbuh (“the new emerging forces”) terhadap kekuatan-kekuatan kolot yang masih bercokol (“the old established forces”) ditandai oleh sukses-sukses besar perjuangan kemerdekaan nasional dan oleh pembangunan Sosialisme di semua negeri sosialis yang dimahkotai oleh pembangunan Komunisme di Uni Soviet; bahwa Kongres dilangsungkan dalam menjelang genap tiga tahun Kabinet Kerja melaksanakan Triprogramnya, di mana seluruh rakyat mengharapkan adanya perubahan dalam sistem politik dan dalam kebebasan politik bagi rakyat; dan bahwa ia juga dilangsungkan dalam keadaan di mana persatuan Marxis-Leninis di dalam Partai makin membaja, di mana secara politik, organisasi dan ideologi, Partai makin terkonsolidasi, semangat mengabdi dan beramal kepada rakyat makin meninggi.

 

I

1. MAJU TERUS UNTUK DEMOKRASI DAN KABINET GOTONG-ROYONG

Kongres membenarkan kesimpulan bahwa di bawah tuntutan pokok Kongres Nasional ke-6, yaitu: Untuk Demokrasi dan Kabinet Gotong-Royong, perjuangan rakyat untuk menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945 selama dua setengah tahun ini telah mencapai hasil-hasil tertentu, dan bahwa tuntutan ini adalah sejalan dengan tuntutan-tuntutan pelaksanaan Manipol dengan konsekuen, pelaksanaan Ketetapan MPRS No. I dan II, yaitu Garis Besar Haluan Negara dan Garis Besar Haluan Pembangunan.

Tetapi Kongres juga sepenuhnya sependapat dengan Laporan bahwa selama belum ada pengubahan demokratis dalam sistem politik yang sepenuhnya mencerminkan kegotongroyongan nasional sesuai dengan Konsepsi Presiden Sukarno (pidato 21 Februari 1957), selama itu pelaksanaan daripada segala yang sudah dirumuskan dengan baik dalam perudang-undangan dan garis-garis politik serta program-program pemerintah, bukan hanya tidak akan lancar jalannya bahkan pasti mengalami kegagalan.

Adalah sesuai dengan kenyataan bahwa Laporan menyimpulkan bahwa tuntutan pembentukan Kabinet Gotong-Royong makin hari makin santer dan bahwa di kalangan golongan tengah aliran yang menyetujuinya makin kuat, meskipun kaum reaksioner, terutama golongan kepala batunya, berusaha keras untuk melawannya dengan jalan memecah persatuan nasional yang berporoskan Nasakom dan dengan jalan menanamkan semangat Komunisto-phobi di kalangan golongan tengah, terutama sayap kanannya.

Kongres menganggap tepat sekali taktik Partai seperti yang dikemukakan dalam rapat Dasawarsa HR pada tanggal 31 Januari 1961. Dengan taktik ini telah dapat dikerahkan kekuatan yang lebih besar untuk mengadakan perubahan dalam sistem politik dan dalam kebebasan politik bagi rakyat.

Kongres sependapat dengan Laporan, bahwa meskipun telah diadakan perubahan yang bersifat penggolongan kembali atau regruping Kabinet Kerja dan meskipun dengan regruping ini orang-orang Komunis tidak hanya bukan tidak dipersoalkan, tetapi malahan didudukkan dalam Kabinet, dan meskipun struktur Kabinet mengalami beberapa perubahan, tetapi personalia yang penting-penting adalah tetap, sehingga regruping ini tidak mengubah hakikat Kabinet Kerja dan oleh karena itu walaupun mendapat sambutan dari rakyat, tetapi tidak hangat.

Dalam hubungan dengan regruping Kabinet Kerja, Kongres membenarkan kesimpulan Laporan Umum, bahwa dengan regruping ini segala omong-kosong tokoh-tokoh Masyumi dan Front Anti Komunis (FAK) di masa silam tentang “keharaman” bagi orang muslim untuk duduk dalam satu kabinet dengan orang Komunis, menjadi lenyap bagaikan embun kena sinar matahari pagi, bahwa dengan diangkatnya tokoh-tokoh partai-partai politik sebagai menteri duduk dalam Musyawarah Pimpinan Negara (MPN) menunjukkan adanya kecenderungan ke arah demokratisasi sistem pemerintahan, dan bahwa Presiden dengan ini, meskipun belum meminggirkan sama sekali, tetapi sudah memelorotkan sebagian menteri pembantunya yang berkepala batu tidak mau mendengarkan kritik-kritik rakyat dan tidak becus, dan bahwa oleh karena itu regruping ini adalah positif dan harus disambut baik.

Mengenai omongan kaum reaksioner yang mengatakan bahwa dengan duduknya orang-orang Komunis sebagai menteri dalam Kabinet, PKI sudah ikut bertanggung jawab terhadap semua tindakan pemerintah atau yang mengatakan bahwa sekarang telah terbentuk Kabinet Nasakom atau Kabinet Gotong-Royong, karena di dalam Kabinet sudah duduk tokoh-tokoh PNI dan NU dan PKI, Laporan Umum dengan tugas menjawab bahwa Presiden sendiri tidak pernah menamakannya Kabinet Gotong-Royong atau Kabinet Nasakom, bahwa dalam struktur Kabinet sekarang ini kekuasaan Negara terletak pada musyawarah kabinet dan pada rapat kerja kabinet, di mana tidak duduk, apalagi duduk secara wajar dan adil orang-orang Komunis dan tokoh-tokoh partai-partai politik lainnya, dan bahwa oleh karena itu PKI sekali-kali tak dapat dianggap bertanggung jawab terhadap semua tindakan pemerintah.

Tetapi walaupun PKI tidak bertanggung jawab terhadap semua tindakan Pemerintah, Laporan Umum menegaskan bahwa ini tidaklah berarti bahwa kaum Komunis bersikap pasif dan bertopang dagu melihat kemerosotan-kemerosotan dan kesulitan-kesulitan di bidang ekonomi dan keuangan yang makin lama makin menjadi dan bahwa kaum Komunis harus secara sukarela ambil bagian dalam usaha mengatasi kesulitan-kesulitan penghidupan rakyat. Ini disebabkan, pertama, karena kaum Komunis tidak mungkin membiarkan penderitaan rakyat terus memuncak sebagai akibat daripada ketidakmampuan, ketidaksungguhan dan pencolengan-pencolengan, dan kedua, karena Pemerintah Indonesia, terutama Presiden Sukarno sebagai kepalanya, adalah melawan imperialisme, yaitu musuh pertama kaum Komunis dan rakyat Indonesia.

2. KIBARKAN TINGGI-TINGGI TRIPANJI BANGSA

Berbicara tentang gagasan Demokrasi Terpimpin, Laporan menunjukkan bahwa meskipun sudah hampir 3 tahun sejak gagasan Demokrasi Terpimpin mulai dilaksanakan, tetapi pengalaman rakyat membuktikan, bahwa korupsi dan birokrasi belum teratasi, bahkan makin menjadi, dan bahwa ini memang tidak mungkin diatasi dan dihapuskan jika tidak ada kekuasaan rakyat, di mana kaum buruh dan kaum tani memegang peranan yang utama.

Laporan menjelaskan bahwa dalam situasi yang demikian itu, Partai telah menetapkan garis politik yang tepat berdasarkan perimbangan kekuatan, yaitu memperkembangkan segala ide dan segala segi positif dari gagasan Demokrasi Terpimpin dari Presiden Sukarno, hal mana berarti di satu pihak menghimpun segala kekuatan progresif dan revolusioner untuk melaksanakan gagasan tersebut secara tepat, dan di pihak lain melawan segala kekuatan reaksioner yang hendak menyelewengkan gagasan tersebut ke jurusan yang pada hakikatnya sama dengan cara-cara fasis yang dilakukan atas nama dan dalam bungkusan Demokrasi Terpimpin.

Laporan menunjukkan bahwa di pusat, manakala pelaksanaan Demokrasi Terpimpin itu langsung di tangan konseptornya sendiri, yaitu Presiden Sukarno, kita melihat, walaupun banyak rintangan, ada usaha untuk melaksanakan demokrasi yang terpimpin, tetapi di daerah-daerah gagasan Demokrasi Terpimpin telah kehilangan demokrasinya dan yang ketinggalan hanya “Terpimpin”nya saja, sehingga di berbagai daerah orang menyaksikan seolah-olah kekuasaan hanya ada di satu tangan saja. Kenyataan ini tidak bisa lain daripada membuktikan, bahwa gagasan Demokrasi Terpimpin dan gagasan Gotong-Royong belum berjalan sebagaimana mestinya, terutama di daerah-daerah. Jika tadinya demokrasi liberal adalah identik dengan korupsi dan birokrasi, maka dengan “terpimpin” tok Demokrasi Terpimpin menjadi sering identik dengan diktator perseorangan kapitalis birokrat yang lebih korup dan lebih tidak tahu malu.

Mengenai Pemerintah-Pemerintah Daerah, Laporan mengingatkan bahwa seharusnya dibentuk sesuai dengan Ketetapan MPRS, sedang mengenai Pemilihan Umum Laporan mengingatkan kepada janji Pemerintah untuk melaksanakannya pada akhir tahun 1962, tetapi yang sampai sekarang belum juga tampak persiapan-persiapannya, padahal menurut MPRS pemilihan umum untuk MPR, DPR, dan DPRD supaya dilakukan bersamaan.

Kongres memperkuat Laporan yang menuntut supaya “Keadaan Perang” cukuplah berlaku untuk daerah di mana masih terdapat sisa-sisa gerombolan yang jumlahnya besar, sedangkan bagi daerah-daerah lainnya supaya dihapuskan sama sekali. Hanya dalam keadaan ada demokrasi, gagasan Demokrasi Terpimpin mungkin berjalan secara normal.

Mengenai perjuangan pembebasan Irian Barat, Kongres memperkuat Laporan Umum yang menegaskan bahwa sikap tegas haruslah juga berarti menghabiskan sama sekali sisa-sisa kekuasaan modal Belanda dalam perusahaan-perusahaan campuran seperti BPM/Shell, Unilever dan lainnya dengan menyita modal-modal Belanda dalam perusahaan-perusahaan tersebut dan supaya status perusahaan-perusahaan Belanda yang telah diambil-alih dan dinasionalisasi diubah menjadi disita.

Kongres menyambut hangat Laporan yang menyatakan bahwa untuk suksesnya perjuangan pembebasan Irian Barat seluruh bangsa harus mengibarkan tinggi-tinggi Tripanji Bangsa, yaitu panji Demokrasi, Persatuan, dan Mobilisasi, dan harus berjuang dengan tekad: satu tangan pegang bedil, dan satu tangan lagi pegang pacul, artinya: siap bertempur dan siap pula memperkuat garis belakang.

Laporan menjelaskan bahwa pengibaran tinggi-tinggi Tripanji Bangsa, yaitu demokrasi, persatuan dan mobilisasi merupakan masalah politik dalam negeri yang mahapenting sekarang untuk menuju pengubahan demokratis yang konsekuen di lapangan sistem politik dan di lapangan kebebasan politik bagi rakyat, konkretnya untuk menuju: terbentuknya Kabinet Gotong-Royong dan pencabutan keadaan bahaya serta peninjauan kembali UUKB yang berlaku sekarang.

Mengenai perundingan dengan pihak Belanda, Laporan dengan tandas menegaskan bahwa ini hanya mungkin dibenarkan jika atas dasar penyerahan kekuasaan di Irian Barat kepada Republik Indonesia, tanpa memberikan hak-hak istimewa di bidang ekonomi kepada Belanda atau Amerika Serikat, yang dalam sengketa Indonesia-Belanda berusaha untuk menggantikan posisi ekonomi Belanda di Indonesia, dan bahwa perundingan harus dilakukan secara bilateral antara Indonesia-Belanda, tanpa pihak ketiga, terbuka dan selama berunding pelaksanaan Trikomando Rakyat harus berjalan terus. Semboyan kita ialah: kita cinta damai, tetapi lebih cinta kemerdekaan.

Kongres dengan gembira menyambut bahwa dalam perjuangan untuk pembebasan Irian Barat ke dalam kekuasaan Republik Indonesia, Partai telah berhasil menarik perhatian dan sokongan Partai-Partai Komunis dan Buruh dari 5 benua dan bahwa juga organisasi-organisasi revolusioner rakyat telah berhasil menarik simpati dan sokongan organisasi-organisasi massa internasional yang progresif pada perjuangan pembebasan Irian Barat. Dalam hubungan ini, Kongres dengan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya menyampaikan salut yang setinggi-tingginya kepada Partai Komunis dan kaum buruh Nederland, kepada Partai Komunis dan kaum buruh Jepang, kepada Partai Komunis dan kaum buruh Australia serta Partai-Partai Komunis dan kaum buruh negeri-negeri lain yang dengan tulus ikhlas dan militansi yang tinggi menyatakan solidaritas serta bantuannya kepada rakyat Indonesia dalam perjuangan mengusir kolonialisme Belanda dari Irian Barat.

3. BERJUANG TERUS UNTUK KEMERDEKAAN EKONOMI

Kongres sepenuhnya membenarkan bahwa konstatasi Kongres ke-6 yang menyatakan bahwa krisis ekonomi masih mencengkeram Indonesia masih tetap berlaku dan kini bertambah serius. Kemunduran-kemunduran dalam hampir semua sektor ekonomi yang vital telah membawa akibat yang lebih buruk dalam penghidupan rakyat sehari-hari. Kenaikan harga yang terus-menerus yang menyebabkan semakin meningkatnya ongkos hidup dan semakin merosotnya daya beli rakyat pekerja telah menimbulkan gerakan-gerakan massa untuk membela dirinya dari kesulitan-kesulitan yang makin tak teratasi.

Laporan menunjukkan bahwa sekto produksi tidak bisa bekerja dengan kapasitas yang tinggi disebabkan oleh banyak faktor, antara lain disebabkan karena terus merosotnya persediaan bahan-bahan baku dan penolong.

Laporan menyimpulkan bahwa tugas memelihara sektor-sektor ekonomi vital yang ada dan melaksanakan pembangunan nasional semesta dan berencana akan menghadapi kesukaran-kesukaran yang lebih besar lagi, apabila tidak segera diadakan perubahan-perubahan penting dalam bidang ekonomi. Pada waktu sekarang kesimpulan Kongres ke-6 mengenai krisis ekonomi Indonesia masih tetap berlaku dan perlu mendapat perhatian, yaitu: “bahwa krisis ekonomi kita berpangkal kepada sifatnya yang kolonial yang masih sangat tergantung pada pasaran dunia ekonomi kapitalis”.

Laporan selanjutnya menunjukkan bahwa perkembangan semenjak Kongres ke-6 dapat dikatakan bahwa akibat-akibat buruk krisis ekonomi kapitalis atas Indonesia bertambah luas, yang disebabkan karena belum diadakannya perombakan-perombakan yang fundamental di lapangan ekonomi menuju kemerdekaan ekonomi Indonesia, berhubung masih terdapat orang-orang yang bertanggung jawab dalam tubuh pemerintah yang belum bertindak sesuai dengan tuntutan-tuntutan revolusi Agustus 1945, dengan Manipol. Selama tindakan-tindakan ekonomi hanya bersifat tambal-sulam seperti sekarang, maka dengan sendirinya situasi ekonomi Indonesia akan tetap tidak akan terlepaskan dari cengkeraman krisis ekonomi yang serius.

Adalah pula kenyataan bahwa Anggaran Belanja masih lebih dari 60% secara langsung dan tidak langsung tergantung pada maju mundurnya perdagangan luar negeri yang jatuh bangun dengan kegoncangan pasar dunia kapitalis, sekalipun belakangan ini sudah ada kemajuan-kemajuan dalam perdagangan dengan negeri-negeri sosialis, yaitu menjadi 10 sampai 13%, tetapi kesempatan yang terbuka dari negeri-negeri sosialis belum digunakan semaksimum-maksimumnya. Kongres memperkuat kesimpulan bahwa soal kemerdekaan ekonomi di bidang perdagangan luar negeri adalah soal ada atau tidak ada kesungguhan, soal sesuai atau tidak sesuainya perbuatan dengan Manipol, dengan politik bebas dan aktif Pemerintah. Demikian pula dalam lalu-lintas pembayaran internasional serta sistem keuangan sebenarnya Indonesia masih berada dalam kontrol kaum kapitalis monopoli dunia, terutama Amerika Serikat, lewat IMF (International Monetary Funds) dan Bank Dunia (IBRD – International Bank for Reconstruction and Development) sebagai akibat daripada persetujuan KMB yang sudah dibubarkan itu. Kongres menyerukan agar keanggotaan Indonesia dalam IMF segera diakhiri.

Kongres membenarkan kesimpulan, bahwa tidak hanya kontradiksi di bidang ekonomi dan keuangan antara Indonesia dengan kaum imperialis makin lama makin luas dan terbuka, tetapi juga kontradiksi antara rakyat dan sisa-sisa feodalisme dalam hubungan agraria semakin nyata dan mendorong maju gerakan tani. Sekalipun baru merupakan perubahan tanah (landreform) yang terbatas dan belum perubahan tanah seperti yang dituntut oleh PKI dalam Program Umum di lapangan agraria, tetapi dalam batas-batas tertentu ia menggerowoti kekuasaan tuan tanah dan bisa menguntungkan kaum tani.

Kongres sepenuhnya sependapat dengan Laporan, bahwa usaha memenuhi sendiri akan sandang pangan, terutama beras, tidaklah mungkin hanya dengan main komando dalam produksi dan distribusi dan bahwa kuncinya ialah: bebaskan kaum tani dari sisa-sisa pengisapan feodal, bagikan tanah tuan tanah kepada buruh tani dan tani miskin, dan dalam hubungan untuk meningkatkan produksi pertanian ajak kaum tani berunding dalam kedudukan sebagai tuan rumah negeri ini.

Berbicara mengenai ekonomi sektor negara, Laporan menyimpulkan bahwa ekonomi sektor negara di Indonesia pada waktu sekarang dapat memegang peranan progresif dalam perjuangan menuju kemerdekaan ekonomi negeri, tetapi ia bisa juga tidak mempunyai peranan yang progresif, malahan bisa reaksioner dalam praktik apabila tidak bersih dari kaum kapitalis birokrat atau kaum pencoleng dalam perusahaan-perusahaan negara dan alat-alat kekuasaan negara.

Mengenai sebab-sebab mengapa ekonomi sektor negara yang sudah meliputi sebagian besar sektor ekonomi yang vital tidak berhasil mengatasi kemacetan sekarang, Laporan menjelaskan bahwa sebabnya ialah karena kekurangan-kekurangan dalam pengurusan (management), karena kaum buruh dan rakyat pekerja lainnya tidak diikutsertakan dalam kontrol, dan perbuatan-perbuatan kaum kapitalis birokrat yang mencoleng dan menyebarkan Serikat Buruh-phobi, Komunisto-phobi, Nasakom-phobi, dan sebagainya. Ternyata selama ini bahwa birokrasi memang satu dan tak terpisahkan dengan kaum kapitalis birokrat yang lebih banyak menggerowoti daripada mengurus kekayaan negara, yang lebih mementingkan perusahaan-perusahaan bayangan miliknya sendiri, keluarganya, konconya atau komplotannya. Bukan saja perusahaan-perusahaan negara yang dirugikan dengan komplotan kaum kapitalis birokrat, tetapi juga pihak pengusaha-pengusaha nasional dirintangi perkembangannya.

Berdasarkan pengalaman beberapa tahun ini, Laporan secara tepat menyimpulkan bahwa kaum kapitalis birokrat, ialah mereka yang menjadi kapitalis dengan menggunakan kedudukannya dalam alat kekuasaan atau perusahaan negara atau hubungannya dengan pembesar-pembesar dalam alat kekuasaan atau perusahaan negara. Mereka menggunakan birokrasi, dan sekarang terutama menggunakan keadaan bahaya sebagai perisai untuk mendapatkan dan memperkuat posisinya sebagai kapitalis. Sama dengan kaum komprador (agen-agen modal monopoli asing), mereka adalah anti-demokrasi, anti-organisasi rakyat, anti-persatuan nasional (anti-Nasakom, anti-Gotong-Royong, anti-Komunis), berusaha mempererat hubungan ekonomi, politik dan militer dengan negeri-negeri imperialis serta bekerja sama dengan kaum tuan tanah untuk menindas kaum tani.

Laporan menunjukkan bahwa kaum kapitalis birokrat, setelah ternyata mereka tidak berdaya, seakan-akan tidak menentang prinsip-prinsip memperkuat ekonomi sektor negara, malahan mereka dengan menggunakan kedudukannya dalam pemerintahan secara royal mengeluarkan uang buat membangun perusahaan-perusahaan negara dengan tujuan untuk dibangkrutkan di kemudian hari dan dengan alasan “tidak untung” menswastakannya serta memberikannya kepada konco-konconya yang sudah direncanakan lebih dahulu. Oleh karena itu kita harus menentang keras penswastaan perusahaan-perusahaan negara, karena jika ini menjadi kebiasaan berarti membuka pintu lebar bagi kaum kapitalis birokrat dan kaum subversif untuk melumpuhkan ekonomi negara.

4. DEMOKRASIKAN PELAKSANAAN PLAN 8 TAHUN

Laporan menjelaskan bahwa sesuai dengan kesimpulan Sidang Pleno ke-2 CC pada akhir Desember 1960. Partai mengambil sikap mendukung Ketetapan-Ketetapan MPRS dan menyerukan supaya Ketetapan-Ketetapan MPRS menjadi program persatuan seluruh rakyat dan harus disukseskan melalui aksi-aksi massa. Ketetapan MPRS No. I dan No. II serta lampirannya menampung banyak tuntutan rakyat di bidang sosial, ekonomi, politik, kebudayaan yang kini diperjuangkan oleh massa rakyat melalui aksi-aksi massa revolusioner.

Kongres dengan rasa cemas mencatat bahwa meskipun Plan 8 Tahun sudah satu tahun lewat dimulai, tetapi kecenderungan ekonomi dan keuangan negara masih terus merosot sebagai dikemukakan di dalam Laporan. Oleh karena itu, tanpa berusaha keras mengadakan koreksi terhadap semua sebab-sebab kemacetan, maka krisis ekonomi sekarang tidak akan teratasi semua sebab-sebab kemacetan, maka krisis ekonomi sekarang tidak akan teratasi dan Plan 8 Tahun akan gagal.

Laporan menunjukkan bahwa kaum reaksi berkepentingan untuk menggagalkan Plan 8 Tahun. Pertama, karena Plan 8 Tahun adalah program bersama persatuan nasional yang berporoskan Nasakom berlandaskan Manipol dan Amanat Pembangunan Presiden yang bersifat anti-imperialis dan anti-feodal. Kedua, karena suksesnya Plan 8 Tahun akan berarti tercapainya swasembada sandang pangan dan dimulainya pembangunan industri, yang berarti sangat berkurangnya ketergantungan ekonomi Indonesia pada negara-negara imperialis, berarti diperlemahnya imperialisme yang menjadi sandaran hidup kaum borjuis komprador. Laporan menunjukkan pula bahwa halangan yang pokok menurut pengalaman selama ini ialah elemen-elemen reaksioner terutama kaum kapitalis birokrat, yang masih terdapat dalam aparatur negara.

Kongres membenarkan Laporan yang menyimpulkan bahwa salah satu kelemahan Plan 8 Tahun ialah karena Plan itu tidak disusun berdasarkan plan-plan konkret dari bawah menurut kemampuan alat, tenaga dan modal yang tersedia dan bahwa oleh karena itu sangat diperlukan perincian tahunan berdasarkan prioritas-prioritas tertentu dan pengorganisasian pelaksanaan. Problem lainnya yang belum dipecahkan ialah masalah koordinasi yang efektif antara berbagai sektor, sehingga nampak sangat kesimpangsiuran dalam soal pembagian wewenang badan-badan Pemerintahan. Hal ini ditambah lagi dengan berlakunya wewenang militer dalam keadaan bahaya yang secara mendalam masuk ke sektor-sektor ekonomi.

Kongres sependapat dengan Laporan yang menegaskan bahwa pendemokrasian dalam pelaksanaan pembangunan belum dijalankan sehingga pengawasan yang intensif dari bawah, yaitu dari massa, dan dari atas, yaitu dari badan-badan pemerintahan yang berwenang belum terjamin; bahwa syarat penting lagi untuk berhasilnya pembangunan nasional adalah antusiasme rakyat pekerja terhadap pembangunan dengan memenuhi syarat materiil yang diperlukan; dan bahwa dengan mempertinggi produksi beras di dalam negeri dalam rangka merealisasi rencana memenuhi swasembada akan kebutuhan beras, sesuai dengan ketetapan MPRS, hanya dapat dicapai dengan berorientasi kepada kaum tani dan menyediakan syarat-syarat materiil untuk menjamin meningkatnya daya produksi kaum tani.

Berbicara mengenai masalah kepadatan penduduk yang juga kini sering dijadikan alasan daripada kemelaratan, Laporan menegaskan bahwa masalah ini tidak dapat dipecahkan hanya dengan jalan transmigrasi cara lama, tetapi harus dikombinasikan dengan pembangunan industri, pembukaan proyek-proyek pertanian, perikanan dan peternakan, proyek-proyek pertambangan dengan jaminan hak milik tanah sesuai dengan PPPA, dengan melaksanakan UUPBH dan peraturan lain yang menguntungkan kaum tani penggarap, terutama buruh tani dan tani miskin.

Mengenai masalah pembiayaan, Laporan mengingatkan bahwa Manipol telah menandaskan perlunya mengerahkan semua tenaga dan dana (funds and forces) untuk mengatasi pembiayaan sekarang, yang harus dicapai dengan menempuh jalan revolusioner.

Berhubung dengan itu, Kongres memperkuat penegasan bahwa tanpa meringankan beban penghidupan rakyat yang terus bertambah berat sekarang, tanpa tindakan-tindakan tegas terhadap kaum kapitalis birokrat atau pencoleng, tanpa koordinasi yang efektif dan kontrol masyarakat serta tanpa melawan imperialisme di bidang ekonomi, tidaklah mungkin tercapai maksud untuk membangkitkan antusiasme rakyat, tidaklah mungkin memperoleh dukungan masyarakat terhadap Plan 8 Tahun.

Laporan selanjutnya menunjukkan bahwa pada hakikatnya sumber kemacetan-kemacetan dalam pelaksanaan Plan 8 Tahun terletak pada kekuasaan politik di pusat sampai ke daerah-daerah, dan bahwa oleh karena itu retuling di bidang politik dan ekonomi, pendemokrasian dalam pelaksanaan pembangunan dengan membentuk Dewan-Dewan Perusahaan, Dewan-Dewan Produksi Pertanian, Dewan-Dewan Pengawas Distribusi dan Dewan-Dewan Pembangunan Daerah dengan mengikutsertakan wakil-wakil organisasi-organisasi rakyat, stabilisasi ekonomi dengan mencegah kemunduran-kemunduran produksi dan kenaikan-kenaikan harga serta memperbaiki daya beli rakyat, pencegahan penyalahgunaan kekuasaan karena masih berlakunya keadaan bahaya, adalah syarat-syarat pokok untuk dapat menyukseskan pelaksanaan Plan 8 Tahun.

 

II

1. IMPERIALISME MAKIN SEKARAT

Berbicara mengenai situasi internasional, Laporan menyimpulkan bahwa proses kejadian-kejadian di dunia menunjukkan bahwa imperialisme makin sekarat dan perjuangan melawan imperialisme makin tajam dan sengit, dan bahwa tugas politik yang pokok dewasa ini ialah mengalahkan perlawanan-perlawanan imperialisme dalam proses keruntuhannya terhadap perkembangan dan kemajuan Sosialisme. Perlawanan-perlawanan ini datang terutama sekali dari imperialis Amerika Serikat, negara imperialis yang paling kuat tetapi juga yang mempunyai paling banyak musuh di dunia.

Mengenai pengaruh kubu Sosialis, Laporan menunjukkan bahwa kejadian-kejadian dan situasi internasional dewasa ini jelas membuktikan bahwa tidak ada masalah internasional yang dapat diselesaikan tanpa ikut sertanya kubu Sosialis, dan bahwa pembangunan Komunisme di Uni Soviet mempunyai pengaruh internasional yang amat luas.

Kongres sependapat dengan Laporan, bahwa ekonomi perang Amerika Serikat merupakan sumber utama dari politik imperialis untuk mengobarkan perang nuklir dan bahwa politik pemerintah Kennedy sekarang bukan hanya tidak berbeda dengan di masa Eisenhower, tetapi malahan lebih agresif dan lebih jahat. Kelicikan Pemerintah Partai Demokrat Amerika Serikat ialah bahwa di samping politik perangnya yang agresif itu, ia juga mengadakan apa yang dinamakan “strategi perdamaian” dengan maksud untuk mendapat lebih banyak waktu serta kesempatan guna memperbaiki kembali prestise Amerika Serikat yang sudah jatuh itu karena politik Eisenhower-Dulles dulu. Tetapi penolakan Presiden Kennedy terhadap usul Uni Soviet agar Konferensi Perlucutan Senjata 18 Negara di Jenewa yang bertingkat Menlu dijadikan Konferensi Tingkat Tertinggi menunjukkan dengan terang apa sebenarnya “strategi perdamaian” Amerika Serikat itu.

Dalam menghadapi kelicikan Amerika Serikat dan imperialis lainnya, Laporan menegaskan bahwa politik yang paling tepat adalah menjawab dengan setimpal semua tindakan-tindakannya; berunding dijawan dengan berunding dan kekerasan dilawan dengan kekerasan.

Dalam hubungan melanjutkan politik mempersatukan semua kekuatan revolusioner yang melawan penindasan dan pengisapan imperialisme, Kongres sependapat dengan Laporan bahwa penyelenggaraan Konferensi ke-2 Asia-Afrika yang diperluas dengan negara-negara Amerika Latin harus tetap menjadi pemikiran, dan bahwa Indonesia dengan martabat internasionalnya yang cukup baik dewasa ini mempunyai syarat-syarat yang diperlukan guna bertindak sebagai pendorong bagi terlaksananya Konferensi Asia-Afrika-Amerika Latin.

2. PERLAWANAN MENENTANG NEO-KOLONIALISME DI ASIA, AFRIKA, DAN AMERIKA LATIN

Kongres menganggap penting sekali kesimpulan yang mengatakan bahwa beberapa kejadian di Asia, terutama di negeri-negeri tetangga kita perlu mendapat perhatian istimewa dari Pemerintah dan rakyat Indonesia, khususnya karena adanya berbagai bentuk neo-kolonialisme yang harus dilawan.

Di Afrika, contoh neo-kolonialisme yang paling kurang ajar ialah praktek Amerika Serikat di Konggo, negeri pahlawan besar Patrice Lumumba, di mana kaum neo-kolonialis Amerika Serikat dengan menggunakan sampah-sampah masyarakat Konggo seperti Tsombe, Mobutu dan Kasavubu serta dengan menggunakan nama PBB, berusaha menyingkirkan saingan-saingannya yaitu kaum imperialis Belgia dan Inggris guna dapat mengeduk kekayaan alam yang kaya dari Konggo.

Oleh karena itu Kongres merasa perlu menggarisbawahi peringatan di dalam Laporan bahwa kejadian-kejadian di Konggo ini membuktikan betapa kaum imperialis Amerika Serikat masih dapat menyalahgunakan organisasi PBB untuk maksud-maksud neo-kolonialnya, seperti di Korea beberapa tahun yang lalu, hal mana hendaknya selalu menjadi perhatian serta kewaspadaan kita dalam menghadapi tawaran “jasa-jasa baik” Amerika Serikat dan PBB untuk menyelesaikan masalah Irian Barat.

Kongres dengan gembira mencatat bahwa dalam perjuangan melawan neo-kolonialisme peranan penting telah dimainkan oleh organisasi-organisasi rakyat Asia-Afrika-Amerika Latin. Kongres memberi salut yang setinggi-tingginya kepada rakyat Aljazair yang gagah perwira dan berkat perjuangannya, berkat bantuan serta sokongan moril dan materiil dari seluruh dunia progresif, kaum patriot Aljazair dapat memaksa pemerintah de Gaulle untuk mengadakan gencatan senjata. Juga gerakan kemerdekaan Siria yang bersendi pada persatuan nasional yang luas dengan cepat telah berhasil membebaskan Siria dari “Mesirisasi”.

Tetapi di samping itu, Laporan menunjukkan perlunya memperhatikan peranan kaum komprador di negeri-negeri tetangga kita, yang oleh kaum imperialis ditonjol-tonjolkan, disajikan serta ditawar-tawarkan sebagai tokoh-tokoh “nasional”. Perdana Menteri Tengku Abdulrachman dari Malaya dewasa ini sedang giat mengusahakan pembentukan Malaysia, federasi yang akan meliputi Malaya, Singapura, Serawak, Sabah dan Brunei, yang bukan saja akan membantu Inggris dalam mempertahankan kekuasaan kolonialnya atas rakyat di negeri-negeri itu, tetapi juga untuk memegang peranan yang berpengaruh di Asia Tenggara seperti yang hendak dicobanya melalui proyek ASA (Association of South-East Asia). Di Vietnam Selatan kegagalan total Ngo Din Diem mendekati kenyataan, walaupun dibantu oleh segala jenderal dari Pentagon (Kementerian Pertahanan Amerika Serikat). Situasi di Vietnam Selatan dan Laos sekarang ini membuktikan dengan jelas betapa berbahayanya kenekadan dari kekuatan-kekuatan lama yang masihbercokol yang dikepalai oleh Amerika Serikat untuk menindas perjuangan pembebasan rakyat-rakyat Asia Tenggara. Di Laos bentrokan antara kekuatan-kekuatan lama yang bercokol dengan kekuatan-kekuatan baru yang tumbuh berlangsung dengan sengit, di mana lagi-lagi kaum imperialis Amerika Serikat menyokong dan menegakkan kekuatan yang paling reaksioner dan kolot, klik Boun Oum-Nosavan, untuk menindas rakyat Laos yang menentang diseretnya negeri mereka ke dalam Pakta SEATO dan yang ingin melihat direalisasinya persetujuan-persetujuan Zürich dan Hin Hop.

Dalam hubungan politik tetangga baik, Kongres memperkuat Laporan yang menyimpulkan bahwa “politik tetangga baik” tidak boleh hanya berarti Republik Indonesia bersikap baik terhadap tetangga-tetangganya, tetapi juga tetangga-tetangga harus harus bersikap baik terhadap Republik Indonesia. Jika ada tetangga bersikap buruk terhadap Republik Indonesia, Republik Indonesia pun wajib menentukan sikap setimpal dan korektif.

Adalah tepat bahwa Laporan memperingatkan Pemerintah Indonesia supaya memiliki kewaspadaan terhadap Jepang yang bersama Amerika Serikat dan imperialis-imperialis lainnya telah berkomplot dengan Belanda untuk mempertahankan kekuasaan kolonialnya di Irian Barat, dan bahwa SEATO merupakan suatu pusat yang menarik bagi kekuatan-kekuatan yang paling reaksioner di negeri-negeri Asia Tenggara ini termasuk Indonesia.

Mengenai Amerika Latin, Laporan menunjukkan bahwa di sana Amerika Serikat melancarkan rencana neo-kolonialnya yang diberi nama “Persekutuan untuk Kemajuan” (Alianza para Progreso), yang mendapat perlawanan begitu sengit dari rakyat Amerika Latin seperti belum pernah terjadi dalam sejarah. Juga kegagalan Amerika Serikat dalam Konferensi Punta del Este untuk menarik negeri-negeri Amerika Latin ke pihaknya dalam menghadapi Kuba yang heroik, yang merupakan negara bebas yang pertama di Amerika Latin dan yang dewasa ini sedang menempuh jalan pembangunan Sosialis, menunjukkan dengan jelas bahwa kedudukan Amerika Serikat di “pekarangan belakangnya” jauh daripada kokoh dan stabil.

3. KONTRADIKSI MERUNCING DI KALANGAN IMPERIALIS

Dengan tepat Laporan menunjukkan bahwa makin melemahnya kubu imperialis tidak hanya ditandai oleh kegagalan-kegagalannya di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, tetapi juga oleh menajamnya kontradiksi-kontradiksi dalam kubu imperialis sendiri yang telah mempercepat proses keruntuhannya. Kanada, yang biasanya dianggap oleh Amerika Serikat sebagai “kepunyaannya sendiri”, sebagai partner yang kesetiaannya tak dapat diragukan mulai menentang Amerika Serikat secara terang-terangan dengan tidak menghentikan perdagangannya dengan Kuba, walaupun dilarang oleh Amerika Serikat, dan dengan ditolaknya penyimpanan kepala peluru-peluru nuklir (nulcear warheads) Amerika Serikat di Kanada. Di Eropa Barat, Inggris yang berabad-abad memainkan peranan pertama di Eropa makin tidak senang terhadap Amerika Serikat yang menjagoi kaum imperialis-militeris Jerman Barat. Juga de Gaulle yang merindukan kembalinya “kebesaran” Perancis di masa silam berusaha keras untuk merebut tempat pertama di Eropa Barat, sedang Jerman Barat di pihak lain berusaha keras supaya Pakta NATO dijadikan “kekuatan nuklir ke-4” yang berarti memaksa Inggris dan Perancis melepaskan pengawasan mereka terhadap senjata-senjata nuklir untuk diserahkan kepada pimpinan NATO yang untuk sebagian besar dikuasai oleh jenderal-jenderal bekas Nazi Hitler.

Laporan menyimpulkan bahwa kedudukan kaum imperialis dunia yang dikepalai oleh Amerika Serikat di mana-mana merosot dan melemah, sedangkan gerakan revolusioner rakyat dan Partai-Partai Komunis maju terus dan makin lama makin penting peranan politiknya.

4. TIDAK BOLEH ADA DUALISME

Kongres membenarkan kesimpulan bahwa kalau Indonesia sekarang dihormati oleh bangsa-bangsa, maka hal itu adalah karena politiknya yang anti-imperialis dan cinta damai, tidak non-committed dan tidak anti-kubu Sosialis tetapi bersama-sama negara-negara Sosialis melawan imperialisme dan kolonialisme.

Dalam hubungan ini, Laporan menunjukkan bahwa konsepsi tentang “kekuatan-kekuatan baru yang tumbuh” melawan “kekuatan-kekuatan lama yang bercokol” yang dilahirkan oleh Republik Indonesia merupakan suatu hasil atau prestasi yang sangat penting dalam perkembangan politik luar negeri Republik Indonesia sesudah Kongres Nasional ke-6.

Selanjutnya Laporan menunjukkan bahwa politik luar negeri Republik Indonesia sekarang sudah cukup jelas dan obyektif dirumuskan oleh Presiden, antara lain dan terutama dalam pidato Membangun Dunia Kembali dan pidato dalam Konferensi Negara-Negara Non-Blok.

Kongres memperkuat Laporan yang menekankan bahwa soalnya sekarang ialah pelaksanaannya, atau lebih konkret lagi: aparat-aparat pelaksanaannya. Kenyataan bahwa misalnya sampai kini belum juga diangkat duta besar Republik Indonesia untuk Kuba, belum diadakan hubungan-hubungan diplomatik dengan Republik Demokrasi Vietnam, Republik Rakyat Demokratis Korea dan dengan Republik Demokrasi Jerman, sedangkan di bidang olah raga Republik Indonesia masih berhubungan normal dengan Taiwan, dan kenyataan-kenyataan lain lagi menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan politik luar negeri Republik Indonesia belum sepenuhnya sesuai dengan yang sudah digariskan.

Adalah kewajiban tiap-tiap patriot Indonesia untuk menjaga agar supaya ada kesatuan antara rumus dan pelaksanaan politik luar negeri, menjaga jangan sampai timbul dualisme antara konsepsi politik yang dirumuskan dengan pelaksanaannya dalam praktik, agar Manipol berjalan sepenuhnya dalam politik luar negeri Republik kita.

5. PKI DAN GERAKAN KOMUNIS INTERNASIONAL

Kongres memperkuat Laporan yang menyimpulkan bahwa Partai kita terus berusaha untuk lebih mengeratkan hubungannya dengan Partai-Partai sekawan dan bahwa adanya perbedaan pendapat dalam gerakan Komunis Internasional terutama sejak Kongres ke-22 PKUS pada akhir tahun yang lalu bukan hanya tidak mengendorkan, malahan harus lebih mendorong kita untuk mempererat hubungan dengan Partai-Partai sekawan, demi kepentingan kelas buruh internasional dan demi kepentingan rakyat Indonesia sendiri, karena tidak bisa disangkal bahwa yang menjadi kekuatan inti daripada “the new emerging forces” dalam tiap-tiap negeri adalah kelas buruh dan Partainya.

Kongres sependapat dengan Laporan, bahwa perbedaan pendapat dalam gerakan Komunis internasional hanyalah gejala sementara, sebab semua Partai Marxis-Leninis mempunyai tujuan terakhir yang sama, yaitu secara revolusioner menghapuskan pengisapan atas manusia oleh manusia, menciptakan dunia baru, dunia Sosialis dan Komunis, di mana semua manusia hidup damai dan bahagia.

Laporan menunjukkan bahwa dasar untuk persatuan Komunis sedunia adalah sangat kuat, karena di samping teori Marxisme-Leninisme, kita sudah mempunyai Deklarasi 1957 yang sudah disempurnakan oleh Pernyataan 1960.

Mengenai hubungan antara Partai-Partai sekawan, Kongres sepenuhnya menyetujui penekanan di dalam Laporan bahwa yang berlaku sebagai dokumen-dokumen internasional, platform buat semua Partai Komunis, hanyalah dokumen-dokumen yang dilahirkan oleh gerakan Komunis internasional, pada waktu sekarang ialah Deklarasi Komunis 1957 dan Pernyataan Komunis 1960. Dokumen sesuatu Partai, walaupun mungkin mempunyai arti penting bagi sebagian atau semua Partai Komunis dan Buruh, bukanlah platform buat semua Partai.

Kongres yakin bahwa dengan berpegang pada Deklarasi dan Pernyataan, keretakan yang ada dalam gerakan Komunis sedunia sekarang dalam waktu yang tidak lama lagi akan dapat diatasi, dan keyakinan ini diperkuat oleh kenyataan bahwa semua penandatangan Deklarasi dan Pernyataan sampai sekarang menyatakan dirinya tetap setia pada dua dokumen tersebut.

Adalah sepenuhnya sesuai dengan Marxisme-Leninisme bahwa kita, kaum Komunis Indonesia, dalam menjunjung tinggi prinsip-prinsip Marxisme-Leninisme, harus secara kreatif menentukan politik, taktik, bentuk perjuangan dan bentuk organisasi Partai berdasarkan keadaan konkret di negeri kita, dan bahwa Marxisme-Leninisme kita adalah Marxisme-Leninisme yang diterapkan di Indonesia, yang diindonesiakan, yang tidak dogmatis tetapi kreatif. Ini berarti bahwa Partai kita adalah bebas dan mempunyai hak sama, menentukan politik-politiknya sendiri berdasarkan syarat-syarat yang konkret di negeri kita dan saling menyokong dengan Partai-Partai Marxis-Leninis yang lain. Partai kita bertanggung jawab kepada kelas buruh dan rakyat pekerja Indonesia, kepada seluruh gerakan kelas buruh dan Komunis sedunia.

 

III

1. MAJU TERUS UNTUK MEMENUHI JATAH PLAN 3 TAHUN KEDUA

Kongres membenarkan kesimpulan di dalam Laporan, bahwa Kongres Nasional ke-6 telah memberikan petunjuk yang jelas, sangat menjiwai dan bersifat memobilisasi dalam kita melakukan tugas-tugas meneruskan pembangunan Partai, yang pelaksanaannya kemudian telah dirumuskan secara terperinci dalam Plan 3 Tahun ke-2 tentang Pendidikan dan Organisasi, dengan tekanan pada Pendidikan.

Laporan menunjukkan bahwa sebagaimana halnya dengan pelaksanaan Plan 3 Tahun Pertama, pelaksanaan Plan 3 Tahun Kedua ini juga mengalami banyak rintangan, terutama dari pihak para penderita Komunisto-phobi, baik di pusat maupun di daerah-daerah. Pendeknya, sejak Kongres Nasional ke-6 hingga sekarang pukulan bertubi-tubi telah ditujukan kepada tubuh Partai kita. Berhubung itu Kongres menganggap tepat sekali kesimpulan, bahwa jikalau ada prestasi yang paling besar daripada gerakan revolusioner dan demokratis selama masa yang ditinjau sekarang, maka hal itu ialah: PKI tetap tegak dan makin besar!

Tetapi Kongres juga membenarkan Laporan yang menunjukkan bahwa selama masih ada kaum reaksioner, selama itu pula PKI akan mendapat gangguan-gangguan dan pukulan-pukulan dan bahwa oleh karena itu kita kaum Komunis harus setiap saat siap untuk menghadapi gangguan dan pukulan kaum rekasioner, ada kalanya gangguan dan pukulan ringan dan ada kalanya pula berat. Laporan menegaskan bahwa dalam menghadapi kaum reaksioner yang berkepala batu kita harus melaksanakan Lima Lebih: lebih berani, lebih pandai, lebih waspada, lebih gigih, dan lebih tekun.

Kongres membenarkan Laporan yang menyimpulkan bahwa walaupun banyak kesulitan, Plan 3 Tahun Kedua pada pokoknya berjalan baik dan bahwa kita daripadanya telah memetik hasil-hasil yang penting. Akibat daripada lebih intensifnya pendidikan Marxisme-Leninisme di dalam Partai dan diratakannya pelajaran filsafat, telah sangat memperkuat ideologi dan disiplin Partai dan ini telah lebih memungkinkan untuk mencegah penyelewengan-penyelewengan dari garis massa di lapangan politik, untuk melawan kecenderungan-kecenderungan menempatkan diri di atas kepentingan rakyat dan Partai, untuk lebih memperkuat persatuan di dalam Partai dengan berkurangnya kontradiksi-kontradiksi di dalam Comite-Comite Partai yang bersumber pada perbedaan pandangan mengenai politik. Juga garis politik front nasional makin meresap dipahami kader-kader Partai, keluwesan (fleksibilitas) yang tinggi dalam memperjuangkan pandangan dan pendirian-pendirian revolusioner dan dalam menjaga kebebasan Partai. Di seluruh tubuh Partai kita telah terdapat antusiasme belajar teori di kalangan kader-kader, dan Partai telah mempunyai barisan kader-kader yang berteori, baik di pusat maupun di daerah-daerah. Laporan menunjukkan bahwa adanya barisan kader yang berteori ini merupakan pelengkap yang penting bagi Comite-Comite, baik Comite Central maupun Comite Daerah Besar, sehingga Comite-Comite, dalam hal ini Dewan Hariannya, mempunyai dua tangan yang sangat diperlukan, yaitu: Sekretariat Comite dan barisan kader yang berteori.

Dalam hubungan dengan usaha memperhebat pendidikan Marxisme-Leninisme di dalam Partai, Kongres memperkuat Laporan yang menekankan bahwa yang harus segera mendapat pemecahan ialah tenaga guru, dengan jalan lebih banyak mengadakan Sekolah-Sekolah Guru oleh semua tingkat Comite yang bersangkutan; dan masih kurangnya diktat pelajaran, dengan jalan memecahkan soal pencetakannya.

Mengenai kekurangan dalam melaksanakan Plan, Laporan menunjukkan bahwa kekurangan kita yang penting ialah kekurangmampuan dan kekurangcakapan dalam menghubungkan satu soal dengan soal lain dan untuk melaksanakan banyak pekerjaan dalam waktu yang sama (serempak, simultan). Dalam hubungan ini ditegaskan bahwa untuk meningkatkan kemampuan diperlukan pimpinan dan kontrol yang terus-menerus dan bahwa kompetisi pelaksanaan Plan harus dipadukan dengan membantu organisasi dan Comite yang lemah, harus dengan mengadakan gerakan-gerakan pendek pada waktu-waktu tertentu dan dengan berpegang pada garis “turun ke bawah membantu organisasi bawahan”.

Kongres menganggap tepat bahwa Laporan sekali lagi menekankan pentingnya berpegang teguh pada metode memimpin yang dirangkaikan dengan langgam kerja yang tepat seperti yang digariskan Kongres ke-6, yaitu memadukan pimpinan dengan massa, dan dari sini menarik kesimpulan bahwa adalah sangat penting tiap-tiap daerah mempunyai program konkretnya sendiri yang disusun berdasarkan kenyataan konkret setempat dan Program Tuntutan, serta dijiwai oleh Program Umum Partai.

Dalam usaha mencapai atau melampaui jatah Plan 3 Tahun Kedua, Kongres memperkuat kesimpulan bahwa dalam tahun terakhir Plan 3 Tahun ini kita harus mengadakan Gerakan 4 Meningkat: 1) Meningkat SP dan KR; 2) Meningkat anggota Partai dan Ormas; 3) Meningkat jumlah calon menjadi anggota; 4) Meningkat pemasukan iuran; dan bahwa kunci daripada kuncinya ialah meratakan SP dan KR, yang berarti bahwa Pendidikan tetap menjadi tekanan dalam tahun-tahun terakhir Plan 3 Tahun Kedua. Tetapi Gerakan 4 Meningkat hanya mungkin sukses jika dilaksanakan dengan semangat kompetisi yang tinggi, melaksanakan 5 Lebih dan melaksanakan 3 Baik: bekerja baik, belajar baik, dan moral baik.

Dalam hubungan melaksanakan Gerakan 4 Meningkat, Kongres menganggap tepat sekali kesimpulan Laporan yang mengatakan bahwa adalah penting untuk mengorganisasi barisan petugas-petugas yang dikirim ke Comite-Comite bawahan sampai ke Grup-Grup, dan bahwa untuk suksesnya Gerakan 4 Meningkat haruslah diaktifkan dan ditingkatkan kemampuan memimpin daripada CSS, dan bahwa oleh karena itu menjadi sangat pentinglah soal memperhebat Sekolah-Sekolah Partai Seksi dan Sekolah-Sekolah Guru Seksi yang mendidik kader-kader dari CSS.

2. MAJU TERUS MENEMPA PERSATUAN PARTAI DENGAN MASSA RAKYAT

Kongres menganggap penting bahwa untuk memperbaiki pekerjaan massa daripada Partai, Laporan sekali lagi mengingatkan pada Pedoman Kongres ke-6 “berjalan di atas dua kaki”, yaitu supaya kita senantiasa mengombinasikan pekerjaan berkobar-kobar dengan pekerjaan tekun, mengombinasikan pekerjaan mengobarkan semangat dengan pekerjaan sehari-hari, yang praktis, mendalam dan teliti, meliputi bidang-bidang organisasi, pendidikan, politik, dan ideologi.

Laporan menyimpulkan bahwa pelaksanaan daripada pedoman ini masih belum seimbang, karena pekerjaan tekun pada umumnya belum cukup baik. Oleh karena itu di masa-masa datang kita harus memberikan lebih kuat tekanan pada pekerjaan tekun di kalangan massa, harus mendidik dan melatih banyak kader untuk ini, harus menjalankan politik penempatan kader yang lebih sesuai dalam rangka penyesuaian organisasi Partai dengan perkembangan situasi yang cepat. Dalam hubungan ini, Laporan sekali lagi memperingatkan Comite-Comite Partai yang belum dengan sungguh-sungguh melaksanakan politik kader dan cara mengurus kader seperti yang diputuskan oleh Sidang Pleno ke-2 CC bulan Desember 1960. Dengan berpegang teguh pada politik dan cara mengurus kader ini, Comite-Comite Partai dari semua tingkat, juga kawan-kawan yang bekerja dalam Organisasi-Organisasi massa, harus lebih berani mengadakan promosi kader. Tidak ada kader yang bodoh atau kader yang jelek, jika mereka dipimpin yang baik dan diperlakukan yang adil. Mereka adalah orang-orang revolusioner, yang masuk barisan revolusioner tanpa ada yang menyuruh apalagi yang memaksa. Mereka adalah anak-anak revolusi. Harus diberi tempat yang wajar pada mereka dalam barisan revolusi.

Mengenai tugas untuk terus-menerus memperkuat kedudukan Partai di kalangan kaum buruh dan menarik bagian terbesar daripada massa kaum buruh ke pihak Partai, seperti yang telah digariskan oleh Kongres ke-6, Kongres membenarkan kesimpulan bahwa tugas ini antara lain telah dilaksanakan dengan kegiatan-kegiatan yang besar dari anggota-anggota Partai dalam membela kepentingan-kepentingan sosial-ekonomi kaum buruh. Di samping itu patut dicatat bahwa hasil yang paling besar daripada perjuangan gerakan serikat buruh Indonesia dalam tahun belakangan ini ialah: bertambah besarnya vaksentral revolusioner SOBSI dan gagalnya usaha untuk membubarkan vaksentral-vaksentral yang dicoba melalui OPPI dan PTK. Sedang hasil-hasil penting lainnya ialah dibentuknya Sekretariat Bersama Kerja SamaVaksentral-Vaksentral dalam rangka pelaksanaan Trikomando Rakyat untuk membebaskan Irian Barat, dikeluarkannya Undang-Undang Pembentukan Dewan-Dewan Perusahaan yang sekarang sedang dalam taraf perjuangan untuk pelaksanaannya yang benar dan hasil-hasil aksi-aksi sosial ekonomi yang banyak jumlahnya.

Mengingat di waktu-waktu yang akan datang kaum reaksioner akan terus berusaha untuk menimpakan beban krisis dan inflasi sekarang sepenuhnya di atas pundak rakyat pekerja, terutama kaum buruh dan kaum tani, Kongres memperkuat kesimpulan, bahwa kaum buruh Indonesia harus menjadi kampiun dan teladan dalam dua macam perjuangan. Pertama, dalam perjuangan untuk melawan pembebasan secara berat sebelah daripada akibat inflasi dan krisis ekonomi; kedua, dalam perjuangan untuk pengubahan demokratis di lapangan sistem politik dan di lapangan kebebasan politik bagi rakyat. Di samping itu kaum buruh Indonesia, sesuai dengan tradisinya harus mengibarkan tinggi-tinggi bendera patriotisme, harus tetap menjadi pejuang yang gigih dalam memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia dan dalam meningkatkan produksi di perusahaan-perusahaan Negara serta mencegah kebangkrutan perusahaan-perusahaan swasta patriotik. Juga kaum buruh Indonesia harus tetap berdiri di barisan depan dalam urusan-urusan persahabatan antara bangsa-bangsa, dalam melikuidasi kolonialisme dari permukaan bumi dan dalam membela perdamaian dunia.

*

Mengenai pekerjaan di kalangan kaum tani, Kongres menyetujui kesimpulan bahwa selama masa yang ditinjau telah dicapai kemajuan-kemajuan penting dalam pekerjaan di kalangan kaum tani, terutama disebabkan karena kader-kader Partai sudah makin banyak yang mengadakan penelitian di desa-desa, yang membantu mengorganisasi kaum tani, melahirkan dan mendidik kader-kader di kalangan kaum tani sendiri. Kemajuan-kemajuan ini telah memungkinkan organisasi tani revolusioner, yaitu BTI yang sekarang beranggota 4½ juta, berkembang luas dalam melaksanakan tuntutan-tuntutan yang sangat aktual seperti tuntutan-tuntutan pelaksanaan Undang-Undang Perjanjian Bagi Hasil dan Undang-Undang Pokok Agraria, tuntutan supaya menurunkan harga kebutuhan hidup sehari-hari, tuntutan perluasan hak-hak demokrasi, pencabutan keadaan bahaya dan pemulihan keamanan, serta tuntutan untuk meringankan beban penghidupan kaum tani yang sampai batas-batas tertentu telah berhasil.

Kongres membenarkan kesimpulan Konferensi Nasional Tani ke-2 PKI dalam bulan Juli 1961, yaitu bahwa “gerakan tani melawan berbagai bentuk pengisapan tuan tanah dan lintah darat sedang berkembang dan mulai meluas di seluruh negeri”. Kongres mencatat dengan gembira bahwa pada waktu-waktu belakangan ini gerakan tani juga telah berkembang di bagian Timur dari negeri kita.

Laporan menunjukkan bahwa juga telah terdapat kemajuan-kemajuan penting mengenai Gerakan 6 Baik (turun sewa, turun bunga uang yang dipinjam, naik upah buruh tani, naik produksi pertanian, naik tingkat kebudayaan kaum tani, naik tingkat kesadaran politik kaum tani), di mana termasuk di dalamnya Gerakan 1001 untuk meningkatkan produksi bahan makanan.

Kongres menggarisbawahi penekanan dalam Laporan, bahwa dalam melaksanakan Gerakan 6 Baik dan Gerakan 1001 harus diutamakan kepentingan buruh tani dan tani miskin dengan tidak mengabaikan tani sedang yang juga merupakan tenaga penggerak revolusi yang penting. Untuk menjamin ini, ormas tani revolusioner harus dijadikan ormas yang bersih dari tuan tanah dan tani kaya dan yang keanggotaannya terutama terdiri dari buruh tani dan tani miskin, sedangkan tani sedang terutama dihimpun dalam koperasi-koperasi rakyat pekerja yang berhubungan erat dengan ormas tani revolusioner dalam perjuangan melawan tuan tanah dan lintah darat.

*

Kongres menyambut dengan gembira kesimpulan bahwa bersamaan dengan majunya gerakan revolusioner dan progresif selama masa yang ditinjau, kita pun telah mencatat kemajuan-kemajuan penting dalam gerakan pemuda, mahasiswa, dan pelajar. Semangat revolusioner di kalangan muda meningkat tinggi terutama setelah Trikomando Rakyat Pembebasan Irian Barat. Front Pemuda makin terkonsolidasi, kerja sama di kalangan organisasi-organisasi mahasiswa makin baik dan semangat patriotik dan revolusioner di kalangan pelajar-pelajar sekolah menengah meningkat dengan cepat. Organisasi-organisasi revolusioner daripada mahasiswa dan pelajar-pelajar sudah bekerja ke jurusan meningkatkan prestasi belajar, dan berolah raga, sudah merupakan potensi dalam melawan kegiatan-kegiatan subversif dan reaksioner di sekolah-sekolah dan universitas-universitas, dan dalam menciptakan orang-orang yang terpelajar yang Manipolis.

Kongres juga bergembira dengan kenyataan bahwa delegasi-delegasi pemuda dan pelajar Indonesia ke pertemuan-pertemuan Internasional pada tahun-tahun belakangan ini, baik yang diselenggarakan di dunia Barat maupun di Timur, selalu menampakkan diri sebagai delegasi yang kompak bersatu dan yang tegas membela serta memperjuangkan prinsip-prinsip Manipol dan berdiri di pihak “the new emerging forces” dan bahwa juga pelajar-pelajar Indonesia di luar negeri tidak mau ketinggalan dalam pelaksanaan Trikomando Rakyat.

Mengenai Pemuda Rakyat, Kongres dengan rasa puas menyambut kesimpulan bahwa di bawah semboyan: “Jadikan Pemuda Rakyat organisasi yang besar dan terkonsolidasi”, telah dilakukan kegiatan-kegiatan yang besar oleh kader-kader Pemuda Rakyat untuk meluaskan organisasi dan keanggotaannya serta untuk mendidik barisannya dalam semangat Marxisme-Leninisme. Dalam rangka Trikomando Rakyat, Pemuda Rakyat berdiri di barisan depan dalam melaksanakan tekad perjuangan rakyat: “Satu tangan pegang bedil dan satu tangan lagi pegang pacul”, artinya siap untuk ke medan perang guna membebaskan Irian Barat dan siap pula untuk memperkuat home-front (garis belakang).

Meskipun demikian, Kongres sependapat dengan Laporan bahwa tugas yang dihadapi oleh gerakan progresif di masa-masa datang adalah jauh lebih banyak dan lebih berat dan bahwa oleh karena itu kader-kader Pemuda Rakyat harus lebih tekun dan lebih bersemangat untuk membikin organisasinya tersebar di seluruh negeri, terkonsolidasi di bidang politik, organisasi dan ideologi, dan menarik lebih banyak pemuda buruh dan tani ke dalam pimpinan Pemuda Rakyat serta meningkatkan keanggotaan wanita muda daripada Pemuda Rakyat.

*

Kongres juga dengan rasa gembira menyambut bahwa selama masa yang ditinjau gerakan wanita telah mencapai kemajuan-kemajuan penting sebagai yang dikemukakan di dalam Laporan. Front Persatuan Wanita anti-imperialisme yang luas telah tergalang di pusat, sedang di daerah-daerah kerja sama itu harus mendapat perhatian yang lebih besar.

Laporan menunjukkan bahwa dalam tahun-tahun belakangan ini ormas wanita revolusioner mengalami kemajuan-kemajuan penting, baik dalam perluasan organisasi dan anggotanya maupun dalam konsolidasinya, dan bahwa perkembangan ini akan lebih baik lagi jika Comite-Comite Partai di daerah-daerah memberi perhatian lebih besar kepada pengurus fraksi-fraksi dan kader-kader Partai yang bekerja dalam ormas wanita revolusioner di daerah-daerah. Ormas wanita revolusioner telah membuktikan militansinya dalam menuntut penurunan harga kebutuhan-kebutuhan hidup sehari-hari dan dalam kegiatan-kegiatan lain untuk meringankan kesulitan-kesulitan rumah tangga.

Laporan menekankan bahwa kaum wanita harus secara aktif ditarik ke dalam Gerakan 6 Baik, karena tanpa ini tidak akan ada gerakan massa yang luas di desa-desa. Dalam hubungan ini, Laporan menunjukkan pentingnya arti Seminar Nasional Wanita Tani yang diselenggarakan oleh Gerwani dalam bulan Desember 1960 dan Seminar Wanita Buruh yang diselenggarakan oleh SOBSI dalam bulan Mei 1961 yang telah merupakan bantuan yang besar kepada kader-kader wanita yang bekerja di dalam gerakan tani dan buruh. Untuk memperbaiki pekerjaan di kalangan wanita muda, yang memang masih banyak kekurangannya, Laporan menunjukkan perlunya diadakan Seminar Nasional Wanita Muda, yang didahului oleh seminar-seminar di daerah-daerah.

Satu hal yang oleh Laporan dianggap belum sesuai dengan garis Kongres Nasional ke-6 ialah, bahwa walaupun keanggotaan Partai sudah meningkat dari 1,5 juta menjadi 2 juta selama 2½ tahun ini, tetapi prosentase keanggotaan wanita di dalam Partai bukan hanya tidak bertambah, malahan berkurang. Ini harus diperbaiki dengan lebih banyak menarik wanita pekerja masuk Partai.

Kongres memperkuat Laporan yang menunjukkan bahwa masih banyak Comite Partai yang belum memberikan perhatian secukupnya terhadap tugas: “mendidik wanita-wanita Komunis menjadi wanita yang inteleknya, kemauannya, dan perasaannya berkembang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya”.

*

Mengenai pekerjaan di kalangan kaum intelektual, Kongres sependapat dengan Laporan bahwa sangatlah penting arti daripada Sidang Pleno ke-3 CC, yang menegaskan bahwa masalah kaum intelektual bagi Partai kita dalam tingkat perjuangan sekarang berkisar pada persoalan: apa yang dapat disumbangkan oleh PKI untuk membantu inteligensia memperbesar peranannya di dalam perjuangan memenangkan Revolusi Indonesia sesuai dengan tradisi revolusioner tokoh-tokoh inteligensia Indonesia di masa-masa yang lalu.

Meskipun pada waktu sekarang semboyan “ilmu untuk ilmu”, secara politik pada pokoknya sudah dikalahkan oleh prinsip “ilmu untuk rakyat”, Laporan memperingatkan bahwa kita tidak boleh lengah, karena masih cukup banyak sarjana yang dengan dalih “ilmu” sebagai kedok untuk melawan kemajuan, melawan rakyat, melawan Manipol, ya, melawan ilmu.

Kongres membenarkan konstatasi dalam Laporan bahwa perkembangan kekuatan progresif dan revolusioner, kekuatan persatuan nasional dengan mercusuar Manipol makin lama makin besar pengaruhnya atas kaum intelektual Indonesia, membuka kemungkinan baru untuk lebih memperbesar peranan kaum intelektual dalam perjuangan memenangkan revolusi nasional dan demokratis yang berhari depan Sosialisme.

Kongres memperkuat kesimpulan Laporan bahwa pekerjaan Partai di kalangan kaum intelektual mempunyai dua segi: pertama, pekerjaan di kalangan inteligensia non-Partai, dan kedua, pekerjaan melahirkan lebih banyak intelektual Komunis. Dalam hubungan ini Partai kita sekarang sedang giat berusaha untuk dengan berangsur-angsur melenyapkan kekurangan-kekurangan yang terdapat pada dua pekerjaan ini dengan jalan: di satu pihak membantu intelektual revolusioner di luar Partai memadukan ilmu dengan praktik revolusi Indonesia serta memperkenalkan Marxisme-Leninisme kepada mereka; di pihak lain meningkatkan taraf pengetahuan umum dan keahlian kader-kader Komunis serta kader-kader gerakan revolusioner pada umumnya serta lebih intensif lagi mengajarkan kepada mereka prinsip fundamental Marxisme-Leninisme, mendidik mereka tentang pendirian serta metode kelas buruh.

Mengenai pekerjaan Partai di lapangan kebudayaan, Kongres sepenuhnya membenarkan kesimpulan Laporan bahwa meskipun semboyan “seni untuk seni” sudah dikalahkan oleh prinsip “seni untuk rakyat”, kita dalam soal ini juga tidak boleh lengah, karena kaum imperialis dan kaum reaksioner dalam negeri terus berusaha menghidup-hidupkan prinsip yang secara politik pada pokoknya sudah dikalahkan itu, dan bahwa perjuangan untuk mengalahkan sama sekali semboyan “seni untuk seni” akan berlangsung terus selama agresi kebudayaan imperialis yang dikepalai oleh Amerika Serikat, selama sisa-sisa kolonialisme dan feodalisme belum dihapuskan sama sekali oleh revolusi Indonesia.

Laporan menunjukkan bahwa berkat pimpinan Partai, rakyat pekerja telah dan sedang terus menggunakan kebudayaan sebagai senjata perjuangan dan bahwa kebudayaan yang digubah oleh perjuangan rakyat itu adalah kebudayaan nasional dan demokratis yang telah tumbuh dan semakin rindang.

Kongres dengan rasa puas mencatat bahwa sejak beberapa tahun belakangan ini, seniman-seniman Komunis dan pekerja-pekerja kebudayaan Partai, telah menciptakan banyak karya yang berbentuk kesusastraan, seni rupa, musik, drama, film, dan tari sebagai dikemukakan di dalam Laporan, dan bahwa pekerja kebudayaan Partai telah bekerja sama yang baik dengan seniman dan sastrawan-sastrawan demokratis dan patriotik lainnya, sehingga tergalanglah suatu front kebudayaan anti-imperialis dan anti-feodal yang jika dipelihara dan dikembangkan terus akan merupakan kekuatan revolusi yang penting.

Juga patut disambut dengan gembira gerakan mempopulerkan lagu-lagu perjuangan kelas, lagu-lagu nasional dan lagu-lagu rakyat daerah di dalam barisan Partai maupun organisasi massa.

*

Akhirnya Laporan mengingatkan bahwa Kongres Nasional ke-6 telah menetapkan program besar untuk kita laksanakan, yaitu suatu program untuk memenangkan tuntutan-tuntutan yang dimuat dalam Manipol, untuk memenangkan satu revolusi nasional-demokratis yang berhari depan Sosialisme. Juga program tersebut telah memberikan tugas-tugas internasional kepada Partai kita, tugas untuk mengalahkan kolonialisme dan imperialisme, untuk membela perdamaian dan menggalang persahabatan antara bangsa-bangsa, antara rakyat-rakyat, antara kelas buruh dan antara Partai-Partai Komunis sedunia.

Laporan menekankan bahwa tiap-tiap anggota Partai harus betul-betul menjadi teladan dalam perjuangan untuk demokrasi dan persatuan nasional, dalam menggempur imperialisme, terutama dalam perjuangan pembebasan Irian Barat, dan dalam menggempur feodalisme. Kongres sepenuhnya membenarkan kesimpulan bahwa tugas-tugas ini hanya mungkin kita laksanakan jika kita tidak henti-hentinya menempa Partai kita, menempa organisasinya, politiknya, ideologinya, dan jika Partai kita tidak henti-hentinya menempa persatuannya dengan massa rakyat, jika Partai kita terus bekerja dengan semangat patriotisme dan internasionalisme proletar yang terus meninggi.

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI

Jakarta, 29 April 1962

 

RESOLUSI TENTANG PERUBAHAN KONSTITUSI

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI yang dilangsungkan pada tanggal 25 s.d. 30 April 1962 di Jakarta, setelah mendiskusikan Kata Pengantar Wakil Ketua I Partai, Kawan M.H. Lukman, tentang Perubahan Konstitusi (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga) PKI berhubung dengan ketentuan-ketentuan Penpres No. 7/1959 dan Penpres No. 13/1960, dengan suara bulat memutuskan menerima perubahan-perubahan tersebut.

Kongres berseru kepada segenap anggota Partai, supaya menjungjung tinggi dan menaati serta menjadikan Konstitusi (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga) Partai yang telah diubah ini pegangan dalam mengatur kehidupan intern Partai dan dalam semua aktivitas melaksanakan politik Partai.

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI

Jakarta, 29 April 1962

 

RESOLUSI TENTANG PERUBAHAN PROGRAM PKI

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI yang dilangsungkan pada tanggal 25 s.d. 30 April 1962 di Jakarta, setelah mendiskusikan Kata Pengantar Wakil Ketua II Partai, Kawan Njoto, tentang Perubahan Program Partai berhubung dengan ketentuan-ketentuan Penpres No. 7/1959 dan Penpres No. 13/1960, dengan suara bulat memutuskan menerima perubahan-perubahan tersebut.

Kongres berseru kepada segenap anggota Partai, supaya menjadikan Program yang telah diubah ini pegangan dalam melaksanakan semua aktivitas politik Partai.

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI

Jakarta, 29 April 1962

 

RESOLUSI TENTANG LAPORAN KOMISI VERIFIKASI CENTRAL

Kongres Nasional ke-6 (Luar Biasa) PKI yang dilangsungkan pada tanggal 25 s.d. 30 April 1962 di Jakarta, setelah mendiskusikan laporan mengenai tugas pekerjaan Komisi Verifikasi Central selama waktu antara Kongres Nasional ke-6 dan Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) sekarang, dengan suara bulat memutuskan menyetujui sepenuhnya laporan Komisi Verifikasi Central tersebut.

Berdasarkan pengalaman selama ini, Kongres berseru kepada Comite-Comite Partai di daerah-daerah, supaya memberikan perhatian yang lebih banyak terhadap persoalan-persoalan sebagai berikut:

  1. Lebih mengaktifkan KV di daerah-daerah.
  2. Lebih mengintensifkan penarikan iuran dan sokongan serta penyetorannya kepada Comite-Comite Partai yang berhak menerimanya.
  3. Lebih meluaskan dan mengintensifkan pendidikan teori, politik, dan pengetahuan umum bagi pekerja-pekerja administrasi di dalam Partai.
  4. Lebih menyempurnakan pekerjaan di bidang administrasi dan pembukuan keuangan.
  5. Lebih baik lagi memelihara inventaris Partai.
  6. Lebih mengintensifkan usaha-usaha produktif Partai.
  7. Lebih mengintensifkan pembayaran uang langganan HR dan penerbitan-penerbitan Partai.

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI

Jakarta, 29 April 1962

 

DENGAN BEDIL DAN PACUL DI TANGAN MEMBEBASKAN IRIAN BARAT DALAM TAHUN INI JUGA

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI yang dilangsungkan pada tanggal 25 s.d. 30 April 1962 di Jakarta, dalam mendiskusikan Laporan Umum Kawan Aidit telah memberikan perhatian khusus terhadap perjuangan pembebasan Irian Barat.

Kenyataan-kenyataan menunjukkan bahwa perjuangan pembebasan Irian Barat dari cengkeraman imperialis Belanda makin memuncak. Trikomando Rakyat sudah diberikan oleh Presiden/Panglima Tertinggi pada tanggal 19 Desember 1961, pasukan-pasukan sukarela sudah mulai dikirim ke daerah perbatasan, pertempuran senjata sudah terjadi dan korban sudah ada yang jatuh, seperti antara lain dalam pertempuran di kepulauan Aru. Sementara itu, kaum kolonialis Belanda dengan bantuan imperialis Amerika Serikat dan imperialis lainnya terus memperkuat kekuatan militernya di Irian Barat.

Kongres berpendapat bahwa satu-satunya jawaban yang tepat terhadap sikap kepala batu Belanda ini ialah memperhebat lagi konfrontasi kekuatan di segala bidang. Oleh karena itulah Kongres dengan suara bulat menyatakan dukungannya pada penegasan Presiden Sukarno dalam pidatonya di Medan pada tanggal 26 April 1962, bahwa pihak Indonesia tidak bersedia berunding dalam keadaan Belanda terus mengirimkan kekuatan-kekuatan militernya ke Irian Barat dan bahwa Trikomando Rakyat berarti Irian Barat harus dibebaskan dengan segala jalan terutama dengan konfrontasi kekuatan di segala bidang.

Dalam rangka memperhebat konfrontasi di bidang ekonomi, Kongres berpendapat bahwa sudah seharusnya Pemerintah sekarang juga melaksanakan keputusan Musyawarah Pengurus Besar Front Nasional dengan partai-partai dan organisasi-organisasi massa tanggal 2 Maret yang lalu yang antara lain berbunyi: “apabila pemerintah Belanda tetap berkeras kepala, supaya Pemerintah Indonesia menyita semua modal Belanda yang ada di Indonesia”. Sebab akan merupakan satu keganjilan kalau dalam keadaan makin memuncaknya perjuangan pembebasan Irian Barat, modal Belanda dalam perusahaan-perusahaan campuran masih aman saja mengisap rakyat, menguras kekayaan alam Indonesia dan melakukan sabotase-sabotase ekonomi serta penipuan-penipuan terhadap Pemerintah.

Mengenai perundingan dengan pihak Belanda, Kongres berpendapat bahwa ini seharusnya dilakukan atas dasar penyerahan kekuasaan Irian Barat kepada Republik Indonesia tanpa pihak ketiga, terbuka dan selama berunding itu Trikomando Rakyat harus terus berjalan. Penyerahan kekuasaan itu tidak boleh disertai syarat pemberian hak-hak istimewa di bidang ekonomi kepada pihak Belanda, musuh bebuyutan kita, maupun kepada Amerika Serikat, yang dalam sengketa Indonesia-Belanda berusaha menggantikan posisi ekonomi Belanda di Indonesia.

Untuk lebih memperhebat pelaksanaan Trikomando Rakyat, Kongres meminta perhatian Pemerintah supaya lebih mengintensifkan dan meluaskan latihan-latihan militer bagi rakyat, terutama pemuda-pemuda buruh, tani, mahasiswa dan pelajar. Juga sukarelawan-sukarelawan yang telah mendaftarkan diri supaya segera mendapat latihan militer dan dipersenjatai. Sukarelawan-sukarelawan yang dikirim ke garis depan supaya hanya mereka yang telah mendapat latihan militer dan di samping itu juga supaya diberi perlengkapan sesuai dengan keperluan pertempuran. Semuanya ini merupakan syarat penting untuk tetap memelihara semangat bertempur yang tinggi dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

Tetapi di atas segala-galanya syarat mutlak untuk suksesnya perjuangan pembebasan Irian Barat ialah terjaminnya demokrasi bagi rakyat. Sebab dengan adanya demokrasi bagi rakyat, dan tidak bagi musuh-musuh rakyat, maka akan dapat lebih diperkuat persatuan nasional anti-imperialis yang berporoskan Nasakom, dan akan dapat dimobilisasi segenap potensi nasional.

Oleh karena itu Kongres berseru supaya perjuangan pembebasan Irian Barat dilakukan dengan mengibarkan tinggi-tinggi panji-panji bangsa dan dengan tekad: satu tangan pegang bedil dan satu tangan lagi pegang pacul. Ini berarti: siap untuk dikirim ke garis depan dan siap pula memperkuat garis belakang. Khusus kepada segenap anggota Partai dan pencinta-pencintanya, Kongres menyerukan untuk dengan atau tanpa bantuan Pemerintah lebih hebat lagi melaksanakan Gerakan 1001 guna meningkatkan produksi bahan makanan. Ini berarti tangan yang memegang pacul memperkuat tangan yang memegang bedil.

Kongres dengan perasaan gembira menyambut bahwa dalam perjuangan pembebasan Irian Barat, Partai telah berhasil menghimpun sokongan dari Partai-Partai Komunis dan Buruh dari 5 benua. Juga sangat menggembirakan bahwa organisasi-organisasi massa revolusioner rakyat telah berhasil menarik simpati dan sokongan organisasi-organisasi massa internasional yang progresif pada perjuangan pembebasan Irian Barat.

Oleh karena itu adalah pada tempatnya, bahwa Kongres menyampaikan salut yang setinggi-tingginya kepada Partai Komunis dan kelas buruh Nederland, kepada Partai Komunis dan kelas buruh Jepang, kepada Partai Komunis dan kelas buruh Australia serta Partai-Partai Komunis dan kelas buruh negeri-negeri lain yang dengan tulus ikhlas dan militan telah menyatakan solidaritas dan bantuannya kepada rakyat Indonesia dalam perjuangannya mengusir kolonialisme Belanda di Irian Barat. Semuanya ini membuktikan betapa satunya perjuangan rakyat Indonesia dengan perjuangan rakyat progresif seluruh dunia dan oleh karenanya lebih memperkuat tekad rakyat Indonesia untuk membebaskan Irian Barat dari cengkeraman kolonialisme Belanda dalam tahun ini juga dengan segala jalan, terutama dengan konfrontasi kekuatan di segala bidang.

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI

Jakarta, 29 April 1962

 

JAMIN DEMOKRASI BAGI RAKYAT UNTUK PERKUAT PERSATUAN DAN MOBILISASI!

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI yang dilangsungkan pada tanggal 25 s.d. 30 April 1962 di Jakarta, sepenuhnya membenarkan Laporan Kawan Aidit, yang dalam menganalisa situasi politik dan ekonomi dalam negeri telah menyimpulkan, bahwa syarat mutlak untuk suksesnya perjuangan pembebasan Irian Barat, mengatasi krisis sandang pangan dan melancarkan pelaksanaan Pola Pembangunan 8 Tahun adalah dijaminnya demokrasi bagi rakyat. Sebab hanya dengan adanya demokrasi bagi rakyat, dan tidak bagi musuh-musuh rakyat, persatuan nasional anti-imperialis yang berporoskan Nasakom dapat lebih diperkuat dan segenap potensi nasional dapat dimobilisasi.

Ini sesuai dengan isi dan semangat Amanat Presiden Sukarno pada tanggal 16 Desember 1959 yang dengan tegas mengatakan bahwa pelaksanaan keadaan perang tidak boleh mengabaikan unsur musyawarah sebagai salah satu asas dan ciri daripada Demokrasi Terpimpin, tidak dimaksudkan untuk meletakkan penguasaan keadaan ke dalam tangan militer dan supaya bisa berjalan dengan sedikit mungkin gangguan kepada demokrasi dan kepada rasa hati rakyat jelata.

Tetapi dengan rasa pedih Kongres mencatat banyaknya kenyataan-kenyataan yang tidak seirama dengan Amanat Presiden tersebut. Di beberapa daerah keadaan bahaya telah disalahgunakan oleh unsur-unsur yang tidak bertanggung jawab untuk memacetkan pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dan Gotong-Royong, untuk menumbuhkan diktator perseorangan dan kapitalisme birokrasi, untuk menguber-uber kaum progresif dan melarang kegiatan PKI dan organisasi-organisasi massa revolusioner dan seribu satu macam lagi pengekangan-pengekangan dan pembatasan-pembatasan. “Eksperimen Tiga Selatan”, yaitu Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan merupakan contoh yang sangat menyolok tentang tidak dilaksanakannya Amanat Presiden tanggal 16 Desember 1959 tersebut. Ini tentu saja tidak ada miripnya dengan maksud dinyatakannya keadaan bahaya. Meminjam perkataan Bung Karno: ini semata-mata karena bedil mau memimpin Manipol dan bukan Manipol yang memimpin bedil.

Kongres juga dengan teliti telah mengikuti praktik-praktik pelaksanaan program Pemerintah mengenai sandang pangan rakyat dan pelaksanaan Pola Pembangunan 8 Tahun dan dalam hubungan ini mencatat macam-macam tindakan main komando dan main paksa yang mematikan antusiasme rakyat pekerja, terutama kaum buruh dan kaum tani, padahal antusiasme itu merupakan syarat mutlak untuk berhasilnya usaha peningkatan produksi dan pembangunan nasional pada umumnya. Kongres menyimpulkan bahwa yang menjadi biang keladi dari berbagai kemacetan, kemerosotan dan kegagalan di bidang produksi dan distribusi yang menambah parahnya krisis ekonomi dan moneter ialah tumbuhnya dan bercokolnya kaum kapitalis birokrat. Mereka ini sekarang terutama menggunakan keadaan bahaya sebagai perisai, di samping menggunakan birokrasi, untuk memperkuat posisinya sebagai kapitalis.

Semua kenyataan ini membenarkan canang Kongres Nasional ke-6 PKI yang memperingatkan bahwa: “Kekuasaan militer telah memperlihatkan segi-segi positifnya, terutama di daerah-daerah bergolak. Akan tetapi tidak sedikit segi-segi negatifnya, yang jika tidak segera diakhiri bisa berlarut-larut dan bisa menutupi segi-segi positif daripada kekuasaan militer itu”.

Oleh karena itu, sesuai dengan harapan rakyat, Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI dengan suara bulat menuntut realisasi daripada Resopim, di mana Presiden Sukarno antara lain mengatakan sebagai berikut: “Tetapi bagaimana pun dengan diperolehnya hasil-hasil baik dalam menyelesaikan keamanan di beberapa daerah, maka keadaan perang yang pada tanggal 14 Maret 1957 dinyatakan untuk seluruh wilayah Republik Indonesia sewaktu menghadapi pemberontakan, tidak perlu lagi dipertahankan seluruhnya”.

Jadi, Kongres berpendapat bahwa cukuplah keadaan bahaya itu berlaku di daerah-daerah yang berbatasan dengan Irian Barat dan di daerah-daerah di mana masih terdapat sisa-sisa gerombolan kontra-revolusioner dalam jumlah besar, tetapi bagi daerah-daerah lainnya supaya dihapuskan sama sekali. Hanya dalam keadaan ada demokrasi, gagasan Demokrasi Terpimpin mungkin berjalan secara normal untuk memperkuat persatuan dan mobilisasi nasional, yang merupakan syarat mutlak untuk berhasilnya Triprogram Pemerintah dan Trikomando Rakyat.

Kongres berseru kepada segenap kader dan anggota Partai untuk lebih memperkuat persatuan nasional dan dengan lebih berani, lebih pandai, lebih waspada, lebih gigih dan lebih tekun melanjutkan ofensif Manipol dengan mengibarkan tinggi-tinggi Tripanji Partai dan Tripanji Bangsa menuju terbentuknya Kabinet Gotong-Royong dan pencabutan keadaan bahaya, serta peninjauan kembali UUKB yang berlaku sekarang.

Maju terus untuk demokrasi, persatuan, dan mobilisasi guna pengubahan demokratis di lapangan sistem politik dan di lapangan kebebasan politik bagi rakyat!

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI

Jakarta, 29 April 1962

 

LAKSANAKAN PEMILIHAN UMUM YANG DEMOKRATIS DALAM TAHUN INI JUGA!

Dalam rangka usaha menggalang persatuan total yang berporoskan Nasakom dan dalam rangka pelaksanaan garis-garis Manipol, pemilihan umum untuk semua lembaga kekuasaan negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar ‘45 merupakan masalah yang sangat penting.

Di dalam Manipol ditegaskan bahwa Undang-Undang Pemilihan Umum akan diperbarui dalam rangka retuling di semua bidang. Tentang Undang-Undang Pemilihan Umum yang bagaimana yang harus dibuat, di dalam Lampiran A dari Ketetapan MPRS No. II paragraf 395 angka 21 ditegaskan sebagai berikut:

  1. Pemilihan umum untuk anggota DPRD supaya bersamaan dengan pemilihan untuk DPR dan MPR;
  2. Harus segera dibuat Undang-Undang Pemilihan Umum yang baru untuk maksud tersebut ayat (1) yang mengandung prinsip-prinsip umum, langsung, bebas, dan rahasia.

Jadi, baik Manipol maupun Ketetapan MPRS menghendaki segera adanya Undang-Undang Pemilihan Umum yang baru untuk anggota DPR, MPR, dan DPRD yang menjamin prinsip-prinsip pemilihan secara umum, langsung, bebas, dan rahasia.

Meskipun Pemerintah sudah menjanjikan akan melaksanakan pemilihan umum pada akhir tahun 1962, tetapi sampai sekarang belum juga tampak persiapan-persiapan untuk pemilihan umum itu. Yang telah dibikin oleh Pemerintah malahan baru satu Rencana Undang-Undang yang sama sekali tidak sesuai dengan jiwa dan semangat Manipol serta bertentangan dengan Ketetapan MPRS, karena Rencana Undang-Undang ini menghendaki hanya sepertiga dari anggota DPR yang dipilih, sedangkan yang lainnya diangkat. Oleh karena itu tidak mengherankan, bahwa Rencana Undang-Undang ini, segera setelah diajukan oleh Pemerintah ke DPRGR, ditolak oleh bagian terbesar rakyat Indonesia, sehingga Presiden mengambil kebijaksanaan untuk menariknya kembali dari DPRGR.

Belum adanya persiapan yang sungguh-sungguh untuk mengadakan pemilihan umum, juga dapat dilihat pada kenyataan bahwa dalam Rancangan Anggaran Belanja Negara tahun 1962 yang kini sedang dibahas oleh DPRGR tidak disediakan anggaran untuk pemilihan umum.

Berdasarkan kenyataan-kenyataan di atas, Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI memutuskan untuk mendesak kepada Pemerintah:

  1. Supaya segera mengajukan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum yang demokratis untuk anggota-anggota DPR, MPR, dan DPRD tingkat I, II dan III yang dapat diterima oleh semua golongan rakyat, yang menjamin prinsip-prinsip pemilihan secara umum, langsung, bebas, dan rahasia, serta yang memberi hak kepada Presiden untuk memeriksa dan di mana perlu mengoreksi daftar calon-calon.
  2. Supaya segera mengadakan persiapan-persiapan sebagaimana mestinya, sehingga pemilihan umum dapat dilaksanakan pada akhir tahun ini sesuai dengan janji Pemerintah, atau setidak-tidaknya pada bagian pertama tahun 1963.

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI

Jakarta, 29 April 1962

 

DEMOKRASIKAN PEMERINTAH DAERAH!

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI yang dilangsungkan pada tanggal 25 s.d. 30 April 1962 di Jakarta, sepenuhnya membenarkan konstatasi dalam Laporan Umum Kawan Aidit, bahwa meskipun Penpres No. 6/1959 dan Penpres No. 5/1960 telah disempurnakan, tetapi masih dilaksanakan dengan tidak atau belum mengoreksi segala sebab-sebab gugatan rakyat yang menyebabkan kedua Penpres tersebut disempurnakan dengan campur tangan Presiden. Ini berarti bahwa gagasan Demokrasi Terpimpin belum berjalan sebagaimana mestinya di daerah-daerah.

Keadaan sebagaimana dinyatakan di atas ini adalah tidak sesuai dengan apa yang ditegaskan oleh Presiden Sukarno dalam Resopim, yaitu bahwa “tulang punggung, darah daging sosialisme Indonesia ialah pelaksanaan di daerah”. Juga tidak sesuai dengan Ketetapan MPRS No. II, yang pada pasal 4 ayat (1) menegaskan bahwa “Untuk menjamin berhasilnya pelaksanaan Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Delapan Tahun 1961-1969, diperlukan penyesuaian seluruh aparatur negara dengan tugasnya dalam rangka pelaksanaan Manifesto Politik dan Amanat Pembangunan Presiden tentang Pembanguan Semesta Berencana serta Ketetapan-Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara”.

Jadi, untuk mewujudkan aparatur negara di daerah-daerah, yaitu Pemerintah Daerah, yang memenuhi syarat-syarat dan sifat-sifat stabil dan berkewibawaan, mencerminkan kehendak rakyat, revolusioner dan gotong-royong, maka perlu diadakan retuling dari atas sampai ke bawah. Hanya Pemerintah Daerah yang demikian itulah yang dapat memobilisasi seluruh kekuatan membangun yang memungkinkan Daerah menjadi tempat berkembangnya demokrasi terpimpin, menjadi tulang punggung dan darah daging pelaksanaan demokrasi terpimpin.

Berdasarkan keterangan-keterangan di atas, Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI memutuskan untuk mendesak kepada Pemerintah:

  1. Supaya Penpres No. 6/1959 (disempurnakan) dan Penpres No. 5/1960 (disempurnakan), selagi masih berlaku, yaitu sebelum diadakan pemilihan umum untuk anggota-anggota DPRD tingkat I, II, dan III, dilaksanakan dengan tepat, sehingga gagasan Demokrasi Terpimpin dengan poros Nasakom benar-benar terlaksana sebagaimana mestinya secara merata di semua daerah.
  2. Supaya Pemerintah tidak ragu-ragu melaksanakan dengan konsekuen Undang-Undang No. 6/1959 tentang penyerahan tugas-tugas dan wewenang Pemerintahan Umum kepada Daerah-Daerah.

Selanjutnya, Kongres juga menuntut:

  1. Supaya Pemerintah segera melaksanakan Ketetapan MPRS yang menghendaki supaya hanya ada satu saja Undang-Undang Pokok tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Perundang-Undangan tentang Pemerintah Daerah yang bersimpang-siur, yaitu adanya UU No. 1/1957, di samping Penpres No. 6/1959 (disempurnakan) dan Penpres No. 5/1960 (disempurnakan).
  2. Supaya Pemerintah segera melaksanakan Ketetapan MPRS mengenai retuling desa dengan mengganti segala peraturan perundangan desa kolonial seperti IGO, IGOB dan lain-lain dengan Undang-Undang Nasional yang menjamin kemajuan-kemajuan desa dan pendemokrasian tata pedesaan, khusus dengan jalan membentuk Daswati Tingkat III.

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI

Jakarta, 29 April 1962

 

MOBILISASI KEKUATAN SEBENAR-BENARNYA GUNA MENGATASI KRISIS PANGAN!

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI yang dilangsungkan pada tanggal 25 s.d. 30 April 1962 di Jakarta dengan rasa prihatin mengikuti perkembangan ekonomi dan keuangan negeri yang makin memburuk, yang ditandai oleh meningkatnya harga kebutuhan pokok sehari-hari sampai 248% jika dibandingkan dengan tahun 1959, terutama oleh meningkatnya harga kebutuhan terpokok, yaitu beras.

Di sebagian besar desa di tanah air kita, rakyat telah menderita kekurangan makan dan mengalami musim paceklik yang lebih berat dan lebih panjang dari tahun-tahun sebelumnya. Di sana-sini bahkan sudah terdapat penyakit busung lapar.

Keadaan ini dapat dipergunakan oleh musuh-musuh republik untuk menyebarkan sinisme, apatisme dan defaitisme di kalangan rakyat, untuk melemahkan tekad dan semangat rakyat dalam perjuangan pembebasan Irian Barat dan melemahkan kegairahan rakyat dalam ikut serta melaksanakan Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama Ketetapan MPRS.

Oleh karena itu, Kongres berpendapat bahwa krisis pangan dewasa ini harus segera diatasi.

Kongres berpendapat bahwa krisis pangan ini terutama bersumber pada kemerosotan produksi pangan yang terjadi pada tahun 1961 yang lalu. Seperti dinyatakan oleh Pemerintah produksi padi pada tahun 1961 hanya mencapai 15,8 juta ton, yang berarti kemerosotan 1 juta ton dari produksi tahun 1960 yang berjumlah 16,86 juta ton; produksi bahan makanan lain seperti jagung dan ketela, pada tahun 1961 juga merosot. Sedang rencana produksi padi tahun 1962 sebesar 20,4 juta ton masih diragukan untuk dapat dicapai.

Sebab lain yang menyebabkan kenaikan harga bahan makanan ialah politik harga Pemerintah, seperti politik yang menaikkan harga alat-alat pertanian, tekstil kasar, bensin, minyak tanah, tarif pengangkutan, dan sebagainya, dan juga pemungutan-pemungutan luar biasa di banyak daerah di luar ketentuan UU dan Peraturan Pemerintah yang sangat memberatkan kaum tani.

Di samping itu juga disebabkan oleh cara-cara distribusi yang belum beres dan oleh perbuatan-perbuatan jahat kaum kapitalis birokrat dan kaum parasiter lainnya yang dengan menggunakan birokrasi melakukan korupsi, manipulasi, pencolengan dan perbuatan-perbuatan lain yang langsung atau tidak langsung menghambat kelancaran produksi, mengurangi persediaan dan mempersulit distribusi bahan makanan dan bahan kebutuhan pokok lainnya daripada rakyat.

Kongres berpendapat bahwa untuk mengatasi krisis pangan, segala jalan harus ditempuh guna meningkatkan produksi pangan terutama beras, dan mengatur secara baik distribusinya. Seperti dinyatakan dalam Laporan Umum Kawan Aidit kepada Kongres, kunci untuk mempertinggi produksi beras adalah membangkitkan kegairahan dan daya cipta kaum tani sebagai tenaga produktif.

Untuk membangkitkan kegairahan bekerja dan daya cipta kaum tani, Kongres mendesak Pemerintah untuk mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Menggantikan badan-badan yang tidak efektif dalam bidang produksi dengan membentuk Dewan-Dewan Perusahaan dan Dewan-Dewan Produksi Pertanian dari Pusat sampai ke daerah-daerah dengan mengikutsertakan wakil-wakil organisasi-organisasi buruh dan tani yang representatif. Dalam dewan-dewan ini supaya dimusyawarahkan soal perencanaan dan pelaksanaan plan produksi, seperti masalah penetapan areal, penetapan jatah produksi, masalah pembiayaan dan soal-soal lainnya yang bersangkutan dengan usaha mempertinggi produksi pangan.
  2. Memberikan kebebasan berapat, berkumpul dan menyatakan pendapat secara lisan dan tulisan bagi rakyat terutama kaum buruh dan kaum tani untuk merundingkan masalah-masalah peningkatan produksi dan mencegah terjadinya tindakan-tindakan kekerasan dan paksaan terhadap rakyat, terutama dalam menyelesaikan sengketa-sengketa tanah.
  3. Melaksanakan dengan sungguh-sungguh ketentuan-ketentuan Undang-Undang Perjanjian Bagi Hasil dan UU Pokok Agraria, menetapkan ancaman hukuman (sanksi) kepada pejabat-pejabat sipil dan militer yang langsung atau tidak langsung merintanginya.
  4. Memperbesar dan mempermudah pemberian kredit kepada kaum tani dengan bunga yang ringan.
  5. Melarang dilanjutkannya pungutan-pungutan dan mencabut peraturan-peraturan penguasa setempat yang memberatkan dan membawa akibat kemerosotan daya produksi dari kaum produsen.

Selanjutnya Kongres menyerukan kepada segenap anggota Partai dan anggota Pemuda Rakyat, terutama dari kalangan kaum tani, untuk terus berjuang dengan tekad “satu tangan pegang bedil dan satu tangan lagi pegang pacul”, dan terus melaksanakan Gerakan 1001 guna meningkatkan produksi bahan makanan.

Mengenai bidang distribusi bahan-bahan kebutuhan pokok rakyat, Kongres mendesak Pemerintah agar:

  1. Memberikan injeksi beras pada daerah-daerah yang kekurangan dan ke desa-desa untuk kaum tani pada musim menggarap tanah dan mengharuskan mengikuti harga rendah bagi barang-barang kebutuhan pokok sehari-hari yang ditetapkan Pemerintah serta mencegah dan membatalkan tindakan Pemerintah untuk menaikkan harga.
  2. Menghapuskan saluran-saluran distribusi yang tidak perlu dan menggantikannya dengan RK/RT, koperasi dan pedagang-pedagang eceran setelah mendengar RK/RT yang bersangkutan sebagai distributor-distributor bahan makanan untuk rakyat.
  3. Mengumumkan kepada rakyat mengenai tempat dan jumlah semua alokasi bahan-bahan kebutuhan pokok dan dijalankannya pengawasan oleh Pemerintah dan oleh rakyat dengan membangkitkan dan mengorganisasi kontrol rakyat dalam bentuk Dewan-Dewan Pengawas Distribusi dari atas untuk rakyat.
  4. Mengambil tindakan kepada penimbun-penimbun bahan makanan, dengan mewajibkan para penimbun melaporkan diri:
  5. penimbun yang melaporkan diri diberi ganti rugi dengan harga pemerintah.
  6. penimbun yang tidak melaporkan diri dan kemudian diketahui oleh pemerintah, dibeslah barang-barangnya tanpa ganti rugi dan penimbunnya dihukum.
  7. Memobilisasi alat-alat pengangkutan instansi sipil dan militer untuk keperluan melancarkan distribusi bahan-bahan makanan dan menurunkan kembali tarif-tarif pengangkutan.

Akhirnya, Kongres menyerukan kepada kaum Komunis untuk selalu berdiri di depan, membantu rakyat dalam memecahkan kesulitan-kesulitan hidupnya dan membantu kaum tani mengatasi kesulitan-kesulitan dalam usaha mereka meningkatkan produksi pangan.

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI

Jakarta, 29 April 1962

 

LAKSANAKAN PEMBELIAN PADI SESUAI DENGAN JIWA DAN SEMANGAT INSTRUKSI PRESIDEN SUKARNO!

Untuk distribusi pegawai negeri sipil dan militer, kaum buruh dan penduduk kota, untuk membantu daerah-daerah yang tidak atau kurang mengasilkan beras dan daerah-daerah yang diserang bencana alam dan kelaparan, Pemerintah memerlukan cukup persediaan beras.

Persediaan itu terutama didapat dari hasil pembelian padi dan gabah dalam negeri.

Berdasarkan kepentingan tersebut di atas, Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI, menyatakan persetujuannya terhadap usaha-usaha Pemerintah untuk menguasai sebagian produksi beras dalam negeri, dengan jalan melakukan pembelian padi.

Sampai sekarang, Pemerintah belum pernah berhasil mencapai jatah pembelian padi yang diperlukan, meskipun jatah itu hanya meliputi 10% dari jumlah produksi nasional. Sebabnya terletak terutama pada kurangnya produksi padi, tetapi juga pada cara dan sasaran-sasaran pembelian. Pada tahun-tahun yang lalu jatah pembelian ditetapkan semata-mata atas dasar luas garapan dan milik tanah petani dengan harga lebih rendah dari biaya produksi dan jauh lebih rendah dari harga pasaran bebas, sehingga berakibat memberatkan kaum tani miskin dan tani sedang, sebaliknya meringankan beban tuan tanah, tani kaya, serta pemilik-pemilik dan penimbun-penimbun padi besar lainnya.

Petugas-petugas pembelian padi, didorong oleh nafsu mencapai keuntungan sebesar-besarnya untuk diri-sendiri, tidak jarang menjalankan praktik-praktik beli paksa dengan mengadakan blokade-blokade daerah dan dengan melakukan penipuan-penipuan dalam menilai kualitas padi dan menimbang berat padi serta praktik-praktik tercela lainnya lagi. Petugas-petugas pembeli padi Pemerintah banyak mengejar-ngejar tani miskin, tani sedang, bahkan buruh tani, untuk menjual sebagian hasil padinya, tetapi sebaliknya membiarkan tani kaya dan tuan tanah menimbun padi berlebihan, yang pada musim-musim paceklik digunakan untuk mencekik batang leher kaum tani dengan jalan memberikan pinjaman dengan bunga sangat tinggi.

Dengan cara-cara demikian, pembelian padi yang direncanakan oleh Pemerintah tidak pernah berhasil, meskipun dengan pengorbanan yang besar dari tani sedang, tani miskin dan buruh tani.

Berdasarkan Instruksi Presiden/Panglima Tertinggi No. 11 tahun 1961, dalam tahun 1962 Pemerintah bermaksud menjalankan pembelian padi hasil dalam negeri sebesar 3,5 juta ton, yang diperkirakan merupakan 15% dari produksi nasional yang lalu yang besarnya ditaksir 20,5 juta ton. Dibandingkan dengan target pembelian padi pada tahun-tahun yang lalu, rencana pembelian padi tahun 1962 ini meletakkan tugas yang lebih berat bagi Pemerintah dan bagi kaum tani sendiri.

Tugas ini akan dapat terpenuhi jika rencana peningkatan produksi padi dan bahan makanan lain-lainnya dapat berhasil. Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI menyatakan sokongan sepenuhnya terhadap usaha-usaha Pemerintah untuk meningkatkan produksi padi dan bahan makanan lainnya serta produksi pertanian dan perindustrian pada umumnya.

Kongres juga dapat membenarkan usaha-usaha pembelian padi Pemerintah untuk tahun 1962, apabila pembelian padi itu benar-benar dilaksanakan sesuai dengan isi dan jiwa Instruksi Presiden No. 11 tahun 1961 dan Amanat Presiden tanggal 22 April 1962 yang berlalu, sehingga dapat memenuhi kebutuhan tanpa terlalu banyak merugikan kaum tani.

Ini berarti bahwa penetapan jatah bagi masing-masing petani dan penetapan harga padi seperti dinyatakan oleh Presiden harus “dilakukan secara progresif atas dasar musyawarah Desa, tidak boleh sembrono, harus dengan tertib, teratur dan adil”.

Selain daripada itu dalam Ketentuan Kedua Instruksi Presiden (penjelasan) juga dengan tegas dikatakan bahwa “dalam usaha mengumpulkan jatah padi yang ditetapkan baginya, desa sebagai unit kolektif menetapkan jatah-jatah untuk masing-masing pemilik padi” dan bahwa penetapan jatah-jatah tersebut harus “dilakukan dengan mengingat luas sawah, hasil padinya serta kebutuhan si pemilik padi akan padi konsumsi”.

Dengan demikian, jatah bagi masing-masing petani ditetapkan melalui suatu Musyawarah Desa dengan teliti, tidak boleh sembrono, tertib dan adil, sehingga dapat ditetapkan suatu jatah yang progresif, artinya jatah yang tidak terlalu memberatkan tani miskin dan tani sedang, membebaskan buruh tani dan memikulkan sebagian terbesar beban jatah pembelian padi kepada tuan tanah, tani kaya, dan tengkulak-tengkulak dan penimbun-penimbun padi.

Mengenai harga pembelian padi, seperti dinyatakan dalam Ketetapan Ketiga Instruksi Presiden, seharusnya ditetapkan “keseimbangan dengan harga barang-barang keperluan pokok rakyat tani, sehingga terpelihara gairah kerja untuk mempertinggi produksi padi”. Untuk meringankan beban keuangan pemerintah dan mengurangi beban berat kaum tani yang ditimbulkan dari perbedaan harga pembelian Pemerintah dengan harga padi di pasaran bebas, Pemerintah supaya mengusahakan persediaan barang-barang keperluan pokok petani dengan harga Pemerintah seperti dinyatakan dalam penjelasan Ketentuan Ketiga Instruksi Presiden, yaitu pupuk, bibit unggul, gula, garam, ikan asih, minyak tanah, tekstil dan sebagainya.

Untuk memungkinkan Pemerintah memenuhi jatah pembelian padi, Kongres mendesak Pemerintah supaya dengan segera dan secara sungguh-sungguh melaksanakan perubahan tanah (landreform) sesuai dengan ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah No. 224 tahun 1961 dan memasukkan ke dalam jatah pembelian setoran kaum tani yang mendapat bagian tanah kepada Pemerintah, yaitu sepertiga dari hasil panenan yang berupa padi seperti ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah tersebut.

Kongres mengusulkan kepada Pemerintah untuk mengadakan rituling terhadap badan-badan dan petugas-petugas pembelian padi, sehingga badan-badan dan petugas-petugas pembelian padi terdiri dari orang-orang yang patriotik, cakap, demokratis, dan bercita-cita sosialisme, yang benar-benar memahami dan setia melaksanakan Instruksi Presiden/Panglima Tertinggi No. 11 tahun 1961 sesuai dengan isi dan jiwanya.

Mengenai izin pengedaran dan penyimpanan padi, gabah dan beras, Kongres menyokong Amanat Presiden tanggal 22 April 1962 untuk menghapuskan blokade-blokade. Berlakunya blokade-blokade selama ini telah membikin peredaran perdagangan padi, gabah dan beras tidak normal, telah mematikan pedagang-pedagang eceran dan mendorong penggelapan-penggelapan, manipulasi-manipulasi, suap dan korupsi. Kongres mengusulkan agar Pemerintah menetapkan peraturan peredaran dan penyimpanan padi, gabah dan beras yang menjamin kehidupan perdagangan beras eceran, menjamin hak kaum tani untuk mempunyai persediaan padi untuk penghidupan keluarga dan biaya mengerjakan tanahnya, menjamin hak koperasi-koperasi tani dan lumbung-lumbung desa untuk menyimpan dan mengedarkan padi, gabah, dan beras milik koperasi-koperasi tani dan lumbung-lumbung desa, sebaliknya melarang penimbunan padi, gabah dan beras besar-besaran yang biasanya digunakan untuk mengisap kaum tani pada musim-musim paceklik dan mengacaukan peredaran dan harga beras di pasaran bebas.

Kongres berpendapat bahwa Instruksi Presiden/Panglima Tertinggi No. 11 tahun 1961 dapat dilaksanakan sesuai dengan isi dan jiwanya dalam arti dapat digunakan untuk mengembangkan semangat gotong-royong dalam pengumpulan padi tanpa rerlalu memberatkan kaum tani, apabila ada pengawasan yang kuat dengan mengikutsertakan massa rakyat. Untuk itu, Kongres mendesak kepada Pemerintah supaya segera membentuk Dewan-Dewan Pertimbangan dan Pengawasan Pembelian Padi dan Distribusi Beras, seperti diamanatkan oleh Presiden Sukarno pada tanggal 22 April 1962.

Kongres berkeyakinan, bahwa dengan memenuhi usul-usul tersebut di atas, akan terdapat syarat-syarat lebih baik bagi Pemerintah untuk dapat memenuhi kebutuhan akan persediaan padi dengan tidak terlalu merugikan dan memberatkan beban yang diderita oleh kaum tani.

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI

Jakarta, 29 April 1962

 

SUKSESKAN PELAKSANAAN PLAN 8 TAHUN!

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI yang dilangsungkan pada tanggal 25 s.d. 30 April 1962 di Jakarta, memberikan perhatian secara khusus terhadap masalah pelaksanaan Plan 8 Tahun 1961-1969, Ketetapan II MPRS.

Plan 8 Tahun adalah program bersama rakyat Indonesia di bidang kehidupan materiil dan kultural, suatu program pembangunan yang mempersiapkan dasar untuk membangun ekonomi nasional yang berdiri sendiri, tidak tergantung dan yang bebas dari sisa-sisa ekonomi kolonial dan ekonomi feodal.

Kongres mengkonstatasi bahwa pelaksanaan Plan 8 Tahun yang sampai sekarang sudah berjalan setahun lebih, belum terlaksana dengan lancar dan bahkan mengalami kemacetan-kemacetan. Ini disebabkan karena kemerosotan keadaan ekonomi dan keuangan negara, kekurangan-kekurangan dalam sistem pengorganisasian plan dan karena adanya rintangan-rintangan serta penyelewengan-penyelewengan dalam pelaksanaan. Belum diikutsertakannya rakyat pekerja secara demokratis juga telah sangat mempengaruhi kelancaran pelaksanaan plan.

Kongres berpendapat bahwa Plan 8 Tahun harus disukseskan dan untuk itu adalah kewajiban semua kekuatan progresif untuk menggagalkan usaha-usaha kaum reaksi yang bermaksud menyabot pelaksanaannya. Kaum reaksi memang berkepentingan untuk menggagalkan Plan 8 Tahun, pertama, karena Plan 8 Tahun adalah program bersama persatuan nasional yang berporoskan Nasakom berlandaskan Manipol dan Amanat Pembangunan Presiden yang bersifat anti-imperialis dan anti-feodal, dan kedua, karena suksesnya Plan 8 Tahun akan berarti tercapainya swasembada sandang pangan dan dimulainya industrialisasi negeri. Ini berarti berkurangnya ketergantungan ekonomi Indonesia pada negara-negara imperialis, berarti diperlemahnya imperialisme, sandaran hidup kaum reaksioner.

Agar supaya krisis ekonomi dan keuangan sekarang dapat diatasi dan kegagalan Plan 8 Tahun dapat dicegah, maka adalah sangat penting diambilnya segera tindakan-tindakan tegas untuk mengoreksi semua sebab kemacetan sekarang, antara lain tindakan-tindakan sebagai berikut:

  1. Demokrasikan pelaksanaan Plan 8 Tahun dengan mengerahkan segenap potensi pembangunan rakyat Indonesia; perhebat penjelasan-penjelasan mengenai Plan 8 Tahun; atasi kesulitan-kesulitan ekonomi sehari-hari daripada rakyat; cabut keadaan bahaya di daerah-daerah di mana tidak ada operasi militer, sehingga terdapat suasana bebas dan tanpa paksaan dalam pelaksanaan Plan 8 Tahun; bentuk segera Dewan-Dewan Perusahaan, Dewan-Dewan Produksi Pertanian dan Dewan-Dewan Pengawas Distribusi sampai ke basis-basis.
  2. Adakan pengubahan orientasi dalam menstabilisasi keadaan ekonomi dan keuangan negara; jadikan produksi sandaran untuk menstabilisasi nilai rupiah dan menstabilisasi harga; laksanakan penggarapan pada unit-unit produksi yang berada di bawah kekuasaan negara seintensif-intensifnya dengan menetapkan jatah-jatah kenaikan produksi yang realistis; tiap investasi pada perusahaan negara harus disertai dengan rencana yang konkret mengenai kenaikan prestasi dan produksi, sehingga dengan demikian perusahaan-perusahaan negara menjadi sumber pemasukan keuangan negara dan pembiayaan pembangunan.
  3. Dalam rangka perjuangan pembebasan Irian Barat, sita modal Belanda yang sudah diambil alih dan yang berada dalam perusahaan-perusahaan campuran untuk memperkuat sumber pembiayaan Plan 8 Tahun.
  4. Kuasai hasil devisa modal-modal monopoli asing di lapangan perminyakan (Shell, Stanvac dan Caltex), kecuali yang dilokalisasi Pemerintah untuk transfer keuntungan, jasa-jasa, dan sebagainya, sehingga dapat menutup ketekoran devisa negara untuk impor barang-barang yang diperlukan untuk memulihkan keadaan ekonomi dan pelaksanaan Plan 8 Tahun.
  5. Keluarkan peraturan yang memberikan kesempatan kepada swasta nasional untuk merealisasi bidang-bidang pembangunan atau proyek-proyek tertentu yang tidak vital; alokasi barang-barang baku yang diimpor PDN-PDN, selain didistribusikan kepada perusahaan-perusahaan swasta nasional yang produktif secara adil.
  6. Segera atasi rintangan-rintangan dan percepat realisasi kredit-kredit luar negeri, terutama kredit-kredit dari negeri sosialis, dan gunakan kredit-kredit itu secara efektif untuk pelaksanaan Plan 8 Tahun.
  7. Laksanakan koordinasi yang efektif, sistem pengawasan dari atas dan dari bawah, sistem pelaporan dan penilaian secara periodik, serta jika perlu adakan revisi-revisi dalam pelaksanaan Plan 8 Tahun sesuai dengan kemajuan-kemajuan dan kekurangan-kekurangan dalam pelaksanaannya.
  8. Laksanakan retuling secara radikal dalam bidang politik dan ekonomi untuk menyingkirkan pejabat-pejabat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan Plan 8 Tahun yang korup dan tidak cakap di dalam aparatur negara dan perusahaan-perusahaan dan ganti mereka dengan tenaga-tenaga yang patriotik, ahli dan bercita-cita Sosialisme.

Kongres berpendapat bahwa hanya dengan menciptakan syarat-syarat sebagai disebutkan di atas, yaitu syarat-syarat ekonomi dan keuangan, syarat-syarat cara pengorganisasian dan syarat-syarat politik sesuai dengan Manipol dan Amanat Pembangunan Presiden serta Ketetapan-Ketetapan MPRS, Plan 8 Tahun bisa dilaksanakan dengan sukses.

Oleh karena itu, Kongres dengan suara bulat mendesak Pemerintah agar Pemerintah mencurahkan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap masalah ini.

Kepada kaum progresif dan kaum Manipolis sejati, Kongres berseru supaya dengan sungguh-sungguh turut berusaha menciptakan syarat-syarat tersebut agar Plan 8 Tahun dapat dilaksanakan dengan sukses.

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI

Jakarta, 29 April 1962

 

LAWAN NEO-KOLONIALISME!

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) Partai Komunis Indonesia yang dilangsungkan pada tanggal 25 s.d. 30 April 1962 di Jakarta, sepenuhnya sependapat dengan Laporan Umum Kawan D.N. Aidit yang antara lain menyatakan bahwa perlu dicurahkan perhatian istimewa oleh Pemerintah dan rakyat Indonesia terhadap berbagai bentuk neo-kolonialisme yang harus dilawan.

Kongres menggarisbawahi penegasan yang diberikan oleh Konferensi Masalah Neo-Kolonialisme di Leipzig dalam tahun 1961 bahwa neo-kolonialisme adalah “bentuk tipikal dan yang utama dari politik kolonial imperialis dalam syarat-syarat sejarah pada zaman peralihan dari kapitalisme ke Sosialisme, khususnya pada periode keruntuhan dan kehancuran terang-terangan daripada sistem kolonial yang langsung”.

Kejadian-kejadian yang sedang berlangsung di Asia, Afrika dan Amerika Latin membuktikan dengan jelas bahwa neo-kolonialisme, sebagaimana ditegaskan oleh Sidang Dewan Setia Kawan Rakyat-Rakyat Asia-Afrika di Bandung dalam bulan April 1961, adalah “suatu bentuk baru dari imperialisme, terutama imperialisme Amerika Serikat, bentuk kekuasaan yang tidak langsung serta halus melalui bidang politik, ekonomi, sosial, militer, dan teknik”.

Kongres menunjukkan bahaya besar yang dihadapi oleh segenap umat manusia yang demokratis, cinta kemerdekaan dan cinta damai ialah berlangsungnya perang yang tidak diumumkan antara AS dengan rakyat patriotik Vietnam Selatan yang berjuang mati-matian untuk demokrasi, perdamaian nasional, politik netral dan penyatuan kembali negerinya.

Selama 7 tahun yang silam AS telah berusaha untuk menjadikan Vietnam Selatan sebagai pangkalan militernya dan jajahan model baru.

AS telah membanjiri Vietnam Selatan dengan pasukan-pasukan dan alat-alat senjata. Belum pernah jumlah senjata yang dimasukkan ke Vietnam Selatan begitu besarnya seperti sekarang. Di antara senjata-senjata itu termasuk yang termodern, senjata-senjata roket micro jet dan gas eksplosif sebagaimana ditulis oleh “Newsweek”. Komando operasi AS yang ditugaskan untuk memimpin kegiatan pasukan-pasukan AS dan angkatan bersenjata boneka Ngo Din Diem, merupakan detasemen pelopor dari Komando pasukan-pasukan AS di Pasifik. Rezim boneka AS, Ngo Din Diem, tanpa hentinya menjalankan politik penindasan yang ganas, telah menutup segala kemungkinan bagi rakyat untuk bekerja dan hidup dengan damai. Vietnam Selatan telah diubahnya menjadi negeri kamp-konsentrasi, negeri 1000 penjara dan negeri siksaan.

Adalah hak yang sah dari rakyat Vietnam Selatan untuk bangkit melawan. Ini sesuai dengan Piagam Umum Hak-Hak Asasi Manusia serta dengan prinsip-prinsip yang tertera dalam Resolusi Sidang ke-15 Majelis Umum PBB mengenai keharusan untuk mengakhiri kolonialisme dalam segala bentuknya.

Situasi di Vietnam Selatan telah menjadi sangat serius berhubung dengan terkonsentrasinya kekuatan-kekuatan militer AS dan makin intensifnya agresi militer AS. Ini berarti bahwa AS telah membikin situasi di Asia Tenggara-Pasifik menjadi gawat.

Juga di Laos pengabdi-pengabdi neo-kolonialisme AS, klik Boun Oum-Nosavan dengan dikendalikan oleh kaum imperialis terus-menerus menimbulkan kekacauan-kekacauan dan menyabot pelaksanaan prinsip-prinsip perdamaian yang telah ditetapkan dalam Persetujuan-Persetujuan Zürich dan Hin Hop.

Jalan keluar untuk memecahkan masalah Vietnam Selatan dan Laos, tidaklah lain daripada mewujudkan dalam kenyataan Persetujuan Jenewa tahun 1954 mengenai masalah Indocina, yang telah dirobek-robek dan diinjak-injak oleh AS.

Kongres mendukung sepenuhnya Statement Politbiro serta Resolusi Sidang Pleno ke-3 CC PKI yang mengutuk usaha neo-kolonial kaum imperialis Inggris untuk membentuk federasi Malaysia dengan menggunakan tangan pribumi. Federasi Malaysia tidak saja berbahaya bagi rakyat Malaya, Singapura, Serawak, Sabah, dan Brunei, tetapi juga bagi seluruh Asia Tenggara, termasuk Indonesia, karena federasi ini terang dimaksudkan untuk membela kedudukan kekuatan-kekuatan lama yang bercokol (“the old established forces”) di Asia Tenggara.

Contoh neo-kolonialisme AS yang paling kurang ajar berlangsung di Konggo, negeri pahlawan besar Patrice Lumumba. Neo-kolonialisme di Konggo sangat jahat karena menyelubungi permainan kotornya dengan kata-kata manis serta menutup-nutupi kejahatannya dengan menonjolkan “pahlawan-pahlawan separatis” pribumi.

Dengan menggunakan nama PBB, dengan menyuap pengkhianat-pengkhianat Konggo seperti Tsombe, Mobutu, Kasavubu, Adoula, Ileo, dan lain-lainnya lagi, yang telah bersedia untuk mengabdi kepentingan-kepentingan kaum kapitalis monopoli, imperialisme AS menempatkan Konggo di bawah duli kekuasaannya dengan mendesak kedudukan-kedudukan imperialis Inggris dan Belgia dan dengan menindas gerakan rakyat Konggo yang patriotik dan yang dipelopori Wakil Perdana Menteri Antoine Gizenga.

Patrice Lumumba yang gugur menjadi korban dari neo-kolonialisme ini merupakan simbol dari kebangkitan Afrika. Kongres menyatakan rasa hormat yang setinggi-tingginya kepada pahlawan Patrice Lumumba, kesayangan rakyat Afrika dan yang dicintai oleh segenap manusia progresif di dunia.

“Persekutuan untuk Kemajuan” yang ditelurkan oleh biang imperialis AS untuk menempatkan Amerika Latin di bawah kepentingan neo-kolonialnya menghadapi perlawanan yang keras dari rakyat. Imperialisme Yankee sangat dibenci oleh rakyat Amerika Latin. Dengan revolusi Kuba yang gemilang sebagai mercusuar dan digembirakan oleh kegagalan serdadu-serdadu sewaan AS yang menyerbu Kuba di pantai Giron, rakyat Amerika Selatan melanjutkan dan memperhebat serangan-serangan mereka terhadap imperialisme dan neo-kolonialisme AS.

Kongres Nasional ke-7 PKI menyatakan simpati dan solidaritasnya yang dalam dan sokongannya yang teguh tanpa reserve kepada segenap patriot-patriot yang gagah berani dari Vietnam Selatan, Laos, Konggo, Malaya, Korea Selatan, Muangthai, Filipina, kepada segenap rakyat Asia-Afrika-Amerika Latin yang berjuang dengan heroik melawan neo-kolonialisme untuk demokrasi, kemerdekaan sejati dan perdamaian.

Khusus terhadap neo-kolonialisme di Asia Tenggara, berhubung dengan usaha pembentukan Federasi Malaysia dan situasi yang sangat gawat di Vietnam Selatan, Kongres menyerukan kewaspadaan yang berlipat ganda kepada Pemerintah dan rakyat Indonesia dan agar Pemerintah Indonesia tidak bersikap netral dan pasif.

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI

Jakarta, 29 April 1962

 

BEBASKAN DAVID ALFARO SIQUEIROS!

Kongres Nasional ke-7 Partai Komunis Indonesia yang berlangsung di Jakarta pada tanggal 25 s.d. 30 April 1962 mengutuk tindakan-tindakan sewenang-wenang terhadap kaum patriot Mexico oleh yang berkuasa.

David Alfaro Siqueiros, Sekretaris Jenderal Partai Komunis Mexico salah seorang di antara pelukis kenamaan, pejuang gigih untuk demokrasi dan kemerdekaan Mexico telah menjadi korban ketidakadilan dan kesewenangan ini. Pada tanggal 9 Agustus 1960 Siqueiros ditangkap tanpa surat perintah dan dengan kekerasan dengan dalih mendemoralisasi masyarakat, memiliki senjata dengan tidak sah dan menghina serta melawan pembesar-pembesar Mexico.

Alasan sesungguhnya ialah aktivitas patriotik Sequeiros, antara lain dukungannya pada demonstrasi guru-guru dan mahasiswa-mahasiswa di kota Mexico. Penangkapan ini bertentangan dengan hukum dan merupakan perkosaan atas kebebasan-kebebasan demokratis, seperti kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan berkumpul dan berserikat yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Mexico.

Bersama dengan David Alfaro Siqueiros ditangkap juga Felomena Mata, wartawan berpengalaman yang namanya dikenal dalam revolusi Mexico.

Kedua pahlawan ini yang masing-masing telah berusia 65 dan 74 tahun telah dipenjarakan lebih dari 20 bulan dalam keadaan yang menyedihkan serta membahayakan kesehatannya.

Kongres Nasional ke-7 Partai Komunis Indonesia menyatakan setia kawannya yang dalam kepada patriot-patriot dan pahlawan Mexico ini, dan memperkuat telegram Ketua CC PKI D.N. Aidit, tertanggal 1 April 1962 yang memprotes pemerintah Mexico atas ketidakadilan dan kesewenangan ini.

Kongres Nasional ke-7, bersama-sama rakyat seluruh dunia yang cinta demokrasi dan kemerdekaan menuntut kepada Pemerintah Meksiko supaya segera membebaskan David Alfaro Siqueiros dan patriot-patriot lainnya demi demokrasi dan keadilan.

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI

Jakarta, 29 April 1962

 

BEBASKAN DAN REHABILITASI GIZENGA!

Antoine Gizenga, Wakil Perdana Menteri Konggo, pembela setia dari politik kemerdekaan nasional penuh dan demokratis yang dipelopori Patrice Lumumba, kini sedang berada dalam tahanan disertai siksaan-siksaan yang mengancam keselamatan jiwa raganya. Penangkapan Antoine Gizenga yang dilakukan oleh budak-budak belian imperialis Mobutu dan Kasavubu dengan klik reaksionernya yang berkuasa di Leopoldville sekarang, adalah kelanjutan daripada komplotan pembunuhan terhadap Patrice Lumumba, sebagai pelaksanaan secara sistematis daripada rencana imperialis Amerika Serikat untuk menghancurkan kekuatan-kekuatan demokratis dan patriotik di Konggo.

Perbuatan Amerika Serikat untuk melaksanakan rencana-rencananya yang keji dan terkutuk itu dilakukan dengan bernaung di bawah panji-panji PBB. Untuk kedua kalinya setelah Perang Korea, Amerika Serikat telah menodai dan menyalahgunakan badan internasional ini guna kepentingannya sendiri yang serakah. Pemerintah Leopoldville sekarang telah mengabdi pada kepentingan imperialis dengan politiknya yang berkompromi dengan separatis Moise Tsombe, pembunuh Patrice Lumumba, dan dengan membiarkan Wakil Perdana Menteri Gizenga disiksa serta diracun dalam penjara.

Antoine Gizenga mewakili kepentingan-kepentingan nasional Konggo, mewakili demokrasi dan kemerdekaan, mewakili kekuatan-kekuatan yang sedang tumbuh di Konggo.

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI mendesak Sekjen PBB U Thant dan Pemerintah Konggo agar Antoine Gizenga segera dibebaskan dan direhabilitasi kedudukannya sebagai Wakil Perdana Menteri Konggo.

Kongres berseru kepada Pemerintah RI untuk menempuh segala jalan yang mungkin guna pembebasan Gizenga.

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI

Jakarta, 29 April 1962

 

JANGAN SENTUH KUBA!

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI yang diadakan pada tanggal 25 s.d. 30 April 1962 di Jakarta setelah membahas Laporan Umum Kawan D.N. Aidit tentang situasi internasional, memberi salut setinggi-tingginya kepada rakyat Kuba yang gagah perwira yang telah menjadikan tanah airnya negeri bebas yang pertama di benua Amerika.

Perjuangan rakyat Kuba bukan saja contoh gemilang bagi rakyat Amerika Latin dalam melawan kaum pengisap dan penindas Amerika Serikat, tetapi juga merupakan teladan bagi setiap rakyat di mana saja di bagian dunia ini yang berjuang dan bertekad melenyapkan imperialisme untuk selama-lamanya.

Rakyat Kuba yang mendiami pulau kecil di ambang pintu benteng imperialisme dan pusat reaksi dunia, yaitu Amerika Serikat, membuktikan bahwa betapa pun hebat dan ganasnya imperialisme, ia pasti mundur jika dilawan dan jika rakyat bersatu-padu di bawah pimpinan yang tepat.

Setelah gagal menyerang dan menyerbu Kuba di pantai Giron pada bulan April setahun yang lalu, setelah menderita kekalahan yang memalukan di Konferensi Punta del Este dalam mengisolaso rakyat Kuba, kaum imperialis Amerika Serikat dengan kepala batu sekali lagi mempersiapkan intervensi militer terhadap rakyat Kuba yang dewasa ini sedang membangun Sosialisme.

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI mempertegas sikap kaum Komunis Indonesia untuk senantiasa menyokong perjuangan rakyat Kuba yang revolusioner dalam mempertahankan kemerdekaan serta kedaulatannya terhadap imperialisme Yankee. Sikap ini adalah sesuai dengan perasaan dan pikiran rakyat Indonesia. Kongres berkeyakinan bahwa rakyat sedunia tidak akan membiarkan tiap agresi militer Amerika Serikat terhadap Kuba. Setiap serbuan baru dari serdadu-serdadu sewaan Amerika Serikat pasti akan mengalami pantai Giron kedua.

Hentikan persiapan-persiapan perang terhadap Kuba!

JANGAN SENTUH KUBA!

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI

Jakarta, 29 April 1962

 

ADAKAN HUBUNGAN DIPLOMATIK DENGAN ALJAZAIR!

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI yang dilangsungkan pada tanggal 25 s.d. 30 April 1962 di Jakarta dengan gembira menyambut gencatan senjata di Aljazair sebagai hasil perundingan-perundingan yang diadakan berdasarkan persamaan antara Pemerintah Perancis dan Pemerintah Sementara Republik Aljazair di kota Evian pada tanggal 18 Maret 1962.

Isi pokok persetujuan Evian mengandung pengakuan Perancis serta jaminan bagi rakyat Aljazair untuk menentukan nasibnya sendiri, pengakuan atas kemerdekaan penuh Aljazair serta keutuhan wilayahnya. Prinsip-prinsip iri adalah justru prinsip-prinsip yang tidak disukai oleh kaum kolonialis Perancis. Kalau persetujuan-persetujuan ini bisa dilaksanakan tanpa sabotase oleh kaum kolonialis, maka kemerdekaan dan perdamaian di Aljazair pada pokoknya terjamin. Oleh karena itu persetujuan-persetujuan ini merupakan kemenangan penting bagi rakyat Aljazair dalam perjuangan pembebasan nasionalnya.

Rakyat Aljazair telah dengan tepat menjawab taktik muka dua yang kontra-revolusioner kaum kolonial Perancis. Rakyat Aljazair tidak menolak perundingan,tetapi bersamaan dengan itu tetap siap untuk meneruskan perjuangan bersenjata.

Kekuatan-kekuatan demokratis Perancis memberikan juga sumbangannya yang besar dalam menghentikan peperangan kolonial ini. Rakyat Perancis mengadakan demonstrasi-demonstrasi yang gagah berani melawan kaum ultra kanan Perancis yang hendak terus menancapkan kekuasaan kolonial mereka di Aljazair.

Kongres Nasional ke-7 PKI menyampaikan salut setinggi-tingginya kepada rakyat Aljazair yang heroik dan yang dengan keuletan serta kegigihan perjuangan senjata selama 7 tahun ini telah menghasilkan Persetujuan Evian, suatu permulaan dari suatu perjuangan yang baru. Persetujuan Evian tidak saja merupakan tonggak penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan rakyat Aljazair, tetapi juga telah memberikan sumbangan-sumbangan positif pada perdamaian dunia.

Kongres mendesak Pemerintah Indonesia agar segera mengadakan hubungan diplomatik dengan Pemerintah Sementara Aljazair. Ini akan memperkuat kedudukan serta perjuangan kekuatan-kekuatan baru yang sedang tumbuh tidak saja di Aljazair, tetapi juga di bagian-bagian dunia lainnya.

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI

Jakarta, 29 April 1962

 

AMNESTI UNTUK DEMOKRAT-DEMOKRAT PORTUGAL!

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI yang dilangsungkan pada tanggal 25 s.d. 30 April 1962 di Jakarta mengikuti dengan cemas tindakan-tindakan sewenang-wenang Pemerintah Salazar di Portugal terhadap kaum demokrat Portugal.

Takut akan gerakan pembebasan nasional yang makin kuat di jajahan-jajahan Portugal yang makin buruk kehidupannya disebabkan beban pengeluaran-pengeluaran militer, takut akan Partai Komunis Portugal yang dewasa ini makin kuat dan makin terorganisasi lebih baik dan sekarang telah muncul sebagai kekuatan penggerak pokok dari gerakan demokratis di Portugal, Pemerintah Salazar telah melakukan tindakan-tindakan fasis dan tak berperikemanusiaan terhadap kaum demokrat Portugal.

Dengan mengumumkan “keadaan darurat” di Portugal, Pemerintah Salazar telah menangkapi secara besar-besaran kaum buruh, kaum tani, kaum intelektual, penulis-penulis, pendeta-pendeta liberal, pelajar-pelajar, perwira-perwira dan pemimpin-pemimpin oposisi, seperti Dr. Arlindo Vicente, calon dalam pemilihan untuk Presiden tahun 1958, Maria Silva, sarjana terkemuka dan profesor Universitas Coimbra, penyair-penyair seperti J. Namorado, dan lain-lain. Di antara mereka yang ditangkap itu juga banyak terdapat nasionalis-nasionalis dari negeri-negeri jajahan atau bekas jajahan Portugal antara lain patriot Angola, Dr. Agustinto Neto.

Dari kalangan kaum Komunis yang telah ditangkap terdapat Francisco Jorge dan Otavio Pato, anggota Politbiro dan Sekretariat Partai, Carlos Costa dan Manuel Rodriquez, anggota CC, Americo dan Coza dan banyak aktivis-aktivis Partai lainnya. Mereka ditangkap tanpa surat perintah dan tanpa diperiksa lebih lanjut. Mereka telah meringkuk belasan tahun lamanya bahkan ada yang sudah lebih dari 21 tahun, seperti anggota CC Manuel Rodriquez, yang karena tidak mendapat rawatan kesehatan yang baik telah menderita pendarahan otak dan menderita penyakit lumpuh. Banyak pula yang ditembak mati di jalan-jalan seperti Candido Martins, seorang buruh, yang ditembak mati dengan senapan mesin di jalan kota Amada, pemahat ulung Maria Dias Coelo, yang telah bekerja di bawah tanah bertahun-tahun lamanya dan ditembak mati di jalan kota Lisboa.

Kongres berpendapat bahwa perjuangan melawan teror dan fasisme untuk demokrasi, hak-hak asasi manusia dan kemerdekaan adalah perjuangan segenap kekuatan demokratis dan kemerdekaan di seluruh dunia.

Kongres atas nama 2 juta Komunis Indonesia dan atas nama rakyat pekerja Indonesia memprotes tindakan-tindakan yang sewenang-wenang, anti-demokratis dan fasis dari Pemerintah Salazar. Kongres menuntut dan mendesak Pemerintah Salazar: AMNESTI UNTUK DEMOKRAT-DEMOKRAT PORTUGAL!

Kongres Nasional ke-7 (Luar Biasa) PKI

Jakarta, 29 April 1962