Berkompetisi Sosialis Untuk Menyukseskan "Gerakan 4 Meningkat"

Sudisman


Sumber: Bintang Merah Nomor Spesial, "Maju Terus" Jilid I. Kongres Nasional Ke-VII (Luar Biasa) Partai Komunis Indonesia. Yayasan Pembaruan, Jakarta 1963.


Kongres yang mulia!

Kawan-kawan delegasi persahabatan Partai-Partai sekawan yang tercinta!

Kawan-kawan yang tercinta!

Saya menyetujui sepenuhnya Laporan Umum kawan Ketua D.N. Aidit yang berjudul “Untuk Demokrasi, Persatuan, dan Mobilisasi”, serta pidato-pidato pengantar Kawan M.H. Lukman dan Kawan Njoto tentang penyesuaian Konstitusi Partai dan Program Partai dengan ketentuan-ketentuan Penpres No. 7/1959 dan Penpres No. 13/1960. (Tepuk tangan). Pidato-pidato Kawan Ketua beserta Wakil-Wakilnya tidak hanya mengajar kepada kita sekalian bagaimana meretas jalan baru untuk memenangkan Tripanji Partai dan Tripanji Bangsa, tetapi juga memberi kepada kita semua keremajaan yang tak kenal layu. (Tepuk tangan). Laporan-laporan tersebut bagaikan matahari yang tak mau turun, yang tak kenal redup dan senja, yang memancarkan sinar mendenyutkan hati juang Komunis untuk demokrasi, persatuan, dan mobilisasi. (Tepuk tangan). Sesungguhnya laporan-laporan itu adalah Partai itu sendiri, sehingga Partai itulah matahari. (Tepuk tangan).

Kawan-kawan!

Tepat sekali penilaian Bung Aidit dalam Laporan Umumnya, bahwa “PKI tetap tegak dan makin besar”, sebab kita telah berhasil menangkis pukulan-pukulan kaum reaksi yang bertubi-tubi ditujukan kepada tubuh Partai kita. Sekarang memang bukan lagi zamannya bagi kaum Komunis untuk hidup sebagai tengkorak jatuh tercampak dan mati di tiang gantungan, sebabnya sederhana – dunia telah berganti rupa. (Tepuk tangan riuh). Tunas-tunas Komunis sedunia telah membukit, memiliki kegagahan dan keteguhan revolusioner dalam melawan penindasan dengan “gigit bibir” berhati Marxisme-Leninisme. (Tepuk tangan). Kita hidup dalam zaman proses keruntuhan yang mencengkeram seluruh tubuh kapitalisme, baik sistem ekonomi maupun sistem kenegaraannya, baik politik maupun ideologinya. Bung Aidit menunjukkan, bahwa: “Perkembangan sejarah manusia, isi, arah, dan sifat pokoknya ditentukan oleh Sosialisme, oleh kekuatan-kekuatan yang melawan imperialisme dan bertujuan membangun dunia baru yang merdeka, dunia baru yang bebas dari pengisapan atas manusia oleh manusia. (Tepuk tangan). Proses perkembangan zaman demikian ini berlangsung dalam tempo yang tinggi dan pesat. Semua ini menunjukkan bahwa imperialisme makin sekarat dan perjuangan melawan imperialisme makin tajam dan sengit”. Berdasarkan kebenaran umum ini, jelaslah bahwa tugas internasional yang harus kita penuhi ialah menyokong perjuangan adil dari rakyat tertindas dan bangsa-bangsa tertindas, karena kemenangan perjuangan mereka pasti memberi sumbangan penting bagi usaha membela perdamaian dunia dan juga merupakan sokongan besar bagi perjuangan rakyat Indonesia untuk menyelesaikan Revolusi Agustus 1945 sampai ke akar-akarnya. (Tepuk tangan). Rakyat sedunia makin insyaf, bahwa imperialisme AS adalah sumber utama dari bencana yang mengancam secara serius perdamaian di Asia, Afrika, Amerika Latin dan di dunia, adalah musuh yang paling jahat dari rakyat-rakyat sedunia. Oleh karena itu melawan politik agresif dan politik perang imperialisme AS tidak dapat tidak merupakan tugas yang paling urgen bagi rakyat berbagai negeri dewasa ini dalam memperjuangkan kemerdekaan nasional, demokrasi, Sosialisme, dan membela perdamaian. (Tepuk tangan).

Kawan-kawan!

Sejarah mengajar kepada kita, bahwa di mana ada agresi dan penindasan, di situlah timbul perjuangan melawan agresi dan penindasan; di mana ada penindasan bersenjata oleh kaum imperialis di situ pulalah timbul perjuangan bersenjata dari rakyat untuk membela diri. (Tepuk tangan). Kegiatan-kegiatan imperialisme AS memperhebat agresi dan perang di berbagai negeri pasti mengobarkan api juang yang akhirnya akan membakar hangus dirinya sendiri. (Tepuk tangan). Sekarang perjuangan rakyat negeri-negeri Asia, Afrika, dan Amerika Latin melawan imperialisme dan kolonialisme baru serta lama tengah menggelora. Dengan demikian garis belakang strategis dari imperialisme berubah lebih lanjut menjadi garis depan perjuangan. Gerakan ini bergabung dengan kekuatan kubu sosialis dengan Uni Soviet sebagai pelopornya, perjuangan rakyat pekerja negeri-negeri kapitalis dan gerakan perdamaian dunia, sehingga menjadi arus zaman yang perkasa, yang sedang melabrak dan membikin gentayangan sistem imperialisme dunia. (Tepuk tangan). Betapa pun imperialisme beserta agen-agennya mencoba memutarbalikkan roda sejarah dengan berusaha sekuat tenaga untuk menyabot persatuan kubu sosialis dan persatuan antara rakyat-rakyat berbagai negeri, untuk mengendorkan dan melemahkan perjuangan rakyat melawan imperialisme, tetapi 90% lebih daripada rakyat sedunia menuntut perlawanan terhadap imperialisme. Pertumbuhan, perkembangan dan kemenangan terakhir perjuangan revolusioner rakyat adalah hukum obyektif yang tidak bergantung kepada kemauan manusia. Dalam keadaan di mana rakyat sedunia makin hari makin bersatu mengadakan perlawanan serta perjuangan yang teguh, imperialisme AS dan semua kolonialisme baru dan lama pasti hancur lebur di tengah-tengah api revolusi rakyat sedunia. Semuanya ini sesuai benar dengan pidato Bung Aidit di depan para pejabat tinggi Departemen Luar Negeri “Tentang Marxisme”, yang menyatakan bahwa “Seiring dengan perkembangan situasi internasional, terutama sesudah Perang Dunia ke-2 di mana Sosialisme tumbuh makin besar dan kuat, sedang kapitalisme makin lapuk dan sekarat, maka pengertian rakyat pekerja Indonesia tentang Sosialisme tidak lagi abstrak dan remeng-remeng, melainkan makin jelas dan konkret, dan ditambah pula dengan pengalaman perjuangannya sendiri, sejak meletusnya Revolusi Agustus 1945, sangat memperkuat keyakinan rakyat pekerja Indonesia akan kebenaran tujuan perjuangan yang sudah lama ditetapkannya.

Dalam amanatnya kepada Depernas pada tanggal 28 Agustus 1959 Presiden Sukarno mengatakan bahwa Indonesia sebagai salah satu negara yang dilahirkan di tengah-tengah konfrontasi-konfrontasi sistem sosial dunia: (a) Di satu pihak kapitalisme modern yang kehilangan tanah jajahannya sebagai cadangan dan yang dari krisis ke krisis sedang memasuki krisis umumnya menuju kebangkrutan sepenuhnya, (b) di pihak lain Sosialisme yang tumbuh dan sedang berkembang dengan kuat dan sebagai tandingannya memperlihatkan keunggulannya di semua lapangan terhadap kapitalisme modern (imperialisme) dan Indonesia tidak mau menempuh jalan dunia lama (kapitalisme)”. Ini berarti bahwa zaman kapitalisme bagi Indonesia sudah lampau, hari depan Indonesia yang jaya bukanlah kapitalisme yang sedang mati itu, melainkan Sosialisme. (Tepuk tangan). Untuk mencapai hari depan yang gemilang itu, tugas kaum Komunis sebagaimana dirumuskan dalam Pernyataan 81 Partai Komunis dan Partai Buruh pada tahun 1960 ialah “menelanjangi penggunaan secara demagogis semboyan sosialis oleh tokoh-tokoh politik borjuis untuk tujuan yang itu juga, memperjuangkan pendemokrasian sejati dari kehidupan masyarakat, mempersatukan semua kekuatan progresif untuk berjuang melawan rezim-rezim lalim atau untuk mengekang kecenderungan-kecenderungan ke arah pembentukan rezim-rezim semacam itu”.

Kongres yang mulia!

Dalam situasi dunia yang menguntungkan itu, Partai kita berkembang terus berkat garis politik dan garis organisasi yang tepat. Tepatnya kedua garis inilah yang menjamin makin besarnya Partai. Kebesaran Partai dicapai dengan, antara lain, terus-menerus menanamkan semangat dan menyelenggarakan kompetisi-kompetisi sosialis, perlombaan sehat di mana-mana, perlombaan mengenai segala bidang. Semangat berlomba itu senantiasa ditanamkan dan dianjurkan oleh Bung Aidit. Kita semua tentu masih ingat, bahwa di tengah-tengah amuk razzia Agustus 1951 Comite Central  Partai telah menganugerahkan kepada beberapa Comite Daerah Besar beberapa “Panji-Panji Musso”. Panji-panji itu diperuntukkan bagi Comite-Comite pemenang perluasan organisasi dan keanggotaan pada saat reaksi mengganas. Sejak itu berturut-turut diatur kompetisi-kompetisi sosialis yang makin lama menjadi makin baik, dan setiap Comite tahu jelas akan prinsip berkompetisi, yaitu: “Semua ikut, tetapi tak mungkin semua menang. Setiap kompetisi ditutup dengan ada yang menang dan ada yang kalah, tetapi kedua-duanya tumbuh serempak dan sama-sama menang, sebab hanya musuhlah yang kalah”. (Tepuk tangan). Tujuan kompetisi sosialis ialah untuk senantiasa mencapai sukses, walaupun sukses itu kecil, seperti digariskan oleh Lenin: “Kamu harus berusaha keras untuk mencapai sukses-sukses setiap hari meskipun sukses-sukses itu kecil” (Lenin, ‘Surat Seorang Peninjau’, halaman 4).

Semangat berkompetisi sosialis dalam Partai sudah tertanam lebih dari sepuluh tahun, sehingga bukannya berlebih-lebihan kalau kita rumuskan bahwa kompetisi sosialis telah menjadi tradisi baik dari Partai. Dalam Laporan Umumnya Bung Aidit sekali lagi menekankan, bahwa: “Kompetisi melaksanakan Plan harus dipadu dengan membantu organisasi dan Comite yang lemah, harus dengan mengadakan gerakan-gerakan pendek pada waktu-waktu tertentu, misalnya, dihubungkan dengan hari-hari bersejarah, dan dengan berpegang kepada garis “turun ke bawah membantu organisasi bawahan”.

Tentang “turun ke bawah” yang di kalangan para pelukis revolusioner dikenal dengan sebutan “Gerakan Gempa Langit” ini, saya ingin mengemukakan beberapa persoalan, sebab tentang “turun ke bawah” sudah pernah juga dilakukan kompetisi sosialis, misalnya, mengenai penjualan eceran “Harian Rakyat”, kerja bakti, mengamalkan “Gerakan 1001”, dan melakukan penelitian di desa dengan maksud untuk memahami keadaan masyarakat desa.

Kawan-kawan!

Partai kita adalah keluarga besar revolusioner yang mempunyai hubungan karib satu sama lain, yang terjalin solidaritas tinggi antara pimpinan dengan yang dipimpin dan antara Comite atasan dengan bawahan. Partai kita adalah organisasi yang militan yang mempunyai sifat sentralisme yang paling agung dan paling kuat disiplinnya karena berdasarkan kesadaran, di samping sebagai suatu barisan yang paling menjunjung tinggi kehidupan demokratis. Dengan “turun ke bawah”, apalagi jika diatur secara berkompetisi sosialis, baik secara Comite demi Comite maupun seorang demi seorang, maka akan dapat menyempurnakan pelaksanaan garis massa Partai  dalam menyelenggarakan berbagai jenis pekerjaan. (Tepuk tangan). Juga akan tercipta hubungan baik antara pimpinan dengan massa anggota untuk secara konkret tetapi dengan akrab memberikan tuntunan-tuntunan dan petunjuk-petunjuk di tempat dalam melaksanakan instruksi-instruksi dari pusat. Ini bukanlah suatu soal teknis atau sekadar metode belaka, melainkan suatu sikap asasi Komunis tentang saling harga-menghargai antara pimpinan dengan anggota, (tepuk tangan) saling cinta-mencintai satu sama lain. Hanya dengan jalan pimpinan mencintai anggota, anggota menghargai pimpinan, singkatnya harga-menghargai dan saling menghormati antara pimpinan dan anggota, barulah dapat digalang hubungan persamaan derajat serta kekawanan, dan barulah dapat dicapai solidaritas Komunis antara pimpinan dengan anggota. Kita senantiasa berpendirian, bahwa di dalam Partai antara pimpinan dengan anggota hanya terdapat perbedaan dalam hal pembagian pekerjaan, dan tidak ada perbedaan tinggi-rendah dalam hal politik dan kepribadian, dalam hal tanggung jawab terhadap revolusi serta pengabdian kepada Partai dan kelas proletar, jadi, yang ada hanya solidaritas Komunis yang sangat tinggi. Laporan-laporan dari daerah-daerah pada umumnya menyatakan, bahwa setelah anggota-anggota Comite Partai berkompetisi sosialis untuk “turun ke bawah” dengan sasaran tertentu, yaitu menyukseskan pelaksanaan Plan 3 Tahun Kedua Partai, “Tentang Pendidikan dan Organisasi”, dapatlah dicapai antara lain hasil-hasil sebagai berikut:

Pertama: Plan Pendidikan Partai sangat memperkuat ideologi Partai. Ia bukan hanya berhasil membulatkan kesatuan pandangan, kesatuan pendirian dan kesatuan metode di dalam Partai – ia pun telah mempertinggi daya juang Partai. (Tepuk tangan). Para kader Partai makin lama makin yakin, bahwa ideologi Partai bisa menjadi kuat, apabila Partai giat belajar teori. (Tepuk tangan). Ideologi yang baik mendorong kegiatan teori, dan sebaliknya, teori yang tepat memperteguh ideologi. Dengan demikian lebih dimengerti saling hubungannya antara teori revolusioner dan ideologi revolusioner. Dalam hal ini penekanannya ialah segala sesuatu yang kita pelajari harus kita pelajari dengan sungguh-sungguh, pertama-tama kita tidak boleh puas diri. Puas akan pengetahuan yang dangkal, dan menganggap dirinya serba tahu hingga malas belajar, adalah wujud daripada kurangnya rasa tanggung jawab terhadap perjuangan revolusioner rakyat. Sikap yang salah ini harus kita tentang dengan teguh.

Kedua: dalam memeriksa barisan telah diketemukan di sana-sini beberapa kekurangan seperti: kurang terus-menerus dan ulet menjelaskan taktik dan politik praktis Partai; fraksi-fraksi ormas kurang dikoordinasi secara baik; dalam mempersoalkan kesulitan-kesulitan ada sementara kader yang seolah-olah menempatkan dirinya di luar Partai karena masih mengartikan Partai itu terbatas kepada Comite Partai saja dan melupakan bahwa dirinya berada di dalam Partai dan bukan di luarnya; kurang sungguh-sungguh memeras otak untuk mencari 1001 macam akal dalam melancarkan 1001 macam aksi “kecil hasil” dan sebagainya. Kelemahan-kelemahan tersebut yang terdapat di sana-sini, menurut Bung Aidit, adalah bersumber pada ideologi yang pasif. Karena kelemahan-kelemahan itu merupakan bentuk-bentuk liberalisme, maka kelemahan-kelemahan itu tidak boleh bersarang lebih lama di dalam Partai dan di dalam seluruh ormas revolusioner. Untuk mengikis kelemahan-kelemahan itu telah dilancarkan gerakan mempelajari brosur ‘Memerangi Liberalisme’. Gerakan belajar ini terutama ditujukan untuk memperbaiki cara kerja Partai dengan konkret di setiap badan kolektif Partai.

Ketiga: lebih diyakini perlunya koordinasi atau menghubungkan pekerjaan dalam Partai dan ormas-ormas dengan pekerjaan-pekerjaan dalam lembaga-lembaga negara. Kedua pekerjaan itu bagaikan mekanik jam. Jarum-jarum dan pirnya adalah dua bagian tersendiri, tetapi mereka mempunyai kesatuan gerak yang berhubungan satu dengan lainnya. Tak ada satu pun bagian dari jam yang tidak ada kegunaannya. Demikian pula dalam masyarakat kita. Partai kita adalah satu kolektif yang terjalin erat yang tidak memperkenalkan individualisme yang merupakan sumber segala kebobrokan. Individualisme hanya mementingkan kepentingan-kepentingan perseorangan, bukan kepentingan-kepentingan kolektif. Kawan-kawan yang masih dihinggapi individualisme tidak mau bekerja dengan sukarela. Dengan individualisme tidak bisa terdapat antusiasme dan kemajuan. Kita harus senantiasa ingat, bahwa setiap kawan, apapun pekerjaan atau kedudukannya adalah penting dan kita berkewajiban berterima kasih akan jerih payah mereka. Tepat sekali peringatan Bung Aidit, bahwa: “Tidak ada kader yang bodoh atau kader yang jelek, jika mereka dipimpin yang baik dan diperlakukan yang adil. Mereka adalah orang-orang revolusioner, yang masuk barisan revolusi tanpa ada yang menyuruh apalagi yang memaksa. Mereka adalah anak-anak revolusi. Berilah tempat yang wajar kepada mereka dalam barisan revolusi”. (Tepuk tangan). Setiap kawan telah berusaha bekerja dengan kemampuan yang ada padanya, di antaranya ada yang sampai jatuh sakit. Semua ini bukti nyata bahwa mereka bekerja giat, dan setiap pekerjaan yang berguna bagi Partai, bagi revolusi, adalah terhormat, sangat terhormat. (Tepuk tangan).

Keempat: para anggota Comite dalam “turun ke bawah” melaksanakan kompetisi-kompetisi sosialis dapat secara jelas mempersoalkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan instruksi-instruksi dan petunjuk-petunjuk serta mengoreksi dengan cepat dan tepat beberapa kekeliruan. Dengan demikian dapat diurus dengan baik kontradiksi intern Partai. Di samping anggota-anggota Comite berkewajiban mengurus dan memimpin, mereka juga perlu mendapat pengawasan dari massa untuk bisa bersandar pada massa dan supaya mampu menggerakkan massa dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Jika terdapat kontradiksi, maka kontradiksi itu diurus dengan metode demokratis, yaitu meyakinkan dan mendidik menurut pedoman “bersatu – kritik – bersatu”. Inilah jalan untuk mempererat persatuan, memperkokoh disiplin dan mempertinggi daya juang Komunis. Dari atas ke bawah dengan berangsur-angsur telah dapat dilakukan ketentuan “diskusi – pelaksanaan – kontrol – kesimpulan, diskusi – pelaksanaan – kontrol – kesimpulan, dan seterusnya”.

Kelima: dapat menemukan cara-cara baru yang menggembirakan berkat kompetisi sosialis. Di lingkungan staf Sekretariat, misalnya, kompetisi sosialis yang harus dinilai yaitu: kegiatan (aktivitas), hasil (produktivitas), dan daya cipta (kreasi). Jadi pertama-tama ditekankan pentingnya giat dan rajin bekerja untuk mendorong supaya bekerja baik. Dan untuk bisa bekerja baik, setiap kawan harus mempertinggi pengetahuan umumnya, seperti pengetahuan bahasa, ilmu bumi, sejarah, ilmu alam, dan sebagainya. Karena itu selain bekerja baik harus didorong untuk belajar baik. Hanya saja, sesudah bekerja baik dan belajar baik, tidak boleh berpendirian bekerja asal bekerja saja dan hanya menyelesaikan pekerjaannya sendiri saja dengan bersikap acuh tak acuh terhadap derita kawan lain, dan membiarkan milik Partai menjadi berantakan karena mentang-mentang bukan bagiannya dan sebagainya, perlu dilempangkan. Karena itu didikan kepada mereka, supaya memiliki moral baik, moral Komunis, seperti dijelaskan oleh Kawan Peris Pardede dalam Laporan Tambahannya atau moral yang kerap kali dikiaskan oleh Ki Dalang Pewayangan sebagai prajurit, yaitu pra sama dengan prasojo (sederhana), ju sama dengan jujur, dan rit sama dengan irit (hemat). Moral Komunis adalah sama dengan prasojo, jujur, dan irit, atau sama dengan sederhana, jujur, dan hemat. Inilah prajurit, inilah Komunis. Oleh karena itu tanpa jemu dididikkan antara lain: perlu terus-menerus berhemat dan memelihara milik Partai sebagai miliknya sendiri; saling bantu dalam menghadapi kesulitan dan saling berkunjung pada saat seorang kawan menderita sakit dan mengambil oper pekerjaannya dan sebagainya, dan sebagainya. Jadi sesudah berpraktek, maka yang dikompetisi-sosialiskan di antara para anggota staf, ialah 3 Baik, yaitu: bekerja baik, belajar baik, dan moral baik. (Tepuk tangan riuh). Dari berkompetisi itu timbul gagasan untuk memberikan “Panji-Panji Merah” secara bergilir, baik bagi grup maupun perseorangannya. Waktu bergilir ditetapkan, misalnya 3 bulan sekali dan dijatuhkan kepada hari-hari penting atau hari bersejarah, seperti Hari Tahun Baru, Hari 8 Maret, Hari Kartini, Hari 1 Mei, Hari 23 Mei, Hari 17 Agustus, Hari Pahlawan, Hari Pemberontakan 12 November, dan sebagainya.

Contoh lain yang bisa dikemukakan di sini ialah cara berkompetisi-sosialis di kalangan kader-kader wanita Komunis. Misalnya, di Wonogiri, Klaten, Karanganyar dan Sukoharjo, Jawa Tengah, telah dibentuk team petugas berkompetisi dengan memakai berbagai nama seperti “team Ngebrok” (tetap berada di tempat). “Team Sinardesa” dan sebagainya, yang bertugas untuk antara lain melaksanakan Gerakan 4 Meningkat, sebagaimana digariskan oleh Bung Aidit, yaitu: (1) Meningkat SP dan KR; (2) Meningkat anggota Partai dan Ormas; (3) Meningkat jumlah calon menjadi anggota; (4) Meningkat pemasukan iuran! Team-team petugas itu berdiam tetap atau ngebrok di desa-desa berhari-hari lamanya. Hasilnya, sebagian pekerjaan yang dimaksud oleh Gerakan 4 Meningkat, yang biasanya baru dapat dibereskan dalam waktu 15 bulan dapat beres dalam waktu 3 bulan, (tepuk tangan) bahkan di Klaten pekerjaan satu setengah tahun dapat diselesaikan hanya dalam waktu 1 bulan, karena dikerahkan secara massal tenaga kader wanita Komunis untuk menyelesaikan pekerjaan itu dan mereka masing-masing berkompetisi-sosialis untuk memenangkan Grupnya dan memenangkan dirinya sendiri sebagai kader teladan. (Tepuk tangan riuh. “Hidup!”). Konkretnya, para wanita Komunis di Klaten yang dalam saat-saat bekerja tanpa Plan dan kompetisi-sosialis hanya dapat membentuk 2 organisasi basis ormas wanita revolusioner dalam 1 tahun, maka sesudah bekerja dengan Plan dan kompetisi-sosialis berhasil membentuk 14 organisasi basis ormas wanita revolusioner, dalam waktu hanya satu bulan. (Tepuk tangan). Semua ini adalah contoh-contoh sebagai pembuktian akan benarnya uraian Bung Aidit yang menegaskan, bahwa: “……, di mana kader-kader Partai bersikap benar, aktif dan ofensif dalam ideologi, yaitu bergulat melawan kesulitan-kesulitan, baik karena sempitnya demokrasi maupun karena beratnya penghidupan, di sana Plan berjalan baik dan kesulitan-kesulitan dapat diatasi pada waktunya”. (Tepuk tangan).

Kongres yang mulia!

Sekarang kita berkewajiban untuk dengan sepenuh hati melanjutkan tradisi berkompetisi-sosialis untuk menyukseskan Gerakan 4 Meningkat. Syarat-syarat untuk menunaikan tugas itu tak lain kecuali kita harus tetap mempertahankan gaya rendah hati dan berhati-hati, tidak congkak, tidak terburu nafsu, dan tetap mempertahankan daya juang yang tak kenal susah payah. Kita memiliki senjata Marxis-Leninis, yaitu kritik dan selfkritik. Kita bisa mengikis gaya-gaya yang jelek dan mempertahankan gaya-gaya yang baik. Kita harus sanggup memahirkan diri dengan apa yang tidak kenal semula. Dalam hal ini saya teringat akan kata-kata Lenin dalam karyanya Apa yang Harus Dikerjakan (Penerbitan Yayasan “Pembaruan” Tahun 1957, halaman 115), yang menegaskan bahwa: “……… kita merupakan suatu kekuatan politik. Untuk menjadi kekuatan yang sedemikian itu di mata orang-orang luar dibutuhkan banyak usaha yang tekun dan ulet untuk mempertinggi kesadaran, inisiatif dan energi kita sendiri. Untuk mencapai ini tidaklah cukup hanya menempelkan merek ‘pelopor’………”.

Untuk mempertinggi kesadaran, inisiatif dan energi kita sendiri telah digariskan oleh Bung Aidit yang menekankan, bahwa kita harus melaksanakan 5 Lebih, yaitu: lebih berani, lebih pandai, lebih waspada, lebih gigih, dan lebih tekun.

Semangat 5 Lebih itu harus menjiwai tugas berkompetisi-sosialis untuk menyukseskan Gerakan 4 Meningkat sebagai tiang kencana untuk mengibarkan tinggi-tinggi Tripanji Partai dan Tripanji Bangsa. Tugas penyuksesan ini pasti akan mengalami kesukaran-kesukaran. Tapi, pengalaman sejarah menunjukkan bahwa kesukaran apapun tidak bisa menakutkan dan menggertak sambel kita. (tepuk tangan) sebaliknya kita selalu menggembleng diri di tengah-tengah kesukaran hingga menjadi lebih kuat dan lebih tepat dalam memajukan hasil-hasil dan mengatasi berbagai macam kesukaran, sebagaimana kita diajar oleh rakyat Indramayu yang walaupun dilanda banjir dan busung lapar tetap membenci reaksi serta menatap kesukaran dengan optimisme sambil berpantun:

Mendung maning, mendung maning

kapan udane,

Jagung maning, jagung maning

kapan segane.

atau:

Mendung lagi, mendung lagi

kapan hujannya,

Jagung lagi, jagung lagi

kapan nasinya.

Optimisme rakyat inilah optimisme Komunis, dan kaum Komunis yakin, bahwa kesukaran berusia sementara, sedangkan kemenangan adalah pasti dan abadi. (Tepuk tangan).

Kawan-kawan!

Laporan Umum Bung Aidit telah mengemukakan pengalaman-pengalaman perjuangan baik internasional maupun nasional, dan telah membuktikan akan kebenaran Marxisme-Leninisme bahwa kekuatan rakyat merupakan kekuatan yang sungguh-sungguh jaya untuk mencipta sejarah umat manusia. Singkatnya, Laporan Umum itu mengajarkan kepada kita sekalian, bahwa kekuatan rakyat tiada tandingannya dan kehendak rakyat tak berbatas bagaikan langit luas membentang tak kenal pematang.

Kongres Nasional ke-7 Partai kita ini membawakan suasana penuh kesegaran berdasa lagu, hati hidup tergerak pasti dan mengajak manusia pada bersajak. (Tepuk tangan). Oleh karena itu marilah kita serukan:

Hidup Partai Komunis Indonesia! (“Hidup!”)

Hidup Marxisme-Leninisme! (“Hidup!”)

Hidup Deklarasi dan Pernyataan Kaum Komunis sedunia! (“Hidup!”)

Hidup internasionalisme proletar! (“Hidup!”)